ANALISIS PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA, TINGKAT PENGANGGURAN,
PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN UPAH MINIMUM PROVINSI TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN
(Studi Kasus Pada 6 Provinsi di Pulau Jawa)
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Nurine Syarafina Khawaja Chisti 135020107111026
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul :
ANALISIS PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA, TINGKAT PENGANGGURAN, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN UPAH MINIMUM PROVINSI TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN
(Studi Kasus pada 6 Provinsi di Pulau Jawa)
Yang disusun oleh :
Nama : Nurine Syarafina Khawaja Chisti
NIM : 135020107111026
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Jurusan : S1-Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 7 Maret 2018
Malang, 7 Maret 2018 Dosen Pembimbing,
Dr. Rachmad Kresna S, SE., M.Si.
NIP. 19631116 199002 1 001
ANALISIS PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA, TINGKAT PENGANGGURAN, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN UPAH MINIMUM PROVINSI
TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN (Studi Kasus pada 6 Provinsi di Pulau Jawa)
Nurine Syarafina Khawaja Chisti, Rachmad Kresna Sakti Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis penyebab utama tingginya tingkat kemiskinan pada 6 Provinsi di Pulau Jawa. Adapun faktor-faktor yang menjadi bahan analisis adalah indeks pembangunan manusia, tingkat pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi, dan upah minimum provinsi.. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda pada pata data panel menggunakan Eviews 9 untuk menentukan pengaruh variabel independen dengan variabel dependen. Karena menggunakan data panel, langkah pertama adalah dengan dengan melaukan uji Chow dan uji Hausman untuk menentukan model yang digunakan serta pengujian asumsi klasik. Hasil dari hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, empat variabel yang berpengaruh signifikan, tetapi tiga variabel berpengaruh secara tidak langsung. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Fixed Effect Model (FEM), Tingkat kemiskinan pada 6 Provinsi di Pulau Jawa dipengaruhi secara langsung oleh indeks pembangunan manusia karena bernilai negatif, sedangkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh tingkat pengangguran terbuka yang bernilai negatif, pertumbuhan ekonomi yang bernilai positif, dan upah minimum provinsi yang juga bernilai positif. Hal ini dikarenakan kurang meratanya distribusi pendapatan dan juga penggunaan upah minimum yang hanya pada sektor formal.
Kata kunci: 6 Provinsi di Pulau Jawa, Tingkat Kemiskinan, Fixed Effect Model (FEM)
A. PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan sebuah permasalahan sosial yang sangat kompleks dan harus segera mendapat penanganan yang tepat agar dapat segera teratasi. Indonesia sebagai negara berkembang dan memiliki jumlah penduduk yang besar tentu tidak dapat terhindar dari masalah tersebut. Ini dibuktikan dengan jumlah penduduk miskin yang besar, mayoritas tinggal di daerah pedesaan yang sulit untuk diakses bahkan di kota besar seperti Jakarta pun juga sangat banyak ditemukan masyarakat miskin. Tidak ada masyarakat yang makmur dan bahagia, jika sebagian besar penduduknya berada dalam kemiskinan dan kesengsaraan Smith (dalam Todaro, 2006). Berbagai strategi pembangunan ekonomi dilakukan oleh pemerintah untuk berorientasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi yang berkeadilan yaitu dengan mewujudkan melalui upaya menurunkan jumlah penduduk miskin, namun dalam realitasnya masih terdapat jarak antara harapan dan kenyataan di lapangan berupa kemiskinan.
Tidak ada masyarakat yang makmur dan bahagia, jika sebagian besar penduduknya berada dalam kemiskinan dan kesengsaraan Smith (dalam Todaro, 2006). Berbagai strategi pembangunan ekonomi dilakukan oleh pemerintah untuk berorientasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi yang berkeadilan yaitu dengan mewujudkan melalui upaya menurunkan
jumlah penduduk miskin, namun dalam realitasnya masih terdapat jarak antara harapan dan kenyataan di lapangan berupa kemiskinan.
Gambar 1.3 Perbandingan Persentase Penduduk Miskin Jawa dengan Nasional (Indonesia) Tahun 2007-2013
Sumber : Data diolah Badan Pusat Statistik, 2017
Dapat dilihat pada grafik diatas bahwa tingkat kemiskinan di Jawa lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kemiskinan di Indonesia. Sebenarnya fluktuasi yang terjadi hampir serupa, yaitu terjadi penurunan dari tahun 2007 hingga tahun 2013. Namun tetap saja harus diperhatikan dan dicari penyebabnya mengapa tingkat kemiskinan di Jawa masih lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kemiskinan di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa masalah kemiskinan adalah permasalahan serius yang masih belum diatasi secara optimal oleh pemerintah Provinsi di Pulau Jawa.
B. TINJAUAN PUSTAKA Kemiskinan
Badan Pusat Statistik (dalam Bappenas, 2008:12) mendifinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan memenuhi kebutuhan minimum yang layak, mencakup kebutuhan dasar makanan yang setara 2.100 kilo kalori/orang/hari dan non-makanan seperti perumahan, kesehatan, pendidikan, angkutan, pakaian, dan barang/jasa lainnya. Tingkat kemiskinan ini diukur dengan menggunakan garis kemiskinan nasional yang disusun dari garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non-makanan, yang pada tahun 2007 setara dengan Rp 166,7 ribu per kapita per bulan.
Kontribusi garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan nasional adalah 74,4%. Sehingga apabila harga makanan meningkat maka penduduk miskinlah yang paling akan menderita. Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000) sebagai berikut :
a. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.
b. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berate produktivitasnya juga akan rendah, upahnya nya pun rendah.
c. Kemiskinan muncul karena adanya akses modal.
Ketiga penyebab kemiskinan itu bermuara pada lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty) lihat gambar 2.1. Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi, redahnya investasi akan berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya.
14.44 13.59
12.48 11.76
11.13 10.64
10.23 12.52
11.65 10.72
9.87 9.23
8.69 8.46
2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 P e r s e n t a s e P e n d u d u k M i s k i n J a w a d a n
I n d o n e s i a T a h u n 2 0 0 7 - 2 0 1 3
jawa indonesia
Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan
Sumber : Nurkse dalam Kuncoro, 2000 Indeks Pembangunan Manusia
Menurut Badan Pusat Statistik (2007), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan ukuran capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM menggambarkan beberapa komponen, yaitu capaian umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak. IPM dapat dihitung dengan persamaan berikut ini :
𝐼𝑃𝑀 = √𝐼3 𝑘𝑒𝑠𝑒ℎ𝑎𝑡𝑎𝑛× 𝐼𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘𝑎𝑛× 𝐼𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛𝑥 100 Dimana :
Ikesehatan = indeks kesehatan Ipendidikan = indeks pendidikan Ipengeluaran = indeks pengeluaran
Menurut BPS (2007) kisaran antara nilai minimum dan maksimum untuk indikator yang tercakup sebagai komponen IPM adalah sebagai berikut :
1. Angka Harapan Hidup Saat Lahir : 20 – 85 Tahun (standar BPS) 2. Angka Harapan Lama Sekolah : 0 – 18 Tahun (standar BPS) 3. Rata-rata Lama Sekolah : 0-15 Tahun (standar BPS)
4. Pengeluaran per Kapita Disesuaikan : 1.007.436 (Rp) – 26.572.352 (Rp)
Angka IPM berkisar antar 0 sampai 80. Semakin mendekati nilai 80, maka indeks pembangunan manusia diindikasikan semakin baik. Berdasarkan nilai IPM, BPS membagi status pembangunan manusia suatu wilayah ke dalam empat golongan, yaitu:
1. IPM < 60 : IPM Rendah 2. 60 ≤ IPM < 70 : IPM Sedang 3. 70 ≤ IPM < 80 : IPM Tinggi 4. IPM ≥ 80 : IPM Sangat Tinggi
Sedangkan tujuan pengukuran IPM sendiri adalah untuk membandingkan kemajuan pembangunan manusia antarpropinsi dan antar kabupaten/kota di Indonesia (BPS,2007).
Hubungan Indeks Pembangunan Manusia dengan Tingkat Kemiskinan
IPM merupakan tolak ukur pembangunan suatu wilayah sebaiknya berkorelasi positif terhadap kondisi kemiskinan di wilayah tersebut karena diharapkan suatu daerah yang memiliki nilai IPM tinggi, idealnya kualitas hidup masyarakat juga tinggi atau dapat dikatakan pula bahwa jika nilai IPM tinggi, maka seharusnya tingkat kemiskinan rendah.
Tingkat Pengangguran
Secara umum pengangguran didefinisikan sebagai ketidakmampuan angkatan kerja untuk memperoleh pekerjaan yang sesuai dan mereka inginkan. Pengangguran merujuk pada situasi dimana seseorang menghadapi ketiadaan kesempatan kerja. Orang yang sudah memiliki pekerjaan juga dapat digolongkan sebagai pengangguran karena konsep pengangguran dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu waktu ; intensitas pekerjaan ; dan produktivitas (Suparmono, 2004). Menurut BPS (2007), definisi penganggur pada saat survey angkatan kerja nasional (sakernas) tahun 1986-2000, disebutkan bahwa penganggur adalah mereka yang tidak memiliki pekerjaan, bersedia untuk
bekerja dan sedang mencari pekerjaan. Tetapi sejak tahun 2001 hingga kini definisi penganggur menjadi mereka yang sedang mencari kerja atau sedang menyiapkan usaha, diterima kerja tetapi belum memulai kerja, serta tidak mencari kerja karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Indikator yang biasa dipakai untuk mengukur tingkat pengangguran terbuka (TPT) merupakan perbandingan antara jumlah penganggur dengan jumlah angkatan kerja yang biasanya dinyatakan dalam persen. Yang secara sistematis dimana TPT dapat dihitung sebagai berikut:
𝑇𝑃𝑇 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛𝑔𝑔𝑢𝑟
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎× 100%
Jenis pengangguran, yaitu mereka yang mencari kerja, mereka yang mempersiapkan usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan yang terakhir mereka yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (BPS,2007).
Hubungan Tingkat Pengangguran dengan Tingkat Kemiskinan
Todaro (2003), Pengangguran memiliki hubungan yang sangat erat dalam mempengaruhi tingkat kemiskinan. Standar hidup yang rendah dimanifestasikan secara kualitatif dan kuantitatif dalam bentuk tingkat pendapatan yang sangat rendah, perumahan yang kurang layak, kesehatan yang buruk, bekal pendidikan yang minim atau bahkan tidak ada sama sekali, angka kematian bayi yang tinggi, usia harapan hidup yang relatif sangat singkat dan peluang mendapatkan kerja yang rendah.
Dalam hal peluang untuk mendapatkan kerja yang rendah menimbulkan pengangguran.
Pengangguran yang tinggi akan menyebabkan pendapatan berkurang sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari yang pada akhirnya akan mengalami kemiskinan, dengan demiklian jumlah pengangguran memiliki hubungan positif terhadap kemiskinan.
Pertumbuhan Ekonomi
Menurut BPS (2007), Indikator yang biasa digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu wilayah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Definisi PDRB adalah total nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu tanpa melihat faktor kepemilikan. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah diperoleh dari kenaikan PDRB atas dasar harga konstan dari suatu tahun terhadap tahun sebelumnya yang mencerminkan kenaikan produksi barang dan jasa di suatu wilayah. Rumus yang digunakan sebagai berikut :
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑃𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐸𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖 =𝑃𝐷𝑅𝐵𝑡− 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑡−1 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑡−1 × 100%
Keterangan :
PDRBt : Produk Domestik Regional Bruto tahun sekarang PDRBt-1: Produk Domestik Regional Bruto tahun lalu
Terdapat beberapa teori yang mendukung tentang pertumbuhan ekonomi pada suatu Negara, yaitu :
1. Teori Pertumbuhan Neo Klasik 2. Teori Pertumbuhan Harrod-Domar 3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Adam Smith
Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Kemiskinan
Pertumbuhan ekonomi yang efektif merupakan indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat bagi pengurangan tingkat kemiskinan. Menurut Kuznet, pertumbuhan dan kemiskinan mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang (Todaro, 2003) selain itu pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap selanjutnya distribusi pendapatannya akan membaik.
Upah Minimum
Dalam pasar tenaga kerja sangat penting untuk menetapkan besarnya upah yang harus dibayarkan perusahaan pada pekerjanya. Undang-undang upah minimum menetapkan harga terendah tenaga kerja yang harus dibayarkan (Mankiw, 2006). Menurut Kaufman (2000), tujuan utama ditetapkannya upah minimum adalah memenuhi standar hidup minimum, seperti untuk kesehatan, efisiensi, dan kesejahteraan pekerja serta untuk mengangkat derajat penduduk yang berpendapatan rendah, terutama pekerja yang tergolong pekerja miskin.
Menurut Prastyo (2010) upah minimum dapat dibedakan menjadi dua, yakni upah minimum regional dan upah minimum sektoral.
1. Upah Minimum Regional
Upah minimum regional adalah upah bulanan terendah dari upah pokok dan tunjangan tetap bagi seorang pekerja tingkat paling bawah dan bermasa kerja kurang dari satu tahun yang
berlaku di suatu daerah tertentu. Berdasarkan peraturan Menteri Tenaga Kerja : PER- 01/MEN/1999 tentang upah minimum, maka istilah Upah Minimum regional Tingkat I (UMR Tk. I) diubah menjadi Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum regional Tingkat II (UMR Tk. II) diubah menjadi Upah Minimum Kabupaten/Kota (UM Kab/Kota)
2. Upah Minimum Sektoral
Upah Minimum Sektoral adalah upah yang berlaku dalam suatu provinsi berdasarkan kemampuan sektor. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja : PER-01/MEN/1999 tentang upah minimum, maka terjadi perubahan istilah Upah Minimum Sektor Regional Tingkat I (UMSR Tk. I) menjadi Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) dan Upah Minimum Sektor Regional Tingkat II (UMSR Tk.II) diubah menjadi Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMS Kab/Kota).
Variabel-variabel yang mempengaruhi upah minimum regional (UMR) tingkat I dan II sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/MEN/1999 adalah sebagai berikut : kebutuhan hidup minimum (KHM), Indeks Harga Konsumen (IHK), kemampuan perkembangan dan kelangsungan perusahaan, tingkat upah pada umumnya yang berlaku di daerah tertentu dan antar daerah, kondisi pasar tenaga kerja, dan tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan per kapita.
Hubungan Upah Minimum dengan Tingkat Kemiskinan
Tujuan utama ditetapkannya upah minimum adalah untuk memenuhi standar hidup minimum, seperti untuk memenuhi kesehatan, kesejahteraan pekerja dan efisiensi. Upah minimum adalah usaha untuk mengangkat derajat penduduk berpendapatan rendah, terutama pekerja miskin.
Semakin meningkat upah minimum, maka akan semakin meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga kesejahteraan juga meningkat dan terbebas dari kemiskinan (Kaufman, 2000).
C. METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini sebagai alat pendukung pembuktian jawaban penelitian. Metode pengumpulan data dengan pendekatan kuantitatif karena penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data angka. Data yang diperoleh dalam penelitian ini didapatkan dengan menggunakan teknik sebagai berikut:
a. Studi Pustaka b. Studi Dokumen Metode Analisis
Berdasarkan judul, latar belakang, dan perumusan masalah maka teknik analisis data yang digunakan adalah data panel dengan analisis regresi berganda. Menurut Supranto (2001), analisis regresi berganda merupakan metode statistik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara satu peubah tak bebas dengan beberapa peubah bebas. Adapun model yang digunakan dari regresi berganda yaitu,
𝑌𝑖𝑡= 𝛽0+ 𝛽1𝑋1𝑖𝑡+ 𝛽2𝑋2𝑖𝑡+ 𝛽3𝑋3𝑖𝑡+ 𝜇𝑖𝑡 Dimana :
i = 1,2, …N ; t = 1,2, …T
Karena data yang yang digunakan adalah penggabungan antara data time series dan data cross- section maka data panel dapat memberikan data yang lebih banyak dan lebih informatif. Secara umum model regresi data panel dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu :
1. Common Effect Model atau Pooled Least Square (PLS) 2. Fixed Effect Model (FEM)
3. Random Effect Model (REM) 4. Pengujian Model
Pertama yang diharus dilakukan adalah melakukan uji Chow untuk memilih model mana yang terbaik , uji Chow digunakan untuk memilih teknik model Pooled Least Square (PLS) atau Fixed Effect Model (FEM) dengan membandingkan nilai probabilitas F pada FEM dengan 𝞪 (1%, 5%, atau 10%). Hipotesis nol daripada F test adalah :
H0 = Model PLS H1 = Model FEM
Apabila nilai probabilitas F pada FEM < 𝞪 (1%, 5%, atau 10%), maka Ho ditolak, sehingga penggunaan model PLS dianggap kurang tepat.
Langkah selanjutnya adalah melakukan uji Hausman untuk menentukan penggunaan FEM atau REM. Pengujian Hausman dengan cara membandingkan nilai probailitas chi-square dengan 𝞪 (1%, 5%, atau 10%) dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 = Model REM H1 = Model FEM
Jika nilai probabilitas kurang dari 𝞪 (1%, 5%, atau 10%), maka H0 ditolak, sehingga model yang digunakan adalah FEM.
5. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linear berganda yang berbasis ordinary least square (OLS). Menurut Gujarati (2012), data panel sedikit mengalami kolinearitas antar variabel sehingga sangat kecil kemungkinan terjadi multikolinearitas. Berdasarkan uraian tersebut asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas. Uji asumsi klasik terdiri dari:
a. Uji Heterokesdatisitas b. Uji Autokorelasi c. Uji Statistik
Untuk menguji apakah variabel indeks pembangunan manusia, tingkat pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi, dan upah minimum provinsi berpengaruh atau tidak terhadap kemiskinan, maka akan diuji dengan uji parsial (uji t), uji simultan (uji F) dan Koefisien determinasi R-square (R²). Pengujian hipotesis secara statistik dinyatakan dengan hipotesa nol yang disebut H0. Hipotesa nol diuji terhadap hipotesa alternatif yang dinyatakan H1. Uji hipotesa ini berkaitan dengan prosedur untuk memutuskan apakah menerima atau menolak hipotesis.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan metode regresi. Jenis data yang diolah adalah data time series 2007 sampai 2013 dan data cross section meliputi 6 Provinsi di Pulau Jawa sehingga dapat diketahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Sebelum melakukan regresi, langkah pertama yang harus dilakukan pada data panel adalah penentuan model yang akan digunakan. Ada tiga model yang digunakan dalam regresi data panel, yaitu pendekatan common effect model, fixed effect model, dan random effect model.
Hasil Regresi Uji Chow dengan Redudant Test
Effect Test Statistic d.f Prob.
Cross-section F 115.034527 (5,32) 0.0000
Cross-section Chi-Square 123.609245 5 0.0000
Sumber : Hasil output regresi Eviews 9, 2017
Hasil regresi uji chow dengan redundant test dapat diketahui nilai probabilitas cross-section F nilainya 0.0000 < 0.05 dan nilai probabilitas chi-square 0.0000 < 0.05 maka Ho ditolak sehingga model yang dipilih adalah fixed effect model. Selanjutnya membandingkan fixed effect model dengan random effect model dengan melakukan uji hausman
Hasil Regresi Uji Hausman
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f Prob.
Cross-section random 94.151919 4 0.0000
Sumber : Hasil output regresi Eviews 9, 2017
Dari tampilan tabel 4.8 diatas dapat diketahui nilai chi-square statistik adalah 94.151919 dengan df 4 memiliki probabilitas 0.0000. Nilai statistik kemudian dibandingkan dengan nilai kritis chi-square dan diketahui dari tabel chi-square sebesar 9.488 pada df 4. Jika nilai statistik < nilai kritis maka Ho diterima, dan jika nilai statistik > nilai kritis maka Ho ditolak. Berdasarkan tabel diatas nilai statistik adalah 94.151919 > 9.488 sehingga Ho ditolak dan model yang digunakan adalah fixed effect model. Uji LM dapat dilakukan jika tidak yakin dengan hasil yang diperoleh.
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas. Karena menurut Gujarati (2012), data panel sedikit terjadi kolinearitas antar variabel sehingga multikolinearitas yang terjadi sangat kecil.
Dari model terbaik dalam regresi yang terbentuk yaitu model fixed effect, dapat dilihat bahwa nilai DW (d) dari persamaan regresi yang terbentuk adalah sebesar 2.332744. Sedangkan nilai tabel Durbin-Watson pada alpha 0.05 dengan n=42 dan k=4, maka diperoleh nilai dL= 1.3064 dan dU=1.7202 sehingga nilai 4-dL = 4-1.3064 = 2.6936. Hasil yang didapat adalah dU {1.7202} < d {2.3327} < (4-dL) {2.6936}, maka nilai DW dari model regresi yang terbentuk pada penelitian ini berada pada area bebas autokorelasi.
Heterokedatisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari model yang diamati tidak memiliki varians yang konstan dari observasi ke observasi lainnya. Heterokedastisitas muncul bersumber terutama dari varians data cross section yang digunakan. Pada penelitian ini menggunakan metode GLS (Generalized Leasst Square) yang mana pada intinya memberikan pembobotan kepada variasi data yang digunakan, yaitu dengan kuadrat varians dari model. Fasilitas yang ada di program Eviews dengan memilih cross section weight dan white-cross section covariance maka masalah heterokedastisitas sudah dapat diatasi.
Uji Statistik
Uji statistik dalam penelitian ini meliputi uji koefisien determinasi R-square (R2), uji simultan (Uji F) dan uji parsial (Uji t).
Koefisien Determinasi R-Square (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. Berdasarkan tabel output dibawah dapat diketahui bahwa nilai Adjusted R-square (data panel) sebesar 0.998479 artinya secara serentak variabel IPM, tingkat pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi dan UMP mempunyai kontribusi menjelaskan kemiskinan sebesar 99%, sedangkan sisanya 1% (100% - 99%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam model penelitian ini.
Uji Simultan (Uji F)
Uji F dilakukan untuk menguji signifikansi parameter regresi secara simultan. Dimana semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersamaan terhadap variabel terikat. Berdasarkan hasil uji statistik F tabel menunjukkan nilai signifikansi 0.000000 <
0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa secara serentak variabel IPM, tingkat pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi dan UMP berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kemiskinan.
Uji Parsial (Uji t)
Untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial digunakan uji t-statistik. Pengujian parsial dari setiap variabel independen menunjukan pengaruh dari ke empat variabel independen, yakni IPM, tingkat pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi, dan UMP. Pengujian uji t dilakukan dengan membandingkan antara nilai t-hitung dengan nilai t-tabel.
Uji statistik t bertujuan untuk melihat seberapa jauh pengaruh masing-masing variabel independen sacara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Berikut disajikan tabel 4.10 uji statistik t indeks pembangunan manusia (IPM), tingkat pengangguran terbuka (TPT), pertumbuhan ekonomi (PE), dan upah minimum provinsi (UMP) terhadap tingkat kemiskinan di 6 provinsi Pulau Jawa tahun 2007 sampai tahun 2013.
Variabel Koef. Regresi Prob. Standart Prob. (α) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) -2.09889 0.0000 0.05 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) -0.22661 0.0000 0.05
Pertumbuhan Ekonomi (PE) 0.13080 0.0002 0.05
Upah Minimum Provinsi (UMP) 0.18966 0.0000 0.05
Sumber : Hasil output regresi Eviews 9, 2017
Berdasarkan tabel 4.10 diketahui bahwa t hitung untuk variabel indeks pembangunan manusia (IPM) sebesar -2.09889 dengan probabilitas 0.0000 signifikan pada α = 5% (0.05). Jadi dapat diketahui bahwa IPM berhubungan negatif dan berpengaruh secara signifikan pada α = 5% terhadap tingkat kemiskinan di 6 Provinsi Pulau Jawa. Variabel tingkat pengangguran terbuka (TPT) dengan t hitung sebesar -0.22661 dengan probabilitas 0.0000 signifikan pada α = 5% (0.05). Jadi dapat diketahui bahwa TPT berhubungan negatif dan berpengaruh secara signifikan pada α = 5% terhadap tingkat kemiskinan di 6 Provinsi Pulau Jawa. Variabel pertumbuhan ekonomi (PE) dengan t hitung sebesar 0.13080 dengan probabilitas 0.0002 signifikan pada α = 5% (0.05). Jadi dapat diketahui bahwa PE berhubungan positif dan berpengaruh secara signifikan pada α = 5% terhadap tingkat kemiskinan di 6 Provinsi Pulau Jawa. Variabel upah minimum provinsi (UMP) dengan t hitung sebesar 0.18966 dengan probabilitas 0.0000 signifikan pada α = 5% (0.05). Jadi dapat diketahui
bahwa UMP berhubungan positif dan berpengaruh secara signifikan pada α = 5% terhadap tingkat kemiskinan di 6 Provinsi Pulau Jawa.
Pembahasan
Data regresi pengaruh IPM, TPT, PE, dan UMP terhadap tingkat kemiskinan di 6 provinsi Pulau Jawa tahun 2007-2013 dengan fixed effect model dan metode GLS, diperoleh nilai koefisien regresi untuk setiap variabel penelitian pada Tabel 4.11 sebagai berikut :
Hasil Regresi X1, X2, dan X3 terhadap Y Dependent Variable: Y
Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 12/11/17 Time: 16:23
Sample: 2007 2013 Periods included: 7 Cross-sections included: 6
Total Panel (balanced) observation: 42
Linear estimation after one-step weighting matrix
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob
C 165.6980 3.771668 43.93230 0.0000
X1 -2.098899 0.051437 -40.80552 0.0000
X2 -0.226610 0.017360 -13.05351 0.0000
X3 0.130800 0.031432 4.161402 0.0000
X4 0.189665 0.018920 10.02471 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared 0.998813 Mean dependent var 3.697509
Adjusted R-squared 0.998479 S.D. dependent var 58.33391 S.E. of regression 1.066825 Sum squared resid 36.41968
F-statistic 2991.784 Durbin-Watson stat 2.332744
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.993411 Mean dependent var 12.03762
Sum squared resid 7.837317 Durbin-Watson stat 0.939487 Sumber: Hasil output regresi Eviews 9, 2017.
Interpretasi hasil regresi pengaruh indeks pembangunan manusia, tingkat pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi, dan upah minimum provinsi, terhadap tingkat kemiskinan di 6 provinsi Pulau Jawa tahun 2007-2013 adalah sebagai berikut :
a. Konstanta a sebesar 165.6980 menyatakan bahwa jika nilai dari IPM, TPT, PE, dan UMP adalah konstan (0) maka nilai variabel tingkat kemiskinan adalah sebesar 165.6980.
b. Nilai koefisien regresi X1 memiliki hubungan negatif -2.098899 untuk variabel IPM, artinya setiap perubahan 1% IPM, maka tingkat kemiskinan akan mengalami penurunan sebesar 2.098899 satuan. Dalam hal ini faktor lain dianggap tetap.
c. Nilai koefisien regresi X2 memiliki hubungan negatif -0.226610 untuk variabel TPT, artinya setiap kenaikan 1% TPT, maka tingkat kemiskinan akan mengalami penurunan sebesar 0.226610 satuan. Dalam hal ini faktor lain dianggap tetap.
d. Nilai koefisien regresi X3 memiliki hubungan positif 0.130800 untuk variabel PE, artinya setiap kenaikan 1% PE, maka tingkat kemiskinan akan mengalami kenaikan sebesar 0.130800 satuan.
Dalam hal ini faktor lain dianggap tetap.
e. Nilai koefisien regresi X4 memiliki hubungan positif 0.189665 untuk variabel UMP, artinya setiap kenaikan 1% UMP, maka tingkat kemiskinan akan mengalami kenaikan sebesar 0.189665 satuan. Dalam hal ini faktor lain dianggap tetap.
Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan hasil interpretasi diatas, telah ditunjukkan bahwa IPM mempunyai pengaruh terhadap tingkat kemiskinan di 6 Provinsi Pulau Jawa dan berbanding terbalik yang berarti bahwa
peningkatan faktor IPM sebesar 1 akan menurunkan kemiskinan sebesar 2,099 ribu jiwa. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan ada pengaruh negatif dan signifikan antara IPM terhadap tingkat kemisikinan di 6 provinsi Pulau Jawa selama tahun 2007-2013. Menurunnya kemiskinan saat IPM meningkat dapat berakibat pada peningkatan produktifitas kerja penduduk guna meningkatkan perolehan pendapatan sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketika terjadi peningkatan kesehatan, masyarakat akan lebih produktif untuk meningkatkan pendapatan, tetapi dapat pula terjadi sebaliknya. Ketika pendidikan masyarakat tinggi hal ini akan memudahkan dalam memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang berpendidikan rendah atau bahkan tidak berpendidikan.
Pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka Terhadap Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa hasil regresi dalam penelitian ini menunjukan bahwa variabel pengangguran menunjukkan tanda negatif dan berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan di 6 Provinsi Pulau Jawa. Kenaikan tingkat pengangguran terbuka sebanyak 1 persen tidak menaikkan kemiskinan tetapi dari hasil penelitian ini malah akan menurunkan kemiskinan sebesar 0,227 %. Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori, hipotesis dan penelitian terdahulu yang menjadi landasan dalam penelitian ini. Hasil ini diperkuat dengan pendapat Lincolin Arsyad (1997) yang menyatakan bahwa salah jika beranggapan setiap orang yang tidak mempunyai pekerjaan adalah miskin, sedang yang bekerja secara penuh adalah orang kaya. Hal ini karena kadangkala ada pekerja di perkotaan yang tidak bekerja secara sukarela karena mencari pekerjaan yang lebih baik yang lebih sesuai dengan tingkat pendidikannya. Mereka menolak pekerjaan yang mereka rasakan lebih rendah dan mereka bersikap demikian karena mereka mempunyai sumber lain yang bisa membantu masalah keuangan mereka.
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan hasil interpretasi diatas menunjukkan koefisien regresi dari pertumbuhan ekonomi sebesar 0.130800 dengan nilai probabilitas sebesar 0.00. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis dikarenakan menurut Todaro jika distribusi pendapatan tidak merata dan terjadi hanya pada sekelompok orang-orang tertentu, maka tingkat kemiskinan real juga akan naik. Sehingga pendapatan yang terhitung ke dalam perhitungan PDRB hanya mencakup dari golongan menengah ke atas, sedangkan golongan menengah ke bawah semakin tidak merasakan kemerataan. Selain itu seperti yang telah diketahui bahwa sektor terbesar penduduk Pulau Jawa adalah pertanian, namun dengan seiring berjalannya waktu sektor pertanian tersebut mulai dialih fungsikan menjadi sektor yang lebih modern sehingga membuat masyarakat yang tinggal disekitarnya menjadi semakin miskin karena tidak mempunyai penghasilan lagi.
Pengaruh Upah Minimum Provinsi Terhadap Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan hasil analisis dapat dijelaskan bahwa variabel upah minimum berpengaruh positif dan signifikan dengan nilai koefisien positif sebesar 0.189665 terhadap tingkat kemiskinan di 6 Provinsi Pulau Jawa tahun 2007 sampai tahun 2013. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan ada pengaruh negatif dan signifikan upah minimum terhadap tingkat kemiskinan di 6 Provinsi Pulau Jawa selama tahun 2007-2013. Menurut penulis, hal ini terjadi karena sektor terbesar yang mendukung perekonomian di Indonesia adalah sektor pertanian, jasa dan diikuti oleh perdagangan, dimana sektor pertanian dan jasa adalah sektor informal. Karena upah minimum berlaku di sektor formal, hubungan antara upah minimum dan tingkat kemiskinan di penelitian ini berhubungan signifikan tetapi positif, wajar karena rata-rata penduduk di Indonesia adalah pekerja di sektor informal.
E. KESIMPULAN Kesimpulan
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji pengaruh indeks pembangunan manusia, tingkat pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan upah minimum terhadap tingkat kemiskinan 6 provinsi di Pulau Jawa tahun 2007-2013. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Indeks Pembangunan Manusia mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di 6 provinsi Pulau Jawa. Menurunnya kemiskinan saat IPM meningkat merupakan
indikasi bahwa peningkatan Indeks Pembangunan Manusia merupakan indikasi tingginya kualitas sumber daya manusia yang akan berakibat pada meningkatnya produktifitas kerja penduduk yang akan meningkatkan perolehan pendapatan. Dengan pendapatan yang meningkat akan menyebabkan masyarakat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya serta dapat menurunkan tingkat kemiskinan.
2. Tingkat pengangguran terbuka berpengaruh negatif tehadap tingkat kemiskinan. Karena seperti halnya penduduk yang termasuk dalam kelompok pengangguran terbuka ada beberapa jenis penganggur, yaitu mereka yang mencari kerja, mereka yang mempersiapkan usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan yang terakhir mereka yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (BPS,2007). Tingkat pengangguran yang tinggi dapat memicu terjadinya kenaikan angka kemiskinan begitu pula sebaliknya.
3. Pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh positif signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Hal ini dikarenakan distribusi pendapatan tidak merata yang terjadi hanya pada golongan menengah ke atas. Sedangkan sektor terbesar penduduk golongan menengah ke bawah Pulau Jawa bekerja adalah pertanian atau sektor padat karya, sehingga tidak merasakan pemerataan.
4. Upah minimum mempunyai pengaruh positif dan signifikan mempengaruhi tingkat kemiskinan.
Dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia khususnya Pulau Jawa bekerja di sektor informal. Sedangkan pada sektor informal pemberian upah pada pekerja tidak bergantung pada upah minimum sehingga menyebabkan upah minimum berpengaruh positif.
Saran
1. Variabel Indeks Pembangunan Manusia yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan mengindikasikan faktor kesehatan, pendidikan, serta daya beli masyarakat perlu ditingkatkan oleh pemerintah. Pemerintah juga dapat memberikan pelayanan di sektor pendidikan secara gratis khususnya bagi masyarakat miskin agar kualitas SDM lebih meningkat. Perhatian pemerintah terhadap kesehatan juga masih perlu ditingkatkan dengan pelayanan kesehatan gratis khususnya pada masyarakat miskin.
2. Tingkat pengangguran terbuka berpengaruh negatif tehadap tingkat kemiskinan. Pemerintah daerah harus memberikan perhatian khusus kepada masyarakat yang kurang mampu dalam hal pencarian atau kesempatan kerja di daerahnya masing-masing agar terjadi penurunan tingkat kemiskinan misalnya dengan memberikan pinjaman lunak tanpa agunan untuk modal kerja usaha kecil.
3. Pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan.
Pemerintah harus dapat menjaga kestabilan pertumbuhan ekonomi sehingga masyarakat tetap berada dalam tingkat kesejahteraan yang baik, dan tingkat kemiskinan dapat ditekan.
Pemerintah juga perlu memeratakan hasil pembangunan sehingga dapat dirasakan oleh semua golongan masyarakat. Pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah perlu memperhatikan konsistensi tidak pada pembangunan ekonomi saja, namun juga pembangunan manusianya.
4. Upah minimum mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan.
Penetapan upah minimum disarankan untuk memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Penetapan upah minimum harus tetap diberlakukan dan tingkat upah paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM) atau kebutuhan hidup layak (KHL) untuk melindungi para pekerja, Diharapkan dengan adanya upah minimum, seorang pekerja menerima upah sesuai standar kebutuhan hidup minimum dan kebutuhan hidup layak serta dapat terhindar dari garis kemiskinan.
UCAPANTERIMAKASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga panduan ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincoln. 1997. Ekonomi Mikro. Yogyakarta : BPEE Universitas Gajah Mada.
Bappenas. 2008. Buku Panduan Perencanaan dan Pengangguran yang Berpihak pada Masyarakat Miskin. Jakarta.
BPS. 2007. Analisis Perhitungan dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan Menurut Provinsi di Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statistik.
BPS. 2007. Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi di Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statistik.
BPS. 2007. Laporan Eksekutif Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statistik.
BPS. 2007. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Menurut Provinsi di Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statistik.
Kaufman, Bruce. 2000. The Economics Labor Markets, Fifth Edition. New York: Dryden Press.
Kuncoro, Mudarajad. 2000. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan kebijakan. Yogyakarta:
UPP AMP YKPN.
Mankiw, Gregory. 2006 Pengantar Ekonomi Mikro. Edisi Ketiga. Penerjemah: Chriswan Sungkono. Jakarta: Salemba Empat.
Prastyo, Adit Agus. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan. Jurnal Universitas Diponegoro.
Suparmono. 2004. Pengantar Ekonomika Makro: (Teori, sosial dan penyelesaiannya). Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP YKPN.
Todaro, Michael P. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Penerjemah: Haris Munandar.
Jakarta: Erlangga
Todaro, Michael P. and Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jakarta : Penerbit Erlangga, edisi kesembilan