Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa pemerkosaan atau kekerasan seksual di dalam rumah sulit dideteksi. Aturan mengenai perkosaan dalam pernikahan hanya terdapat pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Rumusan Masalah
Maka fokus penelitian ini adalah mengkaji bagaimana pengaturan perkosaan dalam perkawinan dalam undang-undang yang ada di Indonesia saat ini dalam perspektif Fiqih Jinayah pada keluarga dengan mengambil judul Analisis Peraturan Perkosaan dalam Pernikahan dalam Hukum Indonesia dalam Perspektif Fiqh Jinayah pada Keluarga.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Telaah Pustaka
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa (Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan) Indonesia mengeluarkan laporan pada tahun 2017 yang memuat 172 (seratus tujuh puluh dua) kasus terkait perkosaan dalam pernikahan. Penelitian terdahulu telah menjelaskan di atas, dan penelitian saat ini membahas permasalahan perkosaan dalam rumah tangga atau perkosaan dalam pernikahan dalam hukum Indonesia.
Metode Penelitian
Sumber bahan hukum primer adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan dokumen, yaitu berbagai jenis dokumen yang diperoleh untuk penelitian dan analisis.30 Sesuai dengan pendekatan penelitian yang digunakan, hal pertama yang dilakukan peneliti ketika mengumpulkan data adalah mencari hukum-hukum yang berkaitan dengan judul, yaitu undang-undang. undang-undang yang mengatur perkosaan dalam perkawinan, kedua peneliti melakukan tinjauan pustaka untuk mengumpulkan data berupa bahan hukum dan literasi hukum mengenai permasalahan yang ingin diselesaikan, perkosaan dalam perkawinan dalam hukum. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, dan dalam Fiqh Jinayah tentang keluarga.
Setelah data sekunder dianalisis, kemudian diambil kesimpulan dengan menggunakan logika deduktif, yaitu metode yang digunakan dalam berdiskusi, dimulai dari pengetahuan umum kemudian mengevaluasi suatu peristiwa tertentu. Dalam tahap ini peneliti mulai mempersiapkan atau menyusun desain penelitian yang mana penelitian yang akan dilakukan bermula dari permasalahan-permasalahan yang ada di lapangan kejadian yang sedang berlangsung dan dapat diamati serta diverifikasi secara real time selama penelitian berlangsung, setelah itu peneliti mulai melihat. untuk hukum dan kumpulan buku, buku pendukung sesuai permasalahan yang diangkat dalam penelitian untuk memperoleh sumber data. Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data melalui studi literatur, yaitu dengan merangkum data, mencari sumber hukum untuk dianalisis.
Pada tahap ini peneliti sudah mulai mengolah data yaitu dengan mereduksi data, menampilkan data, menganalisis data dan menarik kesimpulan serta memverifikasi data yang telah diolah atau dipindahkan ke dalam bentuk yang sesuai dengan pola pemecahan masalah.
Sistematika Pembahasan
Jenis-Jenis Marital Rape
Sebab jika didalamnya terdapat unsur pemaksaan maka akan mengakibatkan kerugian pada pasangan dan kerugian pada pasangan yang perlu dilindungi. Jadi, jika hubungan tersebut mengandung unsur kekerasan dan pemaksaan, maka masuk dalam ranah kekerasan dalam rumah tangga atau perkosaan dalam pernikahan. Apabila hubungan tersebut disertai dengan ancaman dan kekerasan, maka akan menghilangkan unsur kepuasan antar pasangan dan akan berubah menjadi bentuk pemerkosaan, karena terdapat unsur ancaman dan kekerasan dalam hubungan seksual.
Melakukan hubungan dengan cara memanipulasi pasangan membuat pasangan atau korban merasa tidak punya pilihan lain selain menuruti permintaan pelaku dan hubungan ini tergolong perkosaan dalam rumah tangga atau perkosaan dalam rumah tangga karena salah satu pasangan merasa terpaksa melakukannya. Jadi. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, hubungan yang baik adalah hubungan yang dilakukan secara sadar dan atas persetujuan pasangannya. Jika seorang suami atau istri melakukan persetubuhan dengan pasangannya, baik suami atau istri dalam keadaan tidak sadarkan diri, maka hubungan tersebut dilakukan tanpa persetujuan. salah satu pasangan, misalnya pasangan sedang tidur atau tidak sadarkan diri, jelas bahwa hubungan tersebut termasuk dalam kategori pemerkosaan dalam rumah tangga atau pemerkosaan dalam perkawinan. Hubungan yang dilakukan pasangan suami istri ketika tidak ada pilihan adalah dimana salah satu pasangan, baik suami maupun istri, melakukannya karena suatu alasan, misalnya karena menjaga silaturahmi, agar tetap terpeliharanya rumah tangga, atau karena ada alasan tertentu yang membuat suami istri melakukan hal tersebut. pasangan itu melakukannya. hubungan yang dipaksakan, tanda ketulusan dari dalam dirinya.
Dampak Dari Marital Rape
Sebab, korban pernah mengalami peristiwa dalam hidupnya yang sebelumnya tidak terbayangkan dan tidak terbayangkan. Pasangan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga atau perkosaan dalam perkawinan, baik suami maupun istri, akan sulit mempercayai pasangannya kembali, hal ini terjadi karena pasangan yang seharusnya menghibur, pasangan yang diberi kasih sayang dan kepercayaan, telah merusak kepercayaan tersebut. . . Korban kekerasan dalam rumah tangga atau perkosaan dalam pernikahan dapat mengalami luka fisik, baik ringan maupun berat, akibat kekerasan yang dilakukan oleh pelaku atau pasangannya.
Korban kekerasan dalam rumah tangga atau perkosaan dalam rumah tangga dapat kehilangan harga diri akibat perilaku tidak pantas yang dilakukan pelaku atau pasangannya. Dalam budaya Indonesia, permasalahan terkait seksualitas, khususnya yang muncul dalam rumah tangga, masih dianggap tabu jika dibicarakan atau diperdebatkan. Inilah salah satu penyebab mengapa perkosaan dalam pernikahan atau kekerasan seksual dalam rumah tangga sulit dideteksi.5 Karena hanya sedikit pasangan suami istri yang membicarakan permasalahannya terkait isu ini.
Selain dianggap sebagai sumber rasa malu yang terbuka dalam rumah tangga, ada juga beberapa alasan mengapa laki-laki atau perempuan enggan mengungkapkan masalah ini.
Faktor Korban Enggan Melapor
Mengingat tidak hanya suami atau istri saja yang mempunyai peran dalam rumah tangga, namun juga anak dari suami istri. Perkosaan dalam pernikahan didefinisikan sebagai kekerasan serius karena pelaku menggunakan kekuasaannya dalam rumah tangga untuk menganiaya pasangan atau korbannya. Penelitian sebelumnya tidak menjelaskan bahwa korban perkosaan dalam perkawinan mengalami pemukulan, namun korban yang dipukul oleh pelaku lebih besar kemungkinannya untuk menjadi korban perkosaan dalam perkawinan atau pemerkosaan dalam rumah tangga.7.
Selain itu, kasus atau permasalahan yang terjadi dalam keluarga merupakan hal yang sangat privat, sehingga tidak semua orang mengetahui permasalahan yang terjadi dalam keluarga, kecuali pasangan itu sendiri. Sedangkan Pasal 8 menjelaskan bentuk kekerasan seksual yang dimaksud adalah berupa pemaksaan hubungan seksual terhadap orang yang tinggal dalam satu keluarga dan pemaksaan hubungan seksual antara seseorang dalam keluarga dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Terkait aturan perkosaan dalam pernikahan semakin mendapat perhatian dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 yang mengatur tentang kekerasan seksual. Dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, istilah Marital Rape tidak dikenal.
Undang-undang tersebut mengatur tentang kekerasan dalam rumah tangga dan tidak secara spesifik mengatur kekerasan seksual.
Konsep Fiqih Jinayah Tentang Keluarga
Sedangkan unsur materil merupakan unsur yang menyatakan bahwa seseorang dapat dihukum apabila terbukti pelakunya melakukan tindak pidana. Dan unsur moral adalah unsur yang menyatakan bahwa seseorang dapat dinyatakan bersalah apabila pelakunya tidak gila, tidak di bawah umur dan tidak diancam. Fiqh jnayah mengatur tentang hukum pidana yang terdapat dalam agama Islam, meliputi perlindungan bagi korban tindak pidana serta sanksi pidana bagi orang yang melakukan tindak pidana.
Penjatuhan sanksi terhadap pelaku tindak pidana juga dipertimbangkan pada tingkat tertentu sesuai dengan perbuatan pelaku tindak pidana.14. Dalam Hukum Pidana Islam terdapat Fiqh Jinayah yang mengatur dan memberikan perlindungan hukum terhadap korban kejahatan yang mengancam kesejahteraan umat Islam, termasuk Perkosaan dalam Pernikahan atau kekerasan seksual dalam rumah tangga.15 Landasan hukum dalam Hukum Pidana Islam terdapat pada QS.
ناَك ْنِم
ىاَِبِ
ـنَا ُّٓللا َلَز
لوُاَف
Marital Rape dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Sehubungan dengan itu, hukum pidana dalam UU No. 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual diatur dalam Pasal 5 dan 6. Hal itu diatur dalam UU No. 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual pada pasal 6. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan kitab yang mengatur mengenai tindak pidana materiil di Indonesia.14.
Jika dilihat dari KUHP, tindak kekerasan seksual dalam keluarga atau perkosaan dalam perkawinan diatur dalam UU No. 1 Tahun 2023 jo Pasal 473 KUHP. UU No. 1 Tahun 2023 terkait KUHP tidak secara spesifik menyebut istilah perkosaan dalam pernikahan. Selain itu, KUHP juga memperjelas jenis-jenis apa saja yang tergolong kekerasan seksual.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP (KUHP) diharapkan mampu menjaga keadilan bagi korban dan pelaku tindak kekerasan, khususnya kekerasan seksual yang terjadi dalam rumah tangga.
Analisis Norma Pengaturan Marital Rape Dalam Undang-Undang di Indonesia Perspektif Fiqh Jinayah Tentang Keluarga
Kalau dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang diatur pada pasal dan 9. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga sejalan dengan asas fiqh jinayah yaitu. Penjatuhan sanksi disesuaikan dengan keseriusan perbuatan pelaku kekerasan seksual dalam rumah tangga.
Perbedaannya terletak pada hukuman atau sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual dalam keluarga atau perkosaan dalam pernikahan. Diyat ini merupakan kewajiban bagi pelaku kejahatan kekerasan dalam rumah tangga yang mengakibatkan kematian korbannya. Perkosaan dalam perkawinan dapat dipidana jika korban melaporkan bahwa dirinya adalah korban kekerasan seksual dalam keluarga.
Dalam Akta No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Keganasan Rumah Tangga terdapat larangan untuk melakukan tindakan keganasan seksual.
Saran
Selain itu masyarakat dapat terhindar dari kekerasan seksual dalam rumah tangga dan mewujudkan rumah tangga sakinah mawaddah warohmah tanpa adanya kekerasan seksual dalam rumah tangga. Masyarakat yang menjadi korban kekerasan seksual dalam rumah tangga diharapkan berani melaporkannya kepada pihak berwajib atau mencari perlindungan kepada orang terdekatnya agar dapat segera mendapat pertolongan dan perlindungan dari tindakan kekerasan seksual. Pelaku kekerasan seksual dalam rumah tangga diharapkan tidak mengulangi perbuatannya.
Bagi peneliti selanjutnya, agar penelitian selanjutnya dapat lebih bersifat empiris, maka perlu dilakukan pendalaman materi dan objek penelitian khususnya pada analisis perkosaan dalam perkawinan agar menghasilkan penelitian yang lebih komprehensif. Perkosaan dalam Perkawinan Sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Hukum Islam dan Positif Indonesia." Ash-Shari'ah 24, No. Konstruksi Perkosaan dalam Perkawinan di Media Sosial (Analisis Konten Kualitatif Pesan Perkosaan dalam Perkawinan pada Akun Instagram. @mubjadi.id). " Universitas Gadjah Mada, 2021.
Memulai model keadilan restoratif terhadap kejahatan perkosaan dalam pernikahan dalam rangka memberikan perlindungan bagi perempuan.