• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengendalian Kualitas Produk Kanopi di Bengkel Las Purnama Karya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Analisis Pengendalian Kualitas Produk Kanopi di Bengkel Las Purnama Karya "

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Pengendalian Kualitas Produk Kanopi di Bengkel Las Purnama Karya

Ari Septian Cahyadi1, Deny Andesta2

1,2Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Gresik Jl. Sumatera No.101, Randuagung, Kec. Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur 61121

*Koresponden email : ariseptiancahyadi@gmail.com, deny_andesta@umg.ac.id

Diterima : 31 Desember 2021 Disetujui : 6 Januari 2021

Abstract

The Purnama Karya weld workshop is individual business engaged in the welding industry that produces one of the products, namely the canopy. In the process of canopy production, there is no possibility if there are no results of products that have bad quality. This research uses Failure Mode and Effects Analysis method. The method contains steps for the identification failure mode against product or process by scoring each form of failure mode based on occurrence values, severity values and detection values. The purpose of this research is found out factors that cause canopy product defects, identify the types of potential defects that occur and identify the impacts that occur. The results show that there are defects that occur with the classification of 2 types of defects, welding and painting, where the most common types of defects are welding defects with a frequency of damage of 56.8% and there are also 16 causes of canopy product defects with details of 8 factors that cause weld defects and 8 factors that cause painting defects. The results of the provision of severity, occurrence, and detection are taken in the order of the 3 highest rankings taken from the results of RPN values.

Keywords: FMEA, canopy product, quality, welding workshop, risk priority number

Abstrak

Bengkel las purnama karya merupakan usaha perseorangan di bidang industri pengelasan yang menghasilkan salah satu produknya yaitu kanopi. Dalam proses produksi kanopi di usaha tersebut, nihil kemungkinan jika tidak terdapat hasil produk yang memiliki kualitas tidak baik. Penelitian ini menggunakan metode Failure Mode And Effects Analysis. Metode tersebut berisi langkah untuk identifikasi mode kegagalan terhadap suatu produk atau proses yang dilakukan dengan cara scoring masing-masing bentuk moda kegagalan berdasarkan nilai occurance, nilai severity dan nilai detection. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui faktor penyebab kecacatan produk kanopi, mengidentifikasi jenis kecacatan yang terjadi dan mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat kecacatan yang terjadi dengan klasifikasi 2 jenis kecacatan yaitu pengelasan dan pengecatan, dimana jenis kecacatan yang paling banyak terjadi yaitu jenis cacat pengelasan dengan frekuensi kerusakan sebesar 56,8% dan juga terdapat 16 penyebab kecacatan produk kanopi dengan rincian 8 faktor penyebab weld defect dan 8 faktor penyebab painting defect. Hasil dari pemberian nilai severity, occurance, dan detection diambil urutan 3 rangking tertinggi yang diambil dari hasil nilai RPN.

Kata Kunci: FMEA, produk kanopi, kualitas, bengkel pengelasan, nomor prioritas risiko

1. Pendahuluan

Era modern saat ini, perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur semakin meningkat dan berkembang cepat, sehingga menuntut setiap perusahaan menghasilkan beragam produk untuk mampu bersaing dan melangsungkan operasional perusahaan. Pada era tersebut juga menuntut kinerja dan produktivitas yang optimal, sehingga membutuhkan intensitas waktu kerja yang cukup agar tidak menimbulkan kelelahan kerja dan kecacatan produk. Imbas dari kelahan kerja bisa berupa kelelahan kerja fisik, kognitif, psikis sehingga tingkat kecacatan bisa terjadi [1]. Dampak dari kelelahan kerja bisa menimbulkan kecelakaan kerja dan kondisi yang tidak aman bagi pekerja di tempat kerja. Sedangkan dampak dari kecacatan produk mengakibatkan meningkatnya biaya pengeluaran akibat rework produk yang dihasilkan, mengurangi potensi omset, menurunnya kepercayaan konsumen sehingga reputasi perusahaan akan menurun.

Setiap manajemen perusahaan selalu memikirkan faktor penting yang harus dicapai bagi tiap perusahaan yaitu laba yang didapat dari hasil produksinya. Langkah-langkah yang perlu dilakukan yaitu meningkatkan komitmen pelanggan terhadap produk, dimana tentunya hal itu dipengaruhi oleh kualitas

(2)

produk yang akan diproduksi [2]. Ketertarikan akan kualitas produk pasti memberikan dampak positif terhadap setiap perusahaan. Akan tetapi meskipun era modern ini sudah banyak memberikan perubahan positif bagi tiap pelaku usaha, namun banyak ditemukan bidang industri yang kurang memperhatikan kualitas produknya sehingga kecacatan produk masih sering terjadi [3].

Bengkel las purnama karya merupakan usaha perseorangan sejak tahun 2012 yang terletak di Desa Kedungpring Gresik dan bergerak di bidang industri pengelasan. Adapun produk yang dihasilkan yaitu pagar, rolling door, kanopi, tangga, dan lainnya. Seiring berjalannya waktu, usaha tersebut banyak mengalami perkembangan dan pesanan yang masuk mulai bertambah, hal ini tidak terlepas dari semakin berkembangnya lokasi di sekitar bengkel yang mulai banyak berdiri perumahan penduduk, sehingga permintaan akan produk yang dihasilkan oleh bengkel las purnama karya semakin meningkat. Dari beberapa produk yang dihasilkan, produk kanopi adalah produk yang paling banyak dipesan oleh konsumen. Usaha tersebut selalu memprioritaskan kualitas dari produk yang dihasilkan, sehingga pemilik usaha tersebut memiliki acuan khusus dalam berproduksi. Salah satu hambatan yang dirasakan hingga sekarang yaitu kualitas hasil pengelasan produk kanopi yang kurang baik sehingga menimbulkan kecacatan pada hasil produk dan pengendalian kualitas yang kurang maksimal.

Produk yang cacat merupakan salah satu sumber utama pemborosan [3]. Dampak timbulnya kecacatan produk mengakibatkan perusahaan mendapatkan klaim dari pelanggan sehingga harus mengganti kerugian yang dialami pelanggan. Jika permasalahan seperti itu sering terjadi maka akan merusak reputasi perusahaan. Namun apabila kejadian tersebut tidak ditangani dengan secepatnya, maka perusahaan kehilangan konsumen dan pangsa pasarnya. Untuk memenuhi keinginan dari pelanggan maka harus dilakukan suatu pengendalian kualitas terhadap produk yang dihasilkan. Adapun terdapat salah satu tool yang dapat membantu dalam pengendalian kualitas dan identifikasi faktor penyebab kecacatan produk atau proses yaitu menggunakan metode Failure Mode And Effects Analysis (FMEA).

Metode FMEA didefinisikan sebagai metode dengan tindakan terstruktur untuk identifikasi dan evaluasi kemungkinan mode kegagalan yang terjadi terhadap suatu produk atau proses [4]. Identifikasi mode kegagalan terhadap suatu produk atau proses dilakukan dengan cara scoring masing-masing bentuk mode kegagalan berdasarkan tingkat kejadian (occurance), tingkat keparahan (severity) dan tingkat deteksi (detection) [5]. Menurut ref. [6] menyatakan metode FMEA ini melakukan suatu penggabungan antara wawasan dan keahlian manusia untuk identifikasi potensi kegagalan, mengevaluasi kegagalan dan dampaknya, melakukan tindakan preventif dan mengurangi tingkat kemungkinan terjadinya kegagalan.

Apliksi metode FMEA ini dinilai membantu dan sangat mudah digunakan mengidentifikasi dan menilai penyebab kecacatan produk atau proses [7].

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan untuk menganalisis pengendalian kualitas salah satunya yang dilakukan oleh [8] terkait melakukan suatu analisis metode Failure Mode And Effects Analysis terhadap pengendalian kualitas produk di PT CDE. Penerapan metode ini dinilai berhasil mengetahui akar penyebab utama munculnya kegagalan pada jenis cacat undercut. Hasil penelitian menunjukkan penyebab kecacatan produk dengan tingkat prioritas tertinggi yang memiliki nilai RPN sebesar 392 disebabkan oleh pekerja yang kurang kompeten sehingga mengakibatkan terjadinya keretakan pada sambungan pengelasan.

Berdasarkan latar belakang dan kondisi di bengkel las purnama karya yaitu kualitas pengelasan yang kurang baik maka harus dilakukan pengendalian kualitas secara baik dan benar. Kualitas merupakan faktor penting yang harus selalu dijaga oleh bengkel las purnama karya untuk menjaga daya saing dan loyalitas pelanggan bengkel las purnama karya. Pengumpulan data history dan hasil wawancara yang terhadap pekerja dan pemilik bengkel las purnama karya, ditemukan bahwa terdapat kecacatan yang terjadi pada proses produksi kanopi. Adapun data tersebut terlampir pada Tabel 1.

Tabel 1. Laporan produksi kanopi di bengkel las Purnama Karya Periode 2020-2021 Tahun Bulan Jumlah Produk

Jadi (Pcs)

Jenis Cacat Jumlah Cacat (Pcs)

Persentase Jumlah Cacat (%) Pengelasan Pengecatan

2020

April 20 2 1 3 15%

Mei 28 1 1 2 7%

Juni 22 3 2 5 23%

Juli 30 3 1 4 13%

Agust 21 1 2 3 14%

Sept 10 1 1 2 20%

Okt 15 2 1 3 20%

Nov 18 1 1 2 11%

Des 27 1 2 3 11%

(3)

2021

Jan 21 3 1 4 19%

Feb 29 2 1 3 10%

Mar 20 1 2 3 15%

Total 261 21 16 37 -

Sumber: Data di bengkel las Purnama Karya (2021)

Data di Tabel 1 menunjukkan tingkat persentase kecacatan produk di Bengkel Las Purnama Karya masih tinggi yang ditandai dengan tingkat persentase pada periode tersebut diatas angka persentase yang sudah ditetapkan oleh pemilik Bengkel Las Purnama Karya sebesar 15%. Dampak yang ditimbulkan, apabila kecacatan produk melebihi batas yang ada yaitu akan menghasilkan banyak waste. Apabila produk cacat sampai ditangan pelanggan maka akan menurunkan reputasi bagi usaha tersebut sehingga kerugian yang muncul juga akan semakin besar. Jika kondisi tersebut terjadi secara terus menerus akan menimbulkan kerugian usaha tersebut. Sehingga dengan kondisi tersebut, Bengkel Las Purnama Karya harus mengetahui jenis kegagalan yang terjadi selama proses produksi.

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada produksi produk kanopi di bengkel las purnama karya, menetapkan 2 jenis cacat (defect) yaitu cacat pengelasan dan cacat pengecatan. Cacat pengelasan (weld defect) yaitu yang berhubungan dengan hasil pengelasan yang tidak memenuhi syarat, misalnya pengelasan tidak terarah dan tidak sesuai, cacat las pada bagian permukaan atau akar bahan dan terdapat lubang kecil pada weld metal. Cacat pengecatan (painting defect) yaitu rusaknya lapisan cat akibat pengencer di lapisan atas atau bawah, misalnya permukaan tidak rata, banyaknya cat menempel dipermukaan, hilangnya daya rekat cat. Adapun untuk detail jenis kecacatan yang terjadi pada produk kanopi terlampir pada Gambar 1.

Cacat Pengelasan Cacat Pengecatan

Gambar 1. Jenis Kecacatan Produk Kanopi

Sumber: Dokumentasi di Bengkel Las Purnama Karya (2021)

Dalam proses produksi produk kanopi di bengkel las purnama karya, nihil kemungkinan jika tidak terjadi kecacatan suatu produk dalam proses produksinya, adapun dari kecacatan tersebut terdapat beberapa kondisi produk cacat yang masih bisa dilakukan suatu maintenance, namun akan menimbulkan biaya berlebih karna melakukan pengerjaan ulang dan membutuhkan waktu produksi yang lebih lama. Dari kondisi yang ada di bengkel las purnama karya, membutuhkan suatu rekonstruksi dan pengendalian kualitas produk kanopi dari awal pengadaan bahan baku hingga produk siap dijual. Hal tersebut dilakukan agar dapat meminimalisir terjadinya kecacatan produk saat produksi hingga dapat mengoptimalkan keuntungan usaha tersebut.

Berdasarkan kondisi permasalahan yang ada di bengkel las purnama karya, maka dilakukan penelitian yang memiliki tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui faktor terjadinya kecacatan produk kanopi, mengidentifikasi jenis cacat potensial yang terjadi pada produk kanopi dan mengetahui dampak yang ditimbulkan. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai petunjuk dan evaluasi untuk pemilik usaha tersebut agar selalu meningkatkan kualitas dari produk yang dihasilkan salah satunya kanopi.

2. Metode Penelitian

Metodologi penelitian berisikan terkait tindakan yang akan dilakukan dalam penelitian untuk membantu menyelesaikan pemecahan masalah yang ada. Adapun tindakan atau prosedur yang akan dilakukan dalam penelitian di bengkel las purnama karya ditunjukkan pada Gambar 2.

(4)

Gambar 2. Metode penelitian Sumber: Peneliti (2021)

Pada penelitian ini memanfaatkan pendekatan kuantitatif dan deskriptif untuk memperoleh informasi lebih dengan adanya penerapan metode FMEA. Pada penelitian ini fokus menggambarkan penerapan dalam proses mengidentifikasi, evaluasi dan pengendalian jenis cacat dan dampaknya. Adapun pengumpulan data berupa data primer dan data sekunder. Untuk data sekunder diperlukan untuk mendukung kevalidan data yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun untuk data primer diperoleh dari hasil observasi di tempat kerja dan penyebaran kuesioner menggunakan instrumen yang ada dan disebarkan kepada karyawan di perusahaan tersebut.

Pengendalian kualitas

Kualitas dapat didefinisikan sebagai alat kompetisi dan garansi kepada konsumen, karena kualitas yang dipertahankan dapat digunakan sebagai target dalam menggapai zero accident, zero defect dan zero complain [9]. Pengendalian kualitas berkaitan dengan suatu cara untuk menjamin kualitas suatu produk atau jasa dengan membenahi kualitas proses dan segala upaya menyelesaikan segala permasalahan yang ada [8]. Terdapat unsur-unsur dalam pengendalian kualitas yang ditetapkan oleh [9], yaitu :

1. Terdapat tolak ukur yang ditetapkan secara kualitatif dan kuantitatif

2. Terdapat metode yang ditetapkan untuk menilai kualitas produk dan dibandingkan dengan tolak ukur yang ada

3. Terdapat upaya perbaikan kualitas produk jika ditemukan hasil produk tidak sesuai standar Produk defect

Produk defect didefinisikan sebagai suatu produk yang tidak sesuai standar dan hilang nilai kualitasnya sehingga produk tersebut dibutuhkan proses lanjutan untuk di rework atau dibuang [10].

Adapun 3 jenis kecacatan produk yang sering terjadi ketika proses produksi berlangsung, yaitu [3] : 1. Dijual langsung, jenis produk cacat ini terjadi karena tidak lulus uji inspection, namun hasil produk

tersebut masih layak dijual langsung kepada konsumen pengepul produk cacat seperti ini.

2. Dikerjakan kembali (rework), jenis produk cacat ini membutuhkan proses lebih lanjut sehingga dapat menghasilkan produk sesuai standar yang ada.

3. Dibuang langsung (scarp), jenis produk cacat ini memiliki tingkat kegagalan yang paling parah karna tidak dapat dilakukan usaha proses lainnya sehigga tidak memiliki nilai suatu produk.

(5)

Failure Mode And Effect Analysis (FMEA)

FMEA didefinisikan sebagai metode yang terarah dan sistematis untuk mengetahui, mengidentifikasi dan mengeliminasi kegagalan potensial yang terdeteksi dari sistem [11]. Konsep FMEA melakukan suatu rating keparahan, kejadian serta deteksi yang kemudian didapatkan hasil perkalian nilai ketiga rating tersebut untuk perhitungan RPN yang menunjukkan tingkat risiko dari suatu kegagalan produk atau proses [12]. Menurut ref. [13] metode FMEA memiliki 2 tipe yaitu FMEA desain yang difokuskan perancangan produk dan FMEA proses yang difokuskan pada aktivitas proses produksi.

Tingkat keparahan dari kegagalan jika terjadi (Severity)

Severity merupakan langkah pengukuran dampak yang ditimbulkan dari akar permasalahan [14].

Tingkat keparahan dari kegagalan dinilai mulai dari rating 1 hingga 10. Dimana untuk nilai rating 10 memiliki dampak yang paling parah sedangkan untuk nilai rating 1 memiliki dampak ringan.

Tabel 2. Penentuan nilai severity

Rating Level Effect Severity Effect for FMEA

1. Negligible Severity

Pengaruh buruk yang dapat diabaikan

Tidak perlu memikirkan dampak yang timbul, karena konsumen tidak mengetahui tingkat kecacatan yang ada 2.

3.

Mild Severity Pengaruh yang ringan

Konsumen tidak sadar akan penurunan kualitas produknya 4.

5.

6.

Moderate Severity

Pengaruh yang moderate

Konsumen merasakan penurunan kualitas dalam batas toleransi

7.

8.

High Severity Pengaruh yang tinggi Konsumen merasakan penurunan kualitas di luar batas toleransi

9.

10.

Potential Severity

Pengaruh yang sangat tinggi

Konsumen akan komplain Sumber : Adopsi dari [4]

Tingkat frekuensi kegagalan yang terjadi (Occurrance)

Occurance didefinisikan sebagai seberapa sering tingkat kegagalan suatu produk atau proses terjadi [15]. Tingkat kejadian (occurance) dinilai berjenjang mulai dari rating 1 sampai dengan 10. Dimana untuk nilai Rating 1 memiliki kasus yang tidak mungkin terjadi sedangkan untuk nilai rating 10 memiliki kasus yang sering terjadi dan tidak bisa dihindari.

Tabel 3. Penentuan Nilai Occurance Rating Degre Failure Rates

10 Very high > 1 in 2

9 1 in 3

8 High 1 in 8

7 1 in 20

6

Moderate

1 in 80

5 1 in 400

4 1 in 2.000

3 Low 1 in 15.000

2 1 in 150.000

1 Remote 1 in 1.500.000 Sumber: Adopsi dari [4], [6]

Kemungkinan kegagalan untuk terdeteksi sebelum kejadian (Detection)

Detection didefinisikan sebagai nilai pengukuran sedini mungkin terhadap kemampuan suatu alat pendeteksi untuk mengetahui kegagalan yang dapat terjadi [1]. Tingkat deteksi dinilai berjenjang dari rating 1 hingga 10. Dimana untuk nilai rating 10 menunjukkan alat deteksi tidak dapat mengontrol kegagalan yang terjadi sedangkan untuk nilai rating 1 menunjukkan apabila alat deteksi dapat mengontrol kegagalan yangterjadi.

Tabel 4. Penentuan nilai detection

Rating Tingkat Criteria Of Detection By Process 1 Hampir Pasti Alat deteksi bekerja sangat efektif 2

3

Rendah Alat deteksi bekerja sangat rendah

(6)

4 5 6

Sedang Alat deteksi bekerja sangat sedang 7

8

Agak tinggi Alat deteksi bekerja kurang efektif 9

10

Sangat tinggi Alat deteksi bekerja tidak efektif Sumber : Adopsi dari [4], [6]

Risk Priority Number (Angka Prioritas Risiko)

Risk Priority Number digunakan untuk mengurutkan tingkat kegagalan yang terjadi terhadap produk atau proses, selain fungsi tersebut nilai RPN tidak ada artinya. Hasil nilai Risk Priority Number menunjukkan bentuk kegagalan yang mendapat prioritas perbaikan nilai yang tertinggi dengan menggunakan formulasi sebagai berikut :

RPN = Severity x Occurance x Detetction

Tabel 5. Klasifikasi nilai RPN RPN Calculation Level 0 – 19 Sangat rendah 20 – 79 Rendah 80 – 119 Sedang 120 – 199 Tinggi

>199 Sangat tinggi Sumber : Adopsi dari [9]

3. Hasil dan Pembahasan

Aplikasi metode FMEA yang dilakukan pada penelitian ini melibatkan berbagai hal seperti melakukan review jenis kecacatan yang terjadi untuk mengidentifikasi jenis mode kegagalannya, penyebab serta dampak yang ditimbulkan. Hasil aplikasi metode tersebut dapat mengetahui akar penyebab kecacatan yang ada sehingga pemilik usaha tersebut dapat melakukan antisipasi untuk mengatasi jenis kecacatan terjadi lagi. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan secara observasi, wawancara dan penyebaran kuesioner terhadap pekerja di bengkel las purnama karya yang berjumlah 9 orang expert di bagian produksi dan 1 orang owner. Data yang dikumpulkan berupa data historis jumlah produk jadi dan jumlah kecacatan yang terjadi pada produk kanopi di bengkel las purnama karya dari periode bulan April 2020 sampai Maret 2021.

Peta Kendali P

Peta kendali P yang digunakan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah proses produksi yang dilakukan di bengkel las purnama karya berada dalam batas kendali. Gambar 3 menunjukkan hasil peta kendali P untuk jumlah produksi kanopi dari periode bulan April 2020 sampai Maret 2021. Dari hasil peta kendali tersebut dapat dilihat bahwa proses produksi kanopi di bengkel las purnama karya seluruhnya berada di dalam batas kendali, baik itu batas kendali bawah (LCL) dan batas kendali atas (UCL).

Gambar 3. Peta Kendali P Cacat Pengelasan Sumber: Data diolah minitab (2021)

(7)

Diagram Pareto

Diagram pareto yang digunakan pada penelitian ini bertujuan untuk menerangkan kondisi yang terjadi terhadap jenis cacat produk kanopi dari yang terbesar sampai yang terkecil serta jumlah cacat pada tiap jenis kecacatan yang terjadi dan persentase kumulatif cacat produk. Penggambaran diagram pareto ini dilakukan pada periode April 2020 sampai Maret 2021 yang dapat dilihat pada Gambar 4. Dari hasil diagram pareto tersebut dapat diketahui bahwa jenis kecacatan yang paling banyak terjadi pada produksi kanopi yaitu jenis cacat pengelasan dengan frekuensi kerusakan sebesar 56,8%. Sementara jenis kecacatan yang terkecil yaitu jenis cacat pengecatan dengan frekuensi kerusakan sebesar 43,2%.

Gambar 4. Diagram Pareto Data Cacat Kanopi Sumber : Data diolah minitab (2021) Fishbone Diagram

Fishbone Diagram yang digunakan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya jenis kecacatan pada saat produksi kanopi di bengkel las purnama karya. Analisis penyebab kecacatan yang terjadi di lakukan dengan pertimbangan beberapa faktor, yaitu man, material, machine, method, dan environment. Penggambaran diagram sebab akibat dari 2 jenis cacat yang terjadi pada produksi kanopi dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.

Gambar 5. Fishbone Diagram Jenis Cacat Pengelasan Sumber : Data diolah minitab (2021)

Dari fishbone diagram pada Gambar 5 diketahui beberapa faktor penyebab weld defect terjadi pada saat produksi produk kanopi, diantaranya yaitu dari faktor man disebabkan oleh pekerja kelahan, kurang teliti dan kurang terampil dalam bekerja. Pada faktor material disebabkan oleh kualitas bahan pengelasan yang rendah. Pada faktor machines disebabkan oleh spek mesin kurang bagus, kurang maintenance dan komponen mesin sudang usang. Pada faktor methods disebabkan oleh kesalahan posisi saat pengelasan dan prosedur kerja yang tidak jelas. Pada faktor environment disebabkan oleh tempat kerja kotor dan kurang pencahayaan.

(8)

Gambar 6. Fishbone Diagram Jenis Cacat Pengecatan Sumber : Data diolah minitab (2021)

Dari fishbone diagram pada Gambar 6 diketahui beberapa faktor penyebab painting defect terjadi pada saat produksi produk kanopi, diantaranya yaitu dari faktor man disebabkan oleh pekerja kelahan, kurang konsentrasi dan tergesa-gesa saat bekerja. Pada faktor material disebabkan oleh kualitas cat yang rendah dan tingkat kepekatan cat yang berbeda. Pada faktor machines disebabkan oleh settingan mesin kurang bagus dan tidak ada maintenance mesin. Pada faktor methods disebabkan oleh kesalahan posisi saat bekerja dan tidak ada prosedur kerja. Pada faktor environment disebabkan oleh tempat kerja kotor , kurang pencahayaan dan angin kencang.

Prioritas Penanganan Permasalahan

Dari masing-masing penyebab kecacatan yang telah dijabarkan sebelumnya, maka tahap selanjutnya yaitu menentukan tingkatan nilai S,O,D nya. Adapun nilai S,O,D didaptkan dari 9 orang expert dibagian produksi dan 1 orang owner yang dijadikan obyek penelitian ini dengan hasil wawancara dan penyebaran kuesioner. Adapun dari hasil penentuan nilai 10 orang tersebut ditentukan rata-rata nilai S,O,D nya. Kriteria penilaian severity, occurrence, dan detection diperoleh dari sumber pustaka yang telah disetujui oleh owner dan pimpinan produksi di bengkel las purnama karya. Tabel detail FMEA untuk semua jenis kecacatan yang terjadi pada saat produksi kanopi di bengkel las purnama karya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. FMEA proses pengelasan dan pengecatan

Jenis Cacat S Failure Effect O Causes D Metode Deteksi RPN

Pengelasan

9 Cacat las pada bagian permukaan/akar bahan

6 Kualitas bahan rendah

8 Meningkatkan quality inspection

432 7 Kesalahan pengelasan 7 Pekerja kurang

teliti dan terampil

3 Melakukan pengawaan khusus

147 5 Terjadinya kecelakaan

kerja

5 Pekerja kelelahan 4 Mengurangi kecepatan bekerja

100

4 Kesalahan pengelasan 2

Tempat kerja kotor

dan Kurang

pencahayaan

2

Pembersihan area tempat kerja setiap hari

16

6 pengelasan tidak terarah dan tidak sesuai

3 Kesalahan posisi pengelasan

3 Pemberian latihan khusus

54 7 Terjadinya kecelakaan

kerja

8 Prosedur bekerja tidak jelas

5 Adanya prosedur pengelasan yang jelas

280 8 Keretakan sambungan

pengelasan

3 Spek mesin kurang bagus

7 Mengendalikan waktu operasi mesin

168

9

Kesulitan dalam

bekerja 8

Kurangnya

maintenance dan komponen usang

9

Meningkatkan quality inspection

648

8 Kesalahan pengecatan 3 Pekerja kurang terampil

3 Pengawasan khusus saat bekerja

72 7 Terjadinya kecelakaan

kerja

5 Pekerja tergesa- gesa saat bekerja

5 Memberikan arahan instruksi yang jelas

175 9 Hilangnya daya rekat

cat

8 Kualitas cat rendah 9 Meningkatkan quality inspection

648

(9)

Pengecatan 5 Kesalahan pengecatan

4 Tempat kerja kotor dan kurang pencahayaan

3 Pembersihan area tempat kerja setiap hari

60

3 banyaknya cat yang menempel di bahan

2 Angin kencang 2 Memasang pintu penghalang

12 7 Terjadinya kecelakaan

kerja

5 Prosedur bekerja tidak jelas

4 Adanya prosedur bekerja yang jelas

140 6 Keretakan permukaan

hasil akhir pengecatan

7 Setingan mesin kurang bagus

8 Setting ulang mesin mengecat

336 7 Kesulitan dalam

bekerja

8 Tidak ada

maintenance mesin

7 Meningkatkan quality inspection

392 Sumber : Data diolah (2021)

Adapun data pada Tabel 6 terdapat 16 penyebab kecacatan produk kanopi dengan rincian 8 faktor penyebab weld defect dan 8 faktor penyebab painting defect. Hasil dari pemberian nilai severity, occurance, dan detection diambil urutan 3 rangking tertinggi yang diambil dari hasil nilai RPN (risk priority number).

Adapun untuk 3 faktor penyebab tersebut masuk kedalam risiko sangat tinggi berdasar tabel klasifikasi nilai RPN yang berarti dibutuhkan prioritas penanganan permasalahan untuk diberikan usulan perbaikan. Berikut tabel peringkat RPN akar penyebab masalah kecacatan produk kanopi yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Akar permasalahan prioritas utama

Jenis Cacat Akar Permasalahan RPN Rangking

Pengelasan

Kurangnya maintenance dan komponen usang 648 1

Kualitas bahan rendah 432 2

Prosedur bekerja tidak jelas 280 3

Pengecatan

Kualitas cat rendah 648 1

Tidak ada maintenance mesin 392 2

Settingan mesin kurang bagus 336 3

Sumber : Data diolah (2021)

Pada data Tabel 7 dapat diketahui terkait prioritas penanganan masalah terkait faktor penyebab terjadinya kecacatan produk kanopi. Langkah selanjutnya yaitu diberikan rekomendadi perbaikan terhadap moda kegagalan yang terjadi saat proses produksi kanopi, dimana moda kegagalan yang terjadi sudah diranking urutan prioritasnya. Adapun rencana rekomendasi perbaikan untuk kedua jenis cacat produk kanopi dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rekomendasi perbaikan untuk jenis kecacatan

Jenis Cacat Akar Permasalahan Action Plan

Pengelasan

Kurangnya maintenance dan komponen usang

Melakukan koordinasi jadwal maintenance dengan bagian perawatan mesin khusus komponen yang dianggap kritikal

Kualitas bahan rendah Melakukan examination kualitas bahan secara rutin dan segera melapor dan mengambil tindakan perbaikan jika terjadi kegagalan Prosedur bekerja tidak

jelas

Membuat SOP kerja sesuai standar kerja yang bersertifikasi

Pengecatan

Kualitas cat rendah Melakukan inspection secara rutin dan komplain ke supplier jika ditemukan cat yang tidak sesuai dengan kualitas yang dijanjikan Tidak ada maintenance

mesin

Peninjauan ulang kegiatan maintenance Settingan mesin kurang

bagus

Mengontrol tinggi rendahnya tegangan alat pengecatan agar sesuai dengan ketebalan yang di inginkan

Sumber : Data diolah (2021)

Adapun data pada Tabel 8 dapat diketahui rekomendasi perbaikan yang didasarkan hasil analisis metode FMEA yang diterapkan. Pemberian rekomendasi ini dilakukan dengan proses brainstorming dengan pihak bengkel las purnama karya. Adapun rekomendasi perbaikan yang dilakukan terhadap 3 rangking tertinggi penyebab permasalahan yang mengakibatkan kecacatan produk kanopi memiliki tujuan untuk membantu menangani masalah yang ada agar bisa diatasi dengan tepat dan memperbaiki pengendalian kualitas yang ada di bengkel las purnama karya.

(10)

4. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil analisis mengenai penerapan metode FMEA terkait pengendalian kualitas produk kanopi di bengkel las purnama karya, maka dapat ditarik beberapa empat poin kesimpulan yaitu yang pertama dalam proses produksi produk kanopi di bengkel las purnama karya ditemukan terdapat kecacatan yang terjadi dengan klasifikasi 2 jenis kecacatan yaitu pengelasan dan pengecatan. Kedua, dari penggambaran diagram pareto diketahui bahwa jenis kecacatan yang paling banyak terjadi pada produksi kanopi yaitu jenis cacat pengelasan dengan frekuensi kerusakan sebesar 56,8% dan berjumlah 21 kejadian kecacatan terjadi.

Ketiga, dari hasil penelitian dengan penyelesaian metode FMEA ditemukan bahwa terdapat 16 penyebab kecacatan produk kanopi dengan rincian 8 faktor penyebab weld defect dan 8 faktor penyebab painting defect. Keempat, hasil dari pemberian nilai severity, occurance, dan detection diambil urutan 3 rangking tertinggi yang diambil dari hasil nilai RPN (risk priority number). Adapun 3 rangking tertinggi pada jenis kecacatan pengelasan disebabkan oleh kurangnya maintenance dan komponen usang yang memiliki nilai RPN 648, kualitas bahan rendah yang memiliki nilai RPN 432 dan prosedur bekerja tidak jelas yang memiliki nilai RPN 280, sedangkan untuk 3 rangking tertinggi pada jenis kecacatan pengecatan disebabkan oleh kualitas cat rendah yang memiliki nilai RPN 648, tidak ada maintenance mesin yang memiliki nilai RPN 392 dan settingan mesin kurang bagus yang memiliki nilai RPN 336. Adapun dari rangking tertinggi pada jenis kecacatan pengelasan dan pengecatan tersebut masuk kedalam risiko very high berdasarkan tabel klasifikasi nilai RPN yang berarti dibutuhkan prioritas penanganan permasalahan untuk diberikan usulan perbaikan. Saran bagi pekerja dan owner di bengkel las purnama karya dibutuhkan suatu instruksi bekerja sesuai dengan SOP yag terstandarisasi agar kualitas produk yang dihasilkan bagus dan sesuai dengan keinginan pelanggan sehingga loyalitas pelanggan terhadap produk semakin baik.

Kelemahan pada penelitian ini yaitu obyek penelitian hanya dilakukan terhadap salah satu produk yang dihasilkan oleh Bengkel Las Purnama Karya dan juga penelitian ini tidak melakukan analisis mengenai sistem keselamatan dan kesehatan pekerja dan melakukan aktivitas pekerjaannya setiap hari.

Untuk penelitian lanjutan diharapkan dapat mempertimbangkan keseluruhan faktor penyebab kecacatan terhadap keseluruhan produk dan mengaplikasikan metode lainnya sehingga pengendalian kualitas produk kanopi di bengkel las purnama karya semakin lebih baik dan produk yang dihasilkan juga semakin berkembang.

5. Referensi

[1] R. S. Laali, “Analisis kecelakaan kerja pada bengkel bubut dan las wijaya dengan metode job safety analysis (JSA) dengan pendekatan failure mode and effect analysis (FMEA),” Syntax Lit. J. Ilm.

Indones., Vol. 6, No. 4, P. 6, 2021.

[2] D. A. Kifta dan T. Munzir, “Analisis defect rate pengelasan dan penanggulangannya dengan metode six sigma dan fmea di PT. Profab Indonesia,” J. Dimens., Vol. 7, No. 1, Pp. 162–174, 2018, Doi:

10.33373/Dms.V7i1.1676.

[3] N. B. Puspitasari dan A. Martanto, “Penggunaan FMEA dalam mengidentifikasi resiko kegagalan proses produksi sarung ATM (Alat Tenun Mesin) (studi kasus PT. Asaputex Jaya Tegal),” J@Ti Undip J. Tek. Ind., Vol. 9, No. 2, Pp. 93–98, 2014, Doi: 10.12777/Jati.9.2.93-98.

[4] M. B. Anthony, “Analisis penyebab kerusakan hot rooler table dengan menggunakan metode failure mode and effect analysis (FMEA),” J. Intech Tek. Ind. Univ. Serang Raya, Vol. 4, No. 1, Pp. 1–8, 2018, Doi: 10.30656/Intech.V4i1.851.

[5] Setiawan dan Iwan, “FMEA Sebagai alat analisa risiko moda kegagalan pada magnetic force welding machine Me-27.1,” Pusat Teknologi Bahan Bakar Nukl. Puspiptek Serpong, Vol. 13, No.

April, Pp. 31–41, 2014.

[6] J. Apriyan, H. Setiawan, dan W. I. Ervianto, “Analisis risiko kecelakaan kerja pada proyek bangunan gedung dengan metode FMEA,” J. Muara Sains, Teknol. Kedokt. Dan Ilmu Kesehat., Vol. 1, No. 1, Pp. 115–123, 2017.

[7] A. Fauzani, A. Syukron, dan C. Soolany, “Perbaikan desain kompor biomassa menggunakan metode failure modes and effects analysis,” J. Mek., Vol. 2, No. 2, Pp. 68–72, 2021.

[8] W. Kosasih, Adianto, dan Erickson, “Analisis pengendalian kualitas produk bucket tipe zx 200 gp dengan metode statistical process control (SPC) dan failure mode and effect analysis (studi kasus:

PT. CDE),” J. Rekavasi, Vol. 1 (1), No. 2, Pp. 11–20, 2015.

[9] K. Muhamamd, F. R. A. Syailendri, dan A. A. Sibarani, “Analisis cacat produk pada proses pengelasan pipa penstock (studi kasus: PT. XYZ),” Specta J. Technol., Vol. 4, No. 3, Pp. 61–71, 2020.

(11)

[10] V. A. Setyowati, E. W. R. Widodo, dan S. Suheni, “Analisa pengaruh jenis elektroda pengelasan smaw terhadap kekuatan stainless steel 304,” Semin. Nas. Sains Dan Teknol. Terap. Ix 2021, Vol.

1, Pp. 179–184, 2019.

[11] Q. A. Syauqi dan A. Susanty, “Analisis potensi kecelakaan kerja pada CV. Automotive Workshop dengan metode failure mode and effect analysis,” E-Journal Undip, Vol. 1, No. 1, Pp. 1–12, 2016.

[12] I. B. Suryaningrat, W. Febriyanti, dan W. Amilia, “Identifikasi risiko pada okra menggunakan failure mode and effect analysis (FMEA) di PT. Mitratani Dua Tujuh Di Kabupaten Jember,” J.

Agroteknologi, Vol. 13, No. 01, Pp. 25–28, 2019, Doi: 10.19184/J-Agt.V13i01.8265.

[13] Y. Hisprastin dan I. Musfiroh, “Ishikawa diagram dan failure mode effect analysis (FMEA) sebagai metode yang sering digunakan dalam manajemen risiko mutu di industri,” Maj. Farmasetika, Vol.

6, No. 1, Pp. 1–9, 2020, Doi: 10.24198/Mfarmasetika.V6i1.27106.

[14] P. M. Rifai dan Sriyanto, “Analisis kecelakaan kerja dengan metode failure mode and effect analysis (FMEA) studi kasus : automotive workshop Semarang,” E-Journal Undip, Vol. 1, No. 1, Pp. 1–7, 2016.

[15] A. Surya, S. Agung, dan P. Charles, “Penerapan metode fmea (failure mode and effect analysis) untuk kualifikasi dan pencegahan resiko akibat terjadinya lean waste,” J. Online Poros Tek. Mesin,

Vol. 6, No. 1, Pp. 45–57, 2017, [Online]. Available:

Https://Ejournal.Unsrat.Ac.Id/Index.Php/Poros/Article/Download/14864/14430.

Referensi

Dokumen terkait

4.1087 Ilmy Amiqoh Ilmu Administrasi Publik 4.1088 Dikhla Rif`A Ilmu Administrasi Publik 2.39 4.1089 Elfananda Istiqlalia Ilmu Administrasi Publik 4.1090 Hamida Condrowati Jayadi