• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perilaku Tiongkok dalam Kebijakan BRI (Belt Road Initiative) dengan Teori Neorealisme Defensif dan Neorealisme Ofensif

N/A
N/A
Dan Hadzaf

Academic year: 2024

Membagikan "Analisis Perilaku Tiongkok dalam Kebijakan BRI (Belt Road Initiative) dengan Teori Neorealisme Defensif dan Neorealisme Ofensif"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Baladan Hadza Firosya

NIM : E1111201015

Program Studi : Hubungan Internasional Mata Kuliah : Politik Global Tiongkok

Analisis Perilaku Tiongkok dalam Kebijakan BRI (Belt Road Initiative) dengan Teori Neorealisme Defensif dan Neorealisme Ofensif

Teori neorealisme defensif, yang berasal dari aliran realisme dalam teori hubungan internasional, menyatakan bahwa negara akan cenderung mengambil kebijakan moderat dan isolasionis untuk menciptakan keamanan dalam sistem internasional yang anarkis (Waltz, 1979). Sedangkan neorealisme ofensif berpendapat bahwa negara akan mengambil kebijakan untuk memaksimalkan kekuasaan dan pengaruhnya demi meraih keamanan melalui dominasi dan hegemoni (Mearsheimer, 2001). Dalam hal ini, kebijakan luar negeri Tiongkok merujuk pada proyek pembangunan infrastruktur besar-besaran BRI (Belt and Road Initiative) dapat dijelaskan sebagai penggunaan strategi yang dimaksudkan untuk mempertahankan kekuasaan dan memaksimalkan kepentingan keamanan Tiongkok dalam sistem internasional.

BRI merupakan salah satu strategi yang dibuat oleh Tiongkok dibawah pemerintahan Xi Jinping tahun 2013. BRI sendiri adalah proyek yang bertujuan untuk menghubungkan Tiongkok dengan Asia, Eropa, dan Afrika melalui berbagai infrastruktur transportasi dan proyek infrastruktur lainnya, serta menjadi elemen sentral dari kebijakan luar negeri Tiongkok untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan konektivitas regional (Anam, 2018).

High-Speed Railway Sebagai Fenomena Oefensif Melalui Belt Road Initiative

Dari perspektif defensif-ofensif, BRI dapat dilihat sebagai strategi ofensif yang ditujukan untuk memperluas kekuatan dan pengaruh Tiongkok dalam sistem internasional. Tiongkok menggunakan kekuatan ekonominya untuk mendanai proyek infrastruktur negara-negara di berbagai kawasan Asia, Afrika, dan Eropa.

Untuk itu, melalui kebijakan BRI Tiongkok mempromosikan kembali proyek pembangunan infrastruktur HSR (High-Speed Railway) yang menghubungkan negara-negara BRI untuk meningkatkan konektivitas dan memfasilitasi perdagangan serta akses ke sumber daya di negara-negara kawasan (Anam, 2018). Promosi HSR melalui kebijakan BRI dapat dilihat sebagai strategi ofensif yang bertujuan untuk meningkatkan pengaruh ekonomi dan politik Tiongkok dengan meningkatkan konektivitas dengan negara lain, memfasilitasi perdagangan,

(2)

dan meningkatkan akses ke sumber daya. Kemudian terkait kasus ini, Tiongkok-Laos menandatangani proyek kereta api berkecepatan tinggi yang menghubungkan Vientiane ke perbatasan Tiongkok, melewati beberapa kota di Laos (BBC NEWS INDONESIA, 2021).

Selain itu terdapat projek antara Tiongkok-Pakistan terkait pembangunan jalur kereta api sepanjang 1.875 kilometer antara kota Karachi dan Peshawar di Pakistan. Jalur kereta api akan menjadi bagian dari Koridor Ekonomi Tiongkok-Pakistan, yang merupakan proyek infrastruktur utama di bawah BRI (Tjoa, 2021). Dalam konteks ini, pengembangan HSR Tiongkok juga dapat diartikan sebagai cara untuk memproyeksikan kekuatan lunaknya dan memamerkan kehebatan teknologinya kepada dunia. Melalui proyek-proyek ini, Tiongkok membangun hubungan yang lebih erat dengan negara-negara lain dan meningkatkan pengaruh geopolitiknya di wilayah tersebut.

Asian Infrastructure Investment Bank Sebagai Fenomena Ofensif Melalui Belt Road Initiative

BRI Tiongkok juga memiliki unsur defensif. BRI dipandang sebagai sarana untuk meningkatkan keamanan Tiongkok dengan mempromosikan stabilitas ekonominya melalui pembangunan ekonomi. Dengan berinvestasi dalam proyek infrastruktur di negara-negara di berbagi kawasan, Tiongkok berharap dapat menciptakan lingkungan yang lebih stabil dan dapat diprediksi yang tidak terlalu rentan terhadap konflik atau ketidakstabilan. Hal ini, diharapkan akan membantu melindungi kepentingan strategis Tiongkok di wilayah tersebut.

Melalui BRI, Tiongkok sedang membangun jaringan infrastruktur dan kemitraan di berbagai kawasan untuk menjadi negara hegemoni. Maka dari itu, Tiongkok mengumpulkan pendanaan bagi proyek-proyek infrastruktur BRI, sehingga dibentuklah AIIB (Asian Infrastructure Investment Bank). Dimana bank tersebut memiliki modal disetor US$ 100 miliar pada Juni 2015. Sekitar 75% dari modal tersebut berasal dari negara-negara Asia yang menjadi anggotanya, sisanya dari negara-negara Oseania. Tiongkok memiliki saham terbesar di AIIB, yakni 26% (Widowati, 2019). Dengan berinvestasi dalam proyek infrastruktur dan mendorong pertumbuhan ekonomi, AIIB dapat membantu memperkuat kemampuan pertahanan negara-negara anggotanya dengan membuat wilayah yang lebih makmur dan terintegrasi cenderung tidak rentan terhadap ancaman eksternal, seperti ketidakstabilan politik atau fluktuasi ekonomi.

Kesimpulannya, BRI Tiongkok dapat dilihat sebagai strategi ofensif dan defensif yang bertujuan untuk memperluas pengaruhnya dalam sistem internasional sambil meningkatkan

(3)

keamanan dan menjaga kepentingannya. BRI adalah komponen sentral dari kebijakan luar negeri Tiongkok dan kemungkinan akan tetap demikian di tahun-tahun mendatang.

(4)

Daftar Pustaka

MEARSHEIMER, J. J. (2001). The Tragedy of Great Power Politics. New York: Norton.

Raphael ZiroMwatela, Z. C. (2016). Africa in China’s‘One Belt, One Road’Initiative: A Critical. IOSR Journal Of Humanities And Social Science, 11.

Syaiful Anam, R. (2018). Kebijakan Belt and Road Initiative (BRI) Tiongkok pada Masa Pemerintahan Xi Jinping. Journal UNPAR, 2-3.

Tjoa, S. (2021, Desember 30). Perkembangan Proyek Kereta Cepat Pakistan-Tiongkok dan

India-Jepang. Diambil kembali dari Kompasiana.com:

https://www.kompasiana.com/makenyok/61cd27289bdc4003aa598752/perkembangan -proyek-kereta-cepat-pakistan-tiongkok-dan-india-jepang

Waltz, K. N. (1979). Theory of International Politics. New York: McGraw Hill.

Widowati, H. (2019, April 29). Belt and Road Initiative, Menghidupkan Kembali Kejayaan

Jalur Sutra. Diambil kembali dari Katadata.co.id:

https://katadata.co.id/hariwidowati/berita/5e9a5194464ab/belt-and-road-initiative- menghidupkan-kembali-kejayaan-jalur-sutra

Referensi

Dokumen terkait

Pasca reformasi, masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid, hubungan Indonesia dan China kembali mesra, hubungan ke dua negara semakin membaik lagi dimana Gus dur

Pada penelitian ini menggunakan konsep kepentingan nasional yang secara sederhana dapat diartikan sebagai strategi suatu negara dalam mencapai tujuan negaranya. Dalam

Alhamdulillah, peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Kepentingan Belt and Road Initiative (BRI) China dalam Memperkuat Kerja Sama dengan Laos Melalui

Begitupun dengan yang Malaysia semakin menunjukkan keberpihakannya baik dari sisi politik maupun ekonomi, Myanmar yang semakin menunjukkan ketergantungan ekonominya, dan Vietnam yang