• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG (MA) No. 368 K/AG/1995 TENTANG WARIS NON-MUSLIM

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG (MA) No. 368 K/AG/1995 TENTANG WARIS NON-MUSLIM "

Copied!
68
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Pertanyaan Penelitian

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang peneliti uraikan di atas, maka muncul pertanyaan penelitian yaitu: Bagaimana Putusan Mahkamah Agung (MA) No.368K/AG/1995 tentang Warisan Non Muslim Perspektif Hukum Islam. Hasil penelitian ini bersifat teoritis untuk menambah pengetahuan di bidang hukum Islam, khususnya terkait Putusan Mahkamah Agung (MA) No.368K/AG/1995 Tentang Pewarisan Non-Muslim Ditinjau dari Perspektif Hukum Islam. Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan informasi dan bahan bacaan yang bermanfaat bagi pihak yang ingin mengetahui tentang Putusan Mahkamah Agung (MA) No.368K/AG/1995 Tentang Warisan Non Muslim Ditinjau dari Hukum Islam.

Penelitian Relevan

Penelitian dilakukan oleh Kamaruddin, mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Kendari dengan judul tesis “Implementasi Pengikatan Wasiat Bagi Ahli Waris Non Muslim (Studi Kasus No. 16K/AG/2010)”. Dalam penelitian ini, permasalahan yang berkaitan dengan implementasi mata pelajaran no. 16K/AG/2010 tentang pengikatan wasiat bagi ahli waris non muslim. Dari pembahasan yang dikembangkan peneliti di atas, dapat disimpulkan bahwa dasar peninjauan kembali Mahkamah Agung dalam pemberian wasiat wajib bagi ahli waris non muslim adalah berdasarkan perkara no.

Dalam penelitian ini peneliti mengangkat judul: “Analisis Putusan Mahkamah Agung (MA) No.368K/AG/1995 Tentang Warisan Non Muslim Ditinjau dari Perspektif Hukum Islam”. Dalam penelitian ini, peneliti secara khusus akan membahas tentang putusan Mahkamah Agung mengenai ahli waris yang berbeda agama dari perspektif hukum Islam.

Metode Penelitian

  • Jenis dan Sifat Penelitian
  • Sumber Data
  • Teknik Pengumpulan Data
  • Teknik Analisis Data

Bahan hukum primer, bahan hukum mengikat, dan bahan hukum otoritatif, seperti undang-undang, hasil penelitian, atau pendapat hukum. Oleh karena itu, peneliti menggunakan bahan hukum primer dalam penelitian ini berupa Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 368K/AG/1995 tentang Warisan Non Muslim. Bahan hukum sekunder yang menjelaskan bahan hukum primer.20 Bahan hukum primer sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, berupa undang-undang, hasil penelitian, atau pendapat ahli.

Maka bahan hukum sekunder dalam penelitian ini berupa buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan tentang bahan hukum primer. Bahan hukum tersier untuk penelitian berasal dari kamus, ensiklopedia, dll.21 Oleh karena itu, peneliti menggunakan buku, kamus besar bahasa Indonesia, buku ensiklopedi, artikel dan sebagainya.

Proses pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah membaca dan mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini, kemudian menentukan data apa yang akan digunakan untuk penelitian ini. Metode studi dokumentasi adalah studi dokumen untuk penelitian hukum yang meliputi studi bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Setiap bahan hukum tersebut harus diteliti kembali validitas dan reliabilitasnya, karena hal tersebut mempengaruhi hasil penelitian 22 Penelitian ini menggunakan kitab-kitab dan undang-undang yang berkaitan dengan hukum waris.

Analisis data sebagai bagian dari isi penelitian, selain penyajian data, analisisnya juga didasarkan pada data yang disajikan. Data yang disajikan dianalisis melalui pendekatan kualitatif atau kuantitatif.23 Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggambarkan kata-kata, tertulis atau lisan di mana orang memainkan peran penting dalam elemen penelitian. Analisis data yang digunakan peneliti adalah berangkat dari teori atau konsep umum.

LANDASAN TEORI

Sebab-Sebab Keluarnya Putusan

Dan penggugat menginginkan yang mendapat bagian warisan adalah orang Islam saja. JPU mengklaim dalam gugatannya bahwa karena Sri Widyastuti keluar dari Islam, dia tidak berhak mewarisi warisan ayah dan ibunya yang beragama Islam. Dalam persidangan di PA, baik penggugat maupun tergugat serta turut tergugat I hadir dan memberikan jawaban yang mendukung gugatan penggugat.

Pasal 1,2,3 UU No.7 Tahun 1989 Pengadilan Agama merupakan wadah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam. Turut Terdakwa II mengaku beragama Kristen dan keberatan diadili oleh PA yang bukan merupakan forum peradilan bagi mereka yang beragama Kristen, seharusnya di PN. Penggugat berpendapat bahwa harta peninggalan itu tidak pernah dibagi-bagi menjadi warisan dan masih dalam status warisan dari orang tua yang beragama Islam.

Merujuk pada Pasal 171 huruf C no. Pasal 175 dan 188 KHI, turut tergugat II, yang meninggalkan Islam ketika ibu dan ayahnya masih hidup, tidak berhak atas harta warisan. Menurut pasal 171 KHI, pengadilan AP berpendapat bahwa turut tergugat II yang beragama Nasrani bukanlah ahli waris menurut hukum Islam. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka pengadilan mengambil putusan yaitu putusan tanggal 4 November 1993 No. 337/Pdt.G/1993/PA.JP menolak eksepsi turut tergugat II dan menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya. .

Selanjutnya, rekan tergugat II yang beragama Kristen menolak putusan PA yang menyatakan bahwa anak non-muslim bukan ahli waris dari orang tua kandungnya dan tidak berhak atas bagian harta warisannya. Selanjutnya meminta kasasi ke PTA, putusan tingkat banding atas permohonan rekan tertuduh II dibatalkan oleh Mahkamah Agung Agama Jakarta dalam putusan tanggal 25 Oktober 1994 yaitu Putusan No.14/Pdt.G/ 1994/PTA.JK yang berbunyi. Jakarta yang memberikan anak-anak non muslim bagian dari warisan orang tuanya yang muslim atas dasar wasiat wajib.

Isi Putusan

Tujuan

No.337/Pdt.G/1993/PA.JP karena penggugat II Sri Widyastuti mengajukan banding ke PTA dan mengeluarkan putusan No.14/Pdt.G/1994/PTA.JK namun putusan PTA ini tidak mempertimbangkan terhadap hukum positif/undang-undang undangan yang ada dan sah selain itu putusan PTA telah salah dalam musyawarahnya yang berwenang. Sanusi mengajukan kasasi ke MA atas putusan yang dikeluarkan PTA karena putusan tersebut tidak sesuai dengan apa yang hendak dicapai oleh Sri Widyastuti dan MA juga menyatakan bahwa tergugat II (Sri Widyastuti) berhak menerima harta peninggalan almarhum. Hj.

WARISAN

  • Pengertian Warisan
  • Rukun Rukun dan Syarat Mempusakai
  • Asas-Asas Hukum Kewarisan Islam
  • Sebab-Sebab Mendapatkan Waris
  • Sebab-Sebab Tidak Menerima Waris

Elemen kedua ini mempersoalkan di mana mesti ada ikatan kekeluargaan antara yang diwasiatkan dan ahli waris, agar harta peninggalan dapat diturunkan kepada ahli waris. Elemen ketiga ini menimbulkan persoalan bagaimana dan sejauh mana peralihan kekayaan, yang dipengaruhi oleh sifat persekitaran keluarga, wujud apabila waris dan waris bersama. Hukum Pusaka Islam Faridh adalah salah satu bahagian dari keseluruhan hukum Islam yang mengatur pemindahan harta dari orang yang telah meninggal dunia kepada orang (kerabat) yang masih hidup.

Prinsip dalam hukum waris Islam adalah bahwa peralihan harta dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketentuan Allah, tanpa bergantung pada kehendak ahli waris atau ahli waris. orang yang meninggal kepada ahli warisnya terjadi dengan dirinya sendiri atas dasar ketetapan Allah, tanpa bergantung kepada ahli waris atau ahli waris. Asas perseorangan artinya ahli waris dapat dibagi-bagi menjadi milik sendiri-sendiri, masing-masing ahli waris menerima bagiannya sendiri-sendiri, tanpa terikat dengan ahli waris lainnya. mereka. . Asas ini berarti bahwa harta milik seseorang dialihkan kepada orang lain (keluarga) atas nama ahli waris selama pemilik harta itu masih hidup.

Dalam hal ini, orang yang membebaskannya mendapat kenikmatan persaudaraan (ikatan) yang disebut wala al-'itqi. Fuqaha Klasik bersetuju bahawa pembunuh menjadi penghalang untuk mewarisi harta orang yang dibunuhnya.46 Jika ahli waris membunuh ahli waris, dia tidak berhak untuk mewarisi. Adalah munasabah jika pembunuh tidak mempunyai hak ke atas harta peninggalan orang yang dibunuhnya.

Perbedaan agama yang menjadi penghambat pewarisan adalah jika salah satu ahli waris dan al-muwarris beragama Islam dan yang lainnya bukan muslim, sesuai kesepakatan mayoritas ulama. warisan. Demikianlah Allah akan memutuskan antara kamu pada hari kiamat dan Allah tidak akan pernah memberikan kelonggaran kepada orang-orang kafir untuk menghancurkan orang-orang beriman. Sebagian ulama berpendapat bahwa murtad adalah pencabutan hak waris, yaitu orang yang keluar dari Islam.

WASIAT WAJIBAH

  • Pengertian Wasiat Wajibah
  • Syarat-Syarat Wasiat Wajibah

Mereka adalah orang-orang kafir, selama tidak ada yang masuk Islam, tidak ada larangan di antara mereka untuk saling mewarisi. Ada persamaan dengan ketentuan pembagian harta warisan dalam hal laki-laki menerima dua kali lipat bagian perempuan. Wasiat wajib ditentukan untuk memberikan hak atau sebagian harta kepada orang-orang yang mempunyai hubungan darah, tetapi kedudukannya termasuk dalam golongan Dzauwi Al-Arham atau ahli waris ghoiro.

Kompilasi hukum Islam hasil ijma' ulama Indonesia meletakkan berbagai ketentuan hukum tentang wasiat wajib itu sendiri. Harta anak angkat dibagi menurut pasal 176 sampai dengan pasal 193, sedangkan orang tua angkat tidak menerimanya. Bagi anak angkat yang tidak menerima wasiat, diberikan wasiat wajib sebesar 1/3 penuh dari harta peninggalan orang tuanya.

Pemikirannya: “Bahwa wasiat kepada sanak saudara yang tidak mendapat warisan wajib ditetapkan dengan firman Allah” (Q.S. Al-Baqarah: 180). Artinya: “Wajib atas kamu, jika salah seorang di antara kamu datang (tanda) kematian, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiatlah kepada kedua orang tuanya dan kerabat dekatnya yang ma'ruf, (inilah) kewajiban bagi mereka. , takutlah.” 53. Jadi jika seseorang meninggal dunia dengan meninggalkan seorang ibu, dua anak perempuan, dua anak perempuan dari anak laki-laki, dua anak laki-laki dari anak laki-laki dan seorang saudara kandung, maka tidak ada hakim, sehingga tidak ada wasiat bagi anak laki-laki, karena menerima 1/6 pajak.

Jika tidak ada dua anak lelaki daripada anak lelaki, sudah tentu dua anak perempuan itu tidak mendapat harta pusaka daripada anak lelaki dan dia wajib berwasiat dengan jumlah 1/3 daripada harta pusaka dan masing-masing mendapat 1/6. daripada harta pusaka. Kedua, orang yang meninggal dunia, baik datuk mahupun nenek, tidak memberi kepada anak yang wajib berwasiat. Dan jika dia memberi lebih sedikit daripada wasiat wajib, maka wajiblah menambah wasiat itu.

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG (MA) NO. 368

Kedudukan Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 368/K/AG/1995

PENUTUP

Saran

Undang-undang Substantif Peradilan Agama harus segera dibuat untuk mengisi kekosongan hukum yang telah tercipta di Peradilan Agama. Putusan Mahkamah Agung nomor 368K/AG/1995 merupakan salah satu contoh ketiadaan hukum materiil tentang wasiat wajib, sedangkan KHI tidak mampu menjawab kasus ahli waris yang berbeda agama dan akibat hukumnya. Dalam menyusun wasiat wajib bagi ahli waris non-Muslim, perhatian tidak hanya harus diberikan pada prinsip-prinsip keadilan dan perlindungan hukum saja, tetapi juga dasar hukum dalam penyusunan wasiat wajib tersebut.

Mahkamah Agung dalam memutus perkara wasiat wajib bagi ahli waris non muslim, harus kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah, karena perkara tersebut merupakan perkara yang melibatkan umat Islam, maka perkara tersebut juga harus diselesaikan secara Islami. Analisis Putusan Pengadilan Agama Depok Tentang Ahli Waris Beda Agama dan Kasus yang Diputuskan Ultra Petita” Nomor Perkara: 318/Pdt.G/2006/PA.DPK, 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Warisan tanah tunggu haul pewaris kalâlah terjadi karena para keluarga beranggapan tidak ada ahli waris, hal ini disebabkan para keluarga kurang mengerti pembagian