Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Sehubungan dengan benchmarking tersebut secara keseluruhan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kepatuhan pajak penghasilan (PPh) pada perusahaan-perusahaan di industri properti dan real estate dengan sistem benchmarking yang akan diproksi dengan membandingkan rasio keuangan perusahaan real estate dan real estate. dengan rasio benchmarking yang telah distandarisasi oleh DJP. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian mengenai benchmarking ini disusun dengan menggunakan judul skripsi “Analisis Kondisi Keuangan Industri Properti dan Real Estate Terkait Pajak Badan Dikaitkan dengan Kondisi Benchmarking Direktur Pajak Periode Berlaku”.
Masalah Penelitian
- Perumusan Masalah
- Pembatasan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Bagi perusahaan real estate dan real estate dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan evaluasi agar dapat melakukan perencanaan perpajakan dengan baik agar tidak merugikan negara serta terhindar dari kesalahan dan sanksi perpajakan yang cukup berat. Bagi pembaca dan pihak lain, dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan pedoman dalam penelitian selanjutnya.
Sistematika Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan kontribusi konseptual bagi penelitian serupa dan civitas akademika lainnya guna mengembangkan ilmu pengetahuan demi perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan. Pada bab ini akan dilakukan analisis terhadap pengolahan data yang telah dilakukan pada bab sebelumnya dan pembahasannya merupakan interpretasi dari hasil pengolahan data tersebut.
Landasan Teoritis
Tinjauan Pustaka
- Definisi Pajak
- Jenis Pajak
- Pajak Penghasilan Badan
- Definisi Pajak Penghasilan
- Dasar Hukum Pajak Penghasilan
- Subjek Pajak Penghasilan
- Objek Pajak Penghasilan
- Perhitungan Pajak Penghasilan Badan
- Koreksi Fiskal
- Sistem Benchmarking
- Definisi Benchmarking
- Tujuan Total Benchmarking
- Manfaat Total Benchmarking
- Rasio Biaya Operasional
- Rasio Penghasilan Luar Usaha Neto
- Rasio Koreksi Fiskal
DJP akan melakukan verifikasi langsung kepada wajib pajak badan di suatu industri mengenai rasio biaya operasional yang berada di atas standar acuan dan berbeda secara signifikan. Apabila Wajib Pajak Badan tidak dapat memberikan alasan yang masuk akal, maka DJP akan melakukan pemeriksaan terhadap SPT Wajib Pajak Badan atas biaya operasional yang menyimpang secara signifikan dari standar acuan. Jadi Anda bisa fokus pada rasio mana yang paling besar pengaruhnya terhadap rasio biaya operasional wajib pajak badan tersebut.
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-96/PJ/2009, nilai biaya penyusutan dapat dihitung dengan menggunakan rumus. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-96/PJ/2009, nilai biaya bunga dapat dihitung dengan menggunakan rumus. DJP akan melakukan verifikasi langsung kepada wajib pajak badan suatu industri mengenai rasio pendapatan bersih luar negeri yang berada di bawah standar acuan dan berbeda signifikan.
Apabila Wajib Pajak Badan tidak dapat memberikan alasan yang masuk akal, DJP akan memeriksa SPT Wajib Pajak Badan atas penghasilan neto nonusaha yang berbeda signifikan dengan standar acuan. DJP akan melakukan verifikasi langsung dengan wajib pajak badan suatu industri mengenai rasio koreksi fiskal yang berada di bawah standar acuan dan berbeda signifikan. Apabila Wajib Pajak Badan tidak dapat memberikan alasan yang masuk akal, DJP akan memeriksa SPT Wajib Pajak Badan apakah terdapat koreksi fiskal yang berbeda jauh dengan standar acuan.
Penelitian Terdahulu
Semakin besar PPM yang ditunjukkan maka semakin tinggi pula tingkat laba bersih yang dihasilkan, baik dari aktivitas operasi maupun aktivitas lainnya. Secara ringkas, rasio-rasio yang akan digunakan dalam penelitian ini dan standar acuannya berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. Berdasarkan penelitian tersebut, disimpulkan bahwa kinerja operasional dan pendapatan eksternal perusahaan-perusahaan yang disurvei rata-rata setiap tahunnya. jauh di bawah lapisan standar.
Sementara itu, rata-rata tahunan rasio penyesuaian fiskal tidak jauh di bawah standar.
Rerangka Pemikiran
SE-96/PJ/2009 diklasifikasikan menjadi rasio biaya operasional, rasio pendapatan luar negeri bersih dan rasio koreksi anggaran.
Hipotesis Penelitian
Ho1: Tidak terdapat perubahan pada rasio biaya operasional properti real estate dan perusahaan dengan rasio perbandingan yang ditetapkan oleh DJP selama periode tersebut. Ha1 : Terdapat perubahan rasio biaya operasional perusahaan properti dan real estate dengan rasio perbandingan yang ditetapkan DJP pada periode tersebut. Ho2: Tidak terdapat perubahan rasio pendapatan eksternal bersih perusahaan properti dan real estate dengan rasio acuan yang ditetapkan DJP pada periode tersebut.
Ha2 : Terdapat perbedaan rasio pendapatan eksternal bersih perusahaan yang mempunyai properti dan real estate menurut perbandingan perbandingan yang ditetapkan DJP pada periode tersebut. Ho3: Tidak terdapat perbedaan rasio penyesuaian pajak perusahaan real estate dan real estate terhadap perbandingan perbandingan yang ditetapkan DJP pada periode tersebut.
Metodologi Penelitian
Objek Penelitian
- Sasaran Penelitian
- Jenis Penelitian
Metode Pengumpulan Data
- Sumber Data
- Populasi dan Sampel Penelitian
- Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel
- Rasio Biaya Operasional
- Rasio Penghasilan Luar Usaha Neto
- Rasio Koreksi Fiskal
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan real estate dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode penelitian tahun 2008 hingga 2010. Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang termasuk dalam kategori real estate menurut klasifikasi BEI. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio biaya operasional, rasio pendapatan eksternal bersih dan rasio penyesuaian fiskal.
Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini hendaknya dilakukan untuk memudahkan pembahasan lebih lanjut dan menguji hipotesis. Rasio beban operasional merupakan rasio yang mengukur kinerja operasional wajib pajak badan, termasuk harga pokok penjualan (COGS) dan beban usaha lainnya. Rasio pendapatan eksternal bersih menunjukkan besarnya pendapatan bersih yang dihasilkan Wajib Pajak badan yang timbul dari kegiatan usaha lain (bukan kegiatan operasi).
Definisi operasional dan pengukuran variabel dalam penelitian ini dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 3.1.
Metode Analisis Data
- Teknik Pengolahan Data
- Teknik Pengujian Hipotesis
Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata rasio biaya operasional perusahaan sampel berada di atas benchmark pada tahun tersebut. Berdasarkan hasil uji statistik, tidak terdapat perbedaan yang signifikan rasio antara biaya operasional real estate dan aktivitas real estate pada tahun 2010 dibandingkan dengan standar acuan (nilai signifikansi > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2008 dan 2010, rata-rata rasio pendapatan eksternal bersih tidak berbeda signifikan dengan standar acuannya atau dengan kata lain Ho tidak dapat ditolak (tidak dapat ditolak).
Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2009 terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio pendapatan eksternal bersih dengan standar acuan, atau Ho ditolak dan Ha tidak dapat ditolak (tidak dapat ditolak). dan -0,00838 menunjukkan bahwa rasio pendapatan eksternal bersih perusahaan sampel pada tahun tersebut berada di bawah standar acuan. Pada tahun 2008, rasio pendapatan eksternal (pl) perusahaan adalah sebesar 15,99%, jauh lebih rendah dibandingkan biaya eksternal (bl) yang sebesar 190,58%.
Pada tahun 2009, rasio pendapatan eksternal (pl) perusahaan adalah sebesar 4,60%, juga lebih rendah dibandingkan rasio biaya eksternal (bl) yang sebesar 660,65%. Berdasarkan hasil uji statistik, rasio pendapatan eksternal bersih pada tahun 2010 terhadap 2010 berada di bawah patokan. Terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio pendapatan eksternal bersih perusahaan sampel dengan rasio benchmarking yang ditetapkan DJP pada tahun 2009.
Analisis dan Pembahasan
Gambaran Umum Obyek Penelitian
- Pertumbuhan Sektor Properti
- Pertumbuhan Sektor Real Estate
Pembahasan Hasil Penelitian
- Uji Statistik Rasio Biaya Operasional
- Analisis Rasio Biaya Operasional
- Uji Statistik Rasio Penghasilan Luar Usaha Neto
- Analisis Rasio Penghasilan Luar Usaha Neto
- Uji Statistik Rasio Koreksi Fiskal
- Analisis Rasio Koreksi Fiskal
Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata rasio biaya operasional tahun 2010 tidak berbeda nyata dengan standar benchmark atau dengan kata lain Ho tidak dapat ditolak (tidak dapat ditolak). Pada tahun 2009, rasio biaya operasional tertinggi dimiliki oleh PT Suryainti Permata sebesar 282,16% (lihat Lampiran III). Berdasarkan pengamatan peneliti, faktor paling signifikan yang menyebabkan rasio pendapatan eksternal bersih industri properti dan real estate pada tahun 2010 berada di bawah standar benchmark adalah semakin tingginya rasio biaya eksternal (bl) perusahaan sampel pada tahun tersebut dibandingkan dengan benchmark. .
Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata rasio koreksi anggaran pada tahun tersebut menyimpang cukup besar dari norma acuannya, yaitu Ho ditolak dan Ha tidak dapat ditolak (tidak dapat ditolak). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata rasio koreksi anggaran pada tahun tersebut tidak menyimpang secara signifikan dari norma acuannya, yaitu Ho tidak dapat ditolak (gagal ditolak). Sedangkan pada tahun 2009, jumlah perusahaan sampel yang rasio CTTOR-nya di bawah standar (24 perusahaan) lebih banyak dibandingkan jumlah perusahaan sampel yang rasio PPM-nya di bawah standar (23 perusahaan).
Pada tahun 2010, jumlah perusahaan sampel yang rasio CTOR-nya di bawah standar (23 perusahaan) lebih banyak dibandingkan jumlah perusahaan sampel yang rasio PPM-nya di bawah standar (19 perusahaan).
Implikasi Manajerial
Namun DJP menjelaskan lebih langsung kepada Wajib Pajak Badan mengenai rasio biaya operasional yang berada di atas patokan dan terdapat perbedaan yang signifikan. Oleh karena itu, DJP tidak akan fokus untuk menjelaskan secara langsung kepada wajib pajak badan di industri ini mengenai rasio biaya operasional pada tahun 2008 dan 2009, karena meskipun rasio biaya operasional berada di atas patokan, namun tidak berbeda signifikan atau selisihnya masih dinilai dalam kondisi tertentu. ... wajar. Dalam hal ini, untuk menentukan rasio pendapatan bersih luar negeri, DJP lebih fokus pada klarifikasi langsung wajib pajak badan dengan mengutamakan kondisi jika rasio pendapatan bersih luar negeri berada di bawah patokan dan selisihnya cukup signifikan yakni pada tahun 2009.
Namun dalam proses verifikasi antara data hasil perbandingan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib Pajak Badan tahun 2009, Wajib Pajak Badan tidak dapat memberikan alasan yang masuk akal dan tidak memenuhi ketentuan perpajakan, maka DJP dapat melanjutkan ke tahap pemeriksaan terhadap Wajib Pajak badan pada industri tersebut atas pendapatan eksternal neto tahun 2009. Dalam penilaian laporan ini, DJP lebih fokus pada klarifikasi langsung kepada Wajib Pajak Badan, apakah laporan koreksi fiskal tersebut berada di bawah standar dan dianggap selisihnya. penting. Sebab, pada tahun 2008 dan 2010, Wajib Pajak badan di industri properti dan real estate terbukti berpotensi melakukan penyesuaian pajak pada tahun pajak yang tidak wajar atau tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan.
Apabila dalam proses verifikasi antara data hasil perbandingan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib Pajak Badan tahun 2008 dan 2010, Wajib Pajak Badan tidak dapat memberikan alasan yang masuk akal dan tidak memenuhi ketentuan perpajakan, maka DJP dapat melanjutkan ke tahap pemeriksaan. Wajib Pajak Badan pada industri tersebut sehubungan dengan koreksi fiskal yang dilakukan pada tahun-tahun tersebut.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Menarik kesimpulan dari penelitian terkait analisis rasio keuangan wajib pajak dengan menggunakan rasio benchmarking, maka peneliti melakukan tiga jenis analisis yaitu analisis rasio biaya operasional, rasio pendapatan eksternal bersih dan rasio koreksi fiskal. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio biaya operasional perusahaan sampel dengan rasio benchmarking yang ditetapkan oleh DJP selama dan tahun 2010. Namun demikian, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio pendapatan eksternal bersih perusahaan sampel dengan rasio benchmarking yang ditetapkan oleh DJP pada tahun 2008 dan 2010.
Terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio koreksi fiskal perusahaan sampel dengan rasio benchmarking yang ditetapkan DJP pada tahun 2008 dan 2010. Namun, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio koreksi fiskal perusahaan sampel dengan rasio benchmarking yang ditetapkan DJP pada tahun 2009. Apabila Wajib Pajak badan yang melakukan proses verifikasi antara data hasil benchmarking dengan Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib Pajak Badan pada tahun-tahun tersebut tidak dapat memberikan alasan yang masuk akal, maka DJP dapat melanjutkan ke tahap pemeriksaan wajib pajak badan usaha pada industri terkait mengenai non- laba bersih usaha tahun 2009. 2) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk menambah pengetahuan yang cukup terhadap industri yang telah ditetapkan benchmarkingnya.
Analisis rasio keuangan pajak badan industri kelapa sawit terhadap rasio benchmarking Dirjen Pajak periode berjalan.