Analisis Rute Transportasi Sampah Kota Padang dengan Life Cycle Assessment
Refi Martha1*, Rizki Aziz2, Slamet Raharjo3
1,2,3Program Studi Magister Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Andalas, Padang, Indonesia
*Koresponden email: [email protected]
Diterima: 1 Februari 2023 Disetujui: 10 Februari 2023
Abstract
This study aims to determine the best scenario with the smallest environmental impact of waste transportation in Padang City using the LCA Software SimaPro version 9.0 method. Route evaluation is carried out by comparing the existing waste transportation route with the new route scenario based on the regulations of Minister of Public Works Regulation No. 3 of 2013. The calculated waste is communal waste that arrives at the TPA and the emissions generated from each route scenario. The environmental impact assessment is the Global Warming Potential (GWP) impact of all scenarios. The research phase was carried out by making two scenario routes as a comparison to the existing one route. Furthermore, the GWP values obtained from scenarios 1, 2 and 3 respectively are 1611.913 kg CO2 eq, 1721.1674 kg CO2 eq and 1788.58952 kg CO2 eq. Research shows that in general scenario 1 is the shortest route with the smallest GWP impact. While scenario 3 has the greatest GWP impact. Several routes in scenario 1 have a higher GWP impact than scenario 2, chosen because the road is wider and does not pass through settlements, while the scenario 2 route which is the best choice will be skipped if waste delivery is carried out at night, such as Gadut and Andalas University Containers. To get the smallest GWP, the shortest route scenario is the best choice.
Keywords: waste transportation, global warming potential, impact assessment, life cycle assessment, environmentally friendly
Abstrak
Penelitian ini bertujuan menentukan skenario terbaik dengan dampak lingkungan terkecil transportasi sampah Kota Padang menggunakan metode LCA Software SimaPro versi 9.0. Evaluasi rute dilakukan dengan membandingkan rute pengangkutan sampah yang ada dengan skenario rute baru berdasarkan aturan dari Permen PU No. 3 Tahun 2013. Sampah yang dihitung adalah sampah komunal yang sampai di TPA serta emisi yang dihasilkan dari tiap skenario rute. Penilaian dampak lingkungan berupa dampak Global Warming Potential (GWP) dari semua skenario. Tahapan penelitian dilakukan dengan membuat dua buah rute skenario sebagai pembanding terhadap satu rute eksisting. Selanjutnya didapatkan nilai GWP dari skenario 1, 2 dan 3 secara berurutan adalah 1611,913 kg CO2 eq, 1721,1674 kg CO2 eq dan 1788,58952 kg CO2 eq. Penelitian menunjukkan secara umum skenario 1 adalah rute terpendek dengan dampak GWP terkecil. Sedangkan skenario 3 mempunyai dampak GWP paling besar. Beberapa rute pada skenario 1 mempunyai dampak GWP lebih tinggi dari skenario 2, dipilih karena jalannya lebih lebar dan tidak melewati pemukiman, sedangkan rute skenario 2 nya yang merupakan pilihan terbaik akan dilewati jika pengantaran sampah dilakukan pada malam hari, seperti Kontainer Gadut dan Kampus Unand Limau Manis. Untuk mendapatkan angka GWP terkecil skenario rute terpendek merupakan pilihan terbaik.
Kata Kunci: transportasi sampah, global warming potential, penilaian dampak, life cycle assessment, ramah lingkungan
1. Pendahuluan
Sampah merupakan masalah yang sangat komplek. Pertambahan jumlah penduduk, perkembangan teknologi dan meningkatnya aktivitas manusia, akan mengakibatkan timbulan sampah semakin banyak.
Karena sangat erat dengan kegiatan manusia, masalah sampah akan berdampak pada lingkungan sosial, ekonomi dan budaya.
Salah satu pelaksanaan pengelolaan sampah adalah transportasi sampah. Transportasi sampah adalah sub-sistem persampahan yang bersasaran membawa sampah dari lokasi pemindahan atau dari sumber sampah secara langsung menuju Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Kegiatan transportasi sampah ini
membutuhkan energi dalam jumlah yang besar. Energi tersebut diperoleh dari proses pembakaran bahan bakar fosil yang kemudian menghasilkan emisi gas buang yang mencemari lingkungan [1].
Pengoptimalan sub-sistem diharapkan pengangkutan sampah menjadi mudah, cepat, serta kebutuhan BBM yang lebih sedikit. Minimasi jarak dan waktu tempuh merupakan solusi utama dari rute pengangkutan sampah. Perencanaan rute dan jadwal pengangkutan sampah yang efisien merupakan hal yang terpenting dalam perbaikan sistem pengangkutan sampah. Pemilihan rute kendaraan akan menentukan total jarak perjalanan armada. Rute optimal merupakan tujuan penentuan rute pengambilan sampah [2].
Jalur truk pengumpulan sampah dengan rute terpendek dan strategi transportasi dapat secara efektif mengurangi rute pengumpulan sampah dan biaya transportasi. Perencanaan jadwal dan rute pengangkutan sampah yang efisien juga merupakan hal yang penting dalam perbaikan sistem pengangkutan sampah [3]. Dengan menggunakan pendekatan Life Cycle Assessment (LCA) dalam optimalisasi rute untuk mengevaluasi aspek lingkungan dan ekonomi terkait dengan sistem pengelolaan sampah di Kota Delhi India, diidentifikasi bahwa rute pengangkutan sampah yang paling tepat berdasarkan analisis geospasial adalah jalur terpendek dengan jarak minimum dan menjadi pertimbangan dalam rute transport sampah [4]. Data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Padang tahun 2018, terdapat ± 640 ton timbulan sampah per-hari di Kota Padang. Salah satu masalah yang muncul dalam pengangkutan sampah adalah masalah penentuan rute truk pengangkutan sampah. Rute yang ditentukan haruslah merupakan rute terpendek sehingga dapat mengefisienkan jarak, biaya, waktu serta kebutuhan bahan bakar yang lebih sedikit. Penelitian menggunakan Algoritma Nearest Neighbour didapatkan bahwa Rute Rencana 2 yaitu perubahan posisi SPBU pengisian BBM memberikan solusi yang paling efisien dari segi jarak, biaya dan waktu [5]. Studi tentang analisis produktivitas sistem transportasi sampah Kota Padang untuk melihat kemampuan sarana transportasi Kota Padang dalam mengangkut sampah dari tempat pewadahan sampah atau dari Tempat Pemindahan Sampah (TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir, disimpulkan bahwa pemilihan jalur tidak hanya memperhitungkan jalur terpendek, namun faktor kemacetan, pemilihan waktu angkut dan kapasitas sampah yang diangkut perlu dipertimbangkan [6].
Penelitian tentang Optimasi Sistem Pengangkutan Sampah juga pernah dilakukan di Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Tujuannya untuk mengoptimasi sistem manajemen pengangkutan sampah dengan membandingkan sistem manajemen pengangkutan sampah eksisting dengan merencanakan sistem baru yang dibuat dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga [7]. Sistem informasi geografis digunakan untuk mendapatkan waktu trip dan jarak terdekat dari tempat pemrosesan akhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 2 truk yang dapat dioptimasi jaraknya sehingga proses pengangkutan sampah lebih maksimal. Di samping itu, optimisasi rute yang dilakukan dapat mengurangi biaya pengangkutan secara keseluruhan [7].
Dari hal tersebut, maka peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 3 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga bisa dijadikan acuan dalam memilih dan menentukan rute transportasi persampahan Kota Padang. Sedangkan penilaian dampak lingkungan berupa dampak Gas Rumah Kaca dari seluruh rute usulan maupun rute eksisiting menggunakan Software SimaPro dimana Software yang digunakan di dalam analisis Life Cycle Assessment (LCA) ini adalah SimaPro versi 9.0.
2. Metode Penelitian 2.1 Pengumpulan Data
Pengambilan Data dan Lokasi Sampling Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Air Dingin Kota Padang dan Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang dan seluruh rute eksisting ritasi pengangkutan sampah Kota Padang. Data diperoleh dari wawancara dan observasi langsung di lapangan.
Pengambilan sampel routing kendaraan pengangkut sampah dari Dump Truck dan Armroll Truck dilakukan dengan pengambilan data jadwal perjalanan seluruh truk di pool kendaraan dan wawancara dengan para driver. Untuk mengetahui jarak tempuh tempuhnya dilakukan dengan bantuan Google map.
Beberapa data primer dan data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengambilan data primer dan data sekunder
No. Data Primer Data Sekunder
1. Jumlah sampah yang sampai ke TPA (ton) per unit kendaraan
Jumlah Armada Aktif 2. Rute eksisting / rute utama yang
dilewati oleh kendaraan dalam pengantaran sampah ke TPA
Ritasi dan titik penjemputan Kontainer untuk Armroll Truck
3. Lokasi dan titik penjemputan kontainer
Rute berlari untuk Dump Truck
4. Jarak dari titik Kontainer ke TPA 5. Panjang rute berlari dari Dump
Truck
6. Waktu tempuh untuk Armroll Truck
Sumber: Hasil penelitian, 2022 2.2 Penyusunan Skenario Rute
Salah satu pendekatan yang sering digunakan dalam pemilihan rute adalah dengan mempertimbangkan waktu dan biaya pergerakan-pergerakan yang dianggap proporsional dengan jarak tempuh [8]. Penentuan rute pengangkutan sampah dimaksudkan agar kegiatan operasional pengangkutan sampah dapat terarah dan terkendali dengan baik. Untuk menentukan rute pengangkutan ini, maka perlu diperhatikan lebar jalan yang akan dilalui, peraturan lalu lintas yang berlaku dan waktu-waktu padat.
Dengan selalu mengikuti peraturan lalu lintas yang berlaku, diusahakan agar rute pengangkutan adalah yang sependek mungkin. Untuk Indonesia yang menggunakan peraturan lalu lintas jalur kiri (left way system), maka rute pengangkutan diusahakan untuk menghindari belokan ke kanan, namun karena panjangnya rute, maka belokan melawan sistem ini seringkali tidak dapat dihindari. Akan tetapi diusahakan agar hal tersebut terjadi seminimal mungkin [9].
Skenario dibuat sebanyak 2 buah skenario rute pengantaran sampah untuk Armroll Truck sebagai pembanding terhadap 1 rute eksisting sehingga dapat diketahui dampak Global Warming Potential (GWP) dari masing-masing skenario tersebut. Sedangkan untuk Dump Truck dinilai rute eksistingnya saja, dan setelah didapatkan nilai GWP dari tiap unit atau rute dapat diketahui unit atau rute mana saja yang mempunyai nilai GWP tertinggi dan terendah.
2.3 Penilaian Rute Menggunakan LCA
Life Cycle Assessment (LCA) adalah metode pengembangan untuk mengevaluasi semua dampak dan manfaat negatif lingkungan, sosial dan ekonomi dalam proses pengambilan keputusan menuju produk yang lebih berkelanjutan selama siklus hidup produk tersebut. Siklus hidup suatu produk mencakup semua tahap sistem produk, dari akuisisi bahan baku atau produksi sumber daya alam hingga pembuangan produk di akhir masa pakainya, termasuk mengekstraksi dan memproses bahan baku; manufaktur; distribusi;
menggunakan; penggunaan kembali; pemeliharaan; mendaur ulang; dan pembuangan akhir [15].
Keistimewaan LCA berdasarkan karakteristiknya jika dibandingkan dengan alat lingkungan lainnya adalah: a) fokus pada sistem produk; b) mewakili jumlah dampak dengan pertimbangan kerangka waktu;
c) LCA mencakup keragaman dampak lingkungan dan mencakup perbandingan lintas kategori; d) LCA terbuka untuk model lain serta dapat diandalkan untuk menyelesaikan masalah dalam analisis ilmiah [13]. Dalam aplikasinya di bidang teknologi pengelolaan limbah ditemukan bahwa LCA merupakan alat yang lengkap dalam pengumpulan data serta bisa mengevaluasi pengelolaan limbah dan telah diterapkan dalam beberapa penelitian tentang penilaian pengelolaan limbah [14].
Evaluasi rute pengangkutan dilakukan dengan membandingkan rute pengangkutan sampah yang ada dengan 2 skenario rute baru. Penerapan LCA untuk aspek lingkungan berdasarkan dari rute pengangkutan sampah dari TPS ke TPA yang dipilih dan berdasarkan Permen PU No. 3 Tahun 2013.
• Tujuan dan Ruang Lingkup
Ruang Lingkup berfungsi untuk menentukan sistem produk atau proses yang akan dipelajari, fungsi sistem, unit fungsional, batasan sistem, prosedur alokasi, kategori dampak, persyaratan data, dan batasan asumsi. Sistem produk tidak didefinisikan sebagai produk akhir, tetapi hanya fungsi fungsinya saja. Suatu sistem produk terdiri dari serangkaian unit proses yang dihubungkan satu sama lain oleh aliran antara produk atau limbah. Aliran ini termasuk sumber daya yang digunakan dan dilepaskan ke udara, air, dan tanah. Membagi sistem produk ke dalam unit proses komponennya akan membantu dalam mengidentifikasi input dan output sistem suatu produk [10].
Unit fungsional dari penelitian ini adalah berat sampah yang diangkut oleh kendaraan pengangkut sampah per hari yang sampai di TPA Air Dingin Padang.
• Inventaris Data
Dalam Inventaris Data, semua data dikumpulkan, dihitung, dan disajikan. Data dikumpulkan untuk mengukur input dan output dari sistem untuk memenuhi tujuan penelitian yang meliputi energi, bahan baku, produk, produk sampingan, limbah yang lepas ke udara, air, dan tanah serta aspek lingkungan lainnya [10].
Pada langkah ini semua data terkait data LCA dikumpulkan. Data primer seperti jumlah sampah yang sampai di TPA untuk tiap unit kendaraan, rute yang dilewati, posisi kontainer sampah diperoleh dari observasi di tempat/lapangan, hasil wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh dari data DLH Kota Padang.
Tabel 2 memperlihatkan kebutuhan data dan metode pengumpulannya.
Tabel 2. Data dan metode pengumpulan data
Data Unit Metode pengumpulan data
Konsumsi BBM Liter Interview, observasi lapangan, literatur Jarak transportasi km Google Map
Sampah yang diangkut ton Data laporan Jenis kendaraan Unit Data laporan Waktu tempuh jam Aplikasi My Tracks Emisi dari CO2 dan CH4 kg/ ton Database Simapro
Sumber: Hasil penelitian, 2022
• Penilaian Dampak
Dalam menganalisis dampak, pembobotan diperlukan untuk menghindari kemungkinan tingkat kepentingan yang berbeda dari beberapa indikator kategori LCA. Misalnya, di lokasi di mana eutrofikasi mungkin tidak menjadi masalah sebanyak toksisitas manusia, faktor bobot yang lebih tinggi dapat diberikan untuk toksisitas manusia dibandingkan eutrofikasi. Dengan mengalikan setiap indikator dengan masing-masing faktor penimbangannya, nilai-nilai relatif ini dapat dimasukkan ke dalam hasil [11].
Penilaian dampak terdiri dari dua langkah utama yaitu klasifikasi, karakterisasi, dan langkah opsional dapat berupa normalisasi, pembobotan, dan atau skor tunggal. Metode baseline 2000 CML 2 dipilih untuk penelittian ini karena berdasarkan jenis limbah yang dihasilkan dari proses transportasi sampah ke TPA yaitu gas CO dan CO2. Pembakaran bahan bakar pada transportasi truk sampah akan menghasilkan gas yang lepas ke lingkungan yaitu CO dan CO2 yang memicu GWP.
Dalam langkah klasifikasi, metode CML 2 baseline 2000 mengklasifikasikan dampak menjadi sepuluh dampak sebagai penipisan abiotik, pengasaman, eutrofikasi, pemanasan global, penipisan lapisan ozon, toksisitas manusia, ekotoksisitas air tawar, ekotoksisitas perairan laut, ekotoksisitas terestrial, dan oksidasi fotokimiawi.
Tabel 3 adalah koefisien LCI yang bersumber dari data Simapro untuk kebutuhan data GWP.
Tabel 3. Koefisien LCI untuk GWP Emisi Koefisien LCI (kg/tkm) NOx 5,74 x 10-5
CO2 2,32 x 10-2 CO 6,19 x 10-4
Sumber: Database SimaPro
SimaPro merupakan salah satu software yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dampak lingkungan dari suatu sistem amatan tertentu. Data yang dimasukkan dalam software SimaPro ditentukan berdasarkan deskripsi sistem amatan yang sudah dijelaskan sebelumnya meliputi distribusi bahan baku, proses produksi, serta distribusi produk akhir [12].
2.4 Rekomendasi Rute Yang Dipilih
Untuk Armroll Truck, dari 3 rute yang dibuat (satu rute eksisting dan 2 rute usulan) akan didapatkan data data berat sampah yang terangkut, jarak pengantaran dari titik kontainer ke TPA dan waktu tempuh.
Data yang didapat selanjutnya diinput ke software Simapro 9.0 untuk mendapatkan nilai GWP tiga skenario
rute tersebut. Berdasarkan hasil kajian LCA menggunakan software SimaPro 9.0 akan didapatkan rute dengan nilai GWP terendah dan rute inilah yang menjadi rute rekomendasi.
Untuk Dump Truck, data yang didapat adalah data berat sampah yang terangkut, jarak pengantaran dari seluruh titik kontainer, dan kontainer terakhir ke TPA serta waktu tempuh untuk rute eksisitingnya.
Data selanjutnya diinput ke software Simapro 9.0 untuk mendapatkan nilai GWP nya. Dari hasil ini dapat diketahui rute atau unit mana saja yang mempunyai nilai GWP tertinggi dan unit dengan nilai GWP terendah. Rekomendasi untuk rute Dump Truck didapatkan berdasarkan hasil dari penilaian GWP rute eksisting.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Sarana pengangkutan sampah Kota Padang a. Dump Truck
Dump Truck digunakan untuk memindahkan atau membawa sampah dari tempat tempat sampah yang sudah berisi yang berada pada rute berjalan (jalur jalan kota) menuju tempat pengolahan ataupun TPA. Truk ini beroperasi pada rute yang telah ditentukan. Berikut contoh Dump Truck pada Gambar 1.
Gambar 1. Dump Truck Sumber: Foto penelitian, 2022 b. Armroll Truck
Truk jenis Armroll dapat memindahkan kontainernya pada setiap titik peletakan kontainer. Truk ini digunakan untuk mindahkan atau membawa sampah dari kontainer yang telah berisi sampah yang berada pada titik-titik peletakan yang telah ditentukan menuju tempat pengolahan ataupun TPA. Berikut contoh dari Armroll Truck pada Gambar 2.
Gambar 2. Armroll Truck Sumber: Foto penelitian, 2022
Sarana pengangkutan sampah yang digunakan untuk membawa sampah dari sumber menuju TPA Air Dingin berjumlah 70 unit. Tabel 4 memperlihatkan jumlah dari transportasi sampah Kota Padang.
Tabel 4. Jumlah armada pengangkutan sampah Kota Padang
No. Tipe Jumlah (unit)
1. Arm Roll Truck 38
2. Dump Truck 32
Total 70
Sumber: Hasil penelitian, 2022 3.2 Pola Pengangkutan Sampah
Jenis truk sampah yang dioperasikan oleh DLH Kota Padang ada 2 jenis, yaitu Armroll dan Dump Truck. Untuk Armroll sistem pengangkutan sampahnya terbagi menjadi 2 menurut pola pengangkutannya:
a. Hauled Container System cara 1 dimana kendaraan dari pool menuju lokasi pertama dan membawa kontainer penuh sampah ke TPA, selanjutnya kontainer yang sudah kosong tersebut dikembalikan ke tempat semula. Lalu berlanjut ke lokasi kedua, dan begitu seterusnya sampai pada lokasi kontainer terakhir [9]. Jumlah armada yang beroperasi dengan system ini ada sebanyak 18 armada b. Hauled Container System cara 3 dimana kendaraan dari pool akan menuju lokasi kontainer pertama dengan membawa langsung kontainer kosong (atau dengan istilah bak gantung). Kontainer kosong lalu ditinggal di lokasi pertama dan membawa kontainer penuh sampah ke TPA, selanjutnya kontainer yang sudah kosong tersebut dibawa ke lokasi kedua. Di lokasi 2 kontainer kosong diturunkan dan kontainer yang penuh sampah dibawa ke TPA, begitu seterusnya sampai pada lokasi kontainer terakhir [9]. Jumlah armada yang beroperasi dengan sistem ini ada sebanyak 20 armada Untuk Dump Truck, sistem pengangkutan sampahnya disebut juga dengan Stationary Container System, yaitu sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya tidak dibawa atau tetap, tetapi sampahnya yang dimuat kedalam bak truk atau disebut juga dengan rute berlari. Total armada Dump Truck yang beroperasi di Kota Padang sebanyak 32 unit.
3.3 Rute Pengangkutan Truck Amroll
Posisi kontainer sampah di Kota Padang berjumlah 137 titik lokasi dengan kontainer berjumlah 162 kontainer. Berikut dijelaskan lokasi pengangkutan sampah sesuai dengan masing-masing unit Truck Armroll (TAR):
1) TAR 1 yaitu Mesjid Kebenaran, Jl. Trasinto, SMA 2, Tamsis, Terantang Beringin. Kontainer pada masing-masing lokasi tersebut berjumlah 1 dengan jumlah ritasi terbanyak 1 kali dalam sehari di Mesjid Kebenaran dan Tamsis, dan terendah 1 kali/minggu di Tarantang Beringin
2) TAR 2 yaitu BLPT Lubuk Lintah, SMP 30, Jl. Bahari/Ulak Karang. Kontainer di BLPT Lubuk Lintah berjumlah 2 dengan jumlah ritasi sebanyak 2 kali dalam sehari, dan yang terendah 1 kalo/minggu di Jl. Bahari/Ulak Karang
3) TAR 3 yaitu Pesantren Lumin, Bandar Buat, Plaza Andalas, Perumahan Anak Aie. Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1 kecuali di Plaza Andalas berjumlah 2. Ritasi terbanyak ada di Plaza Andalas yaitu 2 kali dalam sehari, dan terendah 1 kali/minggu di Perumahan Anak Aie.
4) TAR 4 yaitu Jembatan Marapalam, Kantor PU, Jl. Seranti, Polonia. Kontainer pada masing-masing lokasi tersebut berjumlah 1 dengan jumlah ritasi terbanyak 1 kali dalam sehari kecuali pada Kantor PU, 1 kali/minggu.
5) TAR 5 yaitu Danau Cimpago, Lemdadika Padang Basi, Belakang Tangsi. Kontainer pada masing- masing lokasi tersebut berjumlah 1 kecuali Danau Cimpago berjumlah 2, dengan jumlah ritasi terbanyak 2 kali dalam sehari di Danau Cimpago, dan terendah 1 kali/minggu di Belakang Tangsi.
6) TAR 6 yaitu Ujung Tanah, Asrama Brimob, Simpang Kalumpang, Dipo Air Tawar. Kontainer pada masing-masing lokasi ada 1 kecuali Ujung Tanah ada 2. Jumlah ritasi terbanyak 2 kali dalam sehari di Ujung Tanah, dan terendah 1 kali/minggu di Asrama Brimob.
7) TAR 7 yaitu Jembatan Marapalam, UBH Khatib Sulaiman, Perumahan Nuansa, IAIN Lubuk Lintah. Kontainer pada masing-masing lokasi ada 1 kecuali Jmebatan Marapalam ada 3 dan UBH Khatib Sulaiman ada 2. Ritasi terbanyak 2 kali/hari ada di Jembatan Marapalam dan ritasi terendah 1 kali/minggu di UBH Khatib Sulaiman.
8) TAR 8 yaitu Baznaz, Kantor TVRI, SMA 3 Gn Pangilun, Kantor Pengadilan, PJKA Simpang Haru.
Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1 dengan jumlah ritasi terbanyak 1 kali/hari di Kantor TVRI dan Kantor Pengadilan dan jumlah ritasi terkecil 1 kali/minggu di SMA 3 Gn Pangilun dan PJKA Simpang Haru.
9) TAR 9 yaitu Pasie Nan Tigo, Jl. By Pass Anak Air, Transmart, Rs. Siti Rahmah, Pinang Baririk.
Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1 dengan jumlah ritasi terendah 1 kali/hari di Rs.
Siti Rahmah.
10) TAR 10 yaitu Stasiun Tabing, Jl. Teluk Betung, UNP (luar), Pesantren Darul Ulum. Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1 dengan ritasi terbesar 1 kali/hari dan terendah 1 kali/3 hari di Pesantren Darul Ulum.
11) TAR 11 yaitu Tanjung Aur, Tamsis, LP Muaro, Gaung Teluk Bayur. Kontainer pada masing- masing lokasi berjumlah 1. Ritasi terbanyak 1 kali/hari di Tanjung Aur dan Tamsis, sedangkan ritasi terkecil 1 kali/minggu di Gaung Teluk Bayur.
12) TAR 12 yaitu Kampus Unand, Puskesmas Seb Padang, Simpang Gaduik, SMA 12. Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1 kecuali Kampus Unand berjumlah 5. Ritasi terbanyak 2 kali/hari di Kampus Unand dan ritasi terkecil 1 kali/minggu di SMA 12.
13) TAR 13 yaitu Jembatan Andalas, Perum Rahaka, Korem. Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1 kecuali Perum Rahaka ada 2. Ritasi terbanyak 2 kali/hari di Perum Rahaka dan ritasi terkecil 1 kali/minggu di Korem.
14) TAR 14 yaitu SMA 8 Anak Aie, Simpang Arai Pinang, Kampung Jao, Perum Mega Permai.
Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1. Ritasi terbanyak 1 kali/hari di Simpang Arai Pinang dan Kampung Jao, sedangkan ritasi terkecil 1 kali/2minggu di SMA 8 Anak Aie.
15) TAR 15 yaitu Perum Jondul Rawang, Basko, Lapai. Jumlah kontainer pada masing-masing lokasi 1 kecuali Perum Jondul Rawang ada 2. Ritasi terbesar 2 kali/hari di Perum Jondul Rawang dan ritasi terkecil 1 kali/2 hari di Basko.
16) TAR 16 yaitu SD Andalas, Bank Indonesia, Asratek, Seberang Padang. Kontainer pada masing- masing lokasi berjumlah 1 dengan ritasi 1 kali/hari.
17) TAR 17 yaitu Jembatan Siteba, Lantamal Teluk Bayur, PLN Wilayah. Kontainer pada masing- masing lokasi berjumlah 2 kecuali Lantamal Teluk Bayur berjumlah 1. Ritasi terbesar ada 2 kali/hari di Jembatan Siteba dan ritasi terkecil 1 kali/minggu di PLN Wilayah.
18) TAR 18 yaitu SMK 1 Lubuk Lintah, Jati 2, Patenggangan. Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1 kecuali Patenggangan ada 2. Ritasi terbesar 2 kali/hari di Patenggangan dan ritasi terkecil 1 kali/2 minggu di SMK 1
19) TAR 19 yaitu BPD, SMA 1, Sp Rumah Potong. Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1 kecuali SMA 1 ada 2. Ritasi terbesar 2 kali/hari di SMA 1 dan ritasi terkecil 1 kali/1 minggu di PBD
20) TAR 20 yaitu Sp Tabing, Wowo Veteran, UNP. Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1 kecuali Sp Tabing ada 2. Ritasi terbesar 2 kali/hari di Sp Tabing dan ritasi terkecil 1 kali/2 minggu di UNP
21) TAR 21 yaitu Pasar Gaung, RSUD, Pasar Pagi, Parkiran Muaro Lasak. Kontainer pada masing- masing lokasi berjumlah 1. Ritasi terbesar 1 kali/hari di Pasar Gaung, Pasar Pagi, Parkiran Muaro Lasak, dan ritasi terkecil 1 kali/1 minggu di RSUD.
22) TAR 22 yaitu Jl. Anduring, SMA 1 Lolong, RSUP M Jamil, Situjuh. Kontainer pada masing- masing lokasi berjumlah 1. Ritasi terbesar 1 kali/hari di Pasar Jl. Anduring, RSUP M Jamil, Situjuh, dan ritasi terkecil 1 kali/1 minggu di SMA 1 Lolong
23) TAR 23 yaitu Tarandam, Atok Genteng, Politeknik, Parak Pisang. Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1 kecuali Tarandam ada 2. Ritasi terbesar 2 kali/hari di Tarandam dan ritasi terkecil 1 kali/1 minggu di Politeknik.
24) TAR 24 yaitu Kantor Koramil Bungus, Kampung Pinang, TPI, Bungus Barat, Gates, Parak Nipah.
Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1. Ritasi terbesar 1 kali/2 hari di Kantor Koramil Bungus, Gates, dan ritasi terkecil 1 kali/1 minggu di Bungus Barat.
25) TAR 25 yaitu DPR Provinsi, Lapangan Matador, Perum Linggar Jati. Kontainer pada masing- masing lokasi berjumlah 1 kecuali Lapangan Matador ada 2. Ritasi terbesar 2 kali/hari di Lapangan Matador dan ritasi terkecil 1 kali/hari di DPR Provinsi dan Perum Linggar Jati.
26) TAR 26 yaitu Perumnas Belimbing. Kontainer di Perumnah Belimbing berjumlah 1 dengan ritasi 3 kali/hari.
27) TAR 27 yaitu Parkiran Balai Kota, Pantai Muaro, Kantor PU Khatib Sulaiman. Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1. Ritasi terbesar 1 kali/hari di Pantai Muaro, Kantor PU Khatib Sulaiman dan ritasi terkecil 1 kali/2 hari di Parkiran Balai Kota.
28) TAR 28 yaitu Kampus UBH, Kapalo Koto, Jalan Paus. Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 2 kecuali Kampus UBH ada 1. Ritasi terbesar 2 kali/hari di Kapalo Koto, Jalan Paus dan ritasi terkecil 1 kali/3 hari di Kampus UBH.
29) TAR 29 yaitu SD 41 Seberang Padang, Poliguna, Jembatan Tamsis. Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1 kecuali Poliguna ada 2. Ritasi terbesar 2 kali/hari di Poliguna dan ritasi terkecil 1 kali/2 hari di SD 41 Seberang Padang.
30) TAR 30 yaitu Perum. Cendana, Sako, Jati 4, Flamboyan. Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1. Ritasi terbesar 1 kali/hari dan ritasi terkecil 1 kali/3 hari di Sako.
31) TAR 31 yaitu Perum. Indarung, Lp. Anak Aie, SMP 30, Pasar Pagi. Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1. Ritasi terbesar 1 kali/hari dan ritasi terkecil 1 kali/minggu di Lp. Anak Aie.
32) TAR 32 yaitu TPU Tungul Hitam, Sendik BRI, Pantai Air Manis. Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1. Ritasi terbesar 2 kali/hari di TPU Tungul Hitam dan ritasi terkecil 1 kali/minggu di Sendik BRI.
33) TAR 33 yaitu Jl. Ratulangi, Hutan Kota, Kantor Polda, Bukit Putus. Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1. Ritasi terbesar 1 kali/hari dan ritasi terkecil 1 kali/3 hari di Bukit Putus.
34) TAR 34 yaitu Rumah Sakit Unand, Kayu Gadang, Ujung Tanah. Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1 kecuali Ujung Tanah ada 2. Ritasi terbesar 2 kali/hari di Ujung Tanah dan ritasi terkecil 1 kali/3 hari di Rumah Sakit Unand dan Kayu Gadang.
35) TAR 35 yaitu Lapangan Batang Arau, Batalyon Sakti, Parak Kopi, Gedung Bagindo Aziz Chan.
Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1. Ritasi terbesar 1 kali/hari dan ritasi terkecil 1 kali/minggu di Batalyon Sakti.
36) TAR 36 yaitu Kantor Gubernur, Danau Cimpago, Pemancingan. Kontainer pada masing-masing lokasi berjumlah 1. Ritasi terbesar 1 kali/hari dan ritasi terkecil 1 kali/3 hari di Kantor Gubernur.
37) TAR 37 yaitu Pelindo Teluk Bayur, Lapangan Matador. Kontainer di Pelindo Teluk Bayur berjumlah 2 dan di Lapangan Matador berjumlah 1, dengan jumlah ritasi masing-masing 1 kali/hari.
38) TAR 38 yaitu Ujung Gurun, Seberang Palinggam, Bumi Minang, M Hatta. Kontainer pada masing- masing lokasi berjumlah 1. Ritasi terbesar 3 kali/hari di Ujung Gurun dan ritasi terkecil 1 kali/hari di Seberang Palinggam, Bumi Minang dan M Hatta.
3.4 Waktu Tempuh
Waktu tempuh adalah waktu yang terpakai/digunakan selama perjalanan mulai dari titik penjemputan /posisi kontainer sampai ke TPA Air Dingin. Waktu loading dan unloading kontainer serta waktu yang dipakai selama perjalanan juga dihitung. Penghitungan waktu menggunakan aplikasi GPS My Tracks yang diinstall ke Hp, selanjutnya Hp tersebut diikutkan jalan bersama truk sampah. Data rekaman dari aplikasi di export ke format gpx sehingga bisa dibaca melalui google earth.
Dari 38 unit Armroll Truck, waktu tempuh terlama ada pada TAR 24 dengan total waktu tempuh 362 Menit, dimana lokasi kontainer terjauhnya ada di Parak Nipah Bungus dengan waktu tempuh ke TPA 68 menit dan lokasi kontainer terdekatnya dari TPA ada di Gates Gaung dengan waktu tempuh 42 menit. Untuk Armroll dengan waktu tempuh terpendek ada pada TAR 27 dengan total waktu tempuh 69 menit dimana kontainer terjauh di Muaro dengan waktu tempuh 28 menit dan yang terdekat ada di Balai Kota dengan waktu tempuh 16 menit. Rata-rata waktu tempuh untuk seluruh unit adalah 124,84 Menit. Adapun detail waktu tempuh per unit dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Waktu tempuh Armroll Truck Kendaraan Total Waktu
Tempuh (Mnt) Kendaraan Total Waktu Tempuh (Mnt)
TAR 1 180,6 TAR 20 80
TAR 2 102,6 TAR 21 125,5
TAR 3 99,6 TAR 22 155
TAR 4 151,8 TAR 23 169
TAR 5 97 TAR 24 362
TAR 6 109,1 TAR 25 84,5
TAR 7 106,1 TAR 26 75
TAR 8 68,7 TAR 27 69
TAR 9 98,5 TAR 28 91,1
TAR 10 87 TAR 29 113,3
TAR 11 123,6 TAR 30 186
TAR 12 264 TAR 31 131
TAR 13 87,5 TAR 32 112
TAR 14 124,6 TAR 33 130,2
TAR 15 98 TAR 34 105
TAR 16 138,8 TAR 35 161,1
TAR 17 122,6 TAR 36 112
TAR 18 92 TAR 37 81
TAR 19 96,2 TAR 38 153
Sumber: Hasil penelitian, 2022
3.5 Kapasitas Sampah yang Terangkut
Untuk kapasitas sampah yang terangkut dicatat berdasarkan No Pol dari masing masing unit / truck yang sampai ke TPA Air Dingin. Data rata-rata sampah berasal dari data sampah harian yang masuk ke TPA Air Dingin selama 8 hari, mulai dari tanggal 10 Oktober 2020 sampai dengan 17 Oktober 2020.
Kapasitas sampah yang terangkut menggunakan Armroll Truck terbanyak berjumlah 22,905 Ton dengan no TAR 24, sedangkan terkecil berjumlah 7,861 Ton dengan no TAR 26. Sedangkan Dump Truck terbanyak berjumlah 8,382 Ton dengan no DT 18 sedangkan terkecil berjumlah 1,314 Ton dengan no DT 16.
3.6 Skenario Rute pengangkutan
Dari rute pengangkutan yang saat ini sudah ada, kemudian dibuat skenario rute dimana rute pengantaran sampah dari titik penjemputan ke TPA dibuatkan rute baru kemudian dilakukan pembandingan antar rute tersebut.
a. Rute Skenario 1 untuk Armroll Truck
Skenario 1 merupakan rute eksisting yang dilalui oleh unit pengantaran sampah ke TPA. Rute ini merupakan rute yang paling sering dilalui dan merupakan rute utama. Pada skenario 1 ini, didapat rata-rata jarak tempuh dan waktu tempuh untuk 38 unit Armroll Truck masing-masing sebesar 141,97 Km dan 124,84 Menit.
b. Rute Skenario 2 untuk Armroll Truck
Skenario 2 merupakan rute alternatif untuk pengantaran sampah. Rute ini juga digunakan oleh unit pengantaran jika pada rute pertama ditemukan halangan dalam perjalanan seperti kemacetan dll.
Rute dipilih berdasarkan rute terpendek kedua dari titik penjemputan kontainer ke TPA.
Pengukuran jarak dibantu dengan Google Maps. Pada skenario 2 ini, didapat rata rata jarak tempuh dan waktu tempuh untuk 38 unit Armroll Truck masing-masing sebesar 151,66 Km.
c. Rute Skenario 3 untuk Armroll Truck
Skenario 3 sama dengan skenario 2 dimana dipilih berdasarkan rute terpendek ketiga dari titik penjemputan kontainer ke TPA, dan juga dilalui oleh unit pengantaran sampah jika ditemukan halangan dalam perjalanan untuk dua rute diatas. Pada skenario 3, didapat rata rata jarak tempuh dan waktu tempuh untuk 38 unit Armroll Truck masing-masing sebesar 158,04 Km.
3.7 Penilaian Rute Pengangkutan Dengan LCA
Sistem pengelolaan sampah masing-masing scenario selanjutnya dianalisis kelayakannya secara aspek lingkungan dan potensial dari masing-masing yang terdapat pada sistem pengelolaan sampah yaitu sistem transportasi atau rute pengantaran sampah sampai ke TPA. LCA dilakukan dengan mengidentifikasi kebutuhan energi dan emisi yang dilepaskan ke lingkungan.
a. Karakterisasi Dampak
Karakterisasi dampak akan menenutukan besarnya dampak yang telah diklasifikasikan, dalam hal ini untuk kategori GWP.
Tabel 6 memperlihatkan perbandingan hasil karakterisasi dampak untuk masing masing rute pengangkutan per kendaraan untuk Armroll Truk.
Tabel 6. Perbandingan GWP untuk 3 skenario masing-masing unit Armroll Truk (Kg CO2 eq)
GWP T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
S1 18,7307 42,8349 33,8179 56,6729 39,5758 23,6494 47,4380 50,1401 51,6215 89,9782 S2 19,5102 46,3802 39,0062 57,5824 41,4434 24,7505 55,0059 49,8855 56,8352 101,7305 S3 20,0670 47,6589 40,1939 61,3956 45,0137 25,6014 53,0810 51,8592 61,2765 104,7502
GWP T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
S1 35,7957 35,4643 41,2912 28,8939 32,6085 32,2707 38,1704 52,1926 38,2964 37,4801 S2 38,5029 37,2963 44,8604 31,7809 34,1047 33,1016 41,8512 54,8360 40,2210 41,2341 S3 40,8546 38,0568 50,1793 33,3820 37,5959 34,6026 42,0966 57,5381 41,2574 44,4220
GWP T21 T22 T23 T24 T25 T26 T27 T28 T29 T30
S1 22,271 17,636 64,183 27.20 44,463 247,4445 14,134 29,042 32,588 29,3953 S2 23,0618 20,4832 64,2560 28,6768 46,5324 262,6424 15,3742 32,3720 35,3480 32,0194 S3 25,0269 21,3048 66,3687 29,9021 49,0593 262,6424 16,3225 34,6226 35,0390 33,9300
GWP T31 T32 T33 T34 T35 T36 T37 T38 Total S1 35,2484 29,0179 39,1647 22,7940 17,0288 14,8538 29,540 68,985 1.611,913 S2 39,0563 30,9225 40,4103 24,1583 17,5002 15,3648 32,284 70,7857 1.721,1674 S3 39,4937 32,9769 42,2309 25,7745 17,7359 16,0243 34,468 74,7843 1.788,58952
b. Interpretasi (Life Cycle Impact Interpretation)
Interpretasi tahap akhir dalam tahapan LCA bertujuan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan menyimpulkan analisis dampak lingkungan dari semua tahapan proses transportasi sampah di Kota Padang. Tahap ini, dianalisis kontribusi dampak pada masing-masing tahapan proses untuk mengetahui emisi apa saja berkontribusi terhadap dampak lingkungan dari semua tahapan skenario kemudian dibandingkan sehingga mendapatkan rekomendasi alternatif yang memiliki dampak paling sedikit.
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa rute terbesar dampaknya terjadi pada rute T26 untuk skenario 1, 2, dan 3, yaitu 247,4445 Kg CO2 eq., 262,6424 Kg CO2 eq., dan 262,6424 Kg CO2 eq.
Untuk dampak terkecil terjadi pada rute T27 untuk ketiga skenario, dimana besar dampak untuk masing-masing skenario 1, 2, dan 3 adalah 14,134 Kg CO2 eq., 15,3742 Kg CO2 eq., dan 16,3225 Kg CO2 eq. Hal ini disebabkan oleh T26 mempunyai rute pengantaran sampah dari Bungus Teluk Kabung, dimana ini adalah rute pengantaran terjauh dari seluruh posisi kontainer sampah yaitu total 465,65 Km dan total 22,9 Ton sampah. Sedangkan T27 melakukan penjemputan kontainer sampah di Belimbing untuk 3 unit kontainer sampah dengan total 77,5 Km dan total sampah 7,86 Ton.
Apabila dibandingkan besaran dampak GWP untuk ketiga skenario untuk setiap rutenya, maka dapat dilihat bahwa untuk semua skenario dampak GWP terkecil terjadi pada skenario 1, kecuali pada T8, dimana dampak terkecil terjadi pada skenario 2. Hal ini dapat terjadi karena rute pengantaran sampah untuk 2 titik penjemputan di Gadut dan Kampus Unand, pengantaran langsung menuju jalan By Pass (untuk skenario 1) untuk menghindari pemukiman penduduk dan jalan kecil, sedangan skenario 2 nya adalah rute Gunung Nago dan Jalan Raya Belimbing Sungai Sarik merupakan rute terpendek tetapi rute yang melalui pemukiman penduduk dan jalan yang kecil.
Untuk dampak terbesar diantara ketiga skenario pada tiap rute, berdasarkan Tabel 6, dapat kita lihat bahwa skenario 3 memiliki dampak GWP terbesar, kecuali untuk T26 dan T29, dimana yang terbesar adalah skenario 2. Hal ini disebabkan karena skenario 2 dan 3 untuk T26 sama, yaitu melewati jalur Jln Sutan Syahril, Hamka dan Tabing. Sedangkan untuk T29 salah satu titik penjemputan kontainernya yaitu Kontainer Lapangan Batang Arau, jalur skenario 2 nya memiliki jalur lebih jauh dibandingkan dengan skenario 3 yaitu melewati jalur Siteba, sedangkan skenario 2 memilih jalur Tunggul Hitam dan Dadok.
Secara keseluruhan, jika dibandingkan antar ketiga skenario dalam gabungan keseluruhan rute, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3, skenario 1 adalah skenario yang memiliki dampak GWP terkecil yaitu 1.611,913 kg CO2 eq., sedangkan skenario 3 adalah yang terbesar yaitu 1.788,58952 kg CO2 eq. Hal ini disebabkan oleh rute pengantaran sampah untuk skenario 1 adalah rute terpendek dan rute yang paling aman untuk dilalui truk pengantaran sampah, karena rute 1 adalah rute utama dan langsung mengarah ke jalan By Pass. Disamping itu, rute 1 juga menghindari jalan pemukiman penduduk. Sedangkan untuk skenario 3 mempunyai dampak paling besar karena jarak pengantaran sampah dari titik penjemputan ke TPA paling jauh. Kadang jalur ini juga dipakai sebagai alternatif pengantaran sampah jika terjadi kendala dan halangan pada rute utama.
Gambar 3. Perbandingan dampak GWP antar skenario rute transportasi sampah Armroll Truck Sumber: Hasil penelitian, 2022
Gambar 4. Perbandingan dampak GWP rute transportasi sampah Dump Truck Sumber: Hasil penelitian, 2022
c. Rekomendasi Perbaikan
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari analisis interpretasi maka ada beberapa upaya perbaikan yang dapat dilakukan dalam upaya mendapat rute pengangkutan yang lebih ramah lingkungan.
a) Untuk Rute skenario 1 Armroll Truck secara umum merupakan pilihan terbaik, tapi ada beberapa rute dimana skenario 2 merupakan rute dengan dampak GWP yang lebih kecil dibandingkan dengan skenario 1. Rute ini adalah penjemputan container di Gadut dan Kampus Unand Limau Manis. Untuk container Gadut, skenario 1 nya adalah jalan By Pass – TPA Air Dingin, dan skenario 2 nya adalah Pasar Baru – Lambung Bukit – Belimbing – Lubuk Minturun.
Untuk container Kampus Unand skenario 1 nya adalah jalan By Pass – TPA Air Dingin, dan skenario 2 nya adalah Lambung Bukit – Belimbing – Lubuk Minturun.
b) Untuk mendapatkan nilai GWP yang kecil dari Rute pengantaran sampah Kota Padang, maka truk sampah harus melewati rute dengan dampak GWP terkecil meskipun itu bukan rute utama atau rute eksisting.
c) Untuk menurunkan efek GWP bisa juga dilakukan dengan pengurangan pemakaian bahan bakar. Pengurangan pemakaian bahan bakar bisa dilakukan jika rute yang dilalui lebih pendek.
Maka rute skenario rute terpendek merupakan pilihan terbaik untuk mendapatkan angka GWP terkecil meskipun bukan rute utama atau rute eksisting.
d) Dump Truck unit no 6 mempunyai rute paling panjang yaitu sepanjang 55,1 Km dengan dampak GWP yang dihasilkan sebesar 7880,8544 Kg CO2 eq. Untuk menurunkan dampak GWP bisa dilakukan dengan memangkas rute perjalanan atau dibagi untuk dua unit Dump Truck atau dengan membuat dua kali ritasi untuk rute penjemputan ini sehingga nilai TKM nya bisa turun dan nilai GWP nya juga akan turun.
4. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah untuk rute eksisting Armroll Truck merupakan rute terpendek dan paling cepat waktu tempuh serta jaraknya dari titik penjemputan kontainer sampah ke TPA, kecuali untuk kontainer dari Indarung dan Kampus Unand. Truk melewati rute skenario 2 yaitu Armroll Truck BA 8303 B dengan titik penjemputan kontainer: Container Gadut, rute yang dilewati untuk ke TPA adalah jalan By Pass, sedangkan rute terpendeknya adalah Pasar Baru – Lambung Bukit – Belimbing – Lubuk Minturun, dan Container Kampus Unand dengan rute yang dilewati untuk ke TPA adalah jalan By Pass, sedangkan rute terpendeknya adalah Lambung Bukit – Belimbing – Lubuk Minturun. Tapi secara keseluruhan, rute eksisting masih merupakan rute terpendek untuk pengantaran sampah Kota Padang.
Dari 3 skenario yang dibuat, didapatkan bahwa skenario 1 adalah yang paling baik atau paling rendah nilai GWP nya dan juga merupakan rute eksisting truk pengantaran sampah kota Padang. Untuk Armroll Truck didapatkan hasil GWP sebagai berikut: Skenario 1, nilai GWP sebesar 1611,913 kg CO2 eq, Skenario 2, nilai GWP sebesar 1721,1674 kg CO2 eq, Skenario 3, nilai GWP sebesar 1788,58952 kg CO2 eq.
Sedangkan untuk Dump Truck, didapat nilai GWP tertinggi pada unit BA 8183 B, dengan nilai GWP 7880,8544 kg CO2 eq, dan nilai GWP terendah pada unit BA 8603 AM dengan nilai GWP 1191,9464 kg CO2 eq.
5. Daftar Pustaka
[1] Finansia, C. (2021). Life Cycle Assessment Pada Transportasi Distribusi Produk Kertas. Industri Inovatif: Jurnal Teknik Industri, 11(2), 98-105.
[2] Raharjo, S., Ihsan, T., & Wahyuni, T. (2016). Pengembangan Pengelolaan Sampah Perkotaan Dengan Pola Pemanfaatan Sampah Berbasis Masyarakat Di Kabupaten Tanah Datar. Jurnal Dampak, 13(2), 76. https://doi.org/10.25077/dampak.13.2.76-88.2016
[3] Das, S., & Bhattacharyya, B. K. (2015). Optimization of municipal solid waste collection and transportation routes. Waste Management, 43, 9–18. https://doi.org/10.1016/j.wasman.2015.06.033 [4] Mandpe, A., Bhattacharya, A., Paliya, S., Pratap, V., Hussain, A., & Kumar, S. (2022). Life-cycle assessment approach for municipal solid waste management system of Delhi city. Environmental Research, 212(PC), 113424. https://doi.org/10.1016/j.envres.2022.113424
[5] Mardiani, U., Yossyafra, & Gunawan, H. (2013). Efisiensi Rute Truk Pengangkutan Sampah Sistem Stationary Container di Kota Padang dengan Menggunakan Algoritma Nearest Neighbour. Teknika, 20(2), 35–44. http://ft.unand.ac.id/teknika/TeknikA Vol 20 No 2 Nov 2013-Uci Mardiani.pdf [6] Komala, P. S., Aziz, R., & Ramadhani, F. (2012). Analisis Produktivitas Sistem Transportasi
Sampah Kota Padang Productivity Analysis of Municipal Waste Transportation System in Padang
City. Jurnal Teknik Lingkungan UNAND, 9(2), 95–109.
http://lingkungan.ft.unand.ac.id/images/fileTL/Dampak9-2/1-Puti Sri Komala.pdf
[7] Ramadan, B. S., Safitri, R. P., Cahyo, M. R. D., & Wibowo, Y. G. (2019). Optimasi Sistem Pengangkutan Sampah Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Jurnal Presipitasi : Media Komunikasi Dan Pengembangan Teknik Lingkungan, 16(1), 8.
https://doi.org/10.14710/presipitasi.v16i1.8-15
[8] Anas, R., Tamin, O. Z., & Wibowo, S. S. (2015). Applying input-output model to estimate the broader economic benefits of Cipularang Tollroad Investment to Bandung District. Procedia Engineering, 125, 489–497. https://doi.org/10.1016/j.proeng.2015.11.042
[9] Damanhuri, E., & Padmi, T. (2010). Diktat Kuliah Pengelolaan sampah. Diktat Program Studi Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung, 30. https://doi.org/10.1364/JOSAA.1.000711S.
[10] Aziz, R., Chevakidagarn, P., & Danteravanich, S. (2016). Life cycle sustainability assessment of community composting of agricultural and agro industrial wastes. Journal of Sustainability Science and Management, 11(2), 57–69.
[11] Guinée, J. B., Gorrée, M., Heijungs, R., Huppes, G., Kleijn, R., De Koning, A., ... & Weidema, B.
P. (2001). Life cycle assessment; An operational guide to the ISO standards; Parts 1 and 2. Ministry of housing, spatial planning and environment (VROM) and centre of environmental science (CML), Den Haag and Leiden, The Netherlands.
[12] Kautzar, G. Z., Sumantri, Y., & Yuniarti, R. (2015). Analisis Dampak Lingkungan Pada Aktivitas Supply Chain Produk Kulit Menggunakan Metode LCA dan ANP. Rekayasa, Jurnal Manajemen, Dan Sistem Industri, 3(1), 200–211.
[13] Finnveden, G., Hauschild, M. Z., Ekvall, T., Guinée, J., Heijungs, R., Hellweg, S., Koehler, A., Pennington, D., & Suh, S. (2009). Recent developments in Life Cycle Assessment. In Journal of Environmental Management. https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2009.06.018
[14] Andersen, J. K., Boldrin, A., Christensen, T. H., & Scheutz, C. (2011). Mass balances and life cycle inventory of home composting of organic waste. Waste Management.
https://doi.org/10.1016/j.wasman.2011.05.004
[15] Sonnemann, G., Vigon, B., Rack, M., & Valdivia, S. (2013). Global guidance principles for life cycle assessment databases: development of training material and other implementation activities on the publication. The International Journal of Life Cycle Assessment, 18, 1169-1172.