• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SPASIAL DAERAH POTENSI RAWAN LONGSOR DI KOTA AMBON DENGAN MENGGUNAKAN METODE SMORPH Spatial Analysis of Potential Landslide Area in Ambon City Using SMORPH Method

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "ANALISIS SPASIAL DAERAH POTENSI RAWAN LONGSOR DI KOTA AMBON DENGAN MENGGUNAKAN METODE SMORPH Spatial Analysis of Potential Landslide Area in Ambon City Using SMORPH Method"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

http://jtsl.ub.ac.id 213

ANALISIS SPASIAL DAERAH POTENSI RAWAN LONGSOR DI KOTA AMBON DENGAN MENGGUNAKAN METODE SMORPH

Spatial Analysis of Potential Landslide Area in Ambon City Using SMORPH Method

Heinrich Rakuasa1,2 *, S. Supriatna1, Mangapul Parlindungan Tambunan1, Melianus Salakory2, Wiclif. S. Pinoa2

1 Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok 16424

2 Program Studi Pendidikan Geografi, FKIP, Universitas Pattimura, Ambon 97233

* Penulis korespondensi: [email protected]

Abstrak

Kondisi geografis Kota Ambon yang 75% merupakan daerah perbukitan mengakibatkan sebagian besar masyarakat membangun di daerah dengan kemiringan di atas 20%, yang berpotensi mengancam jiwa dan bencana tanah longsor. Identifikasi dan pemetaan daerah yang berpotensi longsor memiliki peran penting sebagai upaya penanggulangan dan antisipasi terjadinya bencana longsor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persebaran daerah potensi longsor di Kota Ambon menggunakan metode morfologi lereng atau SMORPH untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan daerah yang berpotensi longsor berdasarkan matriks antara bentuk lereng dan sudut kemiringan lereng. Kajian ini menghasilkan 4 tingkatan daerah yang berpotensi longsor, yaitu potensi sangat rendah, rendah, sedang dan tinggi. Wilayah dengan potensi longsor tinggi mendominasi bagian utara dan selatan Kota Ambon. Di wilayah tersebut, sebagian besar longsor terjadi dalam bentuk lereng cekung dan cembung. Wilayah ini memiliki topografi berbukit dan bergunung dengan kemiringan lereng yang terjal. Hasil penelitian ini dapat menggambarkan bahwa semakin tinggi disertai dengan bentuk lereng yang cembung atau cekung akan menyebabkan potensi longsor yang semakin tinggi di wilayah tersebut.

Kata kunci : analisis spasial, Kota Ambon, rawan longsor, SMORPH

Abstract

The geographical condition of Ambon City, which is 75% a hilly area resulted in most communities building in areas with slopes above 20%, which has the potential to threaten life and landslide disasters. Identification and mapping of potential landslide areas have an important role as an effort in overcoming and anticipating the occurrence of landslide disasters. This study aimed to analyze the spread of potential landslide areas in Ambon City based on the slope morphology or SMORPH method to identify and classify potential landslide areas based on the matrix between slope shape and slope angle. This study resulted in 4 levels of landslide potential areas, namely very low, low, medium and high potential. Areas with high landslide potential dominate the northern and southern parts of Ambon City. In the region, most landslides occur in the form of sunken and convex slopes. The region has a hilly and mountainous topography with a steep slope. The results of this study can illustrate that the higher slope accompanied by the shape of a convex or concave slope will cause the potential for landslides that are higher in the region.

Keywords : Ambon City, landslide prone, SMORPH, spatial analysis

(2)

http://jtsl.ub.ac.id 214 Pendahuluan

Indonesia merupakan wilayah yang memiliki kejadian bencana alam yang terdiri atas bencana hidrometerologi dan geologi (BNPB, 2020).

Bencana alam ini juga dipengaruhi oleh kondisi geografis Indonesia yang berada pada daerah tropis dan pada pertemuan dua samudera dan dua benua membuat wilayah ini rawan akan bencana alam (Djalante et al., 2017). Berdasarkan laporan Indeks Resiko Bencana Indonesia (IRBI) tercatat sepanjang tahun 2020 terjadi 2.939 kejadian bencana, yaitu bencana banjir (1.070 kejadian), bencana puting beliung (879 kejadian) dan bencana tanah longsor (575 kejadian) (BNPB, 2020). Dampak bencana pada tahun 2020 adalah lebih dari 6,4 juta jiwa penduduk yang menderita dan mengungsi dan 370 jiwa meninggal dunia. Kemudian, jumlah infrastruktur yang terdampak bencana antara lain lebih dari 42 ribu rumah dan dua ribu fasilitas (fasilitas pendidikan, kesehatan, kantor, jalan, dan jembatan) yang rusak. Berdasarkan indeks risiko bencana kabupaten/kota, Kota Ambon berada pada kelas resiko sedang dengan total skor 105,02 (BNPB, 2020)

Tanah longsor adalah pergerakan massa batuan atau tanah yang bergerak akibat gaya gravitasi yang menarik ke bawah disertai dengan adanya gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada material bawaan (McColl, 2022). Tanah longsor merupakan salah satu bencana hidrometerologi dan geologi yang sering terjadi dengan jumlah korban jiwa dan kerugian material yang cukup besar (Jakob, 2022).

Bencana tanah longsor dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor alam berupa curah hujan (Salunkhe et al., 2022), kemiringan lereng dan kondisi tanah (Paronuzzi et al., 2022), dan faktor manusia (Skilodimou et al., 2018) berupa pemanfaatan tanah yang kurang memperhatikan kondisi fisik wilayah (Khalil et al, 2020). Selain faktor alamiah, longsor juga dapat disebabkan oleh adanya aktivitas manusia yang mempengaruhi bentang alam, seperti kegiatan pertanian, pembebanan lereng dan penambangan (Nguyen et al., 2012; Persichillo et al., 2018). Bahaya tanah longsor di Kota Ambon dari waktu ke waktu semakin mengancam kehidupan warga yang bermukim di daerah lereng gunung (Aditian et al., 2018). Kondisi geografis Kota Ambon yang 75% merupakan

daerah perbukitan mengakibatkan sebagian besar masyarakat membangun di daerah berlereng dengan kemiringan lereng di atas 20%, yang berpotensi mengancam keselamatan nyawa dan terjadinya bencana tanah longsor (Rakuasa and Rifai, 2021). Kota Ambon berdasarkan indeks resiko bencana tanah longsor tahun 2020 berada pada kelas resiko sedang dengan total skor yaitu 8.60 (BNPB, 2020).

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Souisa et al. (2016) tentang Landslide hazard and risk assessment for Ambon city using landslide inventory and geographic information system, yang membagi Kota Ambon menjadi 4 zona bahaya longsor yaitu zona sangat sangat berbahaya (kritis) dengan luasan 51,77 ha (14,46%), zona sangat berbahaya (tidak stabil) 168,72 ha (47,12%), zona cukup berbahaya (tidak stabil) dengan luasan 108,48 ha (30,30%), dan zona bahaya rendah (stabil) dengan luas 29,08 ha (8,12%). Rakuasa and Rifai (2021) juga melakukan penelitian tentang pemetaan kerentanan bencana tanah longsor berbasis sistem informasi geografis di Kota Ambon dan hasil penelitiannya membagi Kota Ambon menjadi 3 zona kerentanan tanah longsor, yaitu:

zona tanah longsor rendah, mempunyai luas ± 5.957,67 ha (17,81%), zona tanah longsor sedang, mempunyai luas ± 18.584,59 ha (17,81%) dan zona tanah longsor tinggi mempunyai luas ± 8.900,11 ha (26,61%).

Penelitian ini secara sederhana melihat pengaruh dari kemiringan serta bentuk lereng yang ada di Kota Ambon yang dapat dianalisa menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk memetakan wilayah yang berpotensi terjadi tanah longsor karena secara geografis Kota Ambon berada pada kemiringan lereng >15% dengan luasan 16.213,84 ha atau 47,77% dari total luasan Kota Ambon.

Identifikasi dan pemetaan daerah potensi longsor memiliki peran penting sebagai upaya dalam menanggulangi dan mengantisipasi terjadinya bencana tanah longsor (Hamida and Widyasamratri, 2019).

Sistem Informasi Geografis merupakan tools yang sangat berperan penting untuk mengidentifikasi wilayah potensi tanah longsor secara spasial dan temporal di Kota Ambon (Bhunia and Shit, 2022; Phong et al., 2022). Salah satu metode SIG yang paling sederhana dan akurat untuk mengidentifikasi daerah potensi

(3)

http://jtsl.ub.ac.id 215 longsor adalah metode slope morphology atau

SMORPH (Ramdhoni et al., 2020). Menurut peneliti-peneliti terdahulu metode SMORPH cukup baik dan sederhana untuk membantu mengidentifikasi potensi longsor disuatu daerah yang hanya menggunakan variabel bentuk lereng dan kemiringan lereng yang diperoleh dari pengolahan data Digital Elevation Model (DEM) (Ramdhoni et al., 2020; Mufidawati et al., 2021)

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan upaya mitigasi awal terhadap ancaman longsor dengan memetakan daerah- daerah potensi longsor di Kota Ambon untuk meminimalisir bahaya dan kerugian jika terjadi bencana tanah longsor di Kota Ambon.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persebaran wilayah potensi tanah longsor di Kota Ambon berdasarkan hasil pemodelan SMORPH.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan di Kota Ambon yang secara geografis terletak pada garis lintang 3°34'4,80''- 3°47'38,4'' Lintang Selatan dan

128°1'33,6''-128°18'7,20'' Bujur Timur dengan luas wilayah administratif Kota Ambon yaitu 32.573,68 ha, dan secara administrasi Kota Ambon terdiri atas Kecamatan Nusaniwe, Kecamatan Serimau, Kecamatan Leitimur Selatan, Kecamatan Teluk Ambon Baguala dan Kecamatan Teluk Ambon. Penelitian ini menggunakan metode slope morphology atau SMORPH yang memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dari metode Storie Index dan SINMAP untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi daerah potensi longsor berdasarkan matriks antara bentuk lereng dan sudut lereng (Harist et al., 2018). Bahan yang digunakan dalam penelitian diantarannya yaitu peta administrasi Kota Ambon skala 1:50.000 - BAPEKOT Ambon, Peta Rupa Bumi (RBI) Kota Ambon skala 1:50.000 - Badan Informasi Geospasil, data DEM Nasional Kota Ambon - Badan Informasi Geospasil. Alat yang digunakan untuk proses pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini yaitu GPS, dan software Microsoft Office, ArcGIS 10.8. Penelitian ini dimulai dengan penentuan wilayah penelitian di Kota Ambon (Gambar 1).

Gambar 1. Alur kerja.

(4)

http://jtsl.ub.ac.id 216 Variabel utama yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data topografi yang berupa kemiringan lereng dan bentuk lereng. Variabel tersebut digunakan untuk metode Slope Morphology (SMORPH) sehingga menghasilkan wilayah potensi tanah longsor di Kota Ambon.

Proses pengolahan data SMORPH menggunakan data Digital Elevation Model (DEM) yang diekstraksi menjadi kemiringan lereng dan bentuk lereng. Data DEM diolah menggunakan software ArcGIS 10.8 dengan menggunakan tools berupa slope untuk menghasilkan data kemiringan lereng (dalam persen). Langkah selanjutnya adalah mengolah data bentuk lereng. Pengolahan ini menggunakan tools berupa curvature untuk menghasilkan bentuk lereng. Klasifikasi bentuk lereng dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi bentuk lereng.

Bentuk Lereng Nilai

Cekung <-0,1

Datar -0,1-0,01

Cembung >0,01

Sumber: Triwahyuni et al (2017; Ramdhoni et al.

(2020).

Hasil dari pengolahan data kemiringan lereng dan bentuk lereng ini akan di overlay untuk menentukan kelas potensi longsor berdasarkan matriks SMORPH pada Tabel 2. Analisis spasial dalam penelitian dilakukan untuk mengetahui persebaran wilayah potensi longsor dengan metode SMORPH yang didasarkan pada pengaruh kemiringan lereng dan bentuk lereng yang ada di Kota Ambon.

Tabel 2. Matriks SMORPH.

Bentuk Lereng

Sudut Kelerengan (%)

0-8% 8-15% 15-25% 25-45% 45-65% >65%

Cembung Sangat Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang

Datar Sangat Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Tinggi

Cekung Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Sumber: Triwahyuni et al. (2017); Ramdhoni et al. (2020).

Hasil dan Pembahasan Kemiringan lereng

Berdasarkan peta kemiringan lereng pada Gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa daerah dengan kemiringan lereng 0-8% dengan luas 12.531,76 ha dengan persentase 38,47%.

Kemiringan lereng terluas kedua yaitu 8-15%

dengan luasan 7.446,03 ha dengan persentase 22,86%, kemiringan lereng 15-25% dengan luasan 5.776,97 ha dengan persentase 17,74%, kemiringan lereng 25-45% dengan luas 4.678,58 ha, kemiringan lereng 45-65% dengan luas 1.428,58 dengan persentase 4,39%, kemiringan lereng >65% dengan luasan 711,76 ha dengan persentase yang kecil 2,19% yang tersebar merata di seluruh Kota Ambon (Tabel 3).

Bentuk lereng

Selain kemiringan lereng, faktor bentuk lereng juga berpengaruh terhadap potensi tanah longsor (Felita et al., 2022). Bentuk lereng merupakan wujud visual lereng pada suatu

sekuen lereng (Ramdhoni et al., 2020). Lereng biasanya terdiri atas bagian puncak (crest), cembung (convex), cekung (concave), dan kaki lereng (lower slope) (Triwahyuni et al., 2017).

Daerah puncak (crest) merupakan daerah gerusan erosi yang paling tinggi dibandingkan dengan daerah di bawahnya, demikian pula lereng tengah yang kadang cembung atau cekung mendapat gerusan aliran permukaan relatif lebih besar dari puncaknya sendiri, sedangkan kaki lereng merupakan daerah endapan (Harist et al., 2018).

Tabel 3. Kemiringan lereng di Kota Ambon.

Kemiringan

Lereng Luas (ha) Persentase (%)

0 – 8% 12.531,76 38,47

8 – 15% 7.446,03 22,86

15 – 25% 5.776,97 17,74

25 – 45% 4.678,58 14,36

45 – 65% 1.428,58 4,39

>65% 711,76 2,19

Total 32.573,68 100,00

(5)

http://jtsl.ub.ac.id 217 Gambar 2. Peta kemiringan lereng Kota Ambon.

Berdasarkan peta bentuk lereng pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa daerah dengan bentuk lereng cembung dengan luasan 15.650.60 ha dengan persentase 48,05%, bentuk lereng datar memiliki luasan 5.798,48 ha dengan persentase

17,80% dan bentuk lereng cekung dengan luasan 11.124,61 ha dengan persentase 34,15%

yang tersebar merata yang tersebar merata diseluruh kecamatan yang ada di Kota Ambon (Tabel 4).

Gambar 3. Peta bentuk lereng Kota Ambon.

(6)

http://jtsl.ub.ac.id 218 Tabel 4. Bentuk lereng di Kota Ambon.

Bentuk

Lereng Luas (ha) Persentase (%)

Cekung 11.124,61 34,15

Datar 5.798,48 17,80

Cembung 15.650,60 48,05 Total 32.573,68 100,00

Daerah potensi longsor

Hasil penggabungan bentuk lereng dan kemiringan lereng maka menghasilkan wilayah potensi tanah longsor. Metode SMORPH menghasilkan tingkat potensi longsor ke dalam 4 kelas yaitu sangat rendah, rendah, sedang dan tinggi (Gambar 4).

Gambar 4. Peta wilayah potensi longsor Kota Ambon.

Wilayah yang mendominasi di Kota Ambon adalah wilayah potensi rendah dengan luasan 13.748,09 ha dengan persentase luasan 38,47%.

Wilayah ini memiliki persebaran mulai dari bagian tengah hingga ke bagian selatan. Wilayah ini memiliki topografi yang berupa dataran rendah dan wilayah pesisir, sedangkan wilayah dengan potensi rendah tersebar secara acak di bagian tengah dengan luasan wilayah yang sangat kecil sebesar 2.870,86 ha, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat sebaran wilayah potensi tanah longsor per-kecamatan dimana diketahui Kecamatan Serimau didominasi oleh potensi longsor yang sangat rendah yaitu seluas 1.628,19 ha atau 43,98% dari total luas kecamatan Serimau dan potensi

longsor yang memiliki luasan yang paling rendah yaitu 285,21 ha atau hanya 7,70% saja.

Kecamatan Nusaniwe didominasi oleh potensi longsor rendah dengan luasan 1.975,79 ha atau sebesar 42,18% dan potensi longsor yang memiliki luasan yang paling rendah yaitu potensi tinggi 409,51 ha atau hanya seluas 8,74% dari total luas Kecamatan Nusaniwe.

Tabel 5. Luas wilayah potensi tanah longsor.

Potensi Tanah Longsor

Luas (ha) Persentase (%) Sangat Rendah 12.531,76 38,47

Rendah 13.748,09 42,21

Sedang 2.870,86 8,81

Tinggi 3.422,97 10,51

Total 32.573,68 100,00

(7)

http://jtsl.ub.ac.id 219 Kecamatan Leitimur Selatan didominasi oleh

potensi longsor rendah dengan luasan 2.173,36 ha atau seluas 45,75% dan potensi longsor yang

memiliki luasan yang paling rendah yaitu potensi sedang dengan luasan 444,42 ha atau seluas 9,35%.

Tabel 6. Luas wilayah potensi tanah longsor per-kecamatan.

Kecamatan Potensi Tanah Longsor Luas (ha) Presentase

(%) Longsor Kecamatan

Serimau

Sangat Rendah 1.628,19

3.702,47

43,98

Rendah 1.498,14 40,46

Sedang 290,93 7,86

Tinggi 285,21 7,70

Total 3.702,47 100,00

Nusaniwe

Sangat Rendah 1.867,12

4684,00

39,86

Rendah 1.975,79 42,18

Sedang 431,58 9,21

Tinggi 409,51 8,74

Total 4.684,00 100,00

Leitimur Selatan

Sangat Rendah 1.666,23

4.750,98

35,07

Rendah 2.173,36 45,75

Sedang 444,42 9,35

Tinggi 466,97 9,83

Total 4.750,98 100,00

Teluk Ambon

Sangat Rendah 5.115,56

13.361,13

38,29

Rendah 5.546,89 41,52

Sedang 1.178,80 8,82

Tinggi 1.519,89 11,38

Total 13.361,13 100,00

Teluk Ambon Baguala

Sangat Rendah 2.253,89

6.075,10

37,10

Rendah 2.553,86 42,04

Sedang 528,12 8,69

Tinggi 739,23 12,17

Total 6.075,10 100,00

Kecamatan Teluk Ambon didominasi oleh potensi longsor rendah 5.546,89 ha sebesar 41.52% dan potensi longsor yang memiliki luasan yang paling rendah yaitu potensi longsor sedang dengan luasan 5.546,89 ha atau seluas 1.178,80 ha atau seluas 8,82% dari total luasan kecamatan Teluk Ambon. Kecamatan Teluk Ambon Baguala didominasi oleh potensi longsor rendah dengan luasan 2.553,86 ha atau sebesar 42,04% dan potensi longsor yang memiliki luasan yang paling rendah yaitu potensi longsor sedang yang memiliki luasan 528,12 ha atau sebesar 8,69%.

Berdasarkan Gambar 3 dan Tabel 5 dapat diketahui pengaruh bentuk lereng tehadap kejadian longsor di Kota Ambon. Dari Gambar 3 dan Tabel 5 tersebut dapat diketahui bahwa

kejadian longsor banyak ditemukan pada bentuk lereng cekung dan cembung, bentuk lereng datar yang paling sedikit jumlah kejadian longsornya dibanding dengan bentuk datar dan cekung.

Bagian tengah lereng yang berbentuk cembung atau cekung dapat mengakibatkan pengikisan yang relatif besar oleh aliran permukaan sehingga meningkatkan potensi longsor semakin tinggi (Ramdhoni et al., 2020)

Kesimpulan

Metode SMORPH yang diaplikasikan untuk identifikasi persebaran wilayah potensi longsor di Kota Ambon menghasilkan 4 tingkat wilayah potensi tanah longsor yaitu potensi sangat rendah, rendah, sedang dan tinggi. Wilayah

(8)

http://jtsl.ub.ac.id 220 dengan potensi longsor tinggi mendominasi

wilayah bagian utara dan selatan Kota Ambon.

Pada wilayah tersebut sebagian besar longsor terjadi pada bentuk lereng cekung dan cembung.

Wilayah tersebut memiliki topografi berbukit dan bergunung dengan kemiringan lereng yang curam. Kecamatan di Kota Ambon yang memiliki luasan daerah berpotensi longsor terluas yaitu Kecamatan Teluk Ambon, karena kecamatan ini merupakan kecamatan yang memiliki luasan terbesar di Kota Ambon. Hasil metode SMORPH dapat menggambarkan bahwa kemiringan lereng yang semakin tinggi disertai dengan bentukan lereng yang cembung atau cekung akan menimbulkan potensi longsor yang semakin tinggi pada wilayah tersebut.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih pada Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Program Studi Pendidikan Geografi, dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura yang sudah bekerjasama dalam penelitian ini

Daftar Pustaka

Aditian, A., Kubota, T. and Shinohara, Y. 2018.

Comparison of GIS-based landslide susceptibility models using frequency ratio, logistic regression, and artificial neural network in a tertiary region of Ambon, Indonesia.

Geomorphology 318:101-111, doi:.

10.1016/j.geomorph.2018.06.006.

Bhunia, G.S., and Shit, P.K. 2022. Geospatial Technology for Multi-hazard Risk Assessment.

Springer International Publishing, pp. 1–18, doi:.

10.1007/978-3-030-75197-5_1.

BNPB. 2020. Indeks Resiko Bencana Indonesia.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Djalante, R., Garschagen, M., Thomalla, F. and Shaw, R. 2017. Disaster Risk Reduction in Indonesia: Progress, Challenges, and Issues.

Springer International Publishing, Switzerland.

Felita, G., Afdal, A. dan Marzuki, M. 2022. Kajian suseptibilitas magnetik tanah sebagai indikator longsor di Gunung Nago, Padang. Jurnal Fisika

Unand 11(1):75-81,

doi:10.25077/jfu.11.1.75%20–%2081.2022.

Hamida, F.N., dan Widyasamratri, H. 2019. Risiko kawasan longsor dalam ipaya mitigasi bencana menggunakan sistem informasi geografis.

Pondasi 24(1):67-89,

doi:10.30659/pondasi.v24i1.4997.

Harist, M.C., Afif, H.A., Putri, D.N. and Shidiq, I.P.A. 2018. GIS modelling based on slope and morphology for landslide potential area in Wonosobo, Central Java. MATEC Web of Conferences 229: 03004, doi:

10.1051/matecconf/201822903004.

Jakob, M. 2022. Chapter 14-Landslides in a changing climate. Landslide Hazards, Risks, and Disasters (Second Edition), Hazards and Disasters Series 2022, Pages 505-579, Elsevier, doi:.

10.1016/B978-0-12-818464-6.00003-2.

Khalil, Baja, S., Azikin, B., Hamzah, S. and Alimuddin, I. 2020. Typology of spatial based landslide disaster control in Pare-pare City South Sulawesi. International Journal of Advanced Research in Engineering and Technology 11(10):123-138, doi:10.34218/ ijaret.

11.10.2020.012.

McColl, S.T. 2022. Chapter 2 - Landslide causes and triggers. Landslide Hazards, Risks, and Disasters (Second Edition): Hazards and Disasters Series 2022, Pages 13-41, Elsevier, doi: 10.1016/B978- 0-12-818464-6.00011-1.

Mufidawati, H., Damayanti, A. and Supriatna. 2021.

Vegetative conservation for landslide mitigation in bungaya sub-district, gowa regency, south sulawesi province. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 683(1):012064, doi:10.1088/1755-1315/683/1/012064.

Nguyen, H.T., Wiatr, T., Fernandez-Steeger, T.M., Reicherter, K.R., Rodrigues, D.M.M. and Azzam, R. 2012. Landslide hazard and cascading effects following the extreme rainfall event on Madeira Island (February 2010). Natural Hazards 65(1):doi:10.1007/s11069-012-0387-y.

Paronuzzi, P., Del Fabbro, M. and Bolla, A. 2022.

Soil moisture profiles of unsaturated colluvial slopes susceptible to rainfall-induced landslides.

Geosciences (Switzerland) 12(,1): 6, doi:

10.3390/geosciences12010006.

Persichillo, M. G., Bordoni, M., Cavalli, M., Crema, S. and Meisina, C. 2018. The role of human activities on sediment connectivity of shallow landslides. Catena 160: 261-274, doi:.

10.1016/j.catena.2017.09.025

Phong, T.V., Dam, N.D., Trinh, P.T., Dung, N.V., Hieu, N., Tran, C.Q., Van, T.D., Nguyen, Q.C., Prakash, I. and Pham, B.T. 2022. GIS-based logistic regression application for landslide susceptibility mapping in Son La hydropower reservoir basin. Publisher: Springer Singapore.

Rakuasa, H. dan Rifai, A. 2021. Pemetaan Kerentanan Bencana Tanah Longsor Berbasis Sistem Informasi Geografis di Kota Ambon.

Prosiding Seminar Nasional Geomatika, pp. 327–

336, doi:10.24895/SNG.2020.0-0.1148.

(9)

http://jtsl.ub.ac.id 221 Ramdhoni, F., Damayanti, A. and Indra, T.L. 2020.

SMORPH application for landslide identification in Kebumen Regency. IOP Conference Series:

Earth and Environmental Science 451(1):012013, doi: 10.1088/1755-1315/451/1/012013.

Salunkhe, A.A., Gobinath, R. and Makkar, S. 2022.

Chapter 19 - Soft computing applications in rainfall-induced landslide analysis and protection—Recent trends, techniques, and opportunities. Computers in Earth and Environmental Sciences: Artificial Intelligence and Advanced Technologies in Hazards and Risk Management 2022, Pages 271-287, doi:10.1016/B978-0-323-89861-4.00036-1.

Skilodimou, H.D., Bathrellos, G.D., Koskeridou, E., Soukis, K. and Rozos, D. 2018. Physical and anthropogenic factors related to landslide activity in the Northern Peloponnese, Greece. Land 7(3), doi:. 10.3390/land7030085.

Souisa, M., Hendrajaya, L. and Handayani, G. 2016.

Landslide hazard and risk assessment for Ambon city using landslide inventory and geographic information system. Journal of Physics:

Conference Series 739: 012078, doi:

10.1088/1742-6596/739/1/012078.

Triwahyuni, L., Sobirin, S. and Saraswati, R. 2017.

Analisis Spasial Wilayah Potensi Longsor dengan Metode SINMAP dan SMORPH di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Prosiding Lokakarya dan Seminar Nasional Penelitian 69-76, doi:. 10.35313/irwns.v8i3.701.

Referensi

Dokumen terkait