• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of ANALISIS STRATA NORMA PUISI GANTUNG AKU DI MONAS KARYA BARA PATIRADJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of ANALISIS STRATA NORMA PUISI GANTUNG AKU DI MONAS KARYA BARA PATIRADJA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRATA NORMA PUISI GANTUNG AKU DI MONAS KARYA BARA PATIRADJA

1Natalia Tobi Laga Doni dan 2Marselus Robot Program studi Pendidikan bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan Universitas Nusa Cendana Kupang

1[email protected]; 2[email protected]

Abstrak

Penelitian ini berfokus pada analisis strata norma dalam puisi Gantung Aku Di Monas karya Bara Patiradja . Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah analisis strata norma dalam puisi “Gantung Aku Di Monas” karya Bara Patirradja,dengan tujuan penelitian untuk mengetahui dan mendeskripsikan strata norma puisi

“Gantung Aku Di Monas” karya Bara Patiradja. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif.

Sumber data dari penelitian ini didapat oleh peneliti dari salah satu puisi “Gantung Aku DI Monas” karya Bara Patiradja, cetakan pertama, Agustus 2016, Penerbit Cenale Nusantara. Buku kumpulan puisi ini bersampul merah dengan tebal 13 x 19,5 cm dengan jumlah 126 halaman dan 28 puisi . Puisi Gantung Aku Di Monas termuat pada halaman 33 dan 35 sehingga dikatakan sebagai penelitian pustaka. Teknik pengumpulan data yaitu menggunakan teori yang relevan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah teori strata norma Roman Ingarden yang terdiri dari lapis bunyi, lapis arti, objek, dunia dan metafisis.Teknik analisis data, yaitu : 1) mengidentikasi jenis data berdasarkan teori strata norma Roman Ingarden; 2) melakukan interpretasi ; 3) reduksi data ; 4) menarik kesimpulan.

Kata kunci: Strata Norma, Puisi Gantung Aku Di Monas, Bara Patiradja.

PENDAHULUAN

Karya sastra disebut sebagai salah satu media untuk menuangkan ide serta gambaran terhadap hasil perenungan tentang hidup dan kehidupan pengarang. Peristiwa tersebut sangat mempengaruhi keadaan jiwa pengarang sehinggamemunculkan pertentangan batin yang mendorong untuk memunculkan karya sastra. Puisi menjadi gambaran hasil perenungan secara total tentang pikiran, perasaan, alam, sosial, politik, religius maupun berbagai persoalan yang sedang digeluti oleh penyair. Hasil perenungan itu kemudian disusun dengan kata yang penuh makna alegoris, metaforik yang ekpresif. Setiap individu memiliki kebebasan berekspresi dan menuangkan seluruh ide, gagasan untuk dijadikan sebuah karya, seperti karya sastra puisi.

Pradopo,(2012: 14)Puisi sebenarnya bukan karya seni yang sederhana, melainkan organisme yang sangat kompleks. Selanjutnya Pradopo (2012:5) mengemukakan puisi adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat hubungannya dan sebagainya. Mengapresiasi sebuah puisi perlu adanya sarana khusus untuk memahami karena puisi merupakan sebuah struktur

yang terdiri atas unsur-unsur atau lapis-lapis norma.

Ada beragam kepuitisan dalam puisi, misalnya dengan bentuk visual: tipografi, susunan bait;

dengan bunyi: persajakan, asonansi, aliterasi, kiasan bunyi, lambang rasa, dan okestra; dengan pemilihan kata (diksi), bahasa kiasan, sarana retorika, unsur ketatabahasaan, gaya bahasa dan sebagainya (Pradopo, 2012: 13). Oleh karena itu, sebelum memahami puisi, musti dikaji agar bisa diketahui bagian-bagian yang sebenanrnya.

Puisi yang dianalisis dalam penelitian ini ialah puisi Gantung Aku Di Monasmilik penyair asal Adonara (Lamahala) Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Puisi Gantung Aku Di Monasdiambil dari salah satu kumpulan puisi Barra Pattyradja yang berjudul Pacar Gelap Puisi dengan menggunakan kajian strata norma berupa lapis bunyi, lapis arti, lapis objek, lapis dunia dan lapis metafisika.

Keunikan dari

puisi Gantung Aku Di Monas, yaitu penyair

mengungkapkan kerinduannya, pada sosok koruptor yang dahulunya ketika masih aktivis selalu idealis dalam memperjuangkan hak hidup kaum miskin hingga idealisme tersebut membuat sang koruptor mengangkat sumpah untuk digantung di tiang monas apabila suatu hari ia melakukan perbuatan korupsi. Seperti yang tergambar dalam bait 5 puisi yakni:

(2)

”kini aku merindukan lirih pidato politikmu”

”meraung-raung seperti sirene ambulans”

”membelah jalan-jalan kota”

”gantung aku di monas”

”gantung aku di monas”

Alasan pertama peneliti mengambil puisi Gantung Aku Di Monassebagai objek penelitian, karena puisi Gantung Aku Di Monasbelum dikaji oleh peneliti terdahulu, sehingga peneliti menggunakan pendekatan Strata Norma berupa lapis bunyi, lapis arti, lapis objek, lapis dunia dan lapis metafisika untuk membongkar dan menemukan makna, rasa dan perasaan yang dialami oleh penyair.

Alasan kedua, pada bait puisi di atas sangat tergambar jelas lapis-lapis norma yaitu ; Pertama lapis bunyi berupa ragam bunyi euphony berupa kombinasi bunyi-bunyi vokal dan bunyi konsonan bersuara. Sedangkan ragam bunyi kakofoni ditandai dengan penggunaan konsonan. Kedua, lapis arti yang terdapat dalam puisi “Gantung Aku Di Monas” penyair berusaha menahan amarahnya hingga luapan emosi itu diibaratkan seperti menunggu seorang musuh. Ketiga, lapis objek atau objek-objek yang dikemukan dalam puisi “Gantung Aku Di Monas” adalah latar tempat ; kampung halaman penyair itu sendiri pada tahun 2016.

Sedangkan latar suasana yaitu penyair merindukan sosok pemipin ketika masih menjadi aktivis.

Sedangkan pelaku atau tokoh : Si Aku. Keempat, lapis dunia yang terdapat dalam puisi “Gantung Aku Di Monas” yaitu kata belati ; emosi, gas air mata ; menangis, dan lain sebagainya. Kelima, lapis metafisis pada puisi “Gantung Aku Di Monas”

yaitu penyair merindukan sosok pemimpin yang lebih memperhatikan kepentingan rakyat.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya sebuah kajian puisi yang uraiannya lebih mendalam, sistematis, tetapi praktis yang dapat digunakan untuk memahami arti puisi secara lebih mudah.

Oleh karena itu, peneliti memfokuskan kajian ini dengan judul “ Analisis Strata Norma Puisi

“Gantung Aku Di Monas” Karya Bara Pattyraja.

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: “ Bagaimana Strata Norma puisi “Gantung Aku Di Monas”karya Bara Pattyradja?”

LANDASAN TEORI

Rene wellek (Pradopo, 2012: 14) mengemukakan analisis Roman Ingarden, seorang filsuf Polandia, di dalam bukunya Das Literature

Kunstwerk (1931) ia menganalisis norma-norma itu sebagai berikut.

Lapis Bunyi (Sound Stratum)

Lapis bunyi Efoni (euphony) adalah pola susunan bunyi yang indah untuk mewakili perasaan kasih sayang, cinta, serta hal-hal yang menyenangkan. Bunyi Kakafoni merupakan kebalikan dari bunyi efoni. Jika efoni adalah bunyi yang merdu, maka kakafoni justru kombinasi bunyi yang tidak merdu, parau dan tidak cocok.

Lapis Arti (unit of meaning)

Lapis arti dapat dipahami dari rangkaian fonem, suku kata, kata, frasa, dan kalimat.

Rangkaian kalimat menjadi alinea, bab, dan keseluruhan cerita maupun keseluruhan sajak.

Rangkaian satuan-satuan arti inilah yang kemudian menimbulkan lapis ketiga (Pradopo, 2012: 15).

Lapis Ketiga

Pradopo (2012: 15) mengungkapkan lapis ketiga adalah lapis atau strata norma yang terdiri atas latar, pelaku, objek-objek yang dikemukakan, dan dunia pengarang yang berupa lukisan atau cerita. Kemudian Roman Ingardenmenambahkan dua lapis norma lagi yang sesungguhnya menurut Wellek dapat digolongkan ke dalam lapis yang ketiga. Lapis tersebut sebagai berikut.

Lapis Dunia

Lapis dunia adalah lapis yang dilihat dari sudut pandang tertentu yang tidak perlu dinyatakan, tetapi sudah terkandung di dalamnya (implied). Sebuah peristiwa dalam sastra dapat dinyatakan “terdengar”

atau “terlihat”, bahkan peristiwa yang sama, misalnya suara jendela pintu, dapat memperlihatkan aspek luar atau dalam watak (Pradopo, 2012: 15).

Lapis Metafisika

Sifat-sifat metafisis (yang sublim, yang tragis, mengerikan atau menakutkan, dan yang suci) disebut lapis metafisika. Sifat-sifat seni inilah yang kemudian memberikan renungan (kontemplasi) kepada pembaca. Namun demikian, tidak setiap karya sastra memuat lapis metafisis seperti itu (Pradopo, 2012: 15).

(3)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Hal ini disebabkan oleh karena data yang diperoleh bukan berupa angka-angka, melainkan data dalam penelitian ini adalah kata, frasa, dan kalimat. Atas dasar itu, peneliti akan menganalisis puisi “Gantung Aku di Monas” karya Bara Pattyaradja dan permasalahannya akan dianalisis menggunakan teori Strata Norma.

Adapun Teknik ini bersifat, memaparkan, menafsirkan, mengklasifikasikan, menganalisis, dan memutuskan Iskandar (Tare, 2009: 15)

PEMBAHASAN

Analisis Lapis Bunyi (Sound Stratum)

Unsur-unsur bunyi dalam puisi “Gantung Aku Di Monas” karya Bara Patiradja adalah sebagai berikut.

Bunyi Efoni ( Euphony)

Lapis bunyi efoni dalam puisi ”Gantung Aku Di Monas” dapat diamati dari bait ke-1 sampai bait ke-9 yang ditandai dengan penggunaan bunyi vokal, a, i, u, e dan o: bunyi konsonan bersuara b, d, g, j bunyi likuida r, l dan bunyi sengau m, n, ng, ny.

Adapun keempat bunyi tersebut akan diuraikan sebagai berikut. Kutipan LBE 01 /dari tanah mandul berbatu/,/dari flores yang lenglang/, /kutata sajak iniuntukmu/, berupa pengulangan bunyi vokal /a/, /i/, /u/; bunyi sengau /m/,/n/; bunyi konsonan bersuara /j/, vokal ringan dan rendah /i/, serta bunyi liquida /r/,/l/ yang melukiskan perasaan rindu di mana si aku hanya mampu mengungkapkan perasaannya ketika melihat keaadaan kampung halamannya sendiri. LBE 02 /kini aku merindukan /lirih pidato politikmu/, /meraung-raung seperti sireneambulans/, / membelah jalan jalan kota/, /gantung aku di monas/, /gantung aku di monas/ terdapat bunyi vokal /i/,/a/, /u/,/o/ bunyi sengau /m/, /n/, /ng/ bunyi konsonan bersuara /b/, /g/, /j/, serta bunyi liquida /r/, /l/ sebagai cermin pengintensif makna kerinduan si aku. Kutipan LBE 03 masih terasa efoni karena kehadiran sekelompok kata dengan paduan bunyi vokal seperti frasa /untuk/, /bunuh diri /,/saja/, /rakyat/, /membayar/, /pajak/ sehingga gambaran suasana efoni masih terasa. Kutipan LBE 04 masih terasa efoni karena kehadiran sekelompok kata melalui perpaduan bunyi vokal dan konsonan

seperti frasa/ kini/,

/ruhku/, /gemetar/, /menunggumu/, /seperti/, /musuh

/, /sayangku/ memperjelas ketakberdayaan si aku yang dikukuhkan dengan bunyi kakofoni /k/, /s/.

Bunyi kakofoni

Bunyi kakofoni menggambarkan suasana yang murung, sedih dan piluh. Bunyi kakofoni yang tampak pada puisi “Gantung Aku Di Monas” karya Bara Patiradja dapat diamati pada bait pertama sampai bait kesembilan. Konstruksi bunyi itu dapat diketahui melalui kata, frasa serta kalimat. Kutipan LBK 01, /apakah kau baik baiksaja hari ini/, /apakah kau/, /masih suka jalan jalan bersama selirmu/, /bersama anjing buldogmu/, /yang rajin minum susu setiappagi/, /ketika bayi bayi kurang gizi/, /mati di pangkuan ibu/. Kehadiran aliterasi /k/, /p/, /t/ dan /s/ sebagai cerminan suasana sedih si aku melihat tindakan yang dilakukan oleh para penguasa. LBK 02 /atau barangkali kau sedang terluka/, /karena hambalang/, /karena simulator sim/, /karena firman Tuhan yang kau lacurkan/

kehadiran aliterasi /k/, /t/, /s/ berturut-turut menggambarkan suasana sedih si aku dan memperjelas tindakan para penguasa yang sudah terbukti secara hukum. Kutipan LBK 03 /aku lihatkau tersedu/, /bercucuran minyak bumi dan gas air mata/, /menangis di depan layar/, /tapi tertawa dibaliktirai/ masih diperhebat oleh bunyi- bunyi kakofoni. Kehadiran aliterasi /k/, /t/, /p/

berturut-turut menggambarkan perasaan kecewa si aku melihat berbagai cara yang dilakukan oleh para penguasa untuk menutupi kasus korupsi. LBK 04 /kepada gayus dan maknyus/, /kepada partai politikketerlaluan sekali/, /yang sibuk merayakan demoncazy/. /di pelukan gundik/, /kepada ratu cantik/, /yang membangun monarki dengan lipstik/, /dibibirnya yang paling mematikan/ terdapat konsonan /k/,p/,/t/,/s/ menggambarkan suasana sedih yang di rasakan oleh para penguasa. LBK 05 /dari tanah mandul berbatu/, dari flores yang lengang/,//aku menenggelamkan diri/, /dipinggul birokrasimu/, /yang tak lagi sintal/,/ kehadiran aliterasi /k/, /p/, /t/, /s/ sebagai cerminan suasana ketakberdayaan dan bunyi aspiran /h/

menggambarkan kepasrahan batin si aku karena harapannya tak tersampaikan.

Lapis Arti

Lapis arti atau satuan arti dapat dijelaskan perbait untuk mendapatkan makna secara total terhadap puisi “Gantung Aku Di Monas” dapat dijelaskan di bawah ini;

(4)

dari tanah mandul berbatu dari flores yang lengang kutata sajak ini untukmu

dengan hati paling belati (Bait I)

Bait pertama di atas, frasa /mandul/ merupakan makna konotasi yang menggambarkan keadaan kampung halaman si aku lirik yang kering dan tandus. Pada larik pertama dan kedua Si aku menjelaskan keadaan kampung halamannya s endiri yakni pulau flores yang begitu luas tetapi si a ku merasakan sebuah kesunyian yang menyayat hati . Larik ketiga dan keempat, Si Aku menyampaikan curahan hati. Perasaan itu timbul ketika Si aku lirik melihat keadaan kampung halamannya yang kurang mendapat perhatian sehingga si aku mengungkapkan hal tersebut melalui sebuah sajak.

apakah kau baik-baik saja hari ini

apakah kau masih suka jalan-jalan bersama selirmu ? bersama anjing buldogmu

yang rajin minum susu setiap pagi

ketika bayi-bayi kurang gizi mati dipangkuan ibu?( bait II)

Bait kedua di atas, penyair membuka dengan kalimat tanya menggunakan partikel /kah/, yakni /apakah/.Bait ini menimbulkan sebuah refleksi (renungan) si aku perihal melihat gaya hidup para penguasa. Ditilik lebih dalam, larik ke 4, frasa /selirmu/ larik ke 5, /anjing buldogmu/ masih ada keterikatan dengan bait pertama larik ketiga dan keempat. Di sini, dapat diketahui bahwa / sajak/ itu ada sebuah kritikan kepada para penguasa, begitu pun frasa /bayi-bayi/, /mati/ pada larik ketujuh masih terikat dengan kata /belati/ pada bait pertama larik kelima. Frasa /selirmu/ lebih menyarankan kepada gaya hidup para koruptor yang mempunyai gaya hidup bebas atau mempunyai istri simpanan.

Frasa /anjing buldogmu/ merupakan kebiasaan dari para koruptor yang suka memelihara hewan mahal untuk mencapai kesenangan hidup. Sedangkan, rakyatnya hidup menderita, bahkan banyak bayi- bayi yang kurang gizi mati karena hidup di bawah standar ekonomi.

atau barangkali kau sedang terluka karena hambalang

karena sapi impor karena simulator sim

karena firman Tuhan yang kau lacurkan ?( Bait III)

Penggambaran satuan arti pada bait di atas, merupakan keadaan para penguasa yang selalu berada dalam ketegangan, keteragisan hidup, karena ulah mereka yang terbukti secara hukum. Bait

keempat larik pertama penyair berusaha menggambarkan suasana dari para penguasa yang diasumsikan” berduka” lantaran perbuatan korupsi yang telah terbukti secara hukum. Sedangkan larik ke -2,3,4 dan 5 mempertegas tindakan korupsi yang mereka lakukan seperti kasus korupsi hambalalang, sapi impor dan simulator sim.

aku lihat kau tersedu

bercucuran minyak bumi dan gas air mata menangis di depan layar

tapi tertawa di balik tirai( Bait IV)

Penggambaran satuan arti pada bait di atas, si aku mulai menggambarkan tindakan yang di lakukan oleh para penguasa setelah melakukan tindakan korupsi. Mereka mulai tampil di hadapan publik dengan sandiwara menangis seperti frasa /menangis/ dan larik keempat frasa /tertawa/

berusaha menggambarkan berbagai tindakan yang dilakukan oleh para koruptor untuk menghentikan peritiwa yang telah terbukti secara hukum dengan berbagaia cara seperti sogok, suap dan lain sebagainya.

kini aku aku merindukan lirih pidato politikmu

meraung-raung seperti sirene ambulans membelah jalan-jalan kota

gantung aku di monas

gantung aku di monas (Bait V)

Penggambaran satuan arti pada bait di atas, Penyair menyatakan kerinduanya pada sosok koruptor yang dahulu masih aktivis atau mahasiswa sangat idealis dalam memperjuangkan hak hidup kaum miskin.

Para koruptor selalu turun ke jalan untuk menyuarakan keadilan rakyat hingga Idealisme tersebut yang membuat sang koruptor mengangkat sumpah untuk digantung di tiang monas apabila suatu hari ia melakukan perbuatan atau tindakan korupsi.

korupsi membuat bangsa ini sakit jiwa untuk bunuh diri saja

rakyat harus membayar pajak ( Bait VI)

Penggambaran satuan arti pada di atas, penyair berusaha menjelaskan makna korupsi yang mana tindakan korupsi merupakan seebuah penyakit sosial yang akan melumpuhkan kesadaran sebuah bangsa. Pada kondisi yang paling tragis penyair mengasosiasikan korupsi itu seperti menyembelihkan hak hidup rakyat.

(5)

kepada gayus dan maknyus

kepada partai politik keterlaluan sekali yang sibuk merayakan demoncrazy dipelukan gundik

kepada ratu cantik

yang membangun monarki dengan lipstik dibibirnya yang paling mematikan ( Bait VIII)

Penggambaran bait puisi di atas, ditulis untuk memperjelas tindakan korupsi yang telah terbukti secara hukum, seperti kasus korupsi yang dilakukan oleh gayus tambunan, aktivis Partai Keadilan Sejatera dan kasus korupsi yang dilakukan oleh Ratu Atut Chosiyah yang pernah menjabat sebagai gubernur banten namun berhenti karena terlibat kasus korupsi.

dari tanah mandul berbatu dari flores yang lengang aku menenggelamkan diri di pinggul birokrasimu yang tak lagi sintal aku mabuk kepayang menggigil serupa kuda tua mendaki puncak polan kini ruhku gemetar

menunggumu seperti musuh, sayangku ! ( Bait VIII)

Penggambaran satuan arti pada bait terakhir mengungkapkan makna konotasi yang disampaikan si aku lirik dari kampung halamannya. Si aku menyampaikan makna secara implisit untuk direnungkan bahwa tatanan birokrasi dinegeri ini tidak ketat atau tidak transparan hingga memungkinkan ruang korupsi terbuka lebar.

Larikterakhir penyair begitu memendam amarahnya hingga menganalogikan emosi itu seperti menunggu seorang musuh.

Lapis Ketiga atau Lapis Objek a. Objek

Objek pada puisi menjadi sasaran yang digunakan oleh penyair untuk mengintensifkan puisi. Objek yag digambarkan pada bait pertama yaitu:

/tanah mandul bebatu/, /sajak/, /hati/ (Bait I)

Bait pertama larik pertama, penyair menghadirkan objek /tanah mandul berbatu / yang mengitenskan makna konotasi keadaan alam yang ada di darat.Bentuk pengungkapan objek ini, memberi artian pada objek /sajak/ yang merupakan sarana yang digunakan oleh si aku. Larik kelima penyair mengahadirkan objek /hati/ yang merupakan salah satu organ kehidupan yang

memuat perasaan bahagia, kecewa,sedih dan lain sebagainya.

/selirmu/, /anjing buldogmu/bayi-bayi/ (Bait II)

Objek /selirmu/ dan /anjing buldogmu/

merupakan gambaran gaya hidup yang dimiliki oleh para penguasa. Larik keenam, terdapat objek /bayi- bayi kurang gizi/merupakan akibat dari tindakan korupsi sehinga rakyat yang terkena dampaknya bahkan bayi-bayi harus menjadi korban.

/hambalang/, /sapi import/, /simulator sim/ (Bait III)

Objek /hambalang/, /sapi import/, /simulator sim/menyinggung kasus korupsi yang telah terjadi.

Larik terakhir penyair menghadirkan objek /firman Tuhan/ untuk menyadarkan para koruptor apakah mereka sudah bertanggung jawab atas perbuatan keji yang telah mereka lakukan.

/minyak bumi/, /gas air mata/, /tirai/ (Bait IV)

Objek /minyak bumi/ mengindikasi tentang kekayaan yang berada di dunia ini. Larik ketiga ditemukan objek /gas air mata/ merupakan cara yang dilakukan para koruptor untuk menutupi hal yang telah mereka lakukan. Larik terakhir penyair menghadirkan objek /layar/ dan /tirai/ yang menyarankan tentang sandiwara yang dilakukan oleh para koruptor.

/pidato politikmu/,/jalan-jalan kota/ (Bait V)

Penggambaran objek /pidato politikmu/ merupa kan cara yang di lakukan oleh para penguasa ketika masih aktivis, sedangkan objek /jalan-jalan kota/

mengonkretkan tempat yang digunakan oleh para penguasa ketika masih menjadi aktivis untuk menyampaikan masalah yang terjadi dimasyarakat.

birokrasi/, /kuda tua/, /puncak polan, /musuh/

Bait kesembilan larik terakhir penyair memilih objek /birokrasi/ untuk merefleksikan sistem pemerintahan yang berlaku di negerinya sendiri.

Objek /kuda tua/ dan /puncak polan/ merupakan analogi /musuh/ untukmenganalogikan tindakan para koruptor yang selalu berjanji bahwa tidak melakukan tindakan korupsi hingga penyair menganalogikan hal tersebut seperti menunggu seorang musuh atau lawan.

(6)

b. Pelaku atau Tokoh

Tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam puisi,”Gantung Aku Di Monasyaitu tokoh /aku/

dan /kau/. Tokoh utama /aku/ adalah penyair Bara itu sendiri. Sedangkan, tokoh /kau/ yang secara berulang-ulang disebut merupakan penggambaran para koruptor. Penggambaran tokoh /aku/ ditandai dengan adanya enklitik –ku pada frasa /kutata/.

Adanya posesif atau kata anti kepemilik, pada bait keempat larik pertama, yaitu frasa /aku/ bait kelima larik pertama frasa /aku/ di sini dikatakan bahwa penyair menjadi subjek yang secara terang-terangan merasakan suasana tragis ini.

Tokoh /kau/ (orang kedua) terdapat pada bait kedua larik pertama dan ketiga seperti frasa /kau/, bait ketiga larik pertama dan kelima frasa /kau/ dan bait keempat larik pertama frasa /kau/. Keberadaan tokoh /kau/ merepresentasi kehadiran orang kedua untuk menciptakan mitra bicara dengan si aku.

Representasi tokoh /kau/ pada bait kedua ini membentuk sebuah konflik terhadap si aku lirik, yang secara batin penyair merasakan ketragisan hidup akan terjadi. Bait pertama larik ketiga dijumpai enklitik /mu/ pada frasa /untukmu/, bait kedua larik keempat frasa /selirmu/, larik kelima frasa /anjing buldogmu/, baitkelima larik kedua frasa/pidato politikmu/ dan bait terakhir frasa /menunggumu/. Enklitik /mu/ pada frasa di atas mewakili kehadiran para koruptor.

Bait kedua , terdapat tokoh /bayi-bayi/ yang merupakan korban dari tindakan yang dilakukan oleh para koruptor.

c. Latar

Latar menggambarkan urutan-urutan waktu, tempat serta suasana yang menjadi letak keberadaan penyair atau keberpihakan penyair dalam puisi.

1) Latar Waktu

Penggambaran latar waktu terdapatpada bait kedua larik ke-6, yaitu /yang rajin minum susu setiap pagi/. Larik ini dapat diketahui bahwa waktu penyair menghadirkan puisi di pagi hari.

2) Latar Tempat

Latar tempat menjadi pijakan atau ruang di mana penyair menghadirkan puisi. Penggambaran latar tempat pada puisi “Gantung Aku Di Monas”

yaitu terletak pada bait pertama larik ke-1, 2 dan bait terakhir larik ke-1,2 yakni /dari tanah mandul berbatu/,/dari flores yang lengang/ dapat diketahui bahwa latar tempat pada puisi ini terjadi di

kampung halaman si aku lirik dan juga diperkuat oleh larik sebelumnya yakni pada larik ke-1.

3) Latar Suasana

Penggambaran latar suasana pada puisi ini menyatakan suasana kesunyian, ketegangan, serta kerinduan. Suasana kesunyian terdapat pada baitpertama, seperti kutipan di bawah ini.

Dari tanah mandul berbatu Dari flores yang lengang Kutata sajak ini untukmu Dengan hati

Paling belati (Bait I)

Penggambaran latar suasana pada bait pertama ditemukan dengan penggunaan frasa /lengang/ pada larik kedua yang menggambarkan keadaan yamg sunyi. Si aku berusaha merefleksikan keadaan kampung halamannya dan mengekspresikan perasaan tersebut melalui /sajak/.Terdapat pula suasana ketegangan yang membuat si aku, seperti kutipan bait kedua di bawah ini.

apakah kau baik-baik saja hari ini

apakah kau masih suka jalan-jalan bersama selirmu ? bersama anjing buldogmu

yang rajin minum susu setiap pagi

ketika bayi-bayi kurang gizi mati dipangkuan ibu?(Bait V)

Bait kedua di atas, menunjukkan adanya hubungan antara tindakan yang di lakukan oleh para koruptor dengan rakyat. Penggambaran latar suasana disampaikan oleh si aku /apakah kau masih suka jalan bersama selirmudiperkuat oleh larik kedelapan /bersama anjing buldogmu yang rajin minum susu setiap pagi/. Munculnya rasa kekhawatiran hidup semakin jelas ada sehingga, rasa ketakutan si aku lirik yang lebih menyayat batin penyair seperti pada kutipan di bawah ini.

Larik kelima menimbulkan suasana kesedihan hingga membentur batin si aku. Bait ini mampu menggerakan jiwa si aku yakni / ketika bayi-bayi kurang gizi/, yang menyarankan tentang perasaan sedih. Suasana kesedihan ini mendobrak kepribadian si aku lirik dengan diperkuat oleh larik kedelapan yakni /mati dipangkuan ibu/ yang merupakan akibat dari perasaan sedih.

d. Dunia Pengarang

Dunia pengarang yang digambarkan pada puisi

“Gantung Aku Di Monas”karya Bara dapat diamati pada bait ke-2 di bawah ini.

(7)

apakah kau baik-baik saja hari ini

apakah kau masih suka jalan-jalan bersama selirmu ? bersama anjing buldogmu

yang rajin minum susu setiap pagi

ketika bayi-bayi kurang gizi mati dipangkuan ibu?

Berdasarkan kutipan di atas, maka secara eksplisit

memberikan pesan kepada

pembaca, bahwa adanya ketidakseimbangan antara perilaku para koruptor dan masyarakatnya. Si Aku menyampaikan kritikan berupa sindiran terhadap para penguasa yang secara cepat memperoleh harta dengan cara korupsi sehingga mengakibat masyarakatnya hidup di bawah standar ekonomi.

Kemerosotan itu terjadi akibat para koruptor yang tidak bersyukur atas segala yang Tuhan berikan.

Sehingga, mereka melakukan tindakan korupsi. Bait kelima ini, kembali mempertegas pergolakan batin yang dialami oleh penyair, kemudian dapat direfleksikan, sebagaimana pada kutipan berikut.

kini aku aku merindukan lirih pidato politikmu

meraung-raung seperti sirene ambulans membelah jalan-jalan kota

gantung aku di monas

gantung aku di monas (Bait 5-6)

Dalam bait di atas, si aku lirik menyuguhkan kata dan frasa di setiap larik, guna membangkitkan ekspresi-ekspresi serta imaji yang menarik pengalaman indrawi pembaca. Pengungkapan bait kelima di atas memberi kontribusi renungan yang sungguh menakjubkan bagi pembaca. Pada bait ini, penyair hendak menyinggung apa yang dijanjikan oleh koruptor. Si aku lirik mengutarakan perasaan rindu yang tak pernah habis lantaran melihat tindakan yang tak pernah habis oleh para koruptor untuk menutupi berbagai kasus korupsi yang telah mereka perbuat,sehingga si aku lirik hanya bisa memendan amarahnya dan menganalogikan seperti menunggu seorang musuh.

Lapis Dunia

Lapis keempat atau lapis dunia menyadarkan pembaca bahwa puisi yang dihadirkan oleh penyair memiliki totalitas makna yang dalam, sebab setiap larik dalam bait melibatkan pancaindra untuk menggugah pikiran dan imajinasi pembaca. Adapun pemaparan lapis dunia dalam puisi “Gantung Aku Di Monas”

sebagai berikut.

Dari tanah mandul berbatu Dari flores yang lengang Kutata sajak ini untukmu Dengan hati

Paling belati (Bait I)

Penggambaran pada bait pertama ditemukan dengan penggunaan frasa /lengang/ pada larik kedua yang menggambarkan keadaan yamg sunyi. Si aku

berusaha merefleksikan keadaan

kampung halamannya dan mengekspresi kan perasaan tersebut melalui /sajak/.Terdapat pula suasana ketegangan yang membuat si aku, seperti kutipan bait kedua di bawah ini.

apakah kau baik-baik saja hari ini

apakah kau masih suka jalan-jalan bersama selirmu ? bersama anjing buldogmu

yang rajin minum susu setiap pagi

ketika bayi-bayi kurang gizi mati dipangkuan ibu?(Bait V)

Bait kedua di atas, menunjukkan adanya hubungan antara tindakan yang di lakukan oleh para koruptor dengan rakyat. Penggambaran latar suasana disampaikan oleh si aku /apakah kau masih suka jalan bersama diperkuat oleh larik kedelapan /bersama anjing buldogmu yang rajin minum susu setiap pagi/. Munculnya rasa kekhawatiran hidup semakin jelas ada sehingga, rasa ketakutan si aku lirik yang lebih menyayat batin penyair seperti pada kutipan di bawah ini.

Larik kelima menimbulkan suasana kesedihan hingga membentur batin si aku. Bait ini mampu menggerakan jiwa si aku yakni / ketika bayi-bayi kurang gizi/, yang menyarankan tentang perasaan sedih. Suasana kesedihan ini mendobrak kepribadian si aku lirik dengan diperkuat oleh larik kedelapan yakni /mati dipangkuan ibu/ yang merupakan akibat dari perasaan sedih.

Pertama, jika dipandang dari sudut pandang tertentu, maka bait kedua, penyair mulai menyadarkan pembaca untuk merenung hal-hal yang telah terjadi. Perasaan si aku pada bait pertama frasa /lengang/ dipertegas lagi pada larik kelima frasa /belati/. Si aku berusaha mengggambarkan keadaan negara yang memburuk akibat korupsi dan juga mengakibatkan rakyat hidup menderita, sehingga para penguasa berhak untuk mendapatkan hukuman. Pengunaan frasa /musuh/ pada bait kesembilan juga memberikan pesan bahwa oleh karena kekuasaan manusia mengabaikan hala-hal tertentu yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Oleh karena itu, segala sesuatu yang terima harus dijalankan dengan penuh rasa

(8)

tanggung jawab agar tidak menimbulkan konflik. Si aku merasa sistem pemerintahan yang ada di negerinya tidak lagi ditata dengan baik sehingga para penguasa bebas melakukan tindakan korupsi meskipun mereka sudah berjanji untuk tidak melakukan tindakan korupsi.

Lapis Metafisika

Lapis kelima atau disebut juga lapis metafisika.

Lapis metafisika dapat

mendorong pembaca untuk merenung. Pada puisi i ni, penyair menggambarkan keteragisan hidup yang disampaikan melalui kata dan frasa untuk direfleksikan lebih dalam, seperti bait berikut ;

dari tanah mandul berbatu dari flores yang lengang aku menenggelamkan diri di pinggul birokrasimu yang tak lagi sintal aku mabuk kepayang menggigil serupa kuda tua mendaki puncak polan kini ruhku gemetar

menunggumu seperti musuh, sayangku!

Dalam bait di atas, si aku lirik menyuguhkan kata dan frasa di setiap larik, guna membangkitkan ekspresi-ekspresi serta imaji yang menarik pengalaman indrawi pembaca. Pengungkapan bait di atas memberi kontribusi renungan yang sungguh menakjubkan bagi pembaca. Penyair hendak menyinggung apa yang dijanjikan oleh koruptor.

Selayaknya, alat yang digunakan untuk mengungkapkan hal tersebut adalah melalui sebuah kritikan seperti bait pertama frasa /sajak/. Si aku lirik mengutarakan perasaan rindu yang tak pernah habis lantaran melihat tindakan yang tak pernah habis oleh para koruptor untuk menutupi berbagai kasus korupsi yang telah mereka perbuat,sehingga si aku lirik hanya bisa memendan amarahnya dan menganalogikan seperti menunggu seorang musuh.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Lapis bunyi yang dominan pada puisi “Gantung Aku Di Monas” karya Bara Patiradja yaitu bunyi kakofoni yang ditandai dengan konstruksi bunyi berat, seperti aliterasi /k/, /p/, /t/, dan /s/; yang dapat menyarankan suasana tidak menyenangkan.

2. Lapis arti yang dalam puisi “Gantung Aku Di Monas” karya Bara Patiradja dapat diketahui

pada setiap larik maupun bait. Satuan arti yang dikemukan oleh si aku lirik yakni mengungkapkan kerinduannya, namun melihat fenomena yang ada, si aku lirik hanya bisa mengungkapkan kerinduannya lewat sajak.

3. Lapis ketiga terdapat objek, tokoh, latar, serta dunia pengarang. a) Objek pada bait pertama tanah mandul berbatu, sajak dan hati. Bait kedua, bayi-bayi. Bait ketiga, hambalang, sapi import, simulator sim, firman Tuhan. Bait keempat, minyak bumi, gas air mata dan tirai.

Bait kelima pidato politikmu, sirene ambulans, kota. Bait ketujuh bunuh diri, korupsi, pajak.

Bait kedelapan partai demoncrazy, ratu cantik.

Bait kesembilan birokrasi, kuda tua, puncak polan, musuh. b) Tokoh atau pelaku, yakni aku, kau dan bayi-bayi. c) Latar waktu, . d) Latar tempat, yakni bait pertama dan terakhir “di kampung halaman penyair”. e) Latar suasana, yakni suasana ketegangan, kesedihan dan kerinduan.

4. Lapis dunia yang dapat indrakan, si aku telah merasakan situasi batin ketika melihat fenomena yang terjadi.

5. Lapis metafisika, penyair melemparkan refleksi (renungan) terkait kebermaknaan hidup yang harus ditata dengan baik oleh setiap manusia.

Setiap manusia akan menerima tugas dan kedudukan yang berbeda, sehingga perlu adanya sikap tanggung jawab terhadap tugas yang sudah dipercayakan.

DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, Yusuf Maulana, dkk. 2017. Analisis Strata Norma Puisi Mahakam karyaKorrie Layun Rampan. Jurnal Ilmu Budaya. Samarinda:

Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman.

Izwar, Muhamad. 2015. Analisis Strata Norma Roman Ingarden dalam Lirik Lagu Inka Christie Album Gambaran Cinta dan Kaitannya denganPembelajaran Puisi di SMA. Skripsi.

Mataram: Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah.

Pattyradja, Bara. 2016. Gantung Aku Di Monas.

Hal. 33-35. Cenale Nusantara.

Prasetya, Viktor Angga. 2021. Lapis-lapis Puisi dan Nilai Moral KumpulanPuisi TahilalatKarya Joko Pinurbo: Analisis Strata Norma RomaIngarden. Skripsi. Yogyakarta:Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,Jurusan Bahasa

(9)

dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Univer sitas Sanata Dharma. https://scholar.google.co.i d/scholar?start=10&q=analisis+strata+norma+ro man+ingarden&hl=id&as_sdt=0,5

(Di unduh pada tanggal 18 Februari 2022 ) Pradopo, Rachmat Djoko. 2012. Pengkajian Puisi.

Yogyakarta: Gadja Mada University Press.

Rosi S, Armanzori. 2017. Analisis Lapis Norma Puisi Peminta Minta karya Chairil Anwar dan Hubungan dengan Pembelajaran Sastra di SMA. Skripsi. Mataram: FKIP Universitas Mataram.

Siswantoro. 2011. Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sitepu, Gustaf. 2006. Analisis Strata Norma terhadap Kumpulan Puisi Nostalgia

Transedensi. Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra.

Medan: Fakultas Sastra UniversitasSumatera Utara.

Teeuw, A. 2003. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta:

Pustaka Jaya.

Teeuw, A. 1980. Tergantung Pada Kata. Jakarta:

Pustaka Jaya.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik analisis Bahasa. Yogyakarta :Duta wacana Universtity Press.

Tudu, Matias Mastriandin, 2021. Strata Norma Puisi Malam Karya Amir Hamzah.Skripsi.

Kupang :Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,Universitas Nusa Cendana.

Waluyo, Herman J. 1995. Teori dan Apresiasi puisi : Jakarta : Erlangga

Wibowo, Wahyu. 2001. Otonomi Bahasa. Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama.

Wiyatmi. 2009. Pengantar Kajian Sastra.

Yoyakarta: Pustaka.

Wellek Rene, Warren Ausstin. 2016. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Werang, Felix Golo,2021. Analisis Strata Norma Puisi Kepada Penyair Karya Bara Patiradja.

Skripsi. Kupang :Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,Universitas Nusa Cendana.

Referensi

Dokumen terkait

Second, Designing and Developing Video Lessons for Online Learning: A Seven- Principle Model (Ou, Joyner & Goel, 2019). The purpose of this research is video lesson design

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala perilaku prososial sesuai dengan teori Eisenberg & Mussen (1989) dan skala relasi guru – siswa sesuai dengan