• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kuat Tekan Beton Menggunakan Bahan Substitusi Serat Roving dan Cangkang Tiram

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Analisis Kuat Tekan Beton Menggunakan Bahan Substitusi Serat Roving dan Cangkang Tiram"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

e-ISSN : 2541-1934

Analisis Kuat Tekan Beton Menggunakan Bahan Substitusi Serat Roving dan Cangkang Tiram

Bunyamin1*, Munirul Hady2, Nesri Hendrifa3, Ahmad Syakir4

1,2,4Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Iskandar Muda, Banda Aceh

3Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

*Koresponden email: bunyamin@unida-aceh.ac.id

Diterima: 18 April 2023 Disetujui: 1 Mei 20232

Abstract

The researchers have conducted experiments on other materials with the same properties as cement, such as oyster shell waste. The previous studies indicate that 10% cement replacement and 0.50 of W/C (Water Cemen ratio) can increase the quality of concrete. In this study, another material will be added to the cement, namely roving fiber (gypsum fiber), aimed to reduced cracking. The purpose of this study was to utilize 10% oyster shell waste and the addition of 5%, 10%, and 15% roving fiber into cement on the compressive strength of concrete. The specimens used was cylinders (15 cm x 30 cm) with total of cylinders were 20 units. Oyster shell waste comes from Krueng Neng, Aceh Besar. The roving fiber is obtained from a building materials store in Banda Aceh. The ACI 211.1-91 (American Concrete Institute) and ASTM (American Society for Testing and Materials) methods were used. The results showed that the normal compressive strength of concrete was 22.05 MPa. Meanwhile, the compressive strength of concrete with roving fiber and oyster shell substitution were 25.16 MPa, 30.59 MPa and 30.70 MPa. The combined concrete compressive strength increases compared to the normal concrete compressive strength.

Keywords: compressive strength of concrete, waste, W/C, roving fiber, oyster shells

Abstrak

Para peneliti telah melakukan percobaan terhadap bahan-bahan lain yang sifatnya sama seperti semen, seperti limbah cangkang tiram. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penggantian semen 10%

dan FAS (Faktor Air Semen) 0,50 mampu meningkatkan kuat tekan beton. Pada penelitian ini, akan ditambahkan material lain ke dalam semen tersebut yaitu serat roving (serat gypsum), bertujuan mengurangi retak yang terjadi. Tujuan penelitian ini adalah untuk memanfaatkan limbah cangkang tiram sebesar 10%

dan penambahan serat roving sebesar 5%, 10%, dan 15% ke dalam semen terhadap kuat tekan beton. Benda uji berupa silinder (15 cm x 30 cm) berjumlah 20 unit. Limbah cangkang tiram berasal dari Krueng Neng, Aceh Besar. Serat roving didapatkan dari toko bahan bangunan di Banda Aceh. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan metode ACI 211.1-91 (American Concrete Institute) dan ASTM (American Society for Testing and Material). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan beton normal sebesar 22,05 MPa.

Sedangkan kuat tekan beton dengan substitusi serat roving dan cangkang tiram adalah 25,16 MPa, 30,59 MPa, dan 30,70 MPa. Kuat tekan beton yang dikombinasikan meningkat dibandingkan dengan kuat tekan beton normal.

Kata Kunci: kuat tekan beton, limbah, FAS, serat roving, cangkang tiram

1. Pendahuluan

Semen adalah salah satu bahan baku pembuatan beton yang sangat besar pengaruhnya di dalam meningkatkan kuat tekan beton [1]. Kandungan oksida yang berperanan penting dalam proses pengikatan dan peningkatan kekuatan semen, adalah: kalsium oksida, silika, dan alumina [2]. Limbah organik yang diubah menjadi anorganik telah banyak dilakukan oleh para peneliti, salah satunya adalah limbah cangkang tiram [3]. Limbah cangkang tiram dengan kandungan kimianya mirp seperti semen mampu meningkatkan kekuatan tekan beton [4].

Tiram adalah sejenis kerang dengan cangkang yang berkapur dan relatif pipih [5].

Cangkang tiram yang dihancurkan dan dibakar dengan suhu tertentu dapat digunakan sebagai filler sebagai pengganti sebahagian semen [6]. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penggantian semen sebesar 10% dan FAS (Faktor Air Semen) sebesar 0,50 mampu meningkatkan kuat tekan beton yang optimum [7]. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa retakan awal masih terjadi akibat panas hidrasi dan pembebanan [8].

(2)

Cangkang tiram yang tersebar di berbagai limbah perikanan masih rendah pemanfaatannya dan dapat mengganggu keindahan alam sekitarnya serta menyebabkan penurunan kualitas udara yang bersih [9]. Jika dilihat dari susunan mineralnya, cangkang tiram memiliki kalsium yang tinggi sebagai penyusun utama terhadap tubuhnya yang keras [10]. Kelebihan cangkang tiram di bidang perikanan yaitu memiliki jumlah kalsium karbonat (CaCO3) yang tinggi. Cangkang tiram yang digunakan sebagai pengganti batu kapur berupa CaO dengan jumlah sebesar 56,77 % [10]. Sehingga dengan kandungan kalsium yang sangat tinggi, maka limbah cangkang tiram sangat tepat untuk digunakan sebagai bahan pengganti sebahagian semen dalam beton [11]. Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai penggunaan cangkang tiram dalam semen, di mana kuat tekan beton meningkat pada saat semen digantikan dengan limbah cangkang tiram sebesar 20%, namun kuat tekan beton menurun pada saat semen digantikan sebesar 25% [12].

Unsur kimia dalam cangkang tiram yang telah diteliti menunjukkan bahwa sekitar 50% berat cangkang tiram terdapat unsur kalsium [6]. Kandungan unsur kimia dalam cangkang tiram dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Kandungan unsur kimia dalam serbuk cangkang tiram

Sumber: Ayyapan (2018) [6]

Beton serat merupakan salah satu jenis beton yang telah banyak digunakan oleh para peneliti untuk memperbaiki retakan awal. Beton serat terdiri dari serat alami dan serat sintetis [13]. Ukuran serat yang digunakan dalam beton berdiameter 5 sampai 500 m (mikrometer) dengan panjang 25 mm atau 30 mm [14]. Kegunaan serat dalam beton adalah untuk meningkatkan kualitas beton dalam hal meminimalisir serat yang terbentuk pada saat pembebanan awal terjadi [13]. Para peneliti telah melakukan beberapa percobaan terhadap penambahan serat ke dalam beton, baik serat alami maupun serat buatan dan hasil menunjukkan bahwa kekuatan beton (tekan, tarik belah, dan tarik lentur) meningkat [15]. Kinerja beton menjadi lebih baik dengan adanya penambahan serat tersebut ke dalam beton. Untuk memudahkan pencampuran serat ke dalam beton, maka para peneliti menyarankan bahwa jumlah serat yang ditambahkan adalah sebanyak 2%

dari volume beton [16].

Serat yang ditambahkan ke dalam beton memiliki kelebihan dan kekurangan baik serat alami maupun serat buatan yaitu sebagai berikut [17]:

1. Serat alami berasal dari alam yaitu tumbuhan. Serat ini memiliki daya serap air yang tinggi dan cepat terjadinya perubahan volume yaitu mengembang dan tidak dianjurkan digunakan serat ini untuk beton mutu tinggi. Contoh serat alami, yaitu: rami, ijuk, sabut kelapa dan lain-lain.

2. Serat buatan berasal dari bahan-bahan atau limbah yang dilakukan pengolahannya oleh manusia menjadi serat yang dapat digunakan dalam beton. Serat buatan tahan terhadap temperatur yang tinggi dan mempunyai kuat tarik yang tinggi.

Serat sintetis yang penggunaannya masih belum optimal di dunia konstruksi yaitu serat roving. Serat roving merupakan serat yang terbuat dari bahan polyester/epoxy yang digunakan sebagai media lapisan tengah dari plat fiberglass. Serat roving biasanya digunakan untuk bahan pembuat gypsum dan pelapis dalam pengecatan [18]. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kuat tekan maksimum tercapai pada penambahan serat roving sebesar 5% [19]. Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa pemeriksaan berat jenis roving dari dua sampel yang rata-rata diperoleh berat jenis sebesar 1.364 gram/cm3 [18].

Pemanfaatan limbah cangkang tiram yang dikombinasikan dengan serat roving di dalam beton belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, beton konvensional perlu dikombinasikan dengan bahan lainnya yang dapat meningkatkan kuat tekan beton serat dan mengurangi retak yang timbul, yaitu dengan mensubstitusikan bahan limbah cangkang tiram dan serat roving ke dalam semen.

Permasalahan dalam penelitian ini ialah timbulnya retakan awal pada beton akibat panas hidrasi dan akibat pembebanan. Oleh karena itu, dengan adanya substitusi limbah cangkang tiram dan tambahan serat

No. Unsur Oksida Jumlah (%)

1. SiO2 1,60

2. AL2O3 0,92

3. CaO 51,56

4. MgO 1,43

5. Na2O 0,08

6. K2O 0,06

7. H2O 0,31

8. LOI 41,84

(3)

e-ISSN : 2541-1934

roving ke dalam semen, diharapkan dapat memperbaiki permasalahan tersebut dan juga dapat meningkatkan kekuatan beton yang lebih besar jika dibandingkan beton konvensional.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengurangi retakan awal yang terjadi pada beton. Selain itu, juga untuk mendapatkan density dan kuat tekan beton serta untuk mendapatkan persentase optimum kuat tekan dari kombinasi abu cangkang tiram dan serat roving. Manfaat dari penelitian ini adalah dapat mengetahui bagaimana luasan sebaran serat roving dan abu cangkang tiram ketika pencampuran beton berlangsung. Selain itu, untuk menambah keterbaruan dalam teknologi beton melalui beton komposit serat roving dan limbah cangkang tiram.

Dalam penelitian ini, perencanaan campuran beton berdasarkan kepada FAS (Faktor Air Semen) 0,50, dengan menggunakan bahan tambah berupa serat roving sebesar 5%, 10%, dan 15% serta bahan substitusi berupa abu cangkang tiram ke dalam semen sebesar 10%, yang bertujuan untuk meningkatkan kuat tekan beton. Adapun limbah cangkang tiram berasal dari Krueng Neng, Aceh Besar. Sedangkan serat roving didapatkan dari toko bahan bangunan di Banda Aceh.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2022 yang berlokasi di Laboratorium Bahan Bangunan dan Transportasi, Prodi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Iskandar Muda, Banda Aceh. Metode Penelitian ini berbasis eksperimen di Laboratorium dengan peraturan yang digunakan adalah ASTM (American Society for Testing of Materials) dan ACI (American Concrete Institute) [20].

Untuk tercapainya penelitian berbasis eksperimen di Laboratorium, maka perlu dilakukan pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari pemeriksaan sifat fisis agregat, pengujian sifat beton segar, dan pengujian sifat beton keras. Sedangkan data sekunder pada penelitian ini adalah berupa kajian kepustakaan berupa referensi dari berbagai sumber baik dari buku, bacaan di internet, artikel dari jurnal nasional dan internasional, maupun hasil penelitian terdahulu. Uraian penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium adalah sebagai berikut:

2.1. Pengumpulan Limbah Cangkang Tiram dan Serat Roving

Limbah cangkang tiram yang digunakan dalam penelitian ini berlokasi di daerah Krueng Neng, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh. Limbah cangkang tiram dikumpulkan mulai dari pagi hari yaitu pada pukul 09.00 s.d 12.00 WIB. Limbah cangkang tiram dikumpulkan melalui para nelayan yang ada di pesisir Krueng Neng. Para nelayan mendapatkan hasil tangkapan tiram, kemudian mengambil daging tiram tersebut dan membuang cangkangnya. Cangkang tersebut dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam goni, selanjutnya disimpan di dalam Laboratorium. Pengumpulan cangkang tiram ini dilakukan lebih kurang selama 1 minggu.

Serat roving yang digunakan dalam penelitian ini adalah serat roving sebagai bahan pembuat gypsum. Serat roving yang digunakan adalah serat yang sudah siap diproduksi yang dibeli di toko bahan bangunan yang menjual gipsum. Serat roving yang dibeli adalah serat roving fiberglass yang digunakan untuk sambungan papan atau lis profil gypsum.

2.2. Pengolahan Limbah Cangkang Tiram dan Serat Roving

Pengolahan Limbah cangkang tiram bermula dari: dikumpulkan, kemudian dibawa ke Laboratorium untuk dibersihkan yaitu direndam dalam baskom berisi air selama 24 jam. Air rendaman dalam baskom tersebut menggunakan air PDAM [21]. Selanjutnya, dikeringkan dengan menggunakan oven selama 24 jam pada suhu 1050C. Setelah limbah cangkang tersebut kering, maka dibakar dengan suhu 5000 C dengan menggunakan drum pembakaran [22]. Limbah cangkang tiram berubah warnanya menjadi abu-abu dan dihaluskan lagi dengan leusung. Supaya dapat dikombinasikan ke dalam semen secara homogen, maka diayak lagi dengan menggunakan saringan ayakan No. 200 [23]. Hasil pengolahan limbah tersebut menjadi filler yang dapat digunakan untuk pengganti sebahagian semen [24]. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 1.

(4)

Gambar 1. Hasil pengolahan limbah cangkang tiram Sumber : Penulis (2022)

Serat roving yang dibeli dari toko berupa 1 gulungan roll yang belum dipotong. Sehingga pada penelitian ini, serat roving dipotong terlebih dahulu dengan cara dilakukan pengukuran dengan menggunakan penggaris dan jangka sorong dan kemudian dipotong dengan panjang sekitar 3 cm. Serat roving yang digunakan mudah lengket. Sehingga untuk memudahkan pemotongan, maka digunakan sarung tangan. Hasil pemotongan serat roving dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hasil pemotongan serat roving dengan ukuran 3 cm Sumber : Penulis (2022)

2.3. Pemeriksaan Sifat Fisis Agregat

Pemeriksaan sifat fisis agregat (pasir halus, pasir kasar, dan kerikil) pada penelitian ini dilakukan berdasarkan ASTM 2004. Ukuran agregat halus: pasir halus berdiameter 4,75 mm dan pasir kasar berdiameter 9,52 mm. Sedangkan agregat kasar yaitu kerikil berdiameter 25,00 mm. Lokasi pengambilan agregat halus dan agregat kasar diperoleh dari Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar. Pemeriksaan sifat fisis agregat dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa agregat tersebut dapat berperilaku baik sebagaimana yang disyaratkan dalam ASTM. Pemeriksaan sifat fisis agregat terdiri dari pemeriksaan berat volume (ASTM C 29/C 29M – 97) [25], absorbsi (ASTM C 127 – 01) [26], berat jenis dan susunan butiran (ASTM C136 – 01) [27].

Hasil pemeriksaan sifat fisis agregat tersebut dilihat nilainya dan dibandingkan dengan nilai yang sudah disyaratkan dalam ASTM [28]. Jika semua nilai yang didapatkan tidak sesuai dengan yang disyaratkan, maka agregat tidak dapat digunakan untuk pencampur beton dan harus diambil dari lokasi yang berbeda dan dilakukan kembali pemeriksaan sifat fisis agregat.

2.4. Perencanaan Campuran Beton

Perencanaan campuran beton dilakukan dengan menggunakan aturan ASTM [29] dan ACI 211.1-91 [30]. Slump yang direncanakan berdasarkan tabel ACI yaitu (75 – 100) mm. Semen yang digunakan pada penelitian ini adalah semen multifungsi. FAS yang direncanakan adalah 0,50, dengan diameter agregat maksimum 25,00 mm. Jumlah air dihitung berdasarkan nilai-nilai yang terdapat pada Tabel di ACI.

Sedangkan jumlah semen dihitung dengan menggunakan rumus: FAS = jumlah air dibagi dengan jumlah semen. Nilai Fineness Modulus (FM) campuran pasir dalam penelitian ini yang digunakan yaitu antara 2,4

(5)

e-ISSN : 2541-1934

sampai dengan 3,0 [31]. Komposisi campuran beton direncanakan dalam volume 1 m3 dalam bentuk perbandingan berat.

Komposisi campuran beton yang digunakan dalam penelitian ini yaitu semen multifungsi, pasir halus ukuran 4,75 mm, pasir kasar ukuran 9,52 mm, dan kerikil ukuran 25,00 mm, serta air PDAM yang berasal dari Laboratorium Laboratorium Bahan Bangunan dan Transportasi, Prodi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Iskandar Muda, Banda Aceh. Hasil perencanaan campuran beton dengan FAS 0,50 diperlihatkan pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Hasil perencanaan campuran beton

No. Bahan Jumlah (Kg/m3)

1. Air 193,00

2. Semen 386,00

3. Kerikil 1198,16

4. Pasir Kasar 273,79

5. Pasir halus 329,06

Total 2380,00

Sumber: Penulis (2022)

2.5. Pembuatan Benda Uji

Pembuatan benda uji dimulai dari persiapan material yang telah diayak sesuai dengan ukurannya yang terdiri dari pasir halus, pasir kasar, dan kerikil. Material tersebut disiapkan dalam keadaan SSD (Saturated Surface Dry). Pengecoran dilakukan secara bertahap, di mana material ditimbang sesuai dengan hasil perencanaan campuran beton dengan jumlah benda uji yang dipersiapkan sebanyak 5 benda uji.

Material dimasukkan ke dalam molen hingga adukan beton merata dan homogen. Serat roving dimasukkan secara perlahan ke dalam molen dengan tujuan untuk mendapatkan campuran yang homogen antara beton dan serat roving serta juga untuk mencegah terjadinya penggumpalan campuran beton. Beton yang sudah tercampur homogen, dilakukan pemeriksaan sifat beton segar melalui pengujian slump dengan cara memasukkan campuran beton ke dalam kerucut abrams. Nilai slump diperoleh dengan cara mengukur perbedaan ketinggian antara kerucut abrams dengan keruntuhan yang terjadi. Nilai slump yang didapatkan harus sesuai dengan direncanakan yaitu (75-100) mm.

Benda uji berupa silinder beton dengan ukuran 150 x 300 mm yang berjumlah 20 buah. Benda uji yang telah selesai dibuat, dibiarkan selama 24 jam dan kemudian diberikan kode pada setiap benda uji dan tanggal pengujiannya. Selanjutnya, benda uji direndam selama 28 hari dengan menggunakan air PDAM dalam bak rendaman [32]. Benda uji yang direncanakan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Perencanaan benda uji

Sumber: Penulis (2022) Keterangan :

BN = Beton normal

BSRCT = Beton campuran serat roving 5% dan abu cangkang tiram 10%

BSRCT = Beton campuran serat roving 10% dan abu cangkang tiram 10%

BSRCT = Beton campuran serat roving 15% dan abu cangkang tiram 10%

Jenis Beton

Besarnya Tambahan Serat Roving

Besarnya Substitusi

Abu Cangkang

Tiram

Penambahan Serat Roving dan Substitusi Abu Cangkang Tiram Terhadap Berat Semen

Kode Benda

Uji

Total Benda Jumlah Uji

Semen (%)

Jumlah Serat Roving (%)

Jumlah Abu Cangkang Tiram (%)

BN 0,00 % 0,00 % 100,00 0,00 0,00 BN 5

BSRCT-1 5,00 % 10,00 % 90,00 5,00 10,00 BSRCT 5

BSRCT -2 10,00 % 10,00 % 90,00 10,00 10,00 BSRCT 5

BSRCT -3 15,00 % 10,00 % 90,00 15,00 10,00 BSRCT 5

Total 20

(6)

2.6. Pengujian Sifat Beton Keras

Sifat beton keras yang diuji dalam penelitian ini terdiri dari pengujian kuat tekan dan berat volume beton. Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada saat benda uji berumur 28 hari. Benda uji dikeluarkan dari bak rendaman dan dibiarkan kering selama 24 jam. Kemudian dilakukan pengujian dengan menggunakan Compressive Loading Machine 200 tf. Pembebanan dilakukan secara bertahap hingga mencapai beban maksimum dan kemudian dibaca serta dicatat. Hasil pembacaan tersebut dilakukan pengolahan data dan menghasilkan kuat tekan beton, yaitu dengan membandingkan beban maksimum dan luas permukaan silinder beton dalam satuan MPa [33].

Pengujian berat volume beton dilakukan sesaat sebelum pengujian kuat tekan dilakukan. Benda uji yang sudah dikeluarkan dari bak rendaman, dibiarkan kering selama 24 jam. Kemudian ditimbang beratnya, diukur dimensinya dan dicatat. Berat volume diperoleh dari perbandingan berat dan volume silinder beton dalam satuan Kg/m3 [33].

3. Hasil dan Pembahasan

Penelitian dilakukan di Laboratoium dengan hasil akhir yang diperoleh berupa: sifat beton segar (pengujian slump) dan sifat beton keras (kuat tekan dan berat volume beton). Hasil penelitian berupa data dan gambar pengujian, yang kemudian dilakukan pengolahan data dalam bentuk: pernyataan (komentar), tabel, dan grafik.

3.1. Hasil Pemeriksaan Sifat Fisis Agregat

Pemeriksaan sifat fisis agregat (pasir halus, pasir kasar, dan kerikil) meliputi pemeriksaan berat volume, berat jenis, absorpsi, dan fineness modulus. Hasil pemeriksaan sifat fisis agregat dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Hasil pemeriksaan sifat fisis agregat

No. Material

Berat Volume

(Kg/l)

Berat Jenis (SSD)

Absorpsi (%)

Fineness Modulus (FM)

1. Pasir halus (Find Sand) 1,697 2,755 1,613 2,34

2. Pasir kasar (Coarse Sand) 1,848 2,744 1,632 2,92

3. Kerikil (Coarse Aggregate) 1,736 2,834 1,929 6,83

Sumber: Penulis (2022)

Berdasarkan Tabel 4 tersebut, dapat dilihat bahwa berat volume yang dihasilkan lebih besar dari 1,4 kg/l. Hal ini bermakna bahwa agregat memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai material pencampur beton. Berat jenis (SSD) yang dihasilkan juga cukup baik sebagaimana yang disyaratkan dalam ASTM yaitu berkisar antara 2,0 s.d 2,7. Namun nilai berat jenis kerikil yang dihasilkan sedikit melebihi dari yang disarankan. Nilai absorpsi untuk semua jenis agregat berada dibawah 2%, bermakna sesuai dengan yang disyaratkan dalam ASTM. Selanjutnya, nilai FM untuk pasir halus dan pasir kasar memenuhi sebagaimana yang diatur dalam ASTM yaitu berada antara 2,3 s.d 3,1. FM kerikil yang diperoleh juga memenuhi yaitu berada antara 5,5 s.d 8,0.

Hasil pemeriksaan sifat fisis agregat yang diperoleh memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah diatur dalam ASTM, sehingga material yang berasal dari Kabupaten Jantho sangat baik dan dapat digunakan untuk pencampur beton. Selanjutnya, FM agregat campuran yang diperoleh juga sesuai dengan persyaratan dalam ASTM. Susunan butir agregat campuran yang didapatkan berada pada daerah baik dan baik sekali yaitu dapat digunakan sebagai material pencampur beton. Adapun grafik susunan butir agregat campuran dapat dilihat pada Gambar 3.

(7)

e-ISSN : 2541-1934

Gambar 3. Grafik susunan butir agregat campuran Sumber : Penulis (2022)

3.2. Hasil Pengujian Sifat Beton Segar

Pengujian sifat beton segar dalam penelitian ini yaitu berupa pengujian slump dengan menggunakan kerucut abrams, di mana slump yang direncanakan adalah (75-100) mm. hasil pengujian slump dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil pengujian slump No. Jenis Beton

Nilai Slump

(mm)

Penambahan atau Pengurangan Jumlah Air dan Semen

1. BN 82,50 - 2 %

2. BSRCT-1 75,00 + 35 %

3. BSRCT -2 75,00 + 55 %

4. BSRCT -3 75,00 + 90 %

Sumber: Penulis (2022)

Berdasarkan Tabel 5, hasil dari nilai slump yang diperoleh dengan tambahan serat roving 5%, 10%, dan 15% serta substitusi cangkang tiram 10% menunjukkan bahwa pengadukan campuran beton sudah sesuai dengan yang direncanakan, di mana jumlah air dan semen yang ada dalam beton dapat bereaksi dengan baik dan homogen. Namun, pada saat tambahan serat roving mulai dari 5%, 10% dan 15% ke dalam semen, terjadinya penambahan Air dan Semen (FAS) supaya slump yang didapatkan sesuai dengan slump yang direncanakan 75 – 100 mm.

Adapun penambahan semen dan air (workability) untuk beton serat dalam penelitian ini disebabkan karena ketika bahan tersebut bercampur dengan semen, terjadinya penyerapan yang berlebih. Selain itu, waktu yang diperlukan oleh semen untuk bereaksi dengan air dan serat menjadi lebih lama, sehingga pengikatan awal terjadi sangat cepat dan terjadinya kehilangan air serta campuran menjadi tidak homogen.

Sehingga, semen yang bereaksi dengan serat tersebut memerlukan air yang banyak untuk supaya beton tersebut mudah dikerjakan dan sesuai dengan slump yang direncanakan. Waktu pengadukan untuk beton serat 5% yaitu sekitar 17 menit, beton serat 10% yaitu 25 menit, sedangkan beton serat 15% yaitu sekitar 35 menit.

3.3. Hasil Pengujian Berat Volume Beton

Berat volume dihitung berdasarkan berat dan dimensi benda uji, yang didapatkan dari hasil pengukuran benda uji di Laboratorium dengan menggunakan timbangan digital. Adapun hasil perhitungan berat volume beton dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.

0,15 0,3 0,59 1,19 2,38 4,76 9,52 19,1 25,4 31,5

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,25 0,5 1 2 4 8 16 31,5

% Lolos Saringan

Diameter (mm)

(8)

Gambar 4. Grafik berat volume beton Sumber : Penulis (2022)

Gambar 4 menunjukan bahwa berat volume beton normal sebesar 2488,54 Kg/m3. Sedangkan berat volume beton dengan tambahan serat roving 5%, 10%, 15% dan cangkang tiram 10% mengalami penurunan sebesar 2396,58 Kg/m3, 2365,24 Kg/m3 dan 2305,26 Kg/m3.

Gambar 4 menjelaskan bahwa semakin banyak tambahan serat roving ke dalam semen, maka berat volume beton akan menurun siginifikan. Hal ini disebabkan oleh berat jenis serat roving yang kecil yaitu 1.364 gram/cm3. Sehingga ketika dimasukkan ke dalam semen, dengan beratnya 5%, 10%, atau 15% dari semen, maka memerlukan serat roving dalam jumlah yang sangat banyak. Jika dilihat dari berat jenis semen yaitu 3.150 gram/cm3, maka perbandingan jumlah semen dan serat roving sekitar 1:3. Sehingga ketika serat roving bercampur dengan semen, maka berat beton akan berkurang dengan sendirinya.

3.4. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton

Pengujian kuat tekan benda uji silinder beton dilaksanakan setelah perawatan benda uji mencapai umur 28 hari. Data yang dihasilkan dari pengujian ini adalah data dimensi, berat dan beban benda uji. Hasil pengujian kuat tekan beton dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik kuat tekan beton Sumber : Penulis (2022)

Dari Gambar 5 menunjukkan bahwa kuat tekan beton normal sebesar 22,05 MPa. Sedangkan kuat tekan beton dengan tambahan serat roving 5%, 10%, 15% dan cangkang tiram 10% adalah 25,16 MPa, 30,59 MPa, dan 30,70 MPa. Kuat tekan beton dengan menggunakan bahan tambah meningkat dibandingkan dengan kuat tekan beton normal.

Dari hasil pengujian pengolahan data yang didapat pada Gambar 5 diperlihatkan bahwa kuat tekan beton rata-rata pada umur 28 hari dengan menggunakan campuran serat roving dan limbah cangkang tiram menunjukkan peningkatan kuat tekan beton yang sangat signifikan. Kuat tekan beton maksimum tercapai pada beton BSRCT-3 (Beton tambahan serat roving 15% dan substitusi cangkang tiram 10%). Sedangkan kuat tekan beton minimum tercapai pada beton normal.

22,05

25,16

30,59 30,70

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00

0 5 10 15

Kuat Tekan Beton (MPa)

Persentase Tambahan SR (%) dan Substitusi CT 10%

2488,54

2396,58

2365,24

2305,26

2200,00 2250,00 2300,00 2350,00 2400,00 2450,00 2500,00 2550,00

0 5 10 15

Berat Volume Beton (Kg/m3)

Persentase Tambahan SR (%) dan Substitusi CT 10%

(9)

e-ISSN : 2541-1934

Dilihat dari Gambar 5, dapat diketahui bahwa dengan adanya substitusi cangkang tiram 10% dan semakin banyaknya tambahan serat roving ke dalam semen, maka kuat tekan beton semakin meningkat.

Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan CaO dalam cangkang tiram sebesar 51,56% mampu bereaksi dengan homogen dan maksimal terhadap kandungan CaO dalam semen. Selain itu, juga adanya penambahan air dan semen yang sangat signifikan sebagai pra syarat dalam memenuhi slump yang direncanakan dan untuk memperoleh workability yang baik. Setelah adanya penambahan air dan semen tersebut, campuran menjadi sangat homogen, di mana serat telah menyatu bersama-sama dengan semen dan material lain dalam beton. Kehancuran beton yang telah diuji dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hasil pengujian kuat tekan beton Sumber : Penulis (2022)

4. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian tentang tambahan serat roving 5%, 10%, dan 15% serta substitusi cangkang tiram 10% ke dalam semen adalah semakin banyak serat roving yang ditambahkan ke dalam semen, maka workability beton akan menurun dan slump tidak tercapai. Slump beton serat roving yang dihasilkan akan tercapai dengan adanya penambahan air dan semen dalam beton. Semakin banyak serat roving yang ditambahkan ke dalam semen sampai dengan 15%, maka kuat tekan beton akan naik secara signifikan. Terakhir semakin banyak serat roving yang ditambahkan ke dalam semen, maka berat volume beton akan menurun siginifikan.

5. Saran

Adapun saran yang dapat diambil dari hasil penelitian tentang tambahan serat roving 5%, 10%, dan 15% serta substitusi cangkang tiram 10% ke dalam semen selama penelitian ini dilakukan yaitu pada saat sebelum dimulainya pengecoran beton dengan tambahan serat roving, perlu disediakan penambahan air dan semen minimal sebesar 30 % sebagai antisipasi jika slump yang dicapai tidak sesuai dengan yang direncanakan. Hal ini bertujuan agar lamanya waktu pengecoran konstan atau sama dengan pengecoran benda uji lainnya. Kemudian pada pencampuran serat roving ke dalam beton, maka perlu dilakukan secara perlahan agar campuran beton menjadi homogen.

6. Daftar Pustaka

[1] J. J. Biernacki et al., “Cements in the 21st century: challenges, perspectives, and opportunities,” J.

Am. Ceram. Soc., vol. 100, no. 7, pp. 2746–2773, 2017.

[2] B. A. Tayeh, M. W. Hasaniyah, A. M. Zeyad, and M. O. Yusuf, “Properties of concrete containing recycled seashells as cement partial replacement: A review,” J. Clean. Prod., vol. 237, p. 117723, 2019.

[3] J. Kong et al., “Recycling of waste oyster shell and recycled aggregate in the porous ecological concrete used for artificial reefs,” Constr. Build. Mater., vol. 323, p. 126447, 2022.

[4] S.-H. Eo and S.-T. Yi, “Effect of oyster shell as an aggregate replacement on the characteristics of concrete,” Mag. Concr. Res., vol. 67, no. 15, pp. 833–842, 2015.

[5] S. A. Salamanu, “Identifikasi jenis tiram dan keanekaragamannya di daerah intertidal Desa Haria Kecamatan Saparua Kabupaten Maluku Tengah,” Biosel Biol. Sci. Educ., vol. 6, no. 2, pp. 171–175,

(10)

2017.

[6] K. Ayyappan, “Study on Structural Behavior of Oyster Shell Powder in Concrete,” Joumal Eng.

Appl. Sci., 2018.

[7] B. Bunyamin and A. Mukhlis, “Utilization of Oyster Shells as a Substitute Part of Cement and Fine Aggregate in the Compressive Strength of Concrete,” Aceh Int. J. Sci. Technol., vol. 9, no. 3, 2020.

[8] Y. Han, R. Lin, and X.-Y. Wang, “Performance of sustainable concrete made from waste oyster shell powder and blast furnace slag,” J. Build. Eng., vol. 47, p. 103918, 2022.

[9] J. H. Jeon, Y. H. Son, D. G. Kim, and T. J. Kim, “Estimation of Life Cycle CO2 emissions using oyster shells and bottom ash as materials for soil-mixing and a drainage layer,” J. Clean. Prod., vol.

270, p. 122477, 2020.

[10] L. Handayani and F. Syahputra, “Isolasi Dan Karakterisasi Nanokalsium Dari Cangkang Tiram (Crassostrea gigas),” JPHPI, vol. 20, no. 3, pp. 515–523, 2017.

[11] Y. Han, R. Lin, and X.-Y. Wang, “Sustainable mixtures using waste oyster shell powder and slag instead of cement: Performance and multi-objective optimization design,” Constr. Build. Mater., vol. 348, p. 128642, 2022.

[12] O. A. Ubachukwu and F. O. Okafor, “Investigation of the Supplementary Cementitious Potentials of Oyster Shell Powder for Eco-Friendly and Low-cost Concrete,” Electron. J. Geotech. Eng., vol.

24, no. 5, pp. 1297–1306, 2019.

[13] K. Tjokrodimulyo, “Teknologi Beton (Edisi Pert),” Yogyakarta Biro PenerbitKMTS FT UGM, 2007.

[14] A. Prasytia, “Efek Karakteristik Penambahan Abu Sekam Padi Dan Serat Ijuk Dengan Variasi Dari Berat Binder, Terhadap Kekuatan Beton Self-Compacting Concrete Dengan FAS Yang Berbeda,”

UMSU, 2021.

[15] H. Song, J. Liu, K. He, and W. Ahmad, “A comprehensive overview of jute fiber reinforced cementitious composites,” Case Stud. Constr. Mater., vol. 15, p. e00724, 2021.

[16] T. Iskandar, D. Kartika, and others, “Pengaruh Penambahan Serat Kulit Bambu Dari Limbah Bekas Stagger Bekesting Terhadap Sifat Fisik Dan Mekanik Pada Genteng Beton,” Infomanpro, vol. 9, no.

1, pp. 1–10, 2020.

[17] Mulyono, “Teknologi Beton,” Yogyakarta Andi Offset, 2004.

[18] W. Usmanto, “Pengaruh Penambahan Serat Roving Sebesar 4, 48\% dengan Panjang Serat 6 cm pada Sifat Mekanis Balok Beton Bertulang,” Skripsi. Jur. Tek. Sipil, Fak. Tek. Univ. Negeri, 2006.

[19] A. Widodo and M. A. Basith, “Analisis Kuat Tekan Beton Dengan Penambahan Serat Rooving Pada Beton Non Pasir,” J. Tek. Sipil dan Perenc., vol. 19, no. 2, pp. 115–120, 2017.

[20] B. Bunyamin, “Pengaruh Sambungan Beton Pracetak Hollow Block terhadap Pola Retak yang Timbul,” J. Serambi Eng., vol. 5, no. 2, 2020.

[21] B. Bunyamin, F. D. Kurniasari, R. P. Munirwan, and R. Putra Jaya, “Effect of Coral Aggregates of Blended Cement Concrete Subjected to Different Water Immersion Condition,” Adv. Civ. Eng., vol.

2022, 2022.

[22] B. Bunyamin, N. Hendrifa, and M. Ridha, “Pengaruh Substitusi Cangkang Tiram Sebagai Pengganti Sebahagian Semen Dan Pasir Halus Terhadap Kuat Tarik Belah Beton,” TERAS J., vol. 11, no. 2, pp. 272–281, 2021.

[23] B. Bunyamin, R. P. Munirwan, M. Ridha, and N. Hendrifa, “Utilization of wood processing dust as a substitute for a part of cement in concrete,” in IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 2021, vol. 1087, no. 1, p. 12004.

[24] Z. Abidin, B. Bunyamin, and F. D. Kurniasarir, “Uji Marshall Pada Campuran AC-WC Dengan Substitusi Filler,” J. Serambi Eng., vol. 6, no. 1, 2021.

[25] C. ASTM, “29/C 29M-97,” Stand. Test Method Bulk Density (“Unit Weight. Voids Aggreg., 2010.

[26] A. ASTM C127, “Standard test method for specific gravity and absorption of coarse aggregate,”

Am. Soc. Test. Mater., 1993.

[27] A. International, “ASTM C136-01, Standard Test Method for Sieve Analysis of Fine and Coarse Aggregates,” ASTM Int. West Conshohocken, PA, 2001.

[28] Bunyamin, “Comparison of deflection of hollow block concrete blocks with normal reinforced concrete beam,” in AIP Conference Proceedings, 2019, vol. 2059, no. 1, p. 20039.

[29] I. Standards-Worldwide, “Annual Book of ASTM Standard 2004,” Sect. 4, Vol. 04.02, Concr.

Aggregates, 2004.

[30] A. C. I. Standard, “Standard practice for selecting proportions for normal, heavyweight, and mass concrete,” ACI Man. Concr. Pract., pp. 1–38, 1996.

(11)

e-ISSN : 2541-1934

[31] ACI, “ACI Manual of Concrete Practice 2005, Part I, Report: ACI 104-71 (97) to ACI 223-98, Selecting Proportions For Mass Concrete (ACI 211.1-91),” Am. Concr. Institute, Detroit, Michigan., 2005.

[32] Y. Z. Xianglin Gu Xianyu Jin, “Basic Principles of Concrete Structures,” Springer, 2015.

[33] ASTMC39/C39M-20, “Standard test method for compressive strength of cylindrical concrete specimens,” 2012.

Referensi

Dokumen terkait

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, tuturan antar tokoh yang diterjemahkan dari bahasa Korea ke bahasa Indonesia oleh penerjemah, melalui subtitle yang