BAB II
STUDI PUSTAKA
A. Lingkup Lalu-Lintas Perkotaan
1. Prasarana jalan
Jalan raya sebagai salah satu jenis prasarana transportasi darat (sub-sistem jaringan) untuk mengalirkan manusia dan barang (sub-sistem pergerakan), timbul karena adanya proses pemenuhan kebutuhan (sub- sistem kegiatan). Ketiga sub-sistem transportasi tersebut masing-masing saling terkait dan saling mempengaruhi.
Batas segmen harus ditempatkan di mana tipe medan berubah, walaupun karakteristik lainnya untuk geometrik, lalu lintas dan lingkungan (hambatan) tetap sama. Tetapi tidak perlu mempermasalahkan tentang perubahan kecil pada geometriknya (misalnya perbedaan lebar jalur lalu- lintas yang kurang dari (0,5 m), terutama jika perubahan kecil tersebut sebentar-sebentar terjadi:
2. Tingkat pelayanan jalan
Tingkat pelayanan jalan (Level of Service) adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui kualitas suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu-lintas yang melewatinya. Selain itu, tingkat pelayanan jalan dapat diartikan suatu ukuran untuk menyatakan kualitas pelayanan yang disediakan oleh suatu jalan dalam kondisi tertentu (Majalah Ilmiah
Unikom, Vol.4). Salah satu unsur utama yang menyatakan tingkat pelayanan adalah waktu tempuh, biaya perjalanan (tarif dan bahan bakar), juga hal lain seperti kenyamanan, keamanan penumpang. Tingkat pelayanan jalan dapat dilihat dari perbandingan antara volume lalu-lintas dengan kapasitas jalan serta kecepatan lalu-lintas pada ruas jalan tersebut.
3. Perilaku pengemudi
Perilaku pengemudi dan populasi kendaraan (umur, tenaga dan kondisi kendaraan dalam masing-masing kelas, sebagaimana ternyata dari komposisi kendaraan) adalah berbeda untuk berbagai daerah di Indonesia. Kendaraan yang lebih tua dari suatu tipe tertentu, atau perilaku pengemudi yang kurang gesit dapat menghasilkan kapasitas dan kinerja yang lebih rendah. bentuk dan tekstur agregat.
4. Klasifikasi jalan
Jalan raya pada umumnya dapat digolongkan dalam 4 (empat) klasifikasi yaitu: klasifikasi menurut fungsi jalan, klasifikasi menurut kelas jalan, klasifikasi menurut medan jalan, dan klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan (Bina Marga 1997).
a. Klasifikasi menurut fungsi jalan
b. Klasifikasi menurut mewenang pembinaan jalan
Klasifikasi menurut wewenang pembinaannya terdiri dari jalan Nasional, jalan Provinsi, jalan Kabupaten/Kotamadya dan jalan Desa.
c. Klasifikasi menurut medan Jalan
Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Keseragaman proyeksi medan yang diproyeksikan harus mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rancana trase jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari segen rencana jalan tersebut.
d. Klasifikasi jalan menurut kelas jalan
Klasifikasi jalan menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk menerima beban lalu-lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST) dalam satuan ton.
B. Karakteristik Jalan
Jalan atau jalan raya atau ruang milik jalan (RUMIJA) meliputi badan jalan, trotoar, drainase dan seluruh perlengkapan jalan yang terkait, seperti rambu lalu lintas, lampu penerangan lainnya. Segmen jalan didefinisikan sebagai panjang jalan yang tidak dipengaruhi oleh simpang bersinyal atau simpang tak bersinyal dan memiliki karakteristik yang hampir sama panjang jalannya. Karakteristik utama jalan yang akan mempengaruhi kapasitas dan kinerjanya apabila dibebani lalu-lintas ditunjukkan dibawah. Setiap titik dari jalan tertentu yang mempunyai perubahan penting dalam rencana geometrik, karakteristik arus lalu-lintas atau kegiatan samping jalan, menjadi batas segmen jalan.
1. Geometrik jalan
Geometrik adalah dimensi yang nyata dari suatu jalan beserta bagian-bagian yang disesuaikan dengan tuntutan serta sifat-sifat lalu- lintasnya. Informasi tentang kondisi geometrik jalan dalam menganalisa kinerja lalu-lintas sangatlah penting. Misalnya informasi tentang segmen jalan yang berupa :
a. Tipe jalan adalah tipe potongan melintang yang ditentukan oleh jumlah lajur dan arah pada suatu segmen jalan, misalnya 2-lajur 2-arah tak terbagi (2/2 UD).
b. Lebar jalur lalu-lintas adalah lebar dari jalur jalan yang dapat dilewati oleh kendaraan diluar bahu jalan, penambahan lebar jalur suatu jalan akan meningkatkan kecepatan arus bebas dan kapasitas jalan tersebut.
c. Karakteristik bahu: kapasitas, dan kecepatan pada arus tertentu, bertambah sedikit dengan bertambahnya lebar bahu.
Kapasitas berkurang jika terdapat penghalang tetap dekat pada tepi jalur lalu-lintas.
d. Ada atau tidaknya median (terbagi atau tak terbagi): median yang direncanakan dengan baik meningkatkan kapasitas.
Tetapi mungkin ada alasan lain mengapa median tidak diinginkan, misalnya kekurangan tempat, biaya, jalan masuk ke prasarana samping jalan dan sebagainya.
e. Lengkung vertikal: ini mempunyai dua pengaruh, makin berbukit jalannya, makin lambat kendaraan bergerak ditanjakan (ini biasanya tidak diimbangi di turunan) dan juga pundak bukit mengurangi jarak pandang. Kedua pengaruh ini mengurangi kapasitas dan kinerja pada arus tertentu.
f. Lengkung horisontal: jalan dengan banyak tikungan tajam memaksa kendaraan untuk bergerak lebih lambat dari pada di jalan lurus, agar yakin bahwa ban mempertahankan gesekan yang aman dengan permukaan jalan. Lengkung horisontal dan vertikal dapat dinyatakan sebagai tipe alinyemen umum (datar, bukit atau gunung). Mereka sering juga dihubungkan dengan kelas jarak pandang. Lengkung vertical dan horisontal adalah sangat penting pada jalan dua-lajur dua-arah.
g. Jarak pandang: apabila jarak pandangnya panjang, menyalip akan lebih mudah dan kecepatan serta kapasitas lebih tinggi.
Meskipun sebagian tergantung pada lengkung vertikal dan horisontal, jarak pandang juga tergantung pada ada atau tidaknya penghalang pandangan dari tumbuhan, pagar, bangunan dan lain-lain.
h. Alinyemen jalan : Perencanaan lengkung horizontal dengan jari-jari yang kecil akan mengurangi kecepatan arus bebas.
Tanjakan yang curam juga akan mempengaruhi kecepatan arus bebas.
2. Komposisi arus lalu lintas dan pemisah arah
a. Pemisah arah lalu-lintas:
Kapasitas jalan dua arah lebih tinggi pada pemisahan dua arah 50–50, yaitu jika arus pada kedua arah adalah sama pada periode waktu yang dianalisa ( umumnya satu jam).
b. Komposisi lalu-lintas :
Komposisi lalu-lintas mempengaruhi hubungan kecepatan arus dan kapasitas dinyatakan dalam kend/jam, yaitu tergantung pada rasio sepeda motor atau kendaraan berat dalam arus lalu-lintas. Jika arus dan kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp), maka kecepatan kendaraan ringan dan kapasitas (smp/jam) tidak dipengaruhi oleh komposisi lalu-lintas.
3. Aktivitas samping jalan (hambatan samping)
Kondisi lingkungan dan adanya tempat-tempat yang menimbulkan bangkitan dan tarikan lalu-lintas seperti pertokoan dan perkantoran selalu diikuti kegiatan samping, misalnya pejalan kaki, parkir kendaraan, keluar dan masuk kendaraan, naik dan turun penumpang kendaraan umum, kendaraan lambat, dan pedagang kaki lima. Dalam MKJI kegiatan samping tersebut disebut dengan faktor hambatan samping. Hambatan samping adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan keterkaitan antara arus lalu-lintas dan kegiatan sepanjang sisi jalan. Hambatan
samping yang telah terbukti sangat berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan luar kota adalah:
a. Pejalan kaki;
b. Pemberhentian angkutan umum dan kendaraan lain;
c. Kendaraan lambat (misal becak, kereta kuda);
d. Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan.
Dalam hambatan samping suatu jalan telah terbagi dalam beberapa kelas sesuai dengan kondisi khusus daerah tersebut dalam jumlah bobot kejadian 200 m per jam. Sesuai tabel hambatan samping untuk jalan perkotaan.
4. Prilaku pengemudi dan populasi
Ukuran Indonesia serta keanekaragaman dan tingakat perkembangan daerah perkotaan menunjukkan bahwa perilaku pengemudi dan populasi kendaraan (umur, tenaga dan kondisi kendaraan, komposisi kendaraan) adalah beraneka ragam. Karekteristik dimaksud dalam prosedur perhitungan tidak langsung, melalui ukuran kota. Kota yang lebih kecil menunjukkan perilaku pengemudi yang kurang gesit dan kendaraan yang kurang modern, menyebabkan kapasitas dan kecepatan lebih rendah pada arus tertentu, jika dibandingkan dengan kota yang lebih besar.
C. Karakteristik Arus Lalu-lintas
1. Satuan mobil penumpang
Pengaruh jenis-jenis kelompok kendaraan terhadap arus lalu- lintas campuran sangat berbeda besarnya, faktor penyebabnya adalah karena adanya perbedaan karaktersistik dari kendaraan itu. Satuan mobil penumpang adalah satuan arus lalu lintas, dimana arus dari berbagai tipe kendaraan telah diubah menjadi kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan Ekivalensi Mobil Penumpang (EMP) (MKJI 1997). Penggunaan ini dimaksudkan agar analisis lalu-lintas mudah dilakukan. Faktor satuan mobil penumpang (smp) masing-masing kendaraan ber motor menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), untuk jalan perkotaan adalah sebagai berikut:
a. Kendaraan berat (HV / Heavy Vehicle)
1) Bus Besar yaitu bus dengan dua atau tiga gander dengan jarak as 5,0 – 6,0.
2) Truk besar yaitu truk tiga gander dan truk kombinasi tiga, jarak gander (gander pertama ke gander kedua)
< 3,5 m (sesuai system klasifikasi Bina Marga).
b. Kendaraan ringan (LV / Light Vehicle)
Kendaraan ringan/kecil adalah kendaraan bermotor ber as dua dengan empat roda dan dengan jarak as 2,0 – 3,0 m
(meliputi : mobil penumpang, oplet, mikrobus, pick up, dan truk kecil sesuai sistem klasifikasi bina marga).
c. Sepeda motor (MC / Motor Cycle)
Kendaraan bermotor dengan dua atau tiga roda (meliputi sepeda motor dan kendaraan roda tiga, sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
d. Kendaraan tak bermotor (UM)
Kendaraan dengan roda yang digerakan oleh orang atau hewan (meliputi : sepeda, becak, kereta kuda, dan kereta dorong sesuai klasifikasi Bina Marga). Kendaraan tak bermotor tidak dianggap sebagai bagian dari arus lalu lintas tetapi sebagai unsur hambatan samping.
2. Volume Lalu Lintas
Volume adalah jumlah kendaraan yang melintasi suatu arus lalu lintas pada periode waktu tertentu diukur dalam satuan kendaraan per satuan waktu. Volume yang dimaksud mangacu pada arus lalu lintas. Atau sebagai ukuran dari kuantitas arus lalulintas atau jumlah lalu-lintas yang melewati suatu titik pada suatu jalur jalan selama selang waktu tertentu adalah volume dan tingkat alur lalu-lintas. Besarnya arus lalu lintas dinyatakan dengan volume (volume = V) atau arus (rate of flow = Q) yang keduanya menunjukkan jumlah kendaraan yang melewati satu titik
pengamatan pada ruas jalan per satuan waktu, sehingga dapat dinyatakan dalam persamaan (MKJI, 1997):
V=n
t (1) Dimana:
V = volume kendaraan (kend/jam) n = jumlah kendaraan (kend) t = waktu pengamatan (jam)
3. Kecepatan (speed)
Kecepatan merupakan parameter utama kedua yang menjelasakan keadaan arus lalu lintas di jalan. Kecepatan dapat didefinisikan sebagai gerak dari kendaraan dalam jarak per satuan waktu.
Dalam pergerakan arus lalu lintas, tiap kendaraan berjalan pada kecepatan yang berbeda. Dengan demikian pada arus lalu lintas tidak dikenal karakteristik kecepatan tunggal akan tetapi lebih sebagai distribusi dari kecepatan kendaraan tunggal. Dari distribusi tersebut, jumlah rata- rata atau nilai tipikal dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik dari arus lalu lintas, dalam perhitungannya kecepatan rata-rata dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Time Mean Speed (TMS), yang didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata dari seluruh kendaraan yang melewati suatu titik dari jalan selama periode tertentu.
2. Space Mean Speed (SMS), yakni kecepatan rata-rata dari seluruh kendaraan yang menempati penggalan jalan selama periode waktu tertentu.
Us = d
t (2)
Dimana:
Us = kecepatan kendaraan (km/jam) d = jarak tempuh (km)
t = waktu tempuh (jam) 4. Kecepatan Arus Bebas
Kecepatan arus bebas (FV) dedefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus nol, yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan. Kecepatan arus bebas telah diamati mlalui pengumpulan data lapangan, dimana hubungan antara kecepatan arus bebas dengan kondisi geometrik dan lingkungan telah ditentukan dengan metode regresi. Persamaan untuk menentukan kecepatan arus bebas mempunyai bantuk umum berikut:
FV = (FV0 + FVW) x FFVSF x FFVcs (3)
Dimana:
FV = Kecepatan arus bebas (km/jam) FV0 = Kecepatan arus bebas dasar
FVW = Faktor penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan
FFVSF = Faktor penyesuaian kecepatan untuk habatan samping FFVCS = Faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota
Tabel 1. Nilai kecepatan arus bebas dasar
Tipe jalan
Kecepatan arus bebas dasar (FV0) Kendaraan
ringan LV
Kendaraan Berat
HV
Sepeda Motor
MC
Semua Kendaraan
(rata-rata) Enam-lajur terbagi
(6/2D)
atau Tiga-lajur satu-arah (3/1)
61 52 48 57
Empat-lajur terbagi (4/2D) atau Dua-lajur satu-arah (2/1)
57 50 47 55
Empat-lajur tak-
terbagi (4/2UD) 53 46 43 51
Dua-lajur tak- terbagi
(2/2UD)
44 40 40 42
Sumber: MKJI 1997
5. Kepadatan / kerapatan (density)
Menurut Morlock, E. K (1991), kepadatan lalu-lintas adalah jumlah kendaraan yang lewat pada suatu bagian tertentu dari sebuah jalur dalam satu atau dua arah selama jangka waktu tertentu, keadaan jalan serta lalu-lintas tertentu pula, dan dinyatakan dalam persamaan berikut:
Kerapatan juga di definisikan sebagai jumlah kendaraan yang menempati suatu panjang jalan atau lajur, secara umum dapat
diekspresikan dalam kendaraan per mil (vpm) atau kendaraan per mil per lane (vpmpl). Kerapatan sulit diukur secara langsung di lapangan, melainkan dihitung dari nilai kecepatan dan volume kendaraan.
D = V
Us (4)
Dimana:
D = kerapatan lalu lintas (kend/km) V = volume kendaraan (kend/jam) Us = kecepatan kendaraan (km/jam)
6. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio volume lalu lintas terhadap kapasitas ruas jalan, digunakan sebagai faktor uatama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai derajat kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Persamaan untuk menentukan nilai derajat kejenuhan adalah sebagai berikut.
DS = V / C (5)
Dimana:
DS = Derajat kejenuhan
V = Volume lalu lintas (smp/jam) C = Kapasitas (smp/jam)
7. Komposisi Lalu Lintas
Pada kenyataannya, arus lalu lintas yang ada di lapangan adalah heterogen. Sejumlah kendaraan dengan berbagai jenis, ukuran dan sifatnya membentuk sebuah arus lalu lintas. Keragaman ini membentuk karakteristik yang berbeda untuk setiap komposisi dan berpengaruh terhadap arus lalu lintas secara keseluruhan.
Memperhatikan kondisi tersebut, diperlukan suatu besaran untuk menyatakan pengaruh sebuah jenis kendaraan terhadap arus lalu lintas secara keseluruhan. Satuan mobil penumpang (smp) merupakan sebuah besaran yang menyatakan ekivalensi pengaruh setiap jenis kendaraan yang dibandingkan terhadap jenis kendaraan penumpang. Dengan besaran ini, semua komposisi lalu lintas dapat dinilai
Tabel 2. Daftar satuan mobil penumpang
No. Jenis Kendaraan Smp
1. Kendaraan ringan 1.00
2. Kendaraan berat 1.20
3. Sepeda motor 0.25
4. Kendaraan tak bermotor 0.80
Sumber: IHCM, 1993
Nilai normal untuk komposisi lalu lintas dapat diketahui berdasarkan jumlah penduduk pada suatu daerah.
Tabel 3. Nilai normal untuk komposisi lalu lintas
Ukuran kota LV % HV % MC %
< 0,1 Juta penduduk 0,1 – 0,5 Juta penduduk 0,5 – 1,0 Juta penduduk 1,0 – 3,0 Juta penduduk
> 3,0 Juta penduduk
45 45 53 60 69
10 10 9 8 7
45 45 38 32 24 Sumber: MKJI 1997
8. Faktor Konversi Kendaraan
Lalu lintas yang ada pada suatu arus jalan kenyataannya tidak homogen, untuk memudahkan dalam analisa perhitungan dan untuk keseragaman, jenis kendaraan dikonversikan dengan mobil penumpang atau kendaraan ringan. Nilai konversi ini disebut ekivalensi mobil penumpang (emp), nilai emp untuk mobil penumpang atau kendaraan ringan = 1. Dari banyak kendaraan mulai dari sepeda motor sampai dengan kendaraan berat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu kendaraan berat, kendaraan ringan dan sepeda motor. Nilai ekivalensi mobil penumpang dapat dilihat pada tabel berikut.
Table 4. Nilai ekivalensi mobil penumpang jalan perkotaan Emp
Tipe jalan: Arus lalu lintas
total dua arah HV MC
Jalan tak
berbagi Lebar jalur
lalu lintas Wc
(m)
(kend/jam) £6 > 6
Dua lajur tak
berbagi 0 1.3 0.5 0.4
(2/2 UD) ³ 0081 1.2 0.35 0.25
Empal lajur tak
berbagi 0 1.3 0.4
(4/2 UD) ³ 0073 1.2 0.15
Sumber: MKJI 1997
9. Kapasitas Lalu Lintas
Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu.
Menurut buku Standar Geometrik Jalan Perkotaan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Bina Marga (1999), “Kapasitas Dasar” didefinisikan sebagai volume maksimum kendaraan per jam yang dapat melalui suatu potongan lajur jalan (untuk jalan muti lajur) atau suatu potongan jalan (untuk jalan 4 lajur) pada kondisi jalan dan arus lalu-lintas jalan yang ideal.
Kondisi ideal dinyatakan sebagai suatu kondisi dimana peningkatan kondisi jalan lebih lanjut dan perubahan kondisi cuaca tidak akan menghasilkan pertambahan nilai kapasitas. Kapasitas dinyatakan dalam
satuan mobil penumpang sehingga perlu adanya faktor koreksi untuk jenis kendaraan diluar kendaraan mobil penumpang (van, pick-up, dan jeep).
Persamaan umum untuk menghitung kapasitas suatu ruas jalan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997) untuk daerah luar kota adalah sebagai berikut :
Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas adalah sebagai berikut :
C = Co x FCW x FCSP x FCSF x FCCs (6) Dimana:
C = Kapasitas (smp/jam) Co = Kapasitas dasar (smp/jam) FCW = Faktor penyesuaian lebar jalan
FCSP = Faktor penyesuaian pemisah arah (hanya untuk jalan tak terbagi)
FCSF = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kereb
FCCS= Faktor penyesuaian ukuran kota
Jika kondisi sesungguhnya sama dengan kondisi dasar, maka semua faktor penyesuaian menjadi 1,0 dan kapasitas menjadi sama dengan kapasitas dasar.
Tabel 5. Kapasitas dasar jalan perkotaan Tipe Jalan Kapasitas dasar
(smp/jam) Catatan
Empat-lajur terbagi
atau jalan satu-arah 1650 Per lajur
Empat-lajur tak-terbagi 1500 Per lajur
Dua-lajur tak-berbagi 2900 Total dua arah
Sumber: MKJI 1997
Kapasitas dasar jalan lebih dari empat-lajur (banyak lajur) dapat ditentukan dengan menggunakan kapasitas per lajur yang diberikan dalam tabel 5, walaupun lajur tersebut mempunyai lebar yang tidak standar.
D. Hubungan Antara Volume, Kecepatan, dan Kerapatan
Aliran lalu lintas pada suatu ruas jalan raya terdapat 3 (tiga) variabel utama yang digunakan untuk mengetahui karakteristik arus lalu lintas, yaitu:
Volume (Arus/Flow), yaitu jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tinjau tertentu pada suatu ruas jalan per satuan waktu tertentu.
1) Kecepatan (Speed), yaitu jarak yang dapat ditempuh suatu kendaraan pada ruas jalan per satuan waktu.
2) Kerapatan (Density), yaitu jumlah kendaraan per satuan panjang jalan tertentu.
Kecepatan (km/jam)
Uf
Um
Dm Dj
Vmax
Dm Dj
Vmax Um
Uf
Volume (smp/jam)
Volume (smp/jam) Kerapatan (smp/km)
Variabel-variabel tersebut memiliki hubungan antara satu dengan lainnya. Hubungan antara volume, kecepatan, dan kerapatan dapat digambarkan secara grafis dengan menggunakan persamaan matematis.
Hubungan dasar antara variabel volume, kecepatan, dan kerapatan dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
V = Us x D (7)
Dimana:
V = volume atau arus lalu lintas Us = kecepatan
D = kerapatan
Jika telah diketahui harga dua variabel di atas maka variabel lainya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan tersebut.
Model dari hubungan antara variabel volume, kecepatan,dan kerapatan dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1. Hubungan antara volume, kecepatan, dan kerapatan
Pada gambar tersebut dapat diterangkan bahwa:
1) Pada kondisi kerapatan mendekati nol, arus lalu lintas juga mendekati nol, dengan asumsi seakan-akan tidak terdapat kendaraan bergerak. Sedangkan kecepatannya akan mendekati kecepatan rata-rata pada kondisi arus bebas.
2) Apabila kerapatan naik dari angka nol, maka arus juga naik.
Pada suatu kerapatan tertentu akan tercapai suatu titik dimana bertambahnya kerapatan akan membuat arus menjadi turun.
3) Pada kondisi kerapatan mencapai kondisi maksimum atau disebut kerapatan kondisi jam (kerapatan jenuh) kecepatan perjalanan akan mendekati nol, demikian pula arus lalu lintas akan mendekati harga nol karena tidak memungkinkan kendaraan untuk dapat bergerak lagi.
4) Kondisi arus di bawah kapasitas dapat terjadi pada dua kondisi, yakni:
a. Pada kecepatan tinggi dan kerapatan rendah (kondisi A).
b. Pada kecepatan rendah dan kerapatan tinggi (kondisi B).
1. Hubungan Volume dan Kecepatan
Hubungan mendasar antara volume dan kecepatan adalah dengan bertambahnya volume lalu lintas maka kecepatan rata-rata ruangnya akan berkurang sampai kepadatan kritis (volume maksimum) tercapai. Hubungan keduanya ditunjukkan pada gambar berikut ini.
Vmax Um
Uf
Volume (smp/jam)
K ec ep at an ( km /ja m )
Gambar 2. Hubungan volume dan kecepatan
Setelah kepadatan kritis tercapai, maka kecepatan rata-rata ruang dan volume akan berkurang. Jadi kurva diatas menggambarkan dua kondisi yang berbeda, lengan atas menunjukkan kondisi stabil dan lengan bawah menunjukkan kondisi arus padat.
2. Hubungan Kecepatan dan Kerapatan
Kecepatan akan menurun apabila kepadatan bertambah.
Kecepatan arus bebas akan terjadi apabila kepadatan sama dengan nol, dan pada saat kecepatan sama dengan nol, maka akan terjadi kemacetan (jam density). Hubungan keduanya ditunjukkan pada gambar berikut ini.
Vmax
Dm Dj
V ol um e (s m p/ ja m )
Kerapatan (smp/km)
K ec ep at an ( km /ja m )
Uf
Um
Dm Dj
Kerapatan (smp/km)
Gambar 3. Hubungan kecepatan dan kerapatan
3. Hubungan Volume dan Kerapatan
Volume maksimum (Vm) terjadi pada saat kepadatan mencapai titik Dm (kapasitas jalur jalan sudah tercapai). Setelah mancapai titik ini volume akan menurun walaupun kepadatan bertambah sampai terjadi kemacetan di titik Dj. Hubungan keduanya ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 4. Hubungan volume dan kerapatan
E. Model Hubungan Volume, Keceptan, dan Kerapatan
1. Model Greenshields
Model ini adalah model yang paling awal dalam upaya mengamati perilaku lalu lintas. Greenshields yang melakukan studi pada jalan-jalan di luar kota ohio, dimana kondisi lalu lintas memenuhi syarat karena tanpa gangguan dan bergerak secara bebas (steady state condition).
Greenshields mendapatkan hasil bahwa hubungan antara kecepatan dan kerapatan bersifat linier. Model ini dapat dijabarkan sebagai berikut (Morlock, E. K., 1991):
Us = Uf – ( Uf / Dj ) D (8) Dimana:
Us = kecepatan rata-rata ruang (km/jam)
Uf = kecepatan pada kondisi arus bebas (km/jam) D = kerapatan (smp/km)
Dj = kerapatan kondisi jam (smp/km)
Memperhatikan rumus di atas, pada dasarnya merupakan suatu persamaan, Y = a + bX, dimana dianggap bahwa Uf merupakan konstanta a dan Uf / Dj = b sedangkan Us dan D masing-masing merupakan variabel Y dan X. kedua konstanta tersebut dapat dinyatakan sebagai kecepatan bebas (free flow speed) dimana pengendara dapat memacu kecepatan sesuai dengan keinginan dan puncak kepadatan dimana kendaraan tidak bergerak sama sekali.
Hubungan antara volume dan kerapatan didapat dengan mengubah persamaan (7) menjadi Us = V / D yang kemudian disubstitusikan pada persamaan (8) sehingga diperoleh (Morlock, E. K., 1991):
V = Uf x D – ( Uf / Dj ) x D2 (9) Persamaan tersebut merupakan persamaan parabolik V = f ( D ).
Hubungan antara volume dan kecepatan didapat dengan mengubah persamaan (7) menjadi D = V / Us yang kemudian disubstitusikan pada persamaan (8), maka akan diperoleh (Morlock, E. K., 1991):
V = Dj x Us – ( Dj / Uf ) x Us2 (10) Persamaan tersebut juga merupakan persamaan parabolik V = f ( Us ).
Volume maksimum (Vm) untuk model Greenshield dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Morlock, E. K., 1991):
Vm = Dm x Um (11) Dari persamaan tersebut dapat disampaikan bahwa Dm adalah kepadatan pada saat volume maksimum dan Um adalah kecepatan pada saat volume maksimum.
Kepadatan saat volume maksimum (Dm ) untuk model Greenshield dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Morlock, E. K., 1991):
D = Dm = ( Dj / 2 ) (12)
Kecepatan saat volume maksimum (Um) untuk model Greenshield dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Morlock, E. K., 1991):
Us = Um = ( Uf / 2 ) (13) Apabile persamaan (12) dan (13) disubstitusikan pada persamaan (11), maka volume maksimum dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Morlock, E. K., 1991):
Vm = Dm x Um (14) = ( Dj x Uf ) / 4
2. Model Greenberg
Model Greenberg adalah model kedua yang mensurvey hubungan kecepatan-kerapatan pada aliran lalu lintas pada terowongan, dan menyimpulkan bahwa model non linier lebih tepat digunakan yakni fungsi eksponsial. Rumus dasar dari Greenberg adalah (Morlock, E. K., 1991):
D = c.e bUs (15)
Dengan c dan b merupakan nilai konstanta.Dengan menggunakan analogi aliran fluida dia mengkombinasikan persamaan gerak dan kontinuitas untuk satu kesatuan dimensi gerak dan menurunkan persamaan (Morlock, E. K., 1991):
Us = Um x ln ( Dj / D ) (16)
Pada model Greenberg ini diperlukan pengetahuan tentang parameter-parameter kecepatan optimum dan kerapatan kondisi jam.
Sama dengan model Greenshield, kerapatan kondisi jam sangat sulit diamati di lapangan dan estimasi terhadap kecepatan optimum lebih sulit diperkirakan dari pada kecepatan bebas rata-rata.
Estimasi kasar untuk menentukan kecepatan optimum kurang lebih setengah dari kecepatan rencana. Ketidakuntungan lain dari model ini adalah kecepatan bebas rata-rata tidak bisa dihitung. Persamaan (16) tersebut di atas dapat ditulis kedalam bentuk persamaan matematika lain yaitu:
Us = Um . ln Dj – Um . ln D (17) Memperhatikan rumus di atas, pada dasarnya merupakan suata persamaan linier, Y = a + bX, dimana dianggap bahwa ln Dj merupakan konstanta a dan –Um = b sedangkan Us dan ln D masing-masing merupakan variabel Y dan X.
Hubungan antara volume dan kerapatan didapat dengan mengubah persamaan (7) menjadi Us = V / D yang kemudian disubstitusikan pada persamaan (16) sehingga diperoleh (Morlock, E. K., 1991):
V = Um x D x ln ( Dj / D ) (18) Hubungan antara volume dan kecepatan didapat dengan mengubah persamaan (7) menjadi D = V / Us yang kemudian
disubstitusikan pada persamaan (16), maka akan diperoleh (Morlock, E.
K., 1991):
V = Us x Dj x exp ( -Us / Um ) (19) Volume maksimum (Vm) untuk model Greenberg dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (8) di atas. Untuk menetukan konstanta Dm dan Um , maka persamaan (15) dan (16) harus dideferensir masing- masing terhadap kepadatan dan kecepatan,
Kepadatan saat volume maksimum (Dm) untuk model greenberg dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Morlock, E. K., 1991):
D = Dm = ( Dj / e ) (20)
Kecepatan saat volume maksimum (Um) untuk model Greenberg dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Morlock, E. K., 1991):
Us = Um = Um (21)
Apabila persamaan (20) dan (21) disubstitusikan pada persamaan (11), maka volume maksimum dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.
Vm = Dm x Um
=(Dj/e)xUm
= ( Dj x Um ) / e (22)
3. Model Underwood
Underwood mengemukakan suatu hipotesis bahwa hubungan antara kecepatan dan kerapatan adalah meupakan hubungan eksponensial dengan bentuk persamaan sebagai berikut (Morlock, E.
K., 1991):
Us = Uf x exp( -D / Dm ) (23) Untuk mendapatkan konstanta Uf dan Dm , persamaan (23) diubah persamaan linier, Y = a + bX , seperti dibawah ini (Morlock, E. K., 1991).
lnUs = lnUf - ( -D / Dm ) (24) Dimana dianggap bahwa lnUf merupakan konstanta a dan -1/Dm
= b sedangkan lnUs dan D masing-masing merupakan variabel Y dan X.
Hubungan antara volume dan kepadatan didapat dengan mengubah persamaan (7) menjadi Us = V / D yang kemudian disubstitusikan pada persamaan (23) sehingga diperoleh (Morlock, E. K., 1991):
V = D x Uf x exp( -D / Dm ) (25) Hubungan antara volume dan kecepatan didapat dengan mengubah persamaan (7) menjadi D = V / Us yang kemudian disubstitusikan pada persamaan (23) sehingga diperoleh (Morlock, E. K., 1991):
V = Us x Dm x exp( Uf / Us ) (26)
Apabila persamaan (25) dan (26) disubstitusikan pada persamaan (11), maka volume maksimum dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.
Vm = Dm x Um
= Dm x ( Uf / e )
= ( Dm x Uf ) / e (27) F. Analisis Regresi dan Korelasi
1. Analisa regresi
Model pendekatan arus lalu lintas yang biasa digunakan yaitu dalam menentukan perilaku hubungan dari kecepatan dan kerapatan adalah dengan menggunakan analisa regresi. Dalam hubungan bentuk persamaan, bila variabel tak bebasnya linier terhadap variabel bebasnya, maka hubungan kedua variabel tersebut adalah linier dan dalam regresi dapat dituliskan sebagai Y = a + bX.
Harga a dan b dapat dihitung dengan rumus:
a=
(
X2)
(Y)–(X)(XY)n . X2–(X)2 (28)
b=n . XY –(X)(Y)
n . X2–(X)2 (29)
1. Korelasi
Untuk mengetahui sejauh mana ketepatan fungsi regresi adalah dengan melihat nilai dari koefisien determinasi ( r2 ), yaitu suatu besaran yang didapat dengan cara mengkuadratkan nilai koefisien korelasi ( r ).
Nilai koefisien korelasi ( r ) dapat dihitung dengan rumus:
r = n . Σ XY –(Σ X)(Σ Y)
√
(n . Σ X2−(Σ X)2)(n . Σ Y2−(Σ Y)2(30)
Keterangan:
a = konstanta regresi b = koefisien regresi X = variabel bebas Y = variabel tak bebas n = jumlah sampel
Kuat lemahnya hubungan antara variabel x dan y dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien korelasi r tersebut. Besarnya harga r terletak antar -1 < r > +1, jika r mendekati -1 dan +1 , maka persamaan yang dihasilkan adalah kuat. Dan jika r tersebut mendekati nol, maka persamaan regresi yang dihasilkan lemah.