• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arsiteksur dan Tata Kelola Ruang Rumah Terhadap Pola Perilaku Manusia

N/A
N/A
Raden Liew

Academic year: 2023

Membagikan "Arsiteksur dan Tata Kelola Ruang Rumah Terhadap Pola Perilaku Manusia"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Julian Velix Raden Liew-13040220140129 Antropologi Arsitektur A

Arsiteksur dan Tata Kelola Ruang Rumah Terhadap Pola Perilaku Manusia (studi kasus: Dukuh Torasi dan Dukuh Jarak Lore Desa Jrakah, Kabupaten Boyolali)

Dalam beberapa dekade terakhir, hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungan fisik menjadi perhatian para peneliti dari berbagai bidang studi seperti arsitektur, perencaan kota, regional, dan lanskap.

Kata “perilaku” menunjukkan manusia dalam aksinya, berkaitan dengan semua aktivitas manusia secara fisik, berupa interaksi manusia dengan sesamanya ataupun dengan lingkungan fisiknya. Di sisilain, desain arsitektur akan menghasilkan suatu bentuk fisik yang bisa dilihat dan dipegang. Karena itu, hasil desain arsitektur dapat menjadi salah satu fasilitator terjadinya perilaku, namun dapat juga menjadi pengalang terjadinya suatu perilaku.

Kebiasaan mental dan sikap perilaku seseorang dipengaruhi oleh lingkungan fisiknya.1 (foerster, 1973) menulis bahwa “apa yang kita bentuk dalam pikiran, itulah realitas yang kita perhitungkan”. Namun, realitas itu tidak selalu seperti apa yang diinginkan. Apa yang dibayangkan dalam imajinasi arsitek pada proses perancangan mungkin akan menghasilkan akibat yang berbeda pada saat atau setelah proses penghunian.

Penandaan lingkungan yang dilakukan arsitek melalui karyanya dapat diinterpretasikan secara berbeda oleh para penggunanya. Dengan premis dasar bahwa perancangan arsitektur ditujukan untuk manusia, maka untuk mendapatkan perancangan yang baik arsitektur perlu mengerti apa yang menjadi kebutuhan manusia. Atau dengan perkataanlain, mengerti perihal perilaku manusia dalam arti yang luas.

Untuk memusatkan perhatian mengenai hierarki kebutuhan manusia, dalam perancangan, arsitek harus berpikir akan kebutuhan pengguna dan bukan kebutuhan manusia secara umum. Arsitek dapat mencatat apa yang sesungguhnya menjadi preferensi dari pengguna. Karena beragamnya preferensi dan tingkat kebutuhan seseorang maka akan sangat bermanfaat jika dilakukan penelitian

1 Presier W.F.E. et al. (Eds). 1991. Design Intervention, Toward A More Humane Architecture. New York:

Van Nostrand Reinhold Co..Hlm. 3-5.

(2)

kebutuhan pengguna secara kasus demi kasus, daripada sekadar memakai data yang sangat umum.

Oleh karenanya penulis merasa tertarik untuk mengangkat bagaimana Masyarakat Desa Jrakah terkhusus Dukuh Tosari dan Jarak Lore memaknai sebuah design arsitektur dan tata kelola ruang rumah terhadap fungsi aktivitas sosialnya.

Desa Jrakah terletak di sebuah kaki gunung merbabu dengan kondisi iklim yang dingin.

Mayoritas Masyarakat Desa jrakah bermatapencaharian sebagai seorang petani. 25 Juli 2022 saya berkesempatan untuk melakukan penelitian etnografi dengan fokus utama Cultural Mapping di Desa Jrakah, sehingga penulisan ini akan menggunakan data yang saya temui di lapangan berdasar atas informasi narasumber pemilik rumah yang saya wawancarai. Saya mengambil sampel 2 rumah yang berada di Dukuh Tosari dan Dukuh Jarak lore sebagai contoh dari bentuk arsitektur dan tata kelola ruang Masyarakat Desa Jrakah.

Mayoritas rumah di Desa Jrakah berbentuk melebar dengan membagi rumah menjadi 3 bagian, seperti ruang tamu, ruang tidur, dan dapur. Terdapat beberapa rumah di Dukuh Tosari yang menggunakan design atap rumah berupa cungkup/ punden. Design atap tersebut berbetuk mengikuti lebar rumah dengan mengerucut pada bagian atas dan semakin mengerucut di sisi bagian kanan, Tengah dan kiri, dan disetiap sudut punden terdapat ornamen seperti tanduk yang lancip.

cungkup/ punden rumah Masyarakat Dukuh Tosari

Penulis juga menemukan terdapat bentuk rumah yang memanjang di Dukuh Jarak Lore, dimana terdapat sebuah perbedaan yang mencolok dalam design atap. Rumah yang memanjang ini menggunakan design atap segitiga dengan mengikuti panjang dari bangunan rumahnya. Terdapat keunikan lainnya, bahwa terdapat sebuah huruf di dalam setiap bagian segitiga atap rumah

(3)

Masyarakat Dukuh Jarak Lore. Dengan kosntruksi bangunan yang memanjang, membuat rumah tampak lebih kecil jika dilihat melalui halaman depan.

Atap rumah di Dukuh Jarak Lore

Selain bentuk design atap, penulis juga akan menghighlight bagaimana Masyarakat Desa Jrakah menentukan pola tata ruang rumah mereka. Dari hasil temuan data di lapangan, penulis mendapati bahwa dalam satu rumah, terdapat 3 ruangan, diantaranya ruang tamu, ruang tidur, dan juga ruang dapur, dan terdapat satu kandang sapi yang berada persis di samping dapur. Terkhusus rumah di Dukuh Jarak Lore, masyarakat membuat 1 pintu masuk dari luar pada setiap ruangannya, jadi terdapat 1 pintu luar untuk ruang tamu, 1 pintu luar untuk kamar tidur, serta 1 pintu luar untuk dapur, dan 1 pintu di dalam dapur untuk akses menuju kandang sapi.

Pintu luar rumah di Dukuh Jarak Lore kandang sapi di Dukuh Jarak Lore

(4)

Penulis mendapati bahwa ukuran ruang tamu rumah masyarakat Dukuh Jarak Lore itu memiliki ukuran yang besar, namun dalam ruang tamu, hanya terdapat satu set kursi dan meja yang ditata di sudut ruangan, serta beberapa figura pendiri Nadhlatul Ulama yaitu KH. Hasyim Asy’ari.

Penulis juga mendapati terdapat satu ornamen seni pahat kayu berwujud hewan naga. Berbanding terbalik dengan dapur, beberapa peralatan yang biasanya peneliti lihat berada di ruang tamu, justru ditempatkan di ruang dapur, seperti televisi, radio, serta bale yang terbuat dari bambu. Peneliti juga melihat terdapat sebuah anglo yang terletak di tengah-tengah dapur, serta setumpuk kayu yang diletakan di langit-langit dapur.

Tata letak kursi dan meja di ruang tamu televisi di ruang dapur

ornamen seni bergambar hewan naga anglo di ruang dapur

Analisis

Berdasar data yang penulis jelaskan di atas, masyarakat Desa Jrakah melihat sebuah arsitektur dan tata kelola ruang tidak mendasar pada nilai estetika melaikan atas dasar keberfungsiannya. Selain karena keberfungsiaanya, terdapat unsur sejarah mengapa masyarakat Desa Jrakah memilih menggunakan arsitektur ataupun tata Kelola ruang seperti yang sudah penulis jelaskan di atas.

(5)

Bentuk atap rumah masyarakat Dukuh Tosari yang berbentuk mengkrucut dan memiliki bentuk tanduk di setiap ujung sisinya merupakan hasil dari pengaruh kebudayaan. Arsitektur tersebut merupakan peninggalan dari Keraton Yogyakarta. Dahulunya, Dukuh Tosari merupakan daerah kewilayahan keraton Yogyakarta, sehingga instrument atap rumah mereka berdasar atas pengaruh dari keraton tersebut. Ketika penulis melakukan sebuah wawancara kepada masyarakat pemilik rumah tersebut, mereka memilih untuk menggunakan arsitektur atap tersebut bukan karena unsur estetika, melainkan memang sudah mengikuti dari rumah-rumah sebelumnya.

Selain bentuk atap, penulis juga menanyakan terkait dinding kayu dengan instrumen pahat berbentuk naga. Berdasar hasil wawancara, penulis mendapati bahwa naga tersebut merupakan

“ryucen” atau yang biasa dikenal sebagai folklore naga penjaga gunung merapi. Karena Dukuh Tosari terletak di selatan gunung merapi, mereka menggunakan dinding kayu dengan instrumen pahat berbentuk naga (ryuchen) agar rumah mereka terhindar dari amukan naga tersebut.

Berbeda dengan Dukuh Tosari, Dukuh Jarak Lore memiliki bentuk atap yang unik dengan memberikan sebuah inisial huruf di setiap atap segitinya. Penulis mendapati bahwa inisial huruf tersebut merupakan calon pemawaris dari rumah tersebut. Jika terdapat 2 segitiga, maka akan dibagi menjadi dua kepemilikan jika sang pemilik sudah meninggal dan akan mewariskan rumahnya kepada anak-anaknya. Lévi-Strauss mencatat bahwa “untuk mengenali rumah, para etnolog perlu melihat ke arah sejarah” (dikutip dalam Carsten dan Hugh-Jones 1995: 6). Oleh karena itu, ingatan dan sejarah merupakan cara penting dalam berhubungan dengan rumah, karena rumah memperhitungkan ingatan, yang pada hakikatnya adalah ingatan akan sebuah garis keturunan yakni, syarat-syarat yang digunakan untuk menempa kekerabatan. para etnolog perlu melihat ke arah sejarah” (dikutip dalam Carsten dan Hugh-Jones 1995: 6). Sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh levis strauss bahwa dalam rumah terdapat sudah unsur kebudayaan yang mempengaruhi bagaimana seseorang memilih bentuk arsitektur dari rumah mereka sendiri.

Untuk tata Kelola ruang rumah, masyarakat Dukuh Jarak Lore memilih untuk menggunakan pintu luar di setiap ruangannya dikarenakan bentuk kekerabatan yang masih kental di sana, alas mereka menggunakan banyak pintu masuk karena untuk mempermudah mobilisasi masyarakat lainnya ketika terdapat sebuah acara maupun ritual di rumah tersebut. Bentuk ruang tamu yang luas dan hanya terdapat satu set kursi dan meja juga merupakan fungsi dari rumah sering dijadikan tempat berkumpul oleh banyak masyarakat, sehingga ruang tamu di buat sebesar dan seluas mungkin agar dapat menampung banyak orang. Ornamen di dinding berupa figura pendiri Nadhlatul Ulama yaitu

(6)

KH. Hasyim Asy’ari merupakan bentuk legitimasi masyarakat bahwa mereka merupakan islam dengan aliran Nadhlatul ulama.

Peneliti juga melihat tata Kelola ruang dapur yang unik di setiap rumah masyarakat Desa Jrakah, dapur mereka bisa sama besarnya dengan ruang tamu, namun beberapa barang-barang yang biasanya penulis lihat di rumah pada umumnya berletak di ruang tamu, di masyarakat Desa Jrakah barang-barang tersebut diletakan di ruang dapur. Berdasar hasil wawancara peneliti dengan pemilik rumah, pusat kegiatan mereka itu berada di ruang dapur, sehingga barang-barang yang tidak lazim berada di dapur, mereka letakan di dapur. Kondisi ilkim Desa Jrakah yang dingin, membuat mereka sering berkumpul di dapur untuk menghangatkan diri dengan anglo, sehingga terdapat banyak sekali kayu bakar yang di susun rapih di langit-langit dapur. Peletakan kandang sapi di samping dapur juga karena nenek moyang mereka senang ketika bersantai di dapur sambil melihat sapi mereka, itulah mengapa dapur mereka terlihat unik di mata penulis. Hal tersebut sangat relevan ketika kita mempertimbangkan observasi yang dibuat oleh Carsten dan Hugh-Jones bahwa tubuh dan rumah sangat sulit untuk diurai: “Karena tubuh dan rumah merupakan lingkungan seharihari yang paling intim dan sering kali berfungsi sebagai analogi satu sama lain, hal ini kadang-kadang tampak tidak jelas mana yang menjadi metafora rumah untuk tubuh atau tubuh untuk rumah” (1995: 43). Seperti apa yang dijelaskan oleh Carsten dan Hugh-jones, bahwa aktivitas harian manusia secara tidak langsung akan mempengaruhi bagaimana mereka melihat pemaknaan arsitektur dan tata Kelola ruang rumah sebagai wujud nyata dari dampak aktivitas sosialnya. Maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa Jrakah memaknai arsitektur dan tata Kelola ruang rumah berdasar atas sejarah dan fungsi sosial-kebudayaan.

DAFTAR PUSTAKA

foerster, V. (1973). On Constucting a Reality. In Dalam Enviromental Design Research: Proceedings of the 4th Annual EDRA Conference (pp. Vol. 2. Preiser W.F.E. (Ed.). Stroudsburg, PA: Dowden,

Hutchinson and Ross).

Buchli, V. (2013). An Antrhopology of Architecture. Bloomsbury Academic. Library of Congress Cataloging- in-Publication Data. Social Anthropology and The House Societies of Levi-Strauss. Page: 73-81

Referensi

Dokumen terkait

Tại Hội nghị quốc tế về di sản văn hoá phi vật thể năm 2002, UNESCO đã thống nhất định nghĩa về cộng đồng như sau: “Cộng đồng là những người tự ý thức về sự gắn bó lẫn nhau, điều này