ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA SISTEM PENCERNAAN: DIABETES MELITUS
D I S U S U N OLEH:
Nama : Tiara Clorinda Br Hutabarat Nim : 200204026
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2024
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi (Iryanto, Joko, & Raharjo, 2021).
Diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit. Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika orang dewasa terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun (Qisti, Putri, Fitriana,, Irayani, &
Pitaloka, 2021).
Diare merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit. Di negara maju
diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya.
WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun (Hutasoit, 2020).
Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare pada orang dewasa per tahun. Dari laporan surveilan terpadu tahun 2024 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli. (Anonym.
Wikipedia, The Free Encyclopedia (Ahyanti, & Rosita, 2022).. Dari tabel diatas menunjukan bahwa penyakit diare berada pada urutan ketiga dengan pravelensi sebesar 3.5% dari 9 penyakit utama yang ada di Rumah Sakit yang menjadi penyebab utama dari kematian. Berdasarkan data profil kesehatan 2024, jumlah kasus diare di Jawa Tengah berdasarkan laporan puskesmas sebanyak 420.587 sedangkan kasus gastroenteritis dirumah sakit sebanyak 7.648 sehingga jumlah keseluruhan penderita yang terdeteksi adalah 428.235 dengan jumlah kematian adalah sebanyak 54 orang (CFR=0,13%) (Dharmayanti, & Tjandrarini,2020)..
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah memberikan pengalaman yang nyata kepada penulis dalam penatalaksanaan dan pendokumentasian asuhan keperawatan pada pasien diare.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada pasien diare.
2. Melakukan analisia data pada pasien diare.
3. Merumuskan diagnosa keperawatan yang muncul.
4. Merumuskan intervensi keperawatan.
5. Melakukan tindakan keperawatan.
6. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diare
2.2.1 Pengertian Diare
Diare adalah keadaan dimana tubuh kehilangan banyak cairan dan elektrolit melalui feses. Kelainan yang mengganggu penyerapan di usus halus cenderung lebih banyak menyebabkan diare, sedang kelainan penyerapan di kolon lebih sedikit menyebabkan diare. Pada dasarnya semua diare adalah gangguan transportasi larutan usus, adanya perpindahan air melalui membrane usus berlangsung secara pasif dan hal ini ditentukan oleh aliran larutan secara aktif maupun pasif terutama natrium, klorida, dan glukosa. Sekresi usus secara aktif yang disertai ion merupakan faktor penting pada diare sekretorik (Fitriani,, Darmawan, &
Puspasari,2021).
Diare adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu (Jap, & Widodo, 2021) .
2.2.2 Etiologi Diare
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kumsn- kuman pathogen telah dapat diidentifikasi dari penderita diare sekitar 80% pada kasus yang datang disarana kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di masyarakat. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak
kurang dari 25 jenismikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasite (Nurhaedah, Pannyiwi, & Suprapto, 2022).
Menurut Ibrahim, & Sartika,(2021) menunjukkan bahwa diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Diare dengan dehidrasi berat Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut : a) Letargis atau tidak sadar, b) Mata cekung, c) Tidak bisa minum atau malas minum, d) Cubitan kulit perut kembali sangat lambat. 2) Diare dengan dehidrasi sedang Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut : a) Gelisah, rewel/ mudah marah, b)Mata cekung, c) Haus, minum dengan lahap, d) Cubitan kulit perut kembali lambat. 3) Diare dengan dihidrasi ringan Tidak cukup tanda- tanda seperti yang terdapat pada klasifikasi diare dengan dehidrasi berat, dan sedang. Patogenenis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus. Biopsy usus halus menunjukan berbagai tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar pada lamina propria. Perubahan-perubahan patologis yang diamati tidak tidak berkorelasi dengan keparahan gejala-gejala klinis dan biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak terkena walaupun biasanya digunakan istilah “gastroenteritis”, walaupun pengosongan lambung tertunda telah didokumentasikan selama infeksi virus Norwalk (Firmansyah, Ramadhansyah, Fuadi, & Nurjazuli, 2021)
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorsi usus halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum baik. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorsi cairan
dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meingkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna (Juliansyah, 2021).
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang terdiferensiasi, yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan seperti transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama (kontrasporter) glukosa dan asam amino.
Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pensekresi (sekretor) air dan elektrolit. Dengan demikian infeksi virus selektif sel- sel ujung villus usus menyebabkan (1) ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan (2) malabsorsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa (Sutomo, Sukaedah, & Iswanti, 2020)
Pada hospes normal, infeksi ekstra-intestital sangat jarang, walaupun penderita terganggu imin dapat mengalami keterlibatan hati dan ginjal, kenaikan kerentanan bayi (disbanding dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa) sampai mordibilitas berat dan mortabilitas gastroenteritis virus dapat berkaitan dengan sejumlah faktor termasuk penurunan fungsi cadangan usus, tidak ada imunitas spesifik, dan penurunan mekanisme pertahanan hospes nonspesifik seperti asam lambung dan mucus.
Enteritis virus sangat memperbesar permeabilitas usus terhadap makromolekul lumen dan telah dirumuskan menaikkan risiko alergi makanan (Radhika, 2020)
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan pengaturan transport ion dalam sel-sel usus cAMP,
cGMP, dan Ca dependen. Pathogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan pathogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hamper sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistematik.
Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri (Sutomo, Sukaedah, &
Iswanti, 2020).
Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak antara lain : (1) kesulitan makan defek anatomis (Malrotasi, Penyakit Hirchsprung, Short Bowel Syndrome, Atrofi microvilli dan Stricture), (2) Malabsorsi (Defisiensi disakaridase, Malabsorsi glukosa- galaktosa, Cystic fibrosis, Cholestosis dan Penyakit Celiac), (3) Endokrinopati (Thyrotoksikosis, Penyakit Addison dan Sindroma Adrenogenital), (4) Keracunan makanan (logam berat dan Mushrooms), (5) Neoplasma (Neuroblastoma, Phaeochromocytoma dan Sindroma Zollinger Ellison) dan (6) Lain-lainnya (Infeksi non gastrointestinal, Alergi susu sapi, Penyakit Crohn, Defisiensi imun, Gangguan mobilitas usus dan Pellagra(Dangiran, & Dharmawan, 2020).
2.2.3 Patofisiologi diare
Perjalanan penyakit diare menurut Putra, & Utami, (2020). diare merupakan peningkatan volume feses dan peningkatan defekasi yang dipengaruhi oleh beberapa factor seperti adanya air, di dalam kolon, makanan atau zat yang tidak dapat di serap. Paling sering diare akut disebabkan oleh virus yang berkaitan dengan enteropatogen bakteri atau parasit. Virus yang masuk melukai sel vilosa matur, menyebabkan absorpsi cairan menurun dan defisiensi disakaridase. Sedangkan bakteri menciderai usus hingga menginvasi mukosa usus, merusak permukaan
vilosa atau melepas toksin (Reni, & Andayani, 2022)
Mikroorganisme yang masuk ke dalam saluran cerna ini berkembang dalam usus dan merusak sel-sel mukosa usus sehingga menurunkan daerah permukaan usus kemudian terjadi perubahan kapasitas usus dan terjadi gangguan fungsi usus untuk mengabsorpsi cairan dan elektrolit.
Kegagalan dalam melakukan absorpsi dapat meningkatkan tekanan osmotik sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan akhirnya meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadi diare.
Factor makanan juga dapat mengakibatkan diare apabila terdapat pathogen dalam makanan toksin yang masuk saluran cerna tidak dapat diserap dengan baik, sehingga terjadi peningkatan peristaltic kemudian terjadi diare (Anggraini, & Kumala, 2022).
Menurut Rasyid, Karta, Sari, & Putra, (2020). mengatakan bahwa diare yang berlangsung tanpa penanganan medis dapat menyebabkan kematian akibat kekurangan cairan dan elektrolit dalam tubuh yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau akibat gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolic. Asidosis metabolic juga dapat disebabkan pembentukan asam yang berlebihan dalam tubuh (Rasyid, Karta, Sari, &
Putra, 2020), kehilangan cairan menimbulkan rasa haus, berat badan menurun, mata cekung, turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering.
Gejala ini muncul akibat deplesi air yang isotonic. Gangguan kardiovaskuler akibat renjatan hipovolemia berat dapat menimbulkan tekanan darah menurun dan takikardi. Pasien mulai gelisah, wajah pucat, ujung-ujung ekstremitas menjadi dingin dan kadang sianosis. Tekanan darah yang menurun mengakibatkan gangguan perfusi ginjal sehingga terjadi anuria atau oliguria.
Tanda awal dehidrasi dapat terjadi pada stadium awal yaitu Na dan CI
keluar bersama dengan cairan tubuh. Pengeluaran cairan yang terus menerus terjadi reabsorpsi yang berlebihan oleh ginjal sehingga Nadan CI ekstrasel meningkat (hipertonik). Peningkatan osmolaritas ekstrasel ini mengakibatkan penarikan air dari dalam sel-sel menjadi dehidrasi sehingga terjadi stimulasi hipofisis untuk mengeluarkan hormone antidiuretik (ADH) yang akhirnya menahan cairan dalam ginjal sehingga terjadi oliguria. Kehilangan cairan dan elektrolit akibat dehidrasi membuat air tidak dapat pindah dari sel ke dalam vaskuler, mengakibatkan cairan dalam vaskuler berkurang. Aliran darah yang berkurang menyebabkan tekanan darah menurun dan terjadi syok (Tikada, 2014).
2.2.4 Pathways Diare
Ansietas
Malabsorbsi KH, lemak, protein
Makanan
Toksik tak dapat diserap
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan Asupan nutrisi tidak
adekuat
Gangguan absorpsi nutrisi dan cairan oleh
mukosa intestinal Diare Mual, muntah,
kembung, anoreksia Gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit
Hiperperistaltik Penyerapan makanan
diusus menurun Meningkatnya tekanan
osmotik
Peningkatan suhu tubuh
Hipertermi
Pergeseran air dan elektrolit ke usus
Gastroenteritis
Gangguan gastrointestinal
Respons sistemik Peningkatan motalitas usus
Isi usus Hipersekresi air dan
elektolit
Infeksi Berkembang di usus
2.2.5 Penatalaksanaan diare
Menurut (Departemen Kesehatan RI, 2011) dalam buku saku petugas kesehatan menjelaskan tentang penanganan diare yang biasa disebut dengan LINTAS DIARE (lima langkah tuntaskan diare), cara mengenali diare tanpa dehidrasi bila terdapat tanda keadaan umum baik, sadar, mata tidak cekung, minum biasa, tidak haus, cubitan kulit perut/turgor cepat kembali, berikut adalah LINTAS diare tanpa dehidrasi :
1. Beri cairan lebih dari biasanya
a. Teruskan ASI lebih sering lebih lama
b. Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai tambahan.
c. Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum dan oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah, sayur, air tajin, air matang, dsb).
d. Beri oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan dilanjutkan sedikit demi sedikit.
Umur ≤ 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali BAB
Umur ≥ 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali BAB e. Anak harus diberi 6 bungkus oralit 200 ml di rumah bila :
Telah diobati dengan rencana terapi B atau C
Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare memburuk.
f. Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit.
2. Beri obat ZINC
Beri Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI.
Umur ≤ 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari
Umur ≥ 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari 3. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi
a. Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat.
b. Tambahan 1-2 sendok the minyak sayur setiap porsi makan
c. Beri makanan kaya kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau.
d. Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4 jam)
e. Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2 minggu.
4. Antibiotic hanya diberikan sesuai indikasi, missal : disentri, kolera, dll.
5. Nasihati ibu/pengasuh
Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehtaan bila : a. BAB cair lebih sering
b. Muntah berulang c. Sangat haus
d. Makan dan minum sangat sedikit e. Timbul demam
f. BAB berdarah
g. Tidak membaik dalam 3 hari.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian
a. Identitas pasien atau biodata
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan.
b. Keluhan utama
Buang air besar (BAB) lebih tiga kali sehari. BAB kurang dari empat kali dengan konsistensi cair (diare tanpa dehidrasi). BAB 4-10 kali dengan konsistensi cair (dehidrasi ringan/sedang). BAB lebih dari sepuluh kali (dehidrasi berat). Bila diare berlangsung kurang dari 14 hari adalah diare akut. Bila berlangsung 14 hari atau lebih adalah diare persisten.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita.
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Mula-mula anak menjadi cengeng, gelisah suhu badan mungkin meningkat. Nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemungkinan timbul diare.
b) Tinja makin cair, mungkin disertai lender atau lender dan darah.
Warna tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
c) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan sifatnya makin lama makin asam.
d) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
e) Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai tampak.
f) Dieresis, yaitu terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam bila terjadi dehidrasi. Urin normal pada diare tanpa dehidrasi. Urin sedikit gelap pada dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu enam jam (dehidrasi berat).
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita diare dan yang
berhubungan dengan distribusi penularan.
e. Fisiologi dari masalah keperawatan hipovolemia adalah sebagai berikut 1. Tanda dan gejala mayor diantaranya :
Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urin menurun.
2. Tanda dan gejala minor diantaranya :
Merasa lemah, mengeluh haus, pengisian vena menurun, status mental berubah, suhu tubuh meningkat, konsentrasi urin meningkat, beran badan turun tiba-tiba.
2. Diagnosis Keperawatan
Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
3. Perencanaan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosis dilanjutkan dengan perencanaan dan aktivitas keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan serta mencegah masalah keperawatan klien. Dalam tahap perencanaan keperawatan terdiri dari dua rumusan utama yaitu rumusan luaran keperawatan dan rumusan intervensi keperawatan,(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Luaran (Outcome) Keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau persepsi pasien, keluarga atau komunitas sebagai respon terhadap intervensi keperawatan.
Luaran keperawatan menunjukkan status diagnosis keperawatan setelah dilakukan intervensi keperawatan. Hasil akhir intervensi keperawatan yang terdiri dari indikator-indikator atau kriteria-kriteria hasil pemulihan masalah. Terdapat dua jenis luaran keperawatan yaitu luaran positif dan
luaran negative. Luaran positif menunjukkan kondisi, perilaku atau persepsi yang sehat sehingga penetapan luaran keperawatan ini akan mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bertujuan untuk meningkatkan atau memperbaiki. Sedangkan luaran negative menunjukkan kondisi, perilaku atau persepsi yang tidak sehat, sehingga penetapan luaran keperawatan ini akan mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bertujuan untuk menurunkan,(Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018)
Adapun komponen luaran keperawatan diantaranya label (nama luaran keperawatan berupa kata-kata kunci informasi luaran), ekspetasi (terdiri dari ekspetasi meningkat yang artinya bertambah baik dalam ukuran, jumlah, maupun derajat atau tingkatan, menurun artinya berkurang baik dalam ukuran, jumlah maupun derajat atau tingkatan, membaik artinya menimbulkan efek yang lebih baik, adekuat, atau efektif), kriteria hasil (karakteristik pasien yang dapat diamati atau diukur dan dijadikan sebagai dasar untuk menilai pencapaian hasil intervensi). Penulisan kriteria hasil dapat dilakukan dengan dua metode yaitu menggunakan metode pendokumentasian manual/tertulis maka setiap kriteria hasil perlu dituliskan angka atau nilai yang diharapkan untuk tercapai, sedangkan jika menggunakan metode pendokumentasian berbasis computer, maka setiap kriteria hasil ditetapkan dalam bentuk skor dengan skala 1 s.d. 5. Pemilihan luaran keperawatan tetap harus didasarkan pada penilaian klinis dengan mempertimbangkan kondisi pasien, keluarga, kelompok, atau komunitas, (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Intervensi keperawatan memiliki tiga komponen yaitu label, definisi dan tindakan. Label merupakan kata kunci untuk memperoleh informasi mengenai intervensi
keperawatan. Label terdiri atas satu atau beberapa kata yang diawali dengan kata benda (nomina) yang berfungsi sebagai deskriptor atau penjelas dari intervensi keperawatan, tindakan pada intervensi keperawatan terdiri dari empat komponen meliputi tindakan observasi, tindakan terapeutik, tindakan edukasi dan tindakan kolaborasi, (Tim pokja SIKI DPP PPNI, 2018)(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Sebelum menentukan perencanaan keperawatan pada masalah hipovolemia, perawat terlebih dahulu menetapkan luaran (outcome) yang terdiri dari 14 komponen kriteriahasil. Adapun luaran yang di gunakan pada pasien dengan hipovolemia adalah luaran utama dan luaran tambahan. Luaran utama adalah status cairan membaik dengan kriteria hasil : kekuatan nadi membaik, frekuensi nadi membaik, tekanan darah membaik, tekanan nadi membaik, keluhan haus menurun suhu tubuh membaik. Luaran tambahan yaitu keseimbangan cairan membaik dengan kriteria hasil : asupan cairan meningkat, kelembaban membrane mukosa membaik, asupan makanan meningkat, dehidrasi menurun, turgorkulit membaik, BB membaik. Setelah merumuskan tujuan dilanjutkan dengan perencanan keperawatan,(Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018). Perencanan keperawatan pada hipovolemia yaitu berfokus pada perencanaan utama dan tambahan yang terdiri dari 17 komponen perencanaan. Perencanaan utama pada hipovolemia yaitu manajemen hipovolemia dan perencanaan pendukungnya yaitu manajemen diare yang dijabarkan pada table intervensi yang sudah di lampirkan di lampiran,(Tim pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya (Kozier, 2018). Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat utuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Tindakan-tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi. (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Implementasi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama merupakan fase persiapan yang mencakup pengetahuan tentang validasi rencana, implementasi rencana, persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua merupakan puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Fase ketiga merupakan transmisi perawat dan pasien setelah implementasi keperawatan selesai dilakukan (Asmadi, 2018). Implementasi keperawatan pada pasien hipovolemia berfokus pada perencanaan intervensi utama dan pendukung. Intervensi utamanya yang digunakanan yaitu manajemen hipovolemia sedangkan intervensi pendukungnya yaitu manajemen diare yang semuanya itu terdiri dari 17 komponen perencanan keperawatan, (Tim pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan fase kelima dan fase terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluai struktur, proses dan hasil.
Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan . Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assesment, planning). Adapun komponen SOAP yaitu S (Subjektif) dimana perawat menemui keluhan pasien yang masih dirasakan setelah diakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan keperawatan, A (Assesment) adalah interprestsi dari data subjektif dan objektif, P (Planing) adalah perencanaan keperawatan yang akan
dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya. Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien hadapi yang telah di buat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil, (Kozier,2018).
Hasil yang diharapkan, (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018) . 1. Kekuatan nadi meningkat
2. Asupan makanan meningkat 3. Frekuensi nadi membaik 4. Tekanan darah membaik 5. Tekanan nadi membaik 6. Suhu tubuh membaik 7. Dyspnea menurun 8. Keluhan haus menurun 9. Turgorkulit meningkat 10. Asupan cairan meningkat
11. Kelembaban membrane mukosa membaik 12. Mata cekung membaik
13. Turgor kulit membaik 14. Dehidrasi menurun
DAFTAR PUSTAKA
Ahyanti, M., & Rosita, Y. (2022). Determinan Diare Berdasarkan Pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 21(1), 1-8.
Anggraini, D., & Kumala, O. (2022). Diare Pada Anak. Scientific Journal, 1(4), 309- 317.
Dangiran, H. L., & Dharmawan, Y. (2020). Analisis Spasial Kejadian Diare Dengan Keberadaan Sumur Gali Di Kelurahan Jabungan Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 19(1), 68-75.
Dharmayanti, I., & Tjandrarini, D. H. (2020). Peran Lingkungan Dan Individu Terhadap Masalah Diare Di Pulau Jawa Dan Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan, 19(2), 84-93.
Firmansyah, Y. W., Ramadhansyah, M. F., Fuadi, M. F., & Nurjazuli, N. (2021).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diare Pada Balita: Sebuah Review. Bul. Keslingmas, 40(1), 1-6.
Fitriani, N., Darmawan, A., & Puspasari, A. (2021). Analisis Faktor Risiko Terjadinya Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pakuan Baru Kota Jambi. Medical Dedication (Medic): Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Fkik Unja, 4(1), 154-164.
Hutasoit, D. P. (2020). Pengaruh Sanitasi Makanan Dan Kontaminasi Bakteri Escherichia Coli Terhadap Penyakit Diare. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 9(2), 779-786.
Ibrahim, I., & Sartika, R. A. D. (2021). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Siswa Sekolah Dasar Di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Indonesia. Indonesian Journal Of Public Health Nutrition (Ijphn), 2(1).
Iryanto, A. A., Joko, T., & Raharjo, M. (2021). Literature Review: Faktor Risiko Kejadian Diare Pada Balita Di Indonesia. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 11(1), 1-7.
Jap, A. L. S., & Widodo, A. D. (2021). Diare Akut Yang Disebabkan Oleh Infeksi. Jurnal Kedokteran Meditek, 27(3), 282-288.
Juliansyah, E. (2021). Faktor Yang Berhubungan Dengan Pencegahan Penyakit Diare Pada Balita Di Puskesmas Tempunak Kabupaten Sintang. Gorontalo Journal Of Public Health, 4(2), 78-89.
Nurhaedah, N., Pannyiwi, R., & Suprapto, S. (2022). Peran Serta Masyarakat Dengan Angka Kejadian Diare. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(2), 403- 309.
Putra, B. A. P., & Utami, T. A. (2020). Pengetahuan Ibu Berhubungan Dengan Perilaku Pencegahan Diare Pada Anak Usia Preschool. Jurnal Surya Muda, 2(1), 27-38.
Qisti, D. A., Putri, E. N. E., Fitriana, H., Irayani, S. P., & Pitaloka, S. A. Z. (2021).
Analisisis Aspek Lingkungan Dan Perilaku Terhadap Kejadian Diare Pada
Balita Di Tanah Sareal. Jurnal Inovasi Penelitian, 2(6), 1661-1668.
Radhika, A. (2020). Hubungan Tindakan Cuci Tangan Pakai Sabun Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Rw Xi Kelurahan Sidotopo, Kecamatan Semampir, Kota Surabaya. Medical Technology And Public Health Journal, 4(1), 16-24.
Rasyid, B., Karta, I. W., Sari, N. L. P. E. K., & Putra, I. G. N. D. (2020). Identifikasi Gen Penyandi Protein Transport Sebagai Kandidat Vaksin Subunit Terhadap Bakteri Escherichia Coli Penyebab Diare Wisatawan. Jst (Jurnal Sains Dan Teknologi), 9(1), 47-57.
Reni, I., & Andayani, R. P. (2022). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Pijar, 1(1), 35-40.
Sutomo, O., Sukaedah, E., & Iswanti, T. (2020). Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Diare Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Cibadak Kabupaten Lebak Tahun 2019. Jurnal Medikes (Media Informasi Kesehatan), 7(2), 403-410.
Sutomo, O., Sukaedah, E., & Iswanti, T. (2020). Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Diare Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Cibadak Kabupaten Lebak Tahun 2019. Jurnal Medikes (Media Informasi Kesehatan), 7(2), 403-410.
Tim Pokja Sdki Dpp Ppni. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Indikator Diagnostik. Jl. Raya Lenteng Agung No. 64 Jagakrasa, Jakarta Selatan 12610: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja Siki Dpp Ppni. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jl.
Raya Lenteng Agung No. 64 Jagakarsa, Jakarta Selatan 12610: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja Slki Dpp Ppni. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jl.
Raya Lenteng Agung No. 64 Jagakarsa, Jakarta Selatan 12610: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Titik Lestari. (2016). Buku Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika.
Utami, L. (2016). Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kejadian Diare Pada Anak. Majority, 5(4), 101–106.
Veneziano, R. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Diare Dengan Masalah Kekurangan Volume Cairan Di Ruang Anak Rsud Bangil Pasuruan.
Asuhan Keperawatan Pada Klien Diare Dengan Masalah Kekurangan Volume Cairan Di Ruang Anak Rsud Bangil Pasuruan, 6, 5–9.