Received: February, 16, 2022 ; Revised: April, 03, 2022 ; Accepted: May, 28, 2022 ; Available Online: July, 08, 2022
R es ea rch A rti cl e
Copyright@2022. Universitas Islam 45
Analisis Lengkung Intensitas Hujan Dengan Beberapa Pendekatan di Kota Bekasi
Analysis of Intensity-Duration-Frequency with Several Approaches in Bekasi
Segel Ginting
Balai Teknik Irigasi; Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, PUPR; Jln. Cut Meutia Kotak Pos 147, Bekasi, Indonesia; e-mail: [email protected]
* Korespondensi: e-mail: [email protected]
DOI: https://doi.org/10.33558/bentang.v10i2.3241
ABSTRAK
Lengkung intensitas hujan dengan metode empiris sangat popular digunakan karena keterbatasan data. Informasi lengkung intensitas hujan sangat dibutuhkan dalam rangka untuk mendesain drainase. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode empiris yang terbaik yang dapat mengambarkan lengkung intensitas hujan di Kota Bekasi. Metode empiris yang sering digunakan akan divalidasi dan dicek dengan menggunakan lengkung intensitas yang diturunkan dari data durasi pendek. Pendekatan empiris yang digunakan adalah metode Mononobe, van Breen, dan Bell. Dari perbandingan lengkung intensitas hujan yang dihasilkan menunjukkan, bahwa tidak ada satupun metode empiris yang dapat menunjukkan hasil sesuai dengan hasil pengamatan. Namun dari ketiga metode empiris tersebut dapat dinyatakan bahwa metode Mononobe memiliki hasil sangat rendah dibandingkan dengan metode Bell dan van Breen, begitu juga dengan hasil pengamatan. Apabila ketiga metode empiris tersebut dibandingkan dengan hasil pengamatan menunjukkan bahwa, metode Bell sangat cocok untuk menentukan intensitas hujan untuk periode ulang dibawah 5 tahun, namun untuk periode ulang lebih dari 5 tahun dapat diperkirakan dengan menggunakan metode van Breen.
Kata kunci: lengkung intensitas hujan; drainase; metode Mononobe; metode van Breen ABSTRACT
The empirical methods of intensity duration frequency are most often used with limited data. Its information is needed to design a drainage system. This study aims to obtain the best empirical method that can describe the curve of intensity duration frequency in Bekasi. These methods use the Mononobe, van Breen, and Bell methods and are then calibrated with intensity duration frequency curves derived from short-duration data (observation). The result shows that no empirical techniques best fit the words. However, the Mononobe method has fewer results than the Bell, van Breen, and observations. When the three practical methods were compared with the comments, the Bell method was the most suitable approach for determining the rain intensity for a return period of under five years. In contrast, the van Breen method was for a return period of more than five years.
Keywords: intensity duration frequency; drainage; mononobe method; van Breen method
1. PENDAHULUAN
Lengkung intensitas hujan (IDF) merupakan hubungan antara durasi, intensitas dan frekuensi (periode ulang) curah hujan, yang diperoleh dari serangkaian analisis data curah hujan yang diamati. Lengkung intensitas hujan (IDF) dari curah hujan yang diamati adalah salah satu hubungan matematis yang paling umum digunakan dalam rekayasa sumber daya air untuk perencanaan, desain dan pengoperasian desain terkait air. Salah satu langkah awal dalam proyek
Segel Ginting
desain hidrologi, seperti desain drainase, adalah menentukan kejadian atau kejadian curah hujan yang akan digunakan dan proses ini umumnya dilakukan dengan lengkung intensitas hujan (IDF) yang menunjukkan intensitas dan durasi hujan desain pada saat yang sama (Chow et al., 1988). Pembentukan hubungan semacam itu dilakukan sejak tahun 1932 (Bernard, 1932). Sejak itu, banyak rangkaian hubungan telah dibangun untuk beberapa bagian dunia. Hershfield mengembangkan berbagai peta kontur curah hujan untuk memberikan desain kedalaman hujan untuk berbagai periode ulang dan durasi (Hershfied, 1961). Bell mengusulkan formula IDF umum menggunakan kedalaman curah hujan satu jam, periode ulang 10 tahun dengan 𝑃110 sebagai indeks (Bell, 1969). Chen lebih lanjut mengembangkan formula IDF umum untuk setiap lokasi di Amerika Serikat menggunakan tiga kedalaman curah hujan dasar: 𝑃110, 𝑃2410, 𝑃1100, yang menggambarkan variasi geografis curah hujan (Chen, 1983). Kouthyari dan Garde menyampaikan hubungan antara intensitas curah hujan dan 𝑃242 untuk India (Kouthyari &
Grade, 1992). Data hujan durasi pendek telah dilakukan kajian untuk menghasilkan lengkung intensitas hujan di Kota Bekasi (Ginting, 2022; Susilowati & Ginting, 2021).Penelitian lainnya dilaporkan Yulius yang melakukan analisis curah hujan dalam membuat kurva intensity duration frequency (IDF) pada DAS Bekasi, hasil penelitian menyebutkan bahwa distribusi Log Pearson lebih cocok untuk daerah studi (Yulius, 2014).
Perkiraan intensitas curah hujan, untuk durasi tertentu dan periode ulang yang dipilih, menarik bagi ahli hidrologi, dan banyak pengguna lain untuk perencanaan dan desain hidrologi (Yu et al., 2004). Dalam hal ini, rasio intensitas-durasi-frekuensi curah hujan (IDF) untuk suatu lokasi, yang dinyatakan secara matematis, memungkinkan intensitas curah untuk dihitung, dirancang untuk periode ulang tertentu dan rentang durasi curah hujan yang luas. Rasio ini biasanya direpresentasikan secara grafis melalui apa yang dikenal sebagai kurva IDF. Meskipun hasil yang diperoleh dengan metode ini hanya perkiraan, mereka tetap berguna. Penggunaan metode empiris dalam menentukan lengkung intensitas hujan dilakukan karena keterbatasan data yang tersedia atau bahkan datanya tidak ada sama sekali. Namun untuk melaksanakan sebuah pembangunan memerlukan kriteria desain maka infromasi minimal sekalipun sangat dibutuhkan, sehingga lengkung intensitas hujan dengan metode empiris sangat popular penggunaannya tanpa berusaha untuk mengklarifikasi lagi kevalidan dari informasi yang dihasilkan. Namun untuk menghindari kesalahan dalam pemilihan pendekatan empiris yang tersedia, maka dilakukan uji coba dan penerapan beberapa pendekatan empiris untuk menentukan lengkung intensitas hujan.
Dari beberapa referensi dan latar belakang demikian, penelitian ini difokuskan pada lengkung intensitas hujan berdasarkan pendekatan empiris tersebut selanjutnya dibandingkan dengan lengkung intensitas hujan yang diperoleh berdasarkan data durasi pendek (sebagai standard dalam menurunkan lengkung intensitas hujan). Dengan melihat hasil perbadingan tersebut, maka diharapkan dapat diketahui pendekatan empiris yang mana yang sesuai dengan kondisi kenyataannya, sehingga dapat memberikan manfaat bagi para perencana untuk menentukan metode yang sesuai secara cepat pada lokasi yang tidak memiliki data.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode empiris yang terbaik yang dapat mengambarkan lengkung intensitas hujan di Kota Bekasi. Hasil investigasi ini diharapkan bermanfaat bagi Kota Bekasi untuk perencanaan infrastruktur di wilayah Bekasi.
.
2. METODE PENELITIAN Data Hujan
Data yang digunakan untuk membentuk lengkung intensitas hujan adalah data hujan durasi pendek mulai dari 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit, 75 menit, 90 menit, 120 menit, 150 menit, dan 180 menit serta data hujan harian. Data hujan yang digunakan berada di Kantor Balai Teknik Irigasi dengan lokasi koordinat 6°15'22.03"LS dan 107°0'13.69"BT. Data hujan durasi pendek dipergunakan untuk membentuk lengkung intensitas hujan standard (yang sebenarnya), sementara data hujan harian dipergunakan untuk membentuk
p-ISSN: 2302-5891 ISSN: 2579-3187 Vol. 10 No. 2 Juli 2022, 131-142 lengkung intensitas hujan menggunakan pendekatan empiris. Data hujan durasi pendek telah dilakukan kajian untuk menghasilkan lengkung intensitas hujan di Kota Bekasi (Ginting, 2022;
Susilowati & Ginting, 2021). Data hujan harian dipergunakan untuk membentuk lengkung intensitas hujan menggunakan persamaan empiris. Data yang dibutuhkan untuk mendukung penggunaan persamaan empiris secara umum dapat diturunkan dari data hujan harian.
Flowchart perhitungan lengkung intensitas (IDF) disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Flowchart Perhitungan Lengkung Intensitas (IDF)
Data Hujan
Data Hujan Harian Data Hujan
(Interval 5 menit)
Agreagasi Data Hujan durasi pendek (5, 10, 15, 20, 30, 45, 60, 75, 90. 120. 150. dan
180 menit)
Data Hujan Durasi Pendek Berdasarkan Treshold > 30
mm/jam Data Hujan Durasi Pendek
Maksimum Tahunan
Analisis Frekuensi (GEV Distribution)
Intensitas Hujan Durasi Pendek dengan variasi periode ulang
Fitting Data dengan Formula Umum IDF
Data Hujan Maksimum Tahunan
Jumlah Hari Hujan
Analisis Frekuensi (GEV Distribution)
Hujan Harian Rencana
IDF Berdasarkan Formula Empiris IDF Metode
Mononobe
IDF Metode Van-Breen
IDF Metode Bell
IDF Berdasarkan Formula Umum
Perbandingan IDF Uji Statistik
- Outlier Test -Independent Test
- Trend Test tidak
tidak
ya
Uji Statistik - Outlier Test -Independent Test - Trend Test
tidak
ya
Segel Ginting Metode
a. Lengkung Intensitas Hujan (IDF)
Lengkung intensitas hujan pada suatu lokasi dapat dihasilkan dari dua pendekatan yaitu dihasilkan dari analisis hujan historis durasi pendek (short duration rainfall data series), dan berdasarkan pendekatan regional/empiris. Lengkung intensitas hujan yang dihasilkan dari data hujan historis merupakan pendekatan yang sebenarnya harus dilakukan, namun karena keterbatasan data pada suatu tempat sehingga pendekatan dengan penggunaan formula empiris banyak digunakan. Pendekatan empiris untuk menghasilkan lengkung intensitas hujan banyak tersedia dan yang umum digunakan di Indonesia terdiri dari beberapa pendekatan yaitu Metode Mononobe, Metode van Breen, dan Metode Bell.
Metode tersebut diturunkan berdasarkan data hujan harian. Intensitas hujan yang diturunkan dari data hujan historis durasi pendek akan menghasilkan sebuah kurva yang sering disebut juga sebagai lengkung intensitas hujan dan selanjutnya dalam grafik dibuat dalam bentuk lengkung tebal intensitas hujan (depth duration frequency).
b. Lengkung Intesitas Hujan Berdasarkan Metode Empiris 1) Metode Bell
Lengkung intensitas hujan (IDF) merupakan salah satu input yang diperlukan dalam melakukan perencanaan infrastruktur drainase. Dalam kajian ini kurva tersebut diperoleh berdasarkan kurva IDF sintetis yang dihasilkan dari persamaan Bell. Metode Bell dikembangkan setelah melakukan analisis data hujan di US, Australia dan Afrika Selatan. Metodenya berdasarkan asumsi bahwa hujan ekstrim dengan durasi yang sangat singkat dan intens seringnya disebabkan oleh hujan konveksi. Hujan dengan karakteristik demikian dapat terjadi dimana saja di dunia. Bell mengemukakan dua persamaan dasar yang dapat digunakan yaitu perubahan karena perbedaan durasi hujan dengan persamaan seperti berikut: 𝑅[𝑡, 𝑇] = (0.54𝑡0.25− 0.50)𝑅[60, 𝑇] dan perubahan karena perbedaan periode ulang dengan persamaan seperti berikut 𝑅[𝑡, 𝑇] = (0.21 ln(𝑇) + 0.52)𝑅[𝑡, 10]. Kedua persamaan di atas dikombinasikan untuk mendapatkan persamaan yang dapat digunakan secara umum (Manley, 1992):
𝑅[𝑡, 𝑇] = (0.54𝑡0.25− 0.50)(0.21 ln(𝑇) + 0.52)𝑅[60,10] (1)
Persamaan Bell tersebut telah digunakan dan dimodifikasi untuk digunakan di wilayah Indonesia dengan persamaan sebagai berikut (SNI, 2016):
𝑅[𝑡, 𝑇] = (0.54𝑡0.25− 0.50)(0.14 ln(𝑇) + 0.68)𝑅[60,10]
𝑅[60,10] = 0.92 𝑀0.67𝑁0.33 (2)
dengan: M adalah hujan harian maksimum tahunan rata-rata (mm) dan N adalah rata rata jumlah hari hujan dalam setahun dengan tinggi hujan > 10 mm.
2) Metode van Breen
Penurunan rumus yang dilakukan oleh van Breen di Indonesia didasarkan atas asumsi bahwa lamanya durasi hujan yang terjadi di Pulau Jawa selama 4 jam dengan hujan efektif sebesar 90% dari jumlah curah hujan selama 24 jam dengan persamaan (3).
𝐼 =90 % 𝑅24
4 (3)
dengan: I : intensitas hujan (mm/jam), R24 : curah hujan harian maksimum (mm/24jam).
p-ISSN: 2302-5891 ISSN: 2579-3187 Vol. 10 No. 2 Juli 2022, 131-142 Dengan persamaan di atas dapat dibuat suatu kurva intensitas durasi hujan dimana van Breen mengambil kota Jakarta sebagai basis untuk kurva IDF. Kurva ini dapat memberikan kecendrungan bentuk kurva untuk daerah lainnya di Indonesia.
Berdasarkan pola kurva van Breen untuk Kota Jakarta, besarnya intensitas hujan dapat didekati dengan persamaan (4).
𝐼𝑇 =54𝑅𝑇+0.007𝑅𝑇2
𝑡+0.3𝑅𝑇 (4)
dengan: 𝐼𝑇: intensitas curah hujan pada suatu periode ulang (T tahun), 𝑅𝑇: tinggi curah hujan pada periode ulang T tahun (mm/hari), 𝑡: durasi hujan
3) Metode Mononobe
Rumus Mononobe yang merupakan salah satu persamaan empiris yang digunakan untuk membentuk lengkung intensitas hujan (Intensity Duration Frequency-IDF). Persamaan Mononobe dapat dijelaskan pada persamaan (5).
𝐼 =𝑅24
24(24
𝑡)2/3 (5)
dengan: I= intensitas curah hujan (mm/jam), R24 = curah hujan harian maksimum dalam 24 jam (mm), t = durasi hujan (jam)]
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Frekuensi Data Hujan Durasi Pendek
Analisis frekuensi terhadap data hujan durasi pendek telah dilakukan dengan beberapa metode distribusi frekeunsi. Distribusi frekuensi yang paling cocok dilakukan dengan metode Pearson (Susilowati & Ginting, 2021). Hasil analisis frekuensi terhadap data durasi pendek tersebut disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Tebal Intensitas Hujan Untuk Masing-Masing Durasi Hujan
Periode Ulang (Thn)
Durasi Hujan (menit)
5 10 15 20 30 45 60 75 90 120 150 180
1.1 9,2 14,8 19,6 26,2 35,2 41,3 43,6 44,0 45,5 44,5 44,3 44,6 2 11,3 20,2 28,1 37,4 50,1 58,7 61,8 63,4 66,4 69,7 73,1 75,8 3 12,6 22,8 31,9 42,2 56,2 66,6 71,3 73,9 77,9 82,4 87,3 91,4 5 14,2 25,7 36,0 47,5 62,7 75,3 82,3 86,3 91,5 97,0 103,3 109,2 10 16,5 29,4 41,0 53,9 70,3 85,9 96,5 102,3 109,2 115,6 123,5 131,7 15 17,8 31,4 43,7 57,4 74,4 91,8 104,5 111,5 119,4 126,0 134,9 144,4 20 18,7 32,8 45,6 59,8 77,2 95,9 110,2 118,0 126,6 133,4 142,8 153,3 25 19,4 33,9 47,0 61,6 79,3 99,0 114,6 123,0 132,1 139,0 148,8 160,1 50 21,7 37,2 51,4 67,1 85,6 108,3 128,0 138,4 149,3 156,3 167,4 181,0 100 24,0 40,4 55,6 72,5 91,6 117,5 141,3 153,8 166,5 173,3 185,6 201,6 150 25,4 42,3 58,0 75,5 95,1 122,7 149,1 162,8 176,5 183,3 196,2 213,6 200 26,3 43,6 59,7 77,6 97,5 126,4 154,6 169,2 183,7 190,3 203,7 222,1
Adapun lengkung intensitas hujan yang telah dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2, menunjukkan bahwa bentuk lengkung intensitas hujan yang disampaikan dalam bentuk tebal intensitas hujan (depth duration-frequency). Hal ini dilakukan agar dapat dengan mudah melihat perbedaan dengan menggunakan metode empiris lainnya.
Segel Ginting
Gambar 2. Depth Duration Frequency Berdasarkan Data Historis
Lengkung Intensitas Hujan (IDF) Berdasarkan Metode Empiris
IDF berdasakan metode empiris yang digunakan dalam tulisan ini terdapat tiga pendekatan yaitu metode Mononobe, metode van Breen dan Metode Bell. Ketiga metode tersebut sangat sering digunakan di Indonesia. Metode Mononobe merupakan metode yang dikembangkan di Jepang, dan penggunanaanya sangat praktis karena hanya membutuhkan data hujan harian sehingga sering digunakan oleh para perencana tanpa dilakukan koreksi untuk memberikan hasil yang sesuai dengan kenyataan. Metode van Breen merupakan metode empiris yang dikembangkan di Inodensia. Data yang digunakan untuk pengembangan metode tersebut digunakan dari Batavia (Jakarta saat ini) sehingga penggunaan untuk daerah lainnya masih perlu pertimbangan. Umumnya data intensitas hujan di Batavia sangat tinggi dibandingkan di daerah lainnya. Metode Bell merupakan salah satu metode empiris yang memerlukan indeks intensitas hujan berupa intensitas hujan 60 menit periode ulang 10 tahun (𝑃1060). Nilai Indeks ini untuk wilayah Indonesia telah dilakukan penelitian sehingga dapat diperkirakan berdasarkan data hujan harian maksimum tahunan dan jumlah hari hujan yang lebih besar dari 10 mm. Metode ini juga telah diadopsi dalam Standard Nasional Indonesia (SNI) untuk perhitungan debit banjir rencana.
a. Metode Mononobe
Metode Mononobe memerlukan data hujan harian untuk membentuk kurva IDF. Agar IDF yang dihasilkan dapat diklasifikasi berdasarkan periode ulang, maka data hujan harian yang digunakan dinyatakan dengan data hujan rencana untuk masing-masing periode ulang.
Tabel 2. Hujan Rencana di Pos Hujan Balai Teknik Irigasi
No Periode Ulang Hujan Rencana (mm)
1 2 136,1
2 3 150,8
3 5 167,1
4 10 187,3
5 15 198,5
6 20 206,4
7 25 212,4
8 50 230,7
9 100 248,7
10 150 259,1
11 200 266,4
p-ISSN: 2302-5891 ISSN: 2579-3187 Vol. 10 No. 2 Juli 2022, 131-142 Gambar 3. Depth-Duration-Frequency dengan Metode Mononobe
Data hujan rencana yang dihasilkan dari data hujan harian maksimum di pos hujan Kantor Balai Teknik Irigasi disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 maka selanjutnya dapat dibentuk lengkung intensitas hujan (IDF) atau tebal intensitas hujan (DDF) dengan metode Mononobe. Adapun hasil depth duration frequency (DDF) dari hasil metode ini ditunjukkan pada Gambar 3.
b. Metode van Breen
Pendekatan yang sama dengan metode Mononobe dilakukan dengan menggunakan metode van Breen. Metode van Breen juga memerlukan data hujan rencana sebagai input untuk menghasilkan lengkung intensitas. Data hujan yang digunakan sama dengan yang digunakan oleh metode Mononobe seperti pada Tabel 2. Dari hasil data tersebut, maka dapat dihasilkan lengkung intensitas dengan bentuk depth duration frequency (DDF) seperti pada Gambar 4.
Gambar 4. Depth-Duration-Frequency dengan Metode van Breen
c. Metode Bell
Metode Bell merupakan salah satu pendekatan empiris yang memerlukan salah satu parameter berupa indek intensitas hujan berupa intensitas hujan 60 menit periode ulang 10 tahun. Untuk menghitung indeks tersebut dapat diperkirakan berdasarkan persamaan
Segel Ginting
empiris dari variabel data hujan maksimum tahunan dan jumlah hari hujan yang melebihi 10 mm. Data hujan harian maksimum dan hari hujan untuk pos hujan Kantor Balai Teknik Irigasi sudah dihitung disajikan pada Tabel 3.
Gambar 5. Depth-Duration-Frequency dengan Metode Bell
Berdasarkan Tabel 3 maka dapat dihitung nilai indeks intensitas hujan sebagai dasar untuk menghitung kurva intensitas hujannya. Nilai indeks intensitas hujan yang diperoleh berdasarkan pada Tabel 3 adalah sekitar 85,14 mm. Jadi nilai ini merupakan intensitas hujan 60 menit dengan periode ulang 10 tahun. Berdasarkan indeks tersebut, maka dapat diturunkan kurva depth-duration frequency dengan menggunakan metode Bell disajikan pada Gambar 5.
Tabel 3. Nilai Hujan Harian Maksimum dan Jumlah Hari Hujan dengan Curah Hujan > 10 mm
No Tahun Hujan Harian Maksimum (M)
Hari Hujan
(N)
No Tahun Hujan Harian Maksimum (M)
Hari Hujan
(N)
1 1984 99,2 48 18 2001 112,4 63
2 1985 65,0 42 19 2002 146,2 57
3 1986 79,4 32 20 2003 126,4 46
4 1987 80,0 33 21 2004 108,2 69
5 1988 91,6 60 22 2005 116,4 60
6 1989 90,4 54 23 2006 132,6 59
7 1990 110,2 58 24 2007 214,5 55
8 1991 97,4 43 25 2008 141,9 63
9 1992 115,9 59 26 2009 170,0 57
10 1993 110,3 64 27 2010 91,9 85
11 1994 146,3 52 28 2011 111,9 42
12 1995 78,3 72 29 2012 98,1 55
13 1996 72,0 34 30 2013 150,7 89
14 1997 91,2 57 31 2014 211,0 65
15 1998 90,0 51 32 2015 147,1 42
16 1999 108,3 67 33 2016 137,5 74
17 2000 128,8 58 34 2017 152,4 45
Perbandingan Hasil DDF Berdasarkan Beberapa Pendekatan
Lengkung intensitas hujan dengan berbagai pendekatan telah dihasilkan. Tetap dalam asumsi bahwa lengkung intensitas yang diturunkan dari data hujan durasi pendek historis merupakan yang mewakili daerah lokasi Kota Bekasi. Perhitungan dengan beberapa pendekatan
p-ISSN: 2302-5891 ISSN: 2579-3187 Vol. 10 No. 2 Juli 2022, 131-142 yang dilakukan dengan metode empiris hanya untuk melihat keandalan metode empiris tersebut dalam memprediksi intensitas hujan.
Berdasarkan hasil penjelasan diatas, untuk kepentingan praktis dilapangan dalam perencanaan sistem drainase di Kota Bekasi, dapat digunakan metode Bell untuk periode ulang kurang dari 5 tahunan, sementara untuk periode ulang lebih dari 5 tahun dapat menggunakan metode van Breen. Tentunya, pengunaan metode tersebut digunakan pada lokasi yang tidak memiliki data hujan durasi pendek sebagai pembentuk lengkung intensitas hujan. Jika data tersebut tersedia, maka disarankan untuk tetap menggunakan data tersebut untuk menurunkan lengkung intensitas hujan.
Gambar 6. Perbandingan Depth Duration Frequency dengan Beberapa Pendekatan
Dari hasil perbadingan grafik yang ditampilkan pada Gambar 6 dapat terlihat bahwa, lengkung intensitas yang dihasilkan dari metode Mononobe memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan dua metode empiris lainnya (Bell dan van Breen). Hasil metode Mononobe sendiri jika dibandingkan dengan lengkung intensitas hujan dari data pengamatan menunjukan hasil yang lebih rendah. Oleh sebab itu, penggunaan metode Mononobe untuk memperkirakan intensitas hujan di Kota Bekasi tidak disarankan, karena akan memberikan dampak pada hasil desain saluran drainase dengan dimensi bangunan yg kurang besar yang mengakibatkan selalu terjadi melimpas (overtoping).
Gambar 7. Perbandingan Depth Duration Frequency untuk Periode Ulang 2 dan 3 Tahun
Segel Ginting
Metode empiris lainnya seperti metode Bell dan van Breen masih dapat dipertimbangkan untuk dapat digunakan untuk memperkirakan intensitas hujan pada Kota Bekasi. Kedua metode empiris tersebut jika dibandingkan dengan lengkung intensitas hujan hasil pengamatan menunjukkan hasil yang bervariasi, hal ini dapat dilihat pada Gambar 7 sampai Gambar 10.
Gambar 8. Perbandingan Depth Duration Frequency untuk Periode Ulang 5 dan 10 Tahun
Gambar 7 menunjukan bahwa lengkung intensitas hujan dari metode Bell memiliki kesesuaian dengan data pengamatan untuk memprediksi intensitas hujan pada periode ulang 2 tahun untuk durasi yang kurang dari 60 menit. Namun kesesuaian itu untuk durasi hujan yang lebih besar akan terjadi dengan semakin tinggi periode ulang (Gambar 8). Batas tertinggi periode ulang yang masih dapat digunakan sampai dengan periode ulang 5 tahun. Sementara untuk periode ulang yang lebih tinggi, grafik lengkung intensitas hujan pengamatan yang dihasilkan melebihi dari metode Bell dan akan mengikuti lengkung intensitas hujan yang dihasilkan dari metode van Breen.
Gambar 9. Perbandingan Depth Duration Frequency untuk Periode Ulang 15 dan 20 Tahun
Hasil lengkung intensitas hujan pengamatan menunjukkan kesesuaian dengan metode van Breen mulai dari periode ulang 10 tahun dengan durasi hujan yang kurang dari 40 menit (Gambar 8). Sementara untuk durasi yang lebih besar akan terjadi akan terjadi dengan meningkatkan periode ulang sampai dengan 100 tahun (Gambar 9 dan Gambar 10).
p-ISSN: 2302-5891 ISSN: 2579-3187 Vol. 10 No. 2 Juli 2022, 131-142 Gambar 10. Perbandingan Depth Duration Frequency untuk Periode Ulang 25 dan 100 Tahun
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil investigasi yang telah dilakukan di salah satu pos hujan otomatis di Kota Bekasi telah dihasilkan kurva lengkung intensitas hujan berdasarkan data historis durasi pendek dan perhitungan lengkung intensitas hujan berdasarkan pendekatan empiris. Dari hasil kajian tersebut dapat disimpulkan bahwa: 1) Tidak ada satu metode empiris yang paling cocok untuk mewaikili kondisi lengkung intensitas hujan di Kota Bekasi, namun secara umum dapat diperkirakan dengan metode Bell dan van Breen jika sama sekali data tidak tersedia. 2) Pendekatan dengan metode Mononobe tidak disarankan untuk digunakan di Kota Bekasi karena memberikan hasil yang lebih kecil dari kenyataan. 3) Untuk tujuan praktis, metode Bell dapat digunakan untuk memprediksi intensitas hujan pada periode ulang kurang dari 5 tahun dan menggunakan metode van Breen untuk periode ulang lebih dari 5 tahun.
REFERENSI
Bell, F. C. (1969). Generalized Rainfall-Ruration-Frequency Relationships. J Hydraulic Division, 95 (HYI), 311–327.
Bernard, M. (1932). Formulas for Rainfall Intensities of Long Duration. Trans.ASCE, 96, 592–
624.
Chen, C. L. (1983). Rainfall Intensity-Duration-Frequency Formulas. J Hydraul Eng, 109(12), 1603–1621.
Chow, V. T., Maidment, D. R., & Mays, L. W. (1988). Applied Hydrology. McGraw-Hill Book Company.
Ginting, S. (2022). Formulasi Lengkung Inensitas Hujan (Indensity-Duration-Frequency) Berdasarkan Data Hujan Durasi Pendek di Kota Bekasi. Akselerasi: Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, 3(2).
Hershfied, D. M. (1961). Estimating the Probable Maximum Precipitation. Journal of the Hydraulic Division, Proceeding, 99–116.
Kouthyari, U. C., & Grade, R. J. (1992). Rainfall Intensity Duration Frequency fFormula for India. J. Hydr. Engrg., ASCE, 118(2), 323–336.
Segel Ginting
Manley, R. E. (1992). Bell’s Formula-A Reapprasial. Joumèes Hydrologiques - Orstom, September.
Susilowati, & Ginting, S. (2021). Analisis Frekuensi Data Hujan Durasi Pendek di Kota Bekasi.
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahuan (PIT) HATHI Ke 38 Jilid 2.
Yu, P. S., Yang, T. C., & Lin, C. S. (2004). Regional Rainfall Intensity Formulas Based on Scaling Property of Rainfall. J Hydrol, 295, 108–123.
https://doi.org/10.1016/j.jhydrol.2004.03.003
Yulius, E. (2014). Analisa Curah Hujan Dalam Membuat Kurva Intensity Duration Frequency (IDF) Pada DAS Bekasi. Bentang: Jurnal Teoritis Dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil, 2(1), 1–8.