• Tidak ada hasil yang ditemukan

Assistance Of Toxic Friendship Students In Interpersonal Communication And Its Implications In Counseling

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Assistance Of Toxic Friendship Students In Interpersonal Communication And Its Implications In Counseling"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Assistance Of Toxic Friendship Students In Interpersonal Communication And Its Implications In Counseling

Zubaidah1,Putri Yeni2*),Irman3 Universitas Jambi1

UIN Mahmud Yunus Batusangkar2,3

Korespodensi: Jl. Sudirman No 137 Lima Kaum Batusangkar

E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

*)Corresponding Author

Abstract:Toxic Friendship is a friendship relationship that makes a person feel unsupported, always blamed, belittled, or even attacked and all other bad things, all of this in interpersonal communication has an impact on students' daily lives starting from students having high anxiety, stress, stress and not confident in daily activities at school. The purpose of this service is to reduce the occurrence of toxic friendship in students through counseling services. Service or assistance is carried out in the form of cross-classes which on average experience toxic. The method in this service is PAR with 11 stages. Empirically this service can reduce the occurrence of toxic friendship in students, so that the effective life of students is not disrupted and other students are also able to reduce the spread of toxic friendship in the school environment.

Keywords:Toxic Frienship, Interpersonal Comunication counseling.

PENDAHULUAN

iswa merupakan individu yang membutuhkan interaksi dengan individu yang lain, serta perlu untuk membangun suatu hubungan seperti persahabatan. Relasi dalam bentuk persahabatan kadang kala tak selalu sesuai dengan yang diharapkan. Kadang dalam membangun hubungan relasi persahabatan dengan siswa yang lain ada dampak positif, serta ada juga dampak negatifnya. Kualitas pertemanan yang postif dikenal dengan support, self esteem.

Sedanagkan dampak negatif dalam

pertemanan disebut konflik atau masalah, penolakan sikap dan lain sebagainya (Amir &

Wajdi, 2020). Ketika siswa dalam bersahabat mendapatkan penolakan secara tidak baik, tidak disupport maka akan muncul masalah seperti kecemasan dan kekhawatiran tersendiri pada diri siswa (Damayanti & Haryanto, 2019).

Ketika siswa mengalami kecemasan, stres serta tekanan karena memiliki teman, maka siswa akan merasa dirinya bermasalah dalam menjalin hubungan kembali dengan orang lain (Sandjojo, 2017). Perasaan tidak didukung atau tidak disupport oleh sahabat, teman orang

S

Received:13-12-2022; Revised:17-12-2022; Accepted:30-12-2022

(2)

terdekat dalam lingkungan biasa dikenal dengan istilahtoxic friendship.

Toxic friendship merupakan sesuatu yang dimunculkan oleh orang terdekat menyebabkan anda stress, rambut rontok, berat badan berkurang, berat badan bertambah, kecemasan yang berlebihan, depresi, kemarahan dan masalah kesehatan lainnya maka itu disebut beracun. Kondisi ini membuat kita merasa selalu bersalah dan merasa melakukan tindakan tidak support terhadap orang lain (Alfiani, 2020; Wajdi Riveni, 2021, Indahningrum et al., 2020). Toxic Frienship juga berdampak terhadap kesejahteraan psikologis seseorang dalam menjalin interaksi sehingga menimbulkan masalah baru lagi ketika tidak dilakukan penganan atau pencegahan (Rahimah et al., 2022).

Kondisi tersebut akan memiliki dampak yang sangat besar ketika siswa menjalin hubungan interaksi dengan siswa lain melalui komunikasi. Komunikasi merupakan suatu skill yang mesti dimiliki oleh semua siswa dalam upaya pengembangan dirinya, sehingga siswa mampu dalam melakukan menjalin hubungan pertemana serta (Merta, 2019).

Komunikasi antar siswa tersebut disebut dengan komunikasi interpersonal.

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang terjadi antara satu atau lebih orang secara tatap muka dan isi dari komunikasi itu merefleksikan karakter pribadi dari tiap individu itu sebaik hubungan dan peran sosial mereka dalam berinteraksi dengan lawan bicaranya (Putri Yeni, Hendriani, S, Silvianetri, Masril, 2021). Kemampuan komunikasi interpersonal membuat siswa unggul di berbagai bidang baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler (Okoro et al., 2017).

Unsur dalam komunikasi itu ada umpan balik/ feedback yaitu informasi yang disampaikan oleh komunikator di tanggapi oleh responden dengan baik dan efisien,

namun kenyataannya feedback yang muncul tidak selalu sesuai dengan keinginan komunikator sehingga muncul konflik (arif Khoirudin, 2012).

Permasalahan yang ditimbulkan oleh pertemanan serta komunikasi siswa yang bermasalah berbagai bentuk dan modelnya, baik secara personal maupun kelompok. Siswa merupakan remaja yang tumbuh dalam masa pancaroba, sehingga dalam bertindak dan berkomunikasi sulit untuk mengontrol dan memahami dampaknya. Apalagi dengan perkembangan dunia yang serba instan dengan teknologi membuat remaja yang masih labil tersebut tidak peduli dengan kondisi disekitarnya. Maka dari itu, sebagai guru BK di sekolah, harus melihat lebih seksama kondisi tersebut.

Supaya setiap permasalahan yang muncul di dalam lingkar interaksi siswa, guru bisa melakukan pencegahan dan pengentasan baik berupa individual, kelompok maupun klasikal.

Konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan untuk siswa di sekolah oleh seorang ahli yakni konselor agar kehidupan efektif siswa berjalan sesuai dengan semestinya, dan perkembangan diri siswa tidak mengalami hambatan(Manusia, 2013; Naan, 2018; Syekh &

Jambek, n.d.). selain itu, konseling juga membantu klien secara umum untuk mengembangkan diri baik dalam bentuk klasikal maupun dalam bentuk lintas kelas.

Kondisi tersebut dalam pemberian bantuan berupa layanan konseling, perlu ada pendampingan yang jelas sesuai dengan kajian ilmiah, serta sejalan dengan budaya siswa setempat. Bagaimana tatakrama siswa dalam berinteraksi dengan orang lain, serta siswa juga harus memahami kondisi lingkungan yang menjadi tempat siswa dalam melakukan aktifitas sehari-hari. sehingga tujuan dari kegiatan tercapai secara maksimal dan efketif, efisien. Selain itu, dalam memberikan pendampingan seorang konselor juga perlu memperhatikan a

(3)

METODE PENELITIAN

Pendampingan yang dilaksanakan di MTsM Tanjung Bonai menggunakan metode PAR (Participatory Action Research) diartikan sebagai pengabdian yang mengikutsertakan secara aktif seluruh pihak untuk perubahan kearah yang lebih baik (Afandi, 2013). Dasar dalam melakukan metode PAR adalah untuk mendapatkan perubahan kearah yang diinginkan.

Paradigma PAR merupakan proses dimana komunitas-komunitas berusaha mempelajari masalah secara ilmiah dalam rangka memandu, memperbaiki, dan mengevaluasi keputusan dan aksi mereka. Cara ini ditujukan untuk perbaikan berkaitan dengan arah perubahan yang baik (Abdul Rahmat, 2019).

Langkah-langkah pengabdian dengan metode PAR adalah sebagai berikut: 1).

Pemetaan awal (Preleminary mapping), 2).

Membangun hubungan psikologis dan membangun kepercayaan (trust building) siswa, sehingga terjalin hubungan yang setara dan saling mendukung antara pengabdi dengan siswa 3). Merancang agenda pengabdian untuk perubahan siswa berkaitan dengan komunikas interpersonal dalam meredam toxic frienship, 4). Pemetaan partisipatif (participatory mapping) dalam kelompok-kelompok siswa. Pemetaan ini menghasilkan sebuah gambaran umum tentang kondisi lingkungan sosial siswa dan permasalahan yang dialami oleh siswa.

Berdasarkan pemetaan ini dilanjutkan dengan mengidentifikasi masalah yang dialami oleh siswa di sekolah, 5). Merumuskan masalah yang dialami oleh siswa melalui analisis hirarki masalah. Selanjutnya dilanjutkan dengan teknik memilih masalah yang prioritas yang akan diselesaikan terlebih dahulu, 6).

Menentukan pihak-pihak yang terlibat dalam merumuskan kemungkinan keberhasilan kegiatan pendampingan konseling ini, serta

kegagalan program ini, serta mencari solusi apabila mengalami kendala yang menghalangi berjalannya proses keberhasilan program ini, 7). Pengorganisasi siswa yaitu, pendampingan siswa oleh pengabdi untuk memecahkan problem sosial secara holistik, 8). Melakukan aksi perubahan, yaitu melakukan kegiatan pengabdian secara aktif dan merata dengan siswa yang mengalami permasalahan toxic frienship, 9). Membangun mental komunikasi interpersonal secara aktif dan efktif, efisien, sehingga siswa yang menjalin hubungan melalui komunikasi memiliki dampak postif terhadap kondisi pertemanannya, 10). Refleksi teoritis yaitu yaitu dosen pengabdi melakukan perumusan terhadap perubahan interaksi yang terjadi berasarkan hasil riset kegiatan yang telah dilakukan mulai dari awal kegiatan direncanakan hingga akhir. Refleksi teoritis menjadi sebuah teoritis yang dapat dipakai

oleh khalayak ramai dalam

pertanggunggungjawaban akademik, 11).

Meluaskan skala gerakan pengabdian dan dukungan keberhasilan program PKM, keberhasilan kegiatan diukur dari keberlanjutan program yang telah dijalankan, sehingga nanti muncul pengorganisasian serta sekolah-sekolah melanjutkan kegiatan ini, seperti bekerja sama dengan PIK-R sekolah untuk membentuk konselor teman sebaya dalam rangka meminimalisir kemungkinan munculnya perteman palsu atau toxic frienship ( Silvianetri, 2019) .

Sasaran pengabdian adalah siswa-siswa yang ada di MTsM Tanjung Bonai sebanyak 45 orang dengan kisaran umur masa pubertas yang rentan dengan hubungan interaksi yang bermasalah yakni 13 – 15 tahun.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan pendampingan ini di MTsM Tanjung Bonai Lintau Buo Utara secara umum menggunakan Konseling dengan strategi pelaksanaannya berupa Bimbingan Lintas

(4)

Kelas dan dilanjutkan dengan Bimbingan klasikal, artinya siswa diberikan materi berkaitan dengan Toxic Frienship dan komunikasi interpersonal. Pengabdian ini menggunakan 11 langkah kegiatan. Hasil pengabdian bisa dijabarkan sebagai berikut:

1. Pemetaan Awal (Premelinary mapping) Pemetaan awal dilakukan dengan kegiatan observasi dan wawancara dengan beberapa pihak dimulai dengan kepala sekolah, dilanjutkan dengan wakil kuriulum dan wakil kesiswaan. Setelah itu diskusi dilanjutkan dengan beberapa majelis guru, data juga diambil dari wali kelas di MTsM Tanjung Bonai, secara kebetulan disini tidak memiliki guru Bimbingan dankonseling atau konselor sekolah, sehingga data berkaitan dengan siswa lebih tertumpu kepada wali kelas saja. Tujuan pemetaan ini untuk mendapatkan data demografis serta kondisi siswa yang ada di sekolah ini, berkaitan dengan bagaimana siswa dalam berteman serta komunikasi interpersonal seperti apa yang dipakai siswa dalam aktifitas di sekolah.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan berbagai pihak, maka didapatkan data bahwa siswa dalam berteman banyak memunculkan masalah akibat dari komunikasi antar teman yang tidak postif serta kurang efektif, contoh ketika teman salah dalam berpendapat langsung dicemooh serta dipojokkan sehingga yang awalnya berteman memunculkan dendam, selain itu, teman ingin tampil teman yang lain tidak mendukung atau melemahkan motivasinya. Sehingga kondisi-kondisi yang muncul perteman itu tidak memiliki arti positif dan tidak saling mendukung, serta memunculkan yang namanya toxic frienship. Toxic frienship muncul bukan tanpa sebab, melainkan karena adanya daya psikologis yang rendah dalam

menjalin komunikasi dengan teman.

Padahal MTsM terletak di Provinsi sumatera Barat yang kental dengan adat minangkabaunya, artinya dalam budaya minangkabau ada istilah kato nan ampek (kato mandaki, kato manurun kato malereng dan kato mandata) dalam berkomunikasi, sekolah perlu mengsosialisasikan ke siswa dan ke lingkungan sekolah secara umum berkaitan dengan etika komunikasi yang sejalan dengan budaya setempat seperti penggunaan kato Nan Ampek dalam kehidupan sehari-hari.

2. Membangun Hubungan Psikologis Langkah kedua dalam pengabdian ini yakni membangun kepercayaan (trust building) siswa, sehingga terjalin hubungan yang setara antara siswa dengan pengabdi.

Berbagai pendekatan biologis sudah dilakukan dengan siswa, guru dam semua pihak yang ada di MTsM Tanjung Bonai.

Pertemuan dengan siswa, guru kepala sekolah serta tata usaha sekolah menghasilkan kedekatan sehingga pengabdi dalam urusan awal adminstrasi lancar dan dibantu secara proaktif oleh pihak sekolah. Kepala sekolah memberikan beberapa masukan dalam teknis pelaksanaan kegiatan pengabdian ini. Salah satunya beliau meminta setiap hasil dari kegiatan nantinya bisa di apikasikan siswa sesuai dengan

Gambar. 1 kegiatan awal dengan siswa

(5)

3. Merancang agenda Pengabdian melalui FGD Langkah selanjutnya merancang agenda pegabdian, untuk merancang agenda pengabdian, pengabdi melakukan perancangan kegiatan denga tujuan agar kegiatan-kegiatan yang dilakukan mengarah kepada perubahan komunikasi interpersonal secara postif untuk mengurangi munculnya toxic frienship pada siswa-siswa di MTsM Tanjung Bonai.

Kegiatan perubahan yang dilakukan oleh pengabdi melalui bimbingan lintas kelas dan bimbingan klasikal selama 6 sesi dengan tema menggabungkan kedua variabel yang saling terhubung dengan jabaran sebagai berikut:

a. Pembukaan kegiatan deng membahas yaitu pengertian toxic frienship, bentuk – bentuk toxic frienship dan munculnya toxic frienship akibat komunikasi yang tidak efektif.

b. Mengurangi Toxic friendship melalui bimbingan klasikal

c. Membangun komunikasi interpersonal yang postif dan efektif

d. Mengurangi toxc frienship melalui bimbingan lintas kelas

e. Melatihkan komunikasi sesuai dengan budaya setempat

f. Evaluasi kegiatan bimbingan pendampingan yang telah dilakukan.

4. Pemetaan partispatif (Participatory mapping) dalam kelompok-kelompok siswa.

Kegiatan pemetaan partisipatif sebagai langkah awal untuk memahami kondisi siswa. Pemetaan ini menghasilkan gambaran umum kondisi geografis, sosial dan persoalan yang dialami siswa siswa yang ada di sekolah MTsM Tanjung Bonai adalah:

a. Masa Pubertas

b. Kelompok-kelompok kecil di kelas c. Ekonomi orang tua

d. Pendidikan Orang Tua

e. Lingkungan sosial tempat berdomisili Berdasarkan pemetaan ini dilanjutkan dengan identifikas masalah yang dialami oleh siswa. Adapun masalah yang dialami oleh siswa sebagai berikut:

a. Siswa berada dalam tataran rentang usia pubertas, seperti yang kita ketahui siswa yang berada dalam usia pubertas mengalami perubahan dalam berbagai aspek baik secara fisik, psikis maupun hormon, sehingga komunikasi yang dimunculkan tidak menjadi bahan untuk pertimbangan lagi, setiap ucapan yang keluar tidak dipikirkan dampaknya, sehingga muncul toxic frienship pun dengan yang lain tidak menjadi perhatian bagi mereka yang dalam masa pubertas.

b. Selain itu, siswa dalam berbudaya kebanyakan hanya keturuna, mereka kurang mendapat edukasi berkaitan dengan inti yang ada dalam budaya, hal tersebut muncul karena kurangnya peran orang tua dalam mencontohkan budaya yang

(6)

benar kepada anaknya. Setiap anak walaupun belajar di sekolah, namun sekolah pertama mereka tetap ligkungan keluarag dalam mencontoh dan meniru berbagai perilaku hingga cara berkomunikasi.

c. Perlu dilakukan pendampingan terhadap siswa agar memiliki keterampilan dalam berkomunikasi baik secara interpersonal maupun intrapersonal, sehingga meminimalisir munculnya toxic frienship, serta siswa memiliki dasar dalam bersikat dan bertindak

d. Perlunya penguatan budaya lokasl terhadap siswa, sehingga siswa memiliki jiwa kearifan lokal dan mampu mencintai budaya dalam berbagai aspek kehidupannya sehari-hari.

e. Perlunya siswa melek terhadap It dan siswa mampu menfilter dampak dari IT, agar siswa juga bisa menyesuaikan diri dengan perkebangan zaman, namun tetap berpegang teguh terhadap ajaran agama.

5. Merumuskan masalah yang dialami oleh siswa melalui analisis pohon masalah

Berdasarkan masalah dan persoalan yang teah dijabarkan di atas di MTsM Tanjung Bonai sudah dipetakan melalui pohon masalah. Selanjutnya dilakukan matrik ranking untuk melihat prioritas terhadap masalah yang akan diselesaikan terlebih dahulu.

Bedasarkan analisis kebutuhan permasalahan yang telah di ranking maka disimpulkan adalah perlunya meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal siswa dalam mengurangi munculnya toxic frienship pada siswa di MTsM Tanjung Bonai serta memasukkan etika komunikasi pada budaya setempat dalam berkomunikasi postif dan efektif.

6. Menetukan pihak yang terlibat

Langkah keenam dari kegiatan pengabdian ini yakni menentukan pihak- pihak yang terlibat dalam kegiatan ini seperti :

a. Kepala Sekolah, orang yang memiliki otoritas tinggi di sekolah

b. Konselor sekolah untuk setiap pendampingan secara individual maupun kelompok

c. PIK-R (Pusat Informasi Konseling Remaja) sekolah, dengan

memunculkan konselor teman sebaya untuk mendampingi siswa yang telah menerima pendampingan.

d. Wali kelas e. Majelis guru f. Bagian tata Usaha

g. Serta seluruh warga sekolah h. Masyarakat sekitar sekolah i. Orang Tua

Pihak-pihak yang terlibat tersebut dilibatkan dalam berbagai kegiatan untuk mendampingi siswa dalam menjalankan kehidupan efektifnya sehari-harinya.

Keberhasilan dan kegagalan program dampingan tertuju juga kepada pihak yang terlibat untuk proaktif secara baik dalam tetap mendukung setiap program yang telah direncanakan.

7. Pengorganisasi siswa

Pengorganisasin siswa yakni kegiatan pendampingan siswa leh pengabdi ini tidak hanya pada saat kegiatan bimbingan klasikal saja, namun pendampingan lain secara informal juga dilakukan, dengan tujuan kegiatan berkelanjutan serta mencapai berbagai lapisan siswa,tanpa membedakan mereka baik secara fisik, nilai dan kelompok ekonomi orang tuanya. Siswa disekolah memiliki hak yang sama dalam mendapat pelayanan terutama konseling.

8. Melakukan aksi perubahan

(7)

Aksi perubahan bertujuan untuk melihat kegiatan secara menyeluruh dan partisipatif. Siswa yang telah melaksanakan kegiatan pendampingan mereka memiliki variatif dalam menerima, ada yang secara menyeluruh paham ada yang tidak paham sama sekali, serta ada yang mampu langsung prkatik dalam kehidupan sehari-hari.

Aksi perubahan ini juga berkaitan erat dengan pihak yang terlibat, agar aksi perubahan ini tetap berjalan dan tidak berhenti, sekolah perlu melanjutkan sesuai dengan komitmen pengabdi dengan sekolah. Konselor sekolah juga perlu melihat kondisi tersebut, sehingga aksi perubahan bisa melebar dan siswa bisa merasakan manfaatnya untuk terus berlanjut.

Bentuk kegiatan lanjutan dilakukan siswa berupa kolaborasi kegiatan PIK- R dengan kegiatan ekstrakurikuler

a. Forum annisa setiap jumat dengan tema sesuaikan dengan agenda kegiatan pengabdin

b. Pelatihan konselor teman sebaya c. Kultum setiap jumat

d. Pelatiahan kepemimpinan dalam OSIM 9. Membangun kelompok siswa

Kegiatan-kegiatan kelompok siswa dibuat berdasarkan izin wakil kesiswan dan segala aspek untuk mensukseskan program pengabdian yang telah dilakukan.

Selain kegiatan di atas, siswa memiliki berbagai bentuk projek dalam membentuk kelompok belajar sebagai penunjang aktif program pengabdian dalam mengurangi toxic frienship siswa. Bermula dari melatif komunikasi dalam kelompok kecil dan selanjutnya melatih dalam kelompok besar.

10. Refleksi (Teoritis Perubahan Sosial)

Refleksi kegiatan pengabdian ini yakni dosen dan mahasiswa merumuskan teoritis perubahan yang berdasarkan riset terhadap kegiatan pengabdian yang sudah dilakukan dari awal hingga akhir. Adapun teori yang dapat disimpulkan dalam pengabdian ini adalah pengabdian berbasis budaya mampu mengurangi toxic frienship dan meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa di MTsM Tanjung Bonai. Refleksi teoritis menjadi sebuah teori akademik yang dapat dipresentasikan dalam forum lebih luar.

11. Meluaskan skala gerakan dan dukungan keberhasilan PKM

Pengabdian yang berhasil adalah dapat meluaskan skala gerakan dan dukungan keberhasilan program diukur dari keberlanjutan program suatu pengabdian.

Sebagai contoh kegiatan yang sudah pengabdi lakukan ini nanti dilanjutkan oleh sekolah dengan membentuk program- program lanjutan yang sinkron dengan program yang pengabdi. Itu merupakan capaian keberhasiln dalam pengabdian.

Gambar 2 . kegiatan pendampingan siswa

Pengabdian di MTsM Tanjung Bonai memberikan beberapa pelajaran terkait dengan bagaimana upaya kita dalam meminimalisir toxic friendship yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal, serta memasukkan nilai-nilai budaya local dalam materinya sangat bagus untuk dipraktekkan. Agar siswa

(8)

paham etika komunikasi dan etika dalam berteman sehingga muncul hubungan postif dan menunjang pembelajara secara aktif, dan siswa juga tidak bermasalah dalam lingkungan belajarnya.

KESIMPULAN

Kegiatan pengabdian di MTsM Tanjung Bonai memberikan dampak postif terhadpa pengabdi dan siswa serta sekolah secara menyeluruh, terkhusus siswa yang mengalami maslaah toxic friendship. Pengabdian ini melahirkan suatu teori yang bias dikembangkan dalam riset selanjutnya serta dapat menambah kazanah keilmuan bahwa untuk mengurangi toxic friendship siswa bias melalui peningkatan kemampuan komunikasi interpersonal siswa serta memasukkan etika komunikasi budaya local ke dalam pelaksanaan konselingnya. Sehingga setiap seklah tetap cinta budaya local dan mampu membuat siswa tumbuh dalam hubungan postif sesame siswa.

REFERENSI

Abdul Rahmat, M. M. . G. U. N. G. (2019).

Model Partisipasi Action Research Dalam Pemberdayaan Masyarakat. 62–71.

http://ejurnal.pps.ung.ac.id/index.php /AKSARA/index

Afandi, A. (2013). Articipatory Action Research (Par) Metodologi Alternatif Riset Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Transformatif. Workshop Pengabdian Berbasis Riset Di LP2M UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 53(9), 1689–1699.

Alfiani, vivi R. (2020). Upaya resiliensi pada remaja dalam mengatasi.

Amir, M., & Wajdi, R. (2020). Perilaku Komunikasi Toxic Friendship (Studi terhadap Mahasiswa Fisip Universitas

Muhammadiyah Makassar). Jurnal Komunikasi Dan Organisasi (J-KO, 2, 93–

arif Khoirudin. (2012).111. Peran Komunikasi, Oleh: M. Arif Khoiruddin.23, 118–131.

Damayanti, P., & Haryanto, H. (2019).

Kecerdasan Emosional dan Kualitas Hubungan Persahabatan. Gadjah Mada Journal of Psychology (GamaJoP), 3(2), 86.

https://doi.org/10.22146/gamajop.434 Fay,40D. L. (1967). PENINGKATAN

KREATIVITAS MEMBUAT KARYA

MUSIK MELALUI PERMAINAN

CIPTA LAGU PADA SISWA.

Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952.,1(2).

Indahningrum, R. putri, Naranjo, J., Hernández, Naranjo, J., Peccato, L. O. D.

E. L., & Hernández. (2020). Pesan Toxic Friendship dalam Film Animasi 3D.

Applied Microbiology and Biotechnology,

2507(1), 1–9.

https://doi.org/10.1016/j.solener.2019.

02.027%0Ahttps://www.golder.com/in sights/block-caving-a-viable-

alternative/%0A???

Manusia, K. (2013). Kebutuhan manusia terhadap agama *.

Merta, I. N. (2019). Interpersonal communication between lecturers with students in Wira Bhakti Denpasar College. International Research Journal of Management, IT and Social Sciences, 6(1), 55–62.

https://doi.org/10.21744/irjmis.v6n1.5 Naan. (2018).81 Motivasi beragama dalam

mengatasi rasa frustasi.1(Juli), 11–17.

Okoro, E., Cwashington, M., & Thomas, O.

(2017). The Impact of Interpersonal

Communication Skills on

Organizational Effectiveness and Social Self-Efficacy: A Synthesis. International Journal of Language and Linguistics, 4(3),

(9)

5. www.ijllnet.com

Putri Yeni, Hendriani, S, Silvianetri, Masril,

& D. (2021). Efektifitas Pendekatan Analisis Transaksional Berbasis Kato Nan Ampek Untuk Meningkatkan Komunikasi Interpersonal Siswa.5(2), 92–98.

Rahimah, S., Abidin, M. Z., & Fadhila, M.

(2022). The Effect of Toxic Relationships in Friendship on The Psychological Well-Being of Islamic University Students.TAZKIYA Journal of Psychology,

10(2), 155–164.

https://doi.org/10.15408/tazkiya.v10i2.

27776

Sandjojo, C. T. (2017). Hubungan Antara Kualitas Persahabatan dengan Kebahagiaan pada Remaja Urban.

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya,6(2), 1721–1739.

Silvianetri, S. (2019). Interpersonal Skill Dalam Kajian Neurosains. Alfuad: Jurnal Sosial Keagamaan, 3(1), 74.

https://doi.org/10.31958/jsk.v3i1.1635 Syekh, I., & Jambek, J. (n.d.). Peran Agama

Dalam Bimbingan dan Konseling.

Wajdi Riveni. (2021). Perilaku Komunikasi Toxic Frienship Dengan Teman Sebaya.

InKomunikasi.

Referensi

Dokumen terkait

Step 4: repeat step 3.1 till 3.4 everyone second 3.0 System implementation and testing SHSA used the following hardware: Telosb platform from MEMSIC [2]; Telos with Personal

AN UNDERGRADUATE THESIS THE USE OF DIRECTED READING-THINKING ACTIVITY DR-TA STRATEGY TO IMPROVE READING COMPREHENSION ABILITY AT THE TENTH GRADERS OF SMK PGRI 1 PUNGGUR IN THE