ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. K DENGAN DIAGNOSA BRONKOPNEUMONIA DI RUANG MUSI ANAK RS PERTAMINA
PRABUMULIH
Disusun oleh : ERNITA SARI
21220182
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN BRONKOPNEUMONIA
A. KONSEP TEORI 1. Definisi
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu ataubeberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda asing (Wijayaningsih,2013).
Bronkopneumonia adalah suatu infeksi akut pada paru–paru yang secara anatomi mengenai begian lobulus paru mulai dari parenkim paru sampai perbatasan bronkus yang dapat disebabkan oleh bermacam–macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing ditandai oleh trias (sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis sekitar hidung atau mulut).
(Mansjoer, 2000. Dalam Dewi, 2013).
Bronkopneumonia adalah cadangan pada parenkim paru yang meluassampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringanparu melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernapasan atau melaluihematogen sampai ke bronkus. (Riyadi dan Sukarmin, 2009).
2. Etiologi
Terjadinya bronkopneumonia bermula dari adanya peradangan paru yang terjadi pada jaringan paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Factor penyebab utamam adalah bakteri, virus, jamur dan benda asing (Ridha, 2014).
Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri virus dan jamur, antara lain :
1).Bakteri :Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella 2) Virus : Legionella Pneumoniae
3) Jamur : Aspergillus Spesies, Candida Albicans
4) Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung kedalam paru 5) Terjadi karena kongesti paru yang lama
( Nurarif dan Kusuma, 2015).
3. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada penderita bronkopneumonia menurut Wijayaningsih (2013), adalah :
1) Biasanya didahului infeksi traktus respiratori bagian atas
2) Demam (39 – 40 ℃) kadang-kadang disertai kejang demam tinggi
3) Anak sangat gelisah, dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang dicetuskan saat bernafas dan batuk.
4) Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut.
5) Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
6) Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi, wheezing.
7) Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
8) Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus.
Gejala Bronkopneumonia yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal berupa muntah atau diare, keluhan respiratori yang nampak yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, nafas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis (Fadhila, 2013).
4. Pathofisiologi
Bakteri masuk kedalam jaringan paru- paru melalui saluran pernafasan dari atas untuk mencapai bronchiolus dan kemudian alveolus sekitarnya. Kelainan
yang timbul berupa bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua paru- paru, lebih banyak pada bagian basal (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Bronkopneumonia dapat terjadi akibat inhalasi mikroba yang ada di udara, aspirasi organisme dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk ke bronkioli dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial. Kuman pneumokokus dapat meluas melalui porus kohn dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Eritrosit mengalami perembesan dan beberapa leukosit dari kepiler paru- paru. Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal dan berwarna merah. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman pneumokokus di fagositosis oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung, makrofag masuk kedalam alveoli dan menelan leukosit bersama kuman pneumokokus di dalamnya. Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu- abu dan tampak berwarna abu- abu kekuningan. Secara perlahan- lahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin di buang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna, paru menjadi normal kembali tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Bakteri penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru melalui saluran pernafasan atas ke bronchioles, kemudian kuman masuk ke dalam alveolus ke alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding bronchus atau bronkhiolus dan alveolus sekitarnya.
Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar secara progresif ke perifer sampai seluruh lobus (Ridha, 2014).
Akan tetapi apabila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka membran dari alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan proses diffusi osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan tersebut akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah.
Penurunan itu yang secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis.
Terdapatnya cairan purulent pada alveolus juga dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pada paru, selain dapat berakibat penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar juga mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan berusaha melawan tingginya tekanan tersebut menggunakan otot- otot bantu pernafasan (otot interkosta) yang dapat menimbulkan peningkatan retraksi dada (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel) mikroorganisme yang terdapat didalam paru dapat menyebar ke bronkus. Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus bersebukan sel radang akut, terisi eksudat (nanah) dan sel epitel rusak. Bronkus dan sekitarnya penuh dengan netrofil (bagian leukosit yang banyak pada saat awal peradangan dan bersifat fagositosis) dan sedikit eksudat fibrinosa. Bronkus rusak akan mengalami fibrosis dan pelebaran akibat tumpukan nanah sehingga dapat timbul bronkiektasis. Selain itu organisme eksudat dapat terjadi karena absorbsi yang lambat. Eksudat pada infeksi ini mula- mula encer dan keruh, mengandung banyak kuman penyebab (streptokokus, virus, dan lain- lain). Selanjutnya eksudat berubah menjadi purulen, dan menyebabkan sumbatan pada lumen bronkus. Sumbatan tersebut dapat mengurangi asupan oksigen dari luar sehingga penderita mengalami sesak nafas (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan mengakibatkan peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia pada lumen
bronkus sehingga timbul peningkatan reflek batuk (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Perjalanan patofisiologi diatas bisa berlangsung sebaliknya yaitu didahului dulu dengan infeksi pada bronkus kemudian berkembang menjadi infeksi pada paru (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Dengan daya tahan tubuh yang menurun, terjadilah infeksi pada traktus respiratorius atau jalan nafas. Pneumatokel atau abses-abses kecil sering disebabkan oleh streptokokus Aureus pada neonatus atau bayi kecil karena Streptokokus Aureus menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolizin, leukosidin, stafilokinase, dan koagulase. Toksin dan enxim ini menyebabkan nekrosis, perdarahan dan kavitasi, koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin hingga terjadi eksudat fibrinopurulen.
Sistem imun merupakan kumpulan mekanisme dalam suatu mahluk hidup yang melindunginya terhadap infeksi dengan mengidentifkasi dan membunuh substansi patogen. Sistem ini dapat mendeteksi bahan patogen, mulai dari virus sampai parasit dan cacing serta membedakannya dari sel dan jaringan normal. Pembuluh limfe dan kelenjar limfe merupakan bagian dari sistem sirkulasi khusus yang membawa cairan limfe, suatu cairan transparan yang berisi sel darah putih terutama limfosit. Cairan limfe membasahi jaringan tubuh, sementara pembuluh limf mengumpulkan cairan limfe serta membawanya kembali ke sirkulasi darah. Kelenjar limfe berisi jala pembuluh limfe dan menyediakan media bagi sel sistem imun untuk mempertahankan tubuh terhadap agen penyerang. Limfe juga merupakan media dan tempat bagi sel sistem imun memerangi benda asing. Sel imun dan molekul asing memasuki kelenjar limfe melalui pembuluh darah atau pembuluh limfe.
Semua sel imun keluar dari sistem limfatik dan akhirnya kembali ke aliran darah. Begitu berada dalam aliran darah, sel sistem imun, yaitu limfosit
dibawa ke jaringan di seluruh tubuh, bekerja sebagai suatu pusat penjagaan terhadap antigen asing (Sudiono, 2014).
5. Pathway
6. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaaan laboratorium
Hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis, dapat mencapai 15.000- 40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri (Yasmara & Nursiswati, 2016).
Pada klien Bronkopneumonia terjadi leukositosis, ini terjadi karena selama infeksi terjadi mekanisme yang mendorong meningkatnya leukosit yang berguna untuk menanggulangi infeksi (Sujono & Sukarmin, 2009). Dapat ditemukan juga leukopenia yang menandakan prognosis buruk dan dapat ditemukan anemia ringan atau sedang (Sujono & Sukarmin, 2009). Anak (umur < 6 tahun) menderita anemia jika kadar Hb < 9,3 g/dl (kira-kira sama dengan nilai Ht < 27%) (Duke, et al., 2016).
1) Kultur darah positif terhadap organisme penyebab.
2) Nilai analisis gas darah arteri menunjukkan hipoksemia (normal : 75- 100 mmHg).
3) Kultur jamur atau basil tahan asam menunjukkan agen penyebab.
4) Pemeriksaan kadar tanigen larut legionella pada urine.
5) Kultur sputum, pewarnaan gram, dan apusan mengungkap organisme penyebab infeksi.
b. Pemeriksaan radiologi
Pada pemeriksaan radiologi bronkopneumonia terdapat bercak-bercak konsolidasi yang merata pada lobus dan gambaran bronkopneumonia difus atau infiltrat pada pneumonia stafilokok (Sujono & Sukarmin, 2009).
c. Pemeriksaan cairan pleura
Pemeriksaan cairan mikrobiologi, dapat dibiakkan dari spesimen usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum, darah, aspirasi trakea, fungsi pleura atau aspirasi paru (Mansjoer, A 2000 dalam (Sujono
& Sukarmin, 2009).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan bronkopnemonia adalah sebagai berikut :
a. Non farmakologi
1) Menjaga kelancaran pernapasan 2) Kebutuhan istirahat klien
Klien ini sering hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat, semua kebutuhan klien harus ditolong ditempat tidur.
3) Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Klien dengan bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan makanan yang kurang karena proses perjalanan pnyakit yang menyababkan peningkatan secret pada bronkus yang menimbulkan bau mulut tidak sedap yang selanjutnya menyebabkan anak mengalami anoreksia. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi.
Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang infus dengan cairan glukosa 5% dan NaCl 0,9%.
4) Mengontrol Suhu Tubuh
Klien dengan bronkopneumonia biasanya mengalami kenaikan suhu tubuh sangat mendadak sampai 39-40ᵒC dan kadang disertai kejang karena demam yang sangat tinggi.
External cooling merupakan salah satu tindakan untuk menurunkan demam. External cooling dilakukan dengan menggunakan kompres hangat. Tindakan ini bermanfaat untuk melebarkan pembuluh darah dan mempercepat pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan, serta menurunkan suhu tubuh pada bagian perifer.
Intervensi pemberian kompres hangat dalam menangani demam dapat dilakukan pada beberapa area permukaan tubuh. Kompres hangat dapat diberikan di daerah temporal/ frontal (dahi), axilla (ketiak), leher (servikal) dan inguinal (lipatan paha) (Perry, 2008). Pemberian kompres hangat pada daerah axilla dapat menurunkan suhu tubuh lebih besar dibandingkan dengan pemberian kompres hangat di frontal. Hal ini terjadi karena pada daerah axilla banyak terdapat pembuluh darah besar dan kelenjar keringat apokrin (Corwin, 2001).
b. Farmakologi
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Akan tetapi karena hal itu perlu waktu dan klien perlu terapi secepatnya maka biasanya diberikan antibiotika Prokain 50.000 U/kgBB/hari secara IM, dan Kloramfhenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis secara IM/IV atau Ampicilin 100 mg/kgBB/hari diagi dalam 4 dosis IV dan Gentamicin 5 mg/kgBB/hari secara IM dalam 2 dosis perhari. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. Karena sebagian besar klien jatuh kedalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri (Nurarif &
Kusuma, 2015).
Adapun penatalaksanaan pada klien anak dengan bronkopneumonia adalah sebagai berikut (Ridha, 2014):
1) IVFD (Intra Vena Fluid Drip)
2) Jenis cairan yang digunakan adalah 2A-K CL (1-2 mek/kgBB/24 jam atau KCL 6 mek/500 ml).
3) Kebutuhan cairannya adalah:
4) Oksigen 2 liter/menit
Tabel 2.1 Kebutuhan cairan anak usia 9 bulan dengan bronkopneumonia (Ridha,2014).
Apabila ada kenaikan suhu tubuh, maka setiap kenaikan suhu 1ᵒC kebutuhan cairan ditambah 12%.
5) Kortikosteroid
Pemberian kortison asetat 15 mg/kgBB/hari secara IM diberikan bila ekspirasi memanjang atau secret banyak sekali. Berikan dalam 3 kali pemberian.
8. Komplikasi
KgBB Kebutuhan (ml/kgBB/hari)
3-10 kgBB 11-15 kgBB
>15 kgBB
105 8565
Komplikasi yang dapat terjadi adalah :
a. Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
b. Otitis media akut adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid (Brunner & Suddarth, 2002).
c. Atelektasis adalah penyakit restriktif akut yang mencangkup kolaps jaringan paru (alveoli) atau unit fungsional paru (Soemantri, 2008).
d. Emfisema adalah gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan (Soemantri, 2008).
e. Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak dan medula spinalis).
Komplikasi tidak terjadi bila diberikan antibiotik secara tepat (Ngastiyah, 2014).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian
Pengkajian pada anak menurut Nursalam (2008) antara lain : 1). Usia :
Pneumonia sering terjadi pada bayi dan anak. Kasus terbanyak terjadi pada anak berusia di bawah 3 tahun.
2) Keluhan utama :
Saat dikaji biasanya penderita bronkopneumonia mengeluh sesak nafas.
3) Riwayat penyakit sekarang :
Pada penderita bronkopneumonia biasanya merasakan sulit untuk bernafas, dan disertai dengan batuk berdahak, terlihat otot bantu pernafasan, adanya suara nafas tambahan, penderita biasanya juga lemah dan tidak nafsu makan, kadang disertai diare.
4) Riwayat penyakit dahulu :
Anak sering menderita penyakit saluran pernafasan bagian atas, memiliki riwayat penyakit campak atau pertussis serta memiliki faktor pemicu bronkopneumonia misalnya riwayat terpapar asap rokok, debu atau polusi dalam jangka panjang.
5) Pemeriksaan fisik : (1) Inspeksi.
Perlu diperhatikannya adanya sianosis, dispneu, pernafasan cuping hidung distensi abdomen, batuk semula non produktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada saat menarik nafas. Batasan takipnea pada anak 2 bulan – 12 bulan adalah 50 kali/menit atau lebih, sementara untuk anak berusia 12 bulan – 5 tahun adalah 40 kali/menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada ke dalam akan tampak jelas.
(2) Palpasi
Fremitus biasanya terdengar lemah pada bagian yang terdapat cairan atau secret, getaran hanya teraba pada sisi yang tidak terdapat secret.
(3) Perkusi
Normalnya perkusi ppada paru adalah sonor, namun untuk kasus bronkopneumonia biasanya saat diperkusi terdengar bunyi redup.
(4) Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung atau mulut bayi. Pada anak pneumonia akan terdengar stridor, ronkhi atau wheezing. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas akan berkurang, ronkhi halus pada posisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernafasan bronkial, egotomi, bronkoponi, kadang-kadang terdengar bising gesek pleura.
6) Penegakan diagnosis :
Pemeriksaan laboratorium : Leukosit meningkat dan LED meningkat, X-foto dada : Terdapat bercak-bercak infiltrate yang tersebar (bronkopneumonia) atau yang meliputi satu atau sebagian besar lobus.
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang muncul menurut Nurarif dan Kusuma (2015) : 1) (D.0001) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme
jalan nafas.
2) (D.0003) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,perubahan membrane alveolus-kapiler.
3) (D.0019) Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan,ketidakmampuan mencerna makanan, faktor psikologis (mis.Stress, keengganan untuk makan).
4) (D.0056) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen, kelemahan.
5) Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang asing, ketidaknyamanan.
6) (D.0106) Gangguan tumbuh kembang b.d terpisah dari orang tua, keterbatasan lingkungan
7) (D.0037) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan (mis. Dehidrasi intoksikasi air), diare.
3. Perencanaan N
o
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi 1 (D.0001) Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas .
Tujuan :
Jalan nafas paten Kriteria hasil :
1. Mampu melakukan batuk efektif dan
1. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
2. Keluarkan secret dengan batuk efektif
Batasan karakteristik :
Suara nafas
tambahan
Perubahan frekuensi nafas
Perubahan irama nafas
Sianosis
Mengeluh sesak nafas
Batuk tidak efektif
Sputum berlebihan gelisah
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dsypneu (mampu
mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips).
2. Jalan nafas bersih (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas
abnormal).
3. Mampu
mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas.
atau suction
3. Berikan O2 dengan menggunakan nasal
kanul untuk
memfasilitasi suction.
4. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam.
5. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 7. Monitor respirasi
dan status O2
8. Lakukan fisioterapi dada bila perlu.
2 (D.0003) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, perubahan membrane alveolus-kapiler
Batasan karakteristik
Tujuan :
Pertukaran gas efektif Kriteria hasil :
1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
2. Memelihara
1. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
2. Keluarkan secret dengan
batuk efektif atau suction
:
Irama pernafasan tidak teratur
pH darah arteri abnormal.
Pernafasan cuping hidung
Gelisah
Takikardi
Hiperkapnea
Hipoksia
Samnollen
Gangguan penglihatan
Sianosis (pada neonates saja)
kebersihan paru- paru dan bebas dari tanda- tanda distress pernafasan
3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspnea (mampu
mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
4. Tanda - tanda vital dalam rentang normal N : 75-160 x/menit RR : 21-30 x/menit T : 36-37 ℃
3. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
4. Monitor respirasi dan status O2.
5. Catat pergerakan
dada, amati
kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostals 6. Monitor suara nafas,
seperti dengkur 7. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot 8. Auskultasi suara
nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan 9. Observasi sianosis
khususnya
membrane mukosa 10.Auskultasi bunyi
jantung, jumlah,
irama dan denyut jantung
3 Defisit
nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan, ketidakmampuan mencerna makanan, factor psikologis (mis.
stress, keengganan untuk makan).
Batasan karakteristik :
Diare
Kram abdomen
Berat badan 20%
Atau lebih dibawah ideal
Kehilangan rambut berlebih
Kurang makan
Bising usus
hiperaktif
Membrane mukosa pucat
Ketidakmampuan menghabiskan makanan
Tujuan :
Kebutuhannutrisiterpenu hi
Kriteriahasil :
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2. Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 3. Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi 4. Menujukkan
peningktan fungsi pengecapan dari menelan dan tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
3. Anjurkan pasien untuk menigkatkan Fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
vitamin C
5. Berikan substansi gula
6. Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi
serat untuk
mencegah konstipa 7. Monitor adanya
penurunan BB dan gula darah
8. Berikan makanan
Kekuatan otot menurun
yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) 9. Monitor intake
nutrisi
10. Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
11. Anjurkanbanyakmin um
12. Monitor turgor kulit 13. Monitor kekeringan,
rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
14. Monitor mual dan muntah
15. Monitor pucat, konjungtiva
16. Berikan informasi tentang
17. Kebutuhan nutrisi dan kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
(STIKes PERTAMEDIKA)
Jl. Bintaro Raya No. 10 Tanah Kusir – Kebayoran Lama Utara – Jakarta Selatan 12240 Telp. (021) 7234122, 7207184, Fax. (021) 7234126
Website: www.stikes-pertamedika.ac.id
--- ---
PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN ANAK FORMAT PENGKAJIAN ANAK
Nama Mahasiswa : Ernita Sari
NIM : 21220169
Tempat praktek : RS.Pertamina Prabumulih Tanggal praktek : 1 November 2021
I.
II. IDENTITAS DATA
Nama Anak : An. K Nama Ayah – Pendidikan: Tn. A- SMA
Tempat – tanggal lahir : 2 Sept 2019 Nama Ibu – Pendidikan : Ny.B- SMA
Usia : 2 tahun Pekerjaan Ayah : Wiraswasta
Agama : Islam Pekerjaan Ibu : IRT
Suku – Bangsa : Melayu/Indonesia
Alamat rumah : Prabumulih Sumatera Selatan
HP : 08525841201040
III. KELUHAN UTAMA DIRAWAT
Ibu kilen mengatakan anaknya batuk dan susah mengeluarkan dahak, sesak, demam, muntah kurang lebih 3x/ hari dan diare kurang lebih 5x/ hari cair.
IV. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN (bila anak ada kebutuhan khusus) A.Prenatal : -
B.Intranatal :- C.Postnatal : -
V. RIWAYAT KESEHATAN MASA LAMPAU
A. Penyakit yang pernah diderita waktu kecil : Ibu klien mengatakan pada saat berusia 6 bulan an. K pernah dirawat dengan kasus yang sama yaitu broncopneumonia. Klien memiliki riwayat alergi dingin.
B. Obat-obatan yang digunakan :
C. Tindakanoperasi : Tidak Ada
D. Imunisasi : riwayat imunisasi lengkap
VI. RIWAYAT KELUARGA (BUAT GENOGRAM 3 GENERASI KEATAS)
Keterangan : Laki-laki Perempuan Tinggal serumah Klien
RIWAYAT SOSIAL
A. Yang mengasuh : Klien diasuh oleh ibu kandungnya dan bila bekerja diasuh oleh pengasuhnya
B. Hubungan dengan anggota keluarga : -
C. Hubungan dengan teman sebaya : Klien sering bermain dengan teman sebayanya D. Pembawaan secara umum : Klien merupakan anak yang ceria dan aktif
E. Lingkungan rumah : Klien tinggal di perumahan yang ramai penduduk dan padat
VII. KEBUTUHAN DASAR A. Makan
1. Makanan yang disukai/tidak disukai : Ibu klien mengatakan an. K memakan semua makanan yang diberikan, namun kurang menyukai sayuran, tidak ada pantangan makanan.
2. Pola makan / jam makan : Di rumah klien makan 3x/hari ditambah 2x untuk makan makanan ringan
B. Tidur
1. Lama tidur siang : 2-3 jam 2. Lama tidur malam : 8-9 jam 3. Kebiasaan sebelum tidur : tidak ada C. Personal hygiene
1. Mandi : Sebelum sakit klien mandi 2x/hari
2. Mencuci rambut : Saat mandi klien selalu mencuci rambutnya 3. Menggosok gigi : Saat mandi klien terkadang mengosok giginya
D. Eliminasi
1. BAB – karakteristik feses : 1x/hari, lembek berbentuk dengan warna kuning kecoklatan Setelah sasik klien diare cair sebanyak kurang lebih 5x/ hari.
2. BAK – Karakteristik urine : 6x/hari. Warna kuning jernih
E. Aktivitas bermain – jeni spermainan : Klien lebih suka bermain boneka dan masak masakan
VIII. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI
A. Diagnosis Medis : Bronkopneumonia B. Tindakan operasi : Tidak Ada
C. Status nutrisi : Sejak sakit nafsu makan klien berkurang, porsi makan berkurang dari biasanya, BB sebelum sakit 16 kg setelah sakit 14 kg, TB 110 cm
D. Status cairan : IVFD D5 gtt 10x/ mnt E. Obat-obatan : Ceftazidin (IV) 3x100mg
ampicilin (IV) 2x150 mg Paracetamol 3 x 5ml Ambroxol syr (PO) 3x1 Nebuventolin (Inhalasi) /8jam F. Aktivitas : Klien terbaring di tempat tidur
G. Tindakankeperawatan : Inhalasi/8 jam, injeksi antibiotic, oksigenisasi 1lpm H. Hasil pemeriksaan penunjang – laboraturium
MorfologiDarahTepi :
-Result :
Eritrrosit : normo kromnormositer Leukosit : 15.000
Trombosit : 212.000 Hb 11,8 gr/dl Ht 39 gr/dl
Thorax AP/PA
-kesan : Bronkopneumonia sinitra
IX. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaanumum : Sedang
B. TB/BB (persentile) : 110 cm/ 14 kg C. Lingkar kepala : 38 cm
D. Mata : Sklera putih, tidak cekung, pupil
isokor, reflekscahaya (+), konjungtiva tidak anemis E. Hidung : Tidak terdapat rinorea, dapat pernafasan cuping hidung
F. Mulut : Bibir tampak kering, tampak pucat, Lidah tidak tremor /kotor, gigi tidak mengalami caries, ukuran tonsil normal
G. Telinga : Telinga tidak terdapat serumen ,bersih
H. Tengkuk : Kelenjar getah bening teraba, tiroid tidak teraba, posisitrakealetakditengahtidakadakelainan
I. Dada : Inspeksi
Bentuk dada simetris, frekuensinnafas 46x/i, irama nafas tidak teratur, cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung ada, penggunaan otot bantu nafas, anak. “K” terpasang nasal kanul 1 lpm
Palpasi :
Tidak da nyeri tekan, saat mengembang paru kiri lebih rendah, getaran lemah pada paru kiri
Perkusi :Redup pada paru sinistra
Auskultasi :Suara nafas ronki pada paru kiri dan kanan J. Jantung : Tidak ada bunyi jantung tambahan, CRT < 2dtk
K. Perut : Inspeksi :Bentuk perut datar, mengikuti gera ksaat bernafas, tidak terdapat bekas luka operasi
Auskultasi :Peristaltik usus 8x/menit
Palpasi :Tidak terdapat massa atau punjuga tumor, nyeri tekan tidak ada
Perkusi :Timpani, tidak ada nyeri ketuk L. Ginjal : Tidak ada nyeri tekan, warna urin kuning jernih
M.Genitelia : Kebersihan genetalia bersih tidak mengalami kelainan pada alat kelamin dan kelainan anus
N. Ekstremitas : Anak K Pergerakan sendi bebas, tidak ada kelainan ekstermitas, tidak ada kelainan tulang belakang, kulit kering, turgor kulit baik.
O. Tanda-tanda Vital : S : 38,8 ℃. N : 110x/menit, RR : 40 x/Menit P. Lingkar Lengan Atas (LLA): 22 cm
X. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN
A. Personal sosial : Anak K dapat menunjukkkan yang diinginkannya
B. Motorik halus: Saat diberikan bola Anak K dapat menggelindingkan dan melempar bola balik C. Motorik kasar: Anak “K” mampu berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik
D. Bahasa & kognitif: Anak “K” dapat mengatakan “ayah” ketika melihat/memanggil Ayahnya dan mengatakan “bunda” saat melihat/memanggil ibunya
XI. DAMPAK HOSPITALISASI
Klien menangis saat dilakukan tindakan di unit gawat darurat, seperti pemasangan infuse dan namun saat tiba di kamar ruang rawat inap klien sudah tidak menangis lagi saat dilakukan tindakan seperti injeksi dan nebulizer klien masih menangis.
XII. RESUME HASIL PENGKAJIAN (RIWAYAT MASUK HINGGA SAAT INI)
Klien di bawake RS karena klien mengalami sesak, susah bernapas, batuk demam, mual dan muntah serta diare. Saat dilakukan pengkajian di Igd didapatkan TTV suhu 38 c, nadi 110x/m, RR 40 x/m Spo2 98 %. Klien diberikan terapi oksigen 1 lpman inhalasi nebulizer. Klien di observasi dan diharuskan rawat inap.