• Tidak ada hasil yang ditemukan

AUTENTIFIKASI KOMPOSISI JAMU BERDASARKAN SPEKTRA INFRAMERAH DAN KOMPONEN UTAMA LEMPUYANG STUDI KASUS: JAMU PEGAL LINU DI PURWOKERTO - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "AUTENTIFIKASI KOMPOSISI JAMU BERDASARKAN SPEKTRA INFRAMERAH DAN KOMPONEN UTAMA LEMPUYANG STUDI KASUS: JAMU PEGAL LINU DI PURWOKERTO - repository perpustakaan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

Berdasarkan pada penelitian (Soleh et al. 2008) bahwa FTIR bahwa autentifikasi komposisi suatu obat bahan alam pada studi ini ditentukan berdasarkan pada analisis komponen utama spektra inframerahnya, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh (Adam et al. 2006) bahwa proliferasi sel prostat diatasi menggunakan 6 ekstrak tanaman herbal, efek terapi campuran ekstrak tanaman lebih baik dibandingkan dengan ekstrak tanaman tunggal dan formulasi dari beberapa tanaman herbal dapat memberikan informasi baru terhadap peningkatan respons efek sinergis dibandingkan respons dari masing-masing komponen.

Penelitian yang dilakukan oleh (Amin, 2016) bahwa analisis FTIR daun mina yang tumbuh ditempat berbeda secara geografis, diperoleh hasil spektrum dari 8 jenis sampel tersebut yang relatif sama. Dan penelitian (J.Wiest et al. 2014) bahwa terdapat obat herbal sachet bubuk yang diiklankan sebagai obat antirematik dan dibeli dari obat tradisional yang mengandung bahan kimia dan sejumlah bahan herbal dan inor-ganic.

(Zhang, L. and Nie, L, 2010) membutikan bahwa spectroscopy FTIR dikombinasikan dengan metode kemometrik terbukti dapat membedakan asal geografis dan pemalsuan Radix astragali dan penelitian (Agritech, 2014) membutikan bahwa metode kombinasi spektrum FTIR dengan analisis diskriminan yang dikembangkan terbukti efisien untuk identifikasi dan autentikasi jahe merah dari dua jenis jahe lainnya yaitu jahe emprit dan jahe gajah.

Persamaan dalam penelitian yang akan dilakukan adalah metode penelitian menggunakan FTIR spectroscopy. Sedangkan perbedaan penelitian dapat dilihat pada jenis jamu yang digunakan yaitu jamu pegal linu, dan komponen utama yang digunakan adalah tanaman lempuyang dan temulawak kemudian sampel jamu pegal linu diperoleh di Purwokerto.

(2)

2.2 Landasan Teori

A. Lempuyang (Zingiber Zerumbeti Val.) 1. Klasifikasi tanaman lempuyang

Gambar 2.1 Lempuyang (Wahyuni, 2013) Kingdom : Plantae

Divisi : Spermstophyta Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Family : Zingiberaceae Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber zerumbet L

Nama lain lempuyang wangi adalah lempuyang rum.

Dinamakan lempuyang wangi karena memang mempunyai bau yang lebih harum bila dibandingkan dengan jenis lempuyang lainnya. Lempuyang sendiri mempunyai tiga jenis berbeda yakni Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum Val.), lempuyang gajah (Zingiber zerumbet Linn), dan lempuyang emprit (Zingiber Americans BI).

2. Morfologi tanaman lempuyang

Lempuyang merupakan tanaman semak semusim berbatang semu.

Batangnya merupakan perpanjangan pelepah daun yang berbentuk bulat. Daun lempuyang mempunyai susunan tunggal berseling, berwarna hijau, berbentuk bulat telur panjang, ujungnya meruncing, dan bagian tepi rata. Rangkaian bunga tanaman berbentuk tandan yang muncul dari batang dalam tanah, yang berwarna hijau atau hijau

(3)

kemerahan/keunguan. Bagian tanaman yang banyak dimanfaatkan adalah bagian rimpang (Abdul., 2009)

3. Kandungan dan khasiat tanaman lempuyang

Gambar 2.2 Struktur Zerumbone

Berkhasiat sebagai obat masuk angin, sakit perut, sesak nafas, pilek, radang usus, syaraf lemah, penambah darah, dan obat penambah nafsu makan. Rimpang mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid, dan tanin. Kandungan utama minyak atsiri adalah sesquiterpenoid zerumbone yang memiliki aktivitas biologis, antara lain sebagai antikanker dan antitumor (Kirana et al. 2003).

Tabel 2.1 Kandungan Lempuyang

Kandungan Konsentrasi (%)

Acetic Acid 4,64

Linalool 4,13

Alpha-Humulene 4,60

Humulene-Oxyde 6,62

Beta-Eudesmol 2,05

3-Octadecyne 2,06

Zerumbone 40,21

Trans-3 (10)-Caren-2-OL 3,56

Xanthorrhizol 3,59

Sumber: Wahyuni (2013).

B. Temulawak (Curcuma zanthorrhiza L.)

1. Sistematika (klasifikasi) tanaman temulawak Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

(4)

Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Familia : Zingiberceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma zanthorrhiza L. (Anonymous, 2001).

Gambar 2.3 Rimpang Temulawak (Anonymous, 2001) 2. Morfologi tanaman temulawak

Rimpang temulawak merupakan hasil dari tanaman temulawak yang didapatkan dari akar. Satu rimpang induk biasanya menghasilkan 3-4 rimpang temulawak. Rimpang temulawak biasanya berbentuk bulat seperti telur dengan warna kulit rimpang cokelat kemerahan atau kuning tua, sedangkan warna daging rimpang orange tua atau kuning 3. Kandungan tanaman temulawak

Gambar 2.4 Struktur Curcumin

Rimpang temulawak mengandung kurkuminoid, mineral minyak atsiri serta minyak lemak. Tepung merupakan kandungan utama, jumlahnya bervariasi antara 48-54 % tergantung dari ketinggian tempat tumbuhnya, makin tinggi tempat tumbuhnya makin rendah kadar tepungnya. Selain tepung, temulawak juga mengandung zat gizi antara lain karbohidrat, protein dan lemak serta serat kasar mineral seperti kalium (K), natrium (Na), magnesium (Mg), zat besi (Fe), mangan (Mn) dan Kadmium (Cd). Komponen utama kandungan zat yang

(5)

terdapat dalam rimpang temulawak adalah zat kuning yang disebut ” kurkumin” dan juga protein, pati, serta zat-zat minyak atsiri. Minyak atsiri temulawak mengandung phelandren, kamfer, borneol, xanthorrizol, tumerol dan sineal. Kandungan kurkumin berkisar antara 1,6 % - 2,22 % dihitung berdasarkan berat kering. Berkat kandungan dan zat-zat minyak atsiri tadi, diduga penyebab berkhasiatnya temulawak (Kasiran, 2009).

Tabel 2.2 Kandungan Temulawak

Kandungan Konsentrasi (%)

Pati 48,9

Air 9,8

Protein 3,3

Abu 3,29

Lemak 2,84

Kurkumin 2,02

Sumber: Syamsudin (2019)

C. Obat tradisional

Menurut Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk. 00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan Dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, Obat Bahan Alam Indonesia adalah Obat Bahan Alam yang diproduksi di Indonesia. Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi:

1. Jamu adalah obat tradisional Indonesia. Jamu harus memenuhi kriteria: Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris, memenuhi persyaratan mutu yang berlaku, jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya yaitu tingkat pembuktian umum dan medium. Kelompok jamu untuk pendaftaran baru harus mencantumkan logo dan tulisan “JAMU” dan Logo berupa

“RANTING DAUN TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/

(6)

brosur. Logo (ranting daun dalam lingkaran) dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo. Tulisan “JAMU” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “JAMU”

Gambar 2.5 Logo Jamu (BPOM, 2004)

2. Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi. Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria: Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ pra klinik, telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi memenuhi persyaratan mutu yang berlaku, jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan medium. Obat herbal terstandar harus mencantumkan logo dan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”

dan Logo berupa” JARI-JARI DAUN (3 PASANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN”, ditempatkan bagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur. Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) dicetak dengan warna hijau di atas warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo. Tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang mencolok kontras dengan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”.

Gambar 2.6 Logo OHT (BPOM, 2004)

(7)

3. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi.

Fitofarmaka harus memenuhi kriteria; Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, memenuhi persyaratan mutu yang berlaku, jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi. Fitofarmaka harus mencantumkan logo dan tulisan “FITOFARMAKA” sebagaimana contoh terlampir dan Logo berupa “JARI-JARI DAUN (YANG KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur. Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) dicetak dengan warna hijau di atas dasar putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo. Tulisan “FITOFARMAKA” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “FITOFARMAKA”.

Gambar 2.7 Logo Fitofarmaka (BPOM, 2004)

D. Pegal Linu

Pengertian gejala reumatik ataupun pegal linu cukup luas. Nyeri, pembengkakan, kemerahan, gangguan fungsi sendi dan jaringan sekitarnya termasuk gejala reumatik. Semua gangguan daerah tulang, sendi, dan otot disebut reumatik yang sebagian besar masyarakat mengenalnya sebagai pegal linu. Pegal linu merupakan penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang didekatnya, disertai proliferasi dari tulang dan jaringan lunak di dalam dan sekitar daerah yang terkena (Priyanto, 2009).

1. Penyebab Pegal Linu

Rasa capek, pegal & tegang adalah indikasi menumpuknya asam laktat di otot. Jika diraba otot terasa lebih kaku dan keras. Hal ini

(8)

terjadi karena penumpukan asam laktat di dalam otot kita akibat dari otot yang dipaksa bekerja melebihi beban. Penumpukan asam laktat berlebih di dalam otot akan menyebabkan pegal-pegal dan rasa sakit di otot (Sudoyo, 2007). Menurut Priyanto (2009), adapun beberapa faktor pendukung yang berhubungan dengan reumatik ataupun pegal linu, antara lain:

- Usia di atas 40 tahun dan prevalensi pada wanita lebih tinggi.

- Genetik.

- Kegemukan dan penyakit metabolik.

- Cedera sendi yang berulang.

- Kepadatan tulang berkurang (osteoporosis).

- Beban sendi yang terlalu berat (olah raga atau kerja tertentu).

- Kelainan pertumbuhan (kelainan sel-sel yang membentuk tulang rawan, seperti kolagen).

2. Gejala Pegal Linu

Gejala klinis utama adalah poliartritis yang mengakibatkan terjadinya kerusakan pada rawan sendi dan tulang disekitarnya. Kerusakan ini terutama mengenai sendi perifer pada tangan dan kaki yang umumnya bersifat simetris. Secara umum, gejala klinis yang dapat dilihat, antara lain:

a. Nyeri sendi, terutama pada saat bergerak. Pada umumnya terjadi pada sendi penopang beban tubuh, seperti panggul, tulang belakang, dan lutut.

b. Terjadi kemerahan, inflamasi, nyeri, dan dapat terjadi deformitas (perubahan bentuk). Yang tidak progresif dapat menyebabkan perubahan cara berjalan.

c. Rasa sakit bertambah hebat terutama pada sendi pinggul, lutut, dan jari-jari.

d. Saat perpindahan posisi pada persendian bisa terdengar suara (cracking).

(9)

3. Pengobatan Pegal Linu

Pengobatan pegal linu dilakukan dengan cara terapi non-farmakologi yaitu: Fisioterapi dan olah raga yang tepat (peregangan dan penguatan) untuk membantu mempertahankan kesehatan tulang rawan, meningkatkan daya gerak sendi, dan kekuatan otot. Serta pemberian suplemen makanan yang mengandung glukosamin, kondrotin yang berdasarkan uji klinik dapat mengurangi gangguan sendi. Selanjutnya dilakukan dengan terapi farmakologi, yang menggunakan obat umumnya bersifat simtomatik, yaitu menggunakan analgetika dan antiinflamasi (Priyanto, 2009).

E. Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourirer (FTIR)

Spektroskopi FTIR merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk identifikasi senyawa, khususnya senyawa organik, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis dilakukan dengan melihat bentuk spektrumnya yaitu dengan melihat puncak-puncak spesifik yang menunjukan jenis gugus fungsional yang dimiliki oleh senyawa tersebut.

Sedangkan analisis kualitatif dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa standar yang dibuat spektrumnya pada berbagai variasi konsentrasi. Spektroskopi NIR dan MIR biasanya digunakan untuk konfirmasi (identifikasi), analisis kualitatif dan kuantitatif obat-obatan herbal dan produk farmasi, dan menawarkan alternatif untuk teknik kimia-basah. Pembagian daerah inframerah dapat dibagi menjadi 3 (Watson, 2013)

Gambar 2.8 Skema alat spektroskopi FTIR (Anam et al., 2007)

(10)

1) Sumber sinar/sumber inframerah

Spektrofotometer FTIR menggunakan sumber sinar Globar atau Nerst untuk daerah IR tengah. Jika spektra jauh juga akan diukur, lampu merkuri tekanan tinggi dapat digunakan. Untuk IR dekat, lampu-lampu tungsten-hidrogen dapat digunakan sebagai sumber sinar.

2) Interferometer (pembagi berkas dan kaca pemantul)

Interferometer dirancang oleh Albert Abraham Michelson pada tahun 1891. Tujuan interferometer adalah untuk membawa berkas sinar lalu memecahnya kedalam dua berkas sinar, dan membuat salah satu berkas sinar berjalan dengan jarak yang berbeda dengan yang lain.

Interferometer Michelson mempunyai 2 buah cermin yakni cermin statis (tidak bergerak) dan cermin yang selalu bergerak. Di antara 2 cermin ini terdapat pemecah berkas sinar (beam splitter) yang dirancang untuk mentransmisikan setengah radiasi yang mengenainya dan merefleksikan atau memantulkan setengah radiasi yang lain. Hasilnya, sinar yang ditransmisikan oleh beam splitter akan mengenai cermin statis, sementara sinar yang direfleksikan akan mengenai sinar bergerak. Dua berkas sinar tersebut akan dipantulkan dari cermin-cermin ini, kembali ke beam splitter dimana keduanya akan bergabung kembali dan akan melakukan interfensi.

Setengah berkas sinar yang dipantulkan dari cermin statis ditransmisikan melalui beam splitter, sementara setengahnya dipantulkan kembali ke arah sumber sinar. Berkas sinar yang muncul dari interferometer ke berkas sinar yang masuk disebut dengan berkas sinar yang ditransmisikan dan merupakan berkas sinar yang terdeteksi dalam spektrofotometer FTIR.

3) Detektor (Sensor Inframerah)

Terdapat 2 jenis detektor yang umum digunakan pada spektrofotometer IR. Detektor normal pada penggunaan rutin adalah proelektrik yang di dalamnya terdapat deuterium triglisin sulfat

(11)

(DTGS) pada jendela alkali halida yang tahan terhadap panas. Untuk pekerjaan yang memerlukan sensitivitas lebih, digunakan detektor merkuri cadmium teluride (MCT), tetapi detektor ini harus didinginkan pada suhu nitrogen cair. Untuk pengukuran spektra IR di daerah dekat (NIR), detektor yang digunakan adalah fotokonduktor timbal sulfida.

4) Komputer

Komputer merupakan komponen yang krusial dalam instrument spektrofotometer FTIR modern. Komputer akan mengendalikan instrument seperti kecepatan, batas, serta awal dan akhir scanning.

Komputer akan membaca spektra dari instrument begitu spektrum telah digitalisasikan. Komputer juga dapat digunakan untuk memanipulasi spektrum misalnya untuk melakukan derivatisasi, pengurangan dan penjumlahan spektra, serta untuk melakukan overlay antar spektra.

Keuntungan utama spektroskopi FTIR adalah sensitifitas yang tinggi, waktu analisis yang cepat, akurasi, dan reprodusibilitas frekuensi yang sangat baik, dapat dimanipulasi untuk menghasilkan data yang dapat diterima, serta dilengkapi dengan perangkat lunak kemometrik yang mampu membantu untuk analisis kualitatif dan kuantitatif (Bendini dan Larckler, 2017; dan Che Man et al. 2010).

Tabel 2.3 Rentang Inframerah Bilangan gelombang

dalam cm-1 Jenis ikatan Gugus fungsional

3750-3000 Regang O-H, N-H

3000-2700 Regang -CH3, -CH2-, C-H aldehid

2400-2100 Regang -C≡C-, C≡N

1900-1650 Regang C=O (asam, aldehid, keton, amida, ester, anhidrida 1675-1500 Regang C=C (aromatik dan alifatik),

C=N

1475-1300 Bending C-H

1000-650 Bending =C-H, Ar-H

Sumber: Dachriyanus, 2017.

Prinsip spektroskopi IR adalah pengukuran jumlah radiasi IR, yang diserap (atau dipancarkan) oleh sampel sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektroskopi IR memiliki potensi tinggi untuk penjelasan

(12)

struktur molekul. Spektrum IR molekul poli-atom didasarkan pada getaran molekuler, yang masing-masing tergantung pada massa atom, kekuatan ikatan, dan interaksi intra atau antar-molekul. Sebagai akibatnya, spektrum IR senyawa organik mencakup sidik jari yang unik, yang dapat dibaca secara berbeda dari jejak penyerapan IR senyawa lain, termasuk isomer. Ketika spektrum referensi tersedia, sebagian besar senyawa dapat diidentifikasi berdasarkan spektrum IR-nya. Daerah spektrum dapat dibagi menjadi dua yaitu (Mudasir dan Candra, 2008) : 1. Daerah frekuensi gugus fungsional

Terletak pada daerah radiasi 4000-1400 cm-1. Bagian dari spektrum ini menunjukan absorbsi yang timbul karena ikatan dan gugus.

2. Daerah sidik jari (Fingerprint)

Yaitu daerah yang terletak pada 1400-400 cm-1. Pita-pita absorbsi pada daerah ini berhubungan dengan vibrasi molekul secara keseluruhan.

F. Kemometrik

Analisis kemometrik merupakan disiplin ilmu kimia yang menggunakan matematika dan metode statistik untuk memproses, mengevaluasi, dan menginterpretasi sejumlah besar data dari analisis kimia. Kemometrik menyediakan tehnik untuk mengurangi data berukuran besar yang diperoleh dari instrument seperti spektrofotometer (Vermuza, 2002). Kalibrasi multivariate merupakan salah satu tehnik analisis yang signifikan pada semua bidang kimia, terutama pada spektroskopi dapat untuk menganalisis campuran senyawa (Breeton, 2007). Spektrum IR diperoleh dengan mengukur intensitas radiasi cahaya sebelum (I0) dan sesudah (I) melewati contoh. Spektrum IR ditampilkan dengan mengalurkan transmitans (T=I/I0) sebagai fungsi dari bilangan gelombang. Serapan pada panjang gelombang tertentu dapat menghasilkan nilai konsentrasi contoh berdasarkan hukum Beer, Berbeda dari spektrometer klasik, FTIR tidak mengukur panjang gelombang satu demi satu, melainkan dapat mengukur intensitas

(13)

transmitan pada berbagai panjang gelombang secara serempak (Vermuza, 2002).

1. PCA (Principle Component Analysis)

PCA merupakan suatu tehnik untuk mengurangi jumlah pengubah dalam suatu matriks data. Prinsip PCA adalah mencari komponen utama yang merupakan kombinasi linear dari peubah asli komponen-komponen utama (PC) tersebut dipilih sedemikian rupa sehingga komponen utama pertama memiliki variasi terbesar dalam set data, sedangkan komponen utama kedua tegak lurus terhadap komponen utama pertama dan memiliki variasi terbesar berikutnya (Miller & Miller, 2010).

Analisis komponen utama PCA) pada dasarnya adalah tehnik reduksi data multivariate, ketika antar variable terjadi korelasi. Objek (sampel) dengan komponen utama (principle component, PC) yang hampir sama mempunyai sifat fisika-kimia yang hampir sama, sehingga PCA dapat digunakan untuk pengelompokan. PCA merupakan suatu tehnik untuk mengurangi banyaknya data, ketika terdapat suatu korelasi antar data. Ide yang mendasari PCA adalah dengan menemukan komponen utama yang merupakan suatu kombinasi linear variabel-variabel asal yang menggambarkan setiap spesimen. Satu atau lebih kelompok telah diidentifikasi dengan menggunakan PCA, maka dimungkinkan untuk memberikan penjelasan antar kelompok dalam hal struktur atau sifat kimia-fisika.

PCA pada dasarnya merupakan metode matematik untuk mereduksi data dan PCA tidak mengamsumsikan bahwa data mempunyai distribusi khusus apapun (Rochman, 2014).

2. PLS (Partial Least Square)

PLS atau regresi kuadrat terkecil sebagian termasuk dalam model kuadrat terkecil terbalik atau kalibrasi terbalik. Dalam kalibrasi terbalik, konsentrasi merupakan fungsi absorbansi (Rohman., 2014).

Dalam PLS variabel menunjukan korelasi yang tinggi dengan variabel-variabel yang menunjukan korelasi yang tinggi dengan

(14)

variabel respon diberikan berat berlebih karena variabel-variabel ini lebih efektif untuk prediksi.

Regrisi PLS memberikan kelebihan berupa pembentukan komponen regresi PLS yang dapat meggambarkan korelasi antara variabel x dan y. Setiap komponen pada regresi linear diperoleh dengan memaksimalkan kovarian antara variabel y dengan setiap fungsi linier yang memungkinkan dari variabel x. Dalam analisis dengan spektroskopi FTIR, PLS sering digunakan untuk mengekstrak informasi dari spektra yang kompleks dengan puncak-puncak yang tumpang tindih, adanya impurities, dan adanya noise dari instrumen spektrometer FTIR.

2.3 Kerangka Konsep

Gambar 2.9 Kerangka Konsep

2.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

Metode FTIR dikombinasikan dengan kemometrik PCA dan PLS dapat digunakan untuk autentifikasi lempuyang dan temulawak dalam produk jamu pegal linu.

Meningkatnya jamu membuat kebutuhan

lempuyang, temulawak dan bahan

herbal untuk jamu meningkat

Adanya kemungkinan pemalsuan bahan jamu

khususnya jamu pegal linu

Dilakukam uji FTIR dikombinasi

dengan kemometrik PCA dan PLS Obat herbal sachet

bubuk diiklankan mengandung bahan kimia dan sejumlah bahan herbal dan

inor-ganic

Penelitian sebelumnya dengan metode NMR, GC-

MS dan FTIR bahan herbal

Referensi

Dokumen terkait

Dependent Variable: Kualitas Laporan Keuangan Sumber : data penelitian,2022 Sesuai pernytaan data dalam tabel diatas, ditunjukkan mengenai semua variable mempunyai sebuah nilainya VIF