• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS BESAR DRAINASE | 2022

N/A
N/A
I2I2IOO93@AHMAD FAISAL RAMADHAN

Academic year: 2023

Membagikan "TUGAS BESAR DRAINASE | 2022"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan bagian penting bagi keberlangsungan hidup makhluk hidup.

Dalam penggunaanya tentunya diperlukan oengendali agar air dapat berfungsi secara efektif. Misalnya dengan berdirinya bangunan air, salah satunya drainase.

Drainase merupakan bangunana air yang berfungsi untuk mengurangi dan membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.

Drainase adalah fasilitas mendasar yang dirancang sebagai sistem, guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan kota khususnya infrastruktur. Drainase adalah salah satu indikator untuk melihat perkembangan suatu wilayah. Daerah yang dilengkapi dengan drainase yang baik tentunya akan terlihat lebih bersih, karena minim terdampak banjir. Sebaliknya, wilayah dengan sistem drainase yang buruk akan terlihat kumuh, jorok, dan terbelakang.

Perkembangan wilayah yang maju dapat ditandai dengan derah resapan air yang semakin minim dikarenakan perbaikan jalan yang sudah menggunakan beton, bangunan-bangunan tinggi, serta pengalih fungsian lahan serapan air. Hal- hal ini akan menimbulkan potensi daerah tergenang oleh air. Untuk itu dalam perencaan drainasenya harus diperhatikan daerah tangkapan air (catchment area) saluran drainase guna menjaga ruas jalan tetap kering dan tidak mengganggu pengguna jalan. Maka dari itu, melihat pentingnya drainase bagi kehidupan manusia pada proses perancangannya haruis diperhitungkan dengan baik guna meminimalisir disfungsional drainase yang dirangkangkan.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan tugas besar drainase ini adalah:

1. xxxx

(2)

1.3. Manfaat

Adapun manfaat dari pembuatan tugas besar drainase ini adalah:

1. xxxx 2. xxxxx 3. xxxx 4. xxxxx.

5. xxxx.

1.4. Batasan Masalah

xxxxxxxx

1.5. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan tugas besar drainase adalah:

1. BAB I PENDAHULUAN

Pada xxxx.

2. BAB II LANDASAN TEORI xxxxx.

3. BAB III METODOLOGI xxxx

4. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini diuraikan perhitungan yang dilakukan dalam pengerjaan penelitian serta analisis yang didapatkan.

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN xxxxxxx

(3)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Drainase

Drainase berasal dari kata drainage yang berarti mengatuskan, mengeringkan, atau membuang air. Drainase merupakan sebuah sistem yang ditujukan untuk menangani masalah air berlebih yang tidak diperlukan baik yang mengalir di atas permukaan tanah maupun yang berada di bawah permukaan tanah. Kelebihan air ini dapat bersumber dari limpasan akibat hujan (excess rainfall) ataupun berasal dari air buangan limbah dari pemukiman[CITATION Hum21 \l 1033 ]. Sistem drainase merupakan bagian penting pada suatu kawasan perumahan. Suatu kawasan perumahan yang tertata dengan baik haruslah juga diikuti dengan penataan sistem drainase yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan sehingga tidak menimbulkan genangan air yang dapat menganggu aktivitas masyarakat[ CITATION DFa151 \l 1033 ].

Adapun tujuan dibuatnya drainase adalah antara lain sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan kesehatan lingkungan permukiman.

2. Pengendalian kelebihan air permukaan dapat dilakukan secara aman, lancar dan efisien serta sejauh mungkin dapat mendukung kelestarian lingkungan.

3. Dapat mengurangi ataupun menghilangkan genangan-genangan air yang menyebabkan bersarangnya nyamuk malaria dan penyakit-penyakit lain, seperti demam berdarah, disentri, serta penyakit lain yang disebabkan kurang sehatnya lingkungan permukiman.

4. Untuk memperpanjang umur ekonomis sarana-sarana fisik antara lain jalan, kawasan permukiman, kawasan perdagangan dari kerusakan serta gangguan kegiatan akibat tidak berfungsinya sarana drainase.

Drainase sendiri biasa terletak disepanjang jalan untuk mengurangi dan menyalurkan air limpasan hujan yang jatuh kepermukaan jalan, agar tidak menimbulkan genangan dijalan. Drainase jalan umumnya merupakan saluran terbuka yang menggunakan gaya gravitasi untuk mengalirkan air ke suatu Outlet.

(4)

Distribusi aliran di saluran pembuangan ke Outlet itu mengikuti kontur jalan raya, memungkinkan air permukaan mengalir lebih mudah di bawah pengaruh gravitasi.

Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.

1.2. Jenis Jenis Saluran Drainase

Menurut Hadi Hardjaja (2009), jenis drainase dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Drainase Menurut Sejarah Terbentuknya a. Drainase Alami (Natural Drainage)

Drainase alami adalah drainase yang tercipta secara alami yang terbentuk tanpa ada bantuan tangan manusia yang mana diakibat adanya gerusan air yang bergerak karena adanya gaya gravitasi yang berangsur-angsur membentuk jalan air atau dapat disebut juga sebagai aliran sungai yang mana berguna secara permanen.

b. Drainase Buatan (Artificial Drainage)

Dibentuk berdasarkan analisis ilmu drainase, untuk menentukan debit akibat hujan, kecepatan resapan air dalam tanah dan dimensi saluran serta memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan batu/beton, gorong-gorong, pipa-pipa dan sebagainya.

2. Menurut Letak Salurannya

a. Drainase Permukaan Tanah (Surface Drainage)

Merupakan saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah yang berfungsi untuk mengalirkan air limpasan permukaan. Adapun bentuk dari analisis alirannya disebut sebagai analisis aliran saluran terbuka (channel flow).

b. Drainase Bawah Permukaan Tanah (Sub Surface Drainage)

Merupakan saluran drainase yang berguna untuk mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan tanah (pipa- pipa) dikarenakan tujuan tertentu. Hal ini dikarena alasan tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak membolehkan

(5)

adanya saluran dipermukaan tanah seperti lapangan terbang dan taman.

3. Menurut Fungsinya a. Single purpose

Saluran berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan saja, misalnya air hujan atau jenis air buangan lain seperti air limbah domestik, air limbah industri dan lain-lain.

b. Multi purpose

Saluran berfungsi mengalirkan beberapa jenis buangan, baik secara bercampur maupun bergantian.

4. Menurut Konstruksinya a. Saluran terbuka

Saluran terbuka adalah saluran yang berfungsi guna mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas. Pada saluran jenis ini, apabila ada sampah yang menyumbat dapat dengan mudah untuk dibersihkan, namun bau yang ditimbulkan dapat mengurangi kenyamanan. Saluran drainase primer biasanya berupa saluran terbuka, baik berupa saluran dari tanah, pasangan batu kali atau beton.

Gambar 2.1. Saluran Terbuka

Sumber : Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan

b. Saluran tertutup

Saluran tertutup berguna untuk mengalirkan air dan juga berfungsi sebagai jalur pedestrian di pusat kota. Fasilitas penunjang yang ada adalah pada saluran dilengkapi dengan lubang control atau manhole dan juga terdapat saringan sampah dimulut saluran sebelah hulu. Pada

(6)

kawasan perkotaan yang padat, saluran drainase biasanya berupa saluran tertutup. Saluran dapat berupa buis beton yang dilengkapi dengan bak kontrol, atau saluran pasangan batu kali atau beton yang diberi plat tutup dari beton bertulang.

Gambar 2.2. Saluran Tertutup

Sumber : Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan

5. Menurut Sistem Buangannya

a. Sistem Terpisah (Separate System)

Pada sistem pembungan terpisah, air kotor dan air hujan dilayani oleh sistem saluran masing-masing secara terpisah.

b. Sistem Tercampur (Combined System)

Pada sistem pembungan tercampur, air kotor dan air hujan disalurkan melalui satu saluran yang sama.

c. Saluran Kombinasi (Pscudo Separate System)

Pada sistem kombinasi pembuangan air meupakan perpaduan antara saluran air buangan dan saluran air hujan dimana pada waktu musim hujan air buangan dan air hujan tercampur dalam saluran air buangan, sedangkan air hujan berfungsi sebagai pengenceran penggelontor, kedua saluran ini tidak bersatu tetapi dihubungkan dengan sistem perpipaaan interceptor.

1.3.

Pola Jaringan Drainase

Adapun pola-pola drainase adalah sebagai berikut:

1. Pola Siku

Pola siku adalah suatu pola dimana cabang membentuk siku-siku pada saluran utama biasanya dibuat pada daerah yang mempunyai topografi

(7)

sedikit lebih tinggi dari pada sungai di mana sungai merupakan saluran pembuang utama berada di tengah kota.

Gambar 2.3. Pola Drainase Siku

Sumber: Jurnal Teknik Sipil Siklus, Vol.2, No. 1, April 2016

2. Paralel

Pola paralel adalah suatu pola di mana saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang yang pada bagian akhir saluran cabang dibelokkan menuju saluran utama. Pada pola paralel saluran cabang cukup banyak dan pendek- pendek.

Gambar 2.4. Pola Drainase Paralel

Sumber: Jurnal Teknik Sipil Siklus, Vol.2, No. 1, April 2016

3. Pola Grid Icon

Pola gird iron merupakan pola jaringan drainase di mana sungai terletak di pinggiran kota, sehingga saluran-saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul kemudian dialirkan pada sungai.

(8)

Gambar 2.5. Pola Drainase Grid Icon

Sumber: Jurnal Teknik Sipil Siklus, Vol.2, No. 1, April 2016

4. Alamiah

Pola alamiah adalah suatu pola jaringan drainase yang hampir sama dengan pola siku, dimana sungai sebagai saluran utama berada di tengah kota namun jaringan saluran cabang tidak selalu berbentuk siku terhadap saluran utama (sungai).

Gambar 2.6. Pola Drainase Alamiah

Sumber: Jurnal Teknik Sipil Siklus, Vol.2, No. 1, April 2016

5. Pola Radial

Pola radial adalah pola jaringan drainase yang mengalirkan air dari pusat sumber air memencar ke berbagai arah, pola ini sangat cocok digunakan pada daerah yang berbukit.

(9)

Gambar 2.7. Pola Drainase Radial

Sumber: Jurnal Teknik Sipil Siklus, Vol.2, No. 1, April 2016

6. Pola Jaring-jaring

adalah pola drainase yang mempunyai saluran-saluran pembuang mengikuti arah jalan raya. Pola ini sangat cocok untuk daerah topografinya datar.

Gambar 2.8. Pola Drainase Jaring-jaring

Sumber: Jurnal Teknik Sipil Siklus, Vol.2, No. 1, April 2016

Keterangan:

a. Saluran cabang adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperolah dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya dibuang ke saluran utama.

b. Saluran utama adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang dilaluinya[ CITATION Ray161 \l 1033 ].

2.2. Analisis Hidrologi

Secara Umum adalah cabang ilmu geografi yang mempelajari seputar pergerakan, distribusi, dan kualitas air yang ada dibumi serta siklus hidrologi dan sumber daya

(10)

air. Sedangkan Pengertian Siklus Hidrologi Secara Umum adalah sirkulasi air dari laut ke atmosfer lalu ke bumi dan kembali lagi ke laut dan seterusnya. Hidrologi berasal dari kata “Hidrologia” artinya “ilmu air” [ CITATION RDA16 \l 1033 ].

Menurut Subarkah (1980), Analisa hidrologi memiliki peranan yang penting dalam melakukan perencanaan bangunan air dalam bidang pengairan, baik unruk perencanaan isrigasi maupun dalam perencanaan saluran drainase. Cabang ilmu ini menempatkan air sebagai fokus perananan penting. Salah satu factor yang mempunyai peranan itu adalah data-data hirologi yang mampu mempengaruhi keadaaan dilapangan.Dengan adanya data hidrologi tersebut, kita dapat mengetahui besarnya debit rencana sebagai dasar perencanaan bangunan air.

Beberapa aspek yang perlu dikaji dalam aspek hidrologi yaitu : 2.2.1. Pengisian Data Curah Hujan

Pengisisan data curah hujan adalah proses mengisi data yang hilang atau tidak lengkap pada data hujan yang diperoleh dari stasiun hujan atau pos hujan. Salah satu cara pengsisan data curah hujan dapat dilakukan dengan alat penakar hujan.

Penakar hujan merupakan alat pengukur jumlah curah hujan yang turun ke atas permukaan tanah per satuan luas. Penakar hujan yang umumnya digunakan bernama ombrometer. Prinsip alat ini adalah mengukur tinggi jumlah air yang masuk ke alat tersebut. Sebagai contoh: Di satu lokasi pengamatan memiliki curah hujan 20 mm, artinya lokasi tersebut digenangi oleh air hujan setinggi 20 mm (millimeter). Seringkali data hujan yang tercatat tidak lengkap di suatu stasiun penakar hujan, oleh sebab itu diperlukan cara-cara untuk membangun data agar data yang ada lengkap dan bisa digunakan.Perhitungan curah hujan yang hilang dapat dilakukan dengan cara:

1. Metode Normal Ratio

Salah satu metode yang digunakan untuk mencari data hujan yang hilang.

Metode perhitungan yang digunakan cukup sederhana yakni dengan memperhitungkan besarnya hujan di stasiun hujan yang berdekatan untuk mencari data curah hujan yang hilang di stasiun tersebut.

(11)

2. Metode Inversed Square Distance

Salah satu metode yang digunakan untuk mencari data yang hilang. Metode perhitungan yang digunakan hampir sama dengan Metode Normal Ratio, yakni memperhitungkan stasiun yang berdekatan untuk mencari data curah hujan yang hilang di stasiun tersebut. Jika pada Metode Normal Ratio yang digunakan adalah jumlah curah hujan dalam 1 tahun, pada metode ini variabel yang digunakan adalah jarak stasiun terdekat dengan stasiun yang akan dicari data CH yang hilang.

2.2.2. Curah Hujan Wilayah

Curah hujan merupakan peristiwa jatuhnya air hujan ke permukaan tanah dalam rentang waktu tertentu. Selama peristiwa ini akan diukur, frekuensi, serta intensitas hujan yang nantinya akn dalam satuan mm. Unsur hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter. Curah hujan juga dapat disebut ketinggian air hujan yang tertampung pada satu tempat datar. Sementara itu untuk perhitungan curah hujan wilayah adalah teori intensitas duration frequency (IDF). Perhitungan ini nantinya kan menghasilkan suatu kurva yang didapatkan dari data histori hujan guna memperkirakan curah hujan yang diharapkan disuatu wilayah dengan frekuensi dan durasi tertentu. Selain itu perhitungan curah hujan dimanfaatkan untuk menghitung debit aliran sungai dan pencegahan banjir.

Data curah hujan adalah data penting yang tidak boleh terlewat dalam perencaan bangunan air disatu wilayah. Bila perhitungan curah hujan ini meleset, dampak yang mungkinterjadi adalah banguan air yang ada tidak akan berfungsi maksima, tidak berfungsi total, bahkan rusak.

Metode yang digunakan dalam perhitungan curah hujan rata-rata wilayah daerah aliran sungai (DAS) yaitu:

1. Metode Aljabar

Metode ini cocok untuk kawasan dengan topografi rata atau datar, alat penakar tersebar merata/hampir merata, dan cocok untuk kawasan dengan

(12)

topografi rata atau datar, dan harga individual curah hujan tidak terlalu jauh dari harga rata-ratanya[ CITATION Win17 \l 1033 ]. Metode ini adalah metode mudah untuk diterapkan karena sangat sederhana. Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan adalah yang berada dalam DAS, tetapi stasiun di luar DAS tangkapan yang masih berdekatan juga bisa diperhitungkan.

Rumus rerata hujan aljabar yaitu:

Rjumlah = ∑PH (2.1)

Rrata-rata = ∑PH

Banyaknya jumlah PH (2.2) Keterangan:

∑ PH = jumlah curah hujan di setiap pos hujan

Gambar 2.9. Metode Aljabar

Sumber : geo.web.id/2018/10/14/menghitung-hujan-rata-rata/

2. Metode Thiessen

Pada metode ini luasan disekitarnya didapati dari perhitungan bobot yang masing-masing stasiun yang mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata, pada metode ini stasium hujan minimal yang digunakan untuk perhitungan adalah tiga stasiun hujan..

Persamaan yang digunakan pada metode thiessen adalah:

Luas DTA = ∑ Luas PH (2.3)

(13)

C = Luas PH

Luas DTA (2.4) R = Ri × C (2.5)

Rrata-rata = ∑PH

Banyaknya jumlah PH (2.6) Rmaksimum = Nilai maks dari Rrata-rata (2.7) Keterangan:

C = Koefisien thiessen Ri = Curah hujan (mm)

Gambar 2.10. Poligon Thiessen

Sumber: water.lecture.ub.ac.id

3. Metode Isohyet

Pada metode ini kedalaman hujan yang sama akan dihubungkan dengan garis ke titik hujan. Metode Isohyet akan menyamaratakan suatu derah yang terletak diantara dua garis dan nilai rata-rata sama dari kedua garis tersebut.

Secara matematis, metode Isohyet dapat dihitung dengan persamaan:

P = A1I1+ I2

2 + A2I2+I3

2 +…+ AnIn+ In+1 2 A1+ A2+…+ An

Keterangan :

P = Hujan rerata kawasan

I1,I2,…,In = Garis isohyet ke 1,2,…,n

A1,A2,…,An = Luas daerah yang dibatasi oleh garis isohyet ke 1,2,…,n

(2.8)

(14)

Gambar 2.11. Peta Metode Isohyet

Sumber : Wangkar, 2008

2.2.3.Analisis Frekuensi

Analisis frekuensi merupakan kemungkinan tinggi hujan yang terjadi dalam kala ulang tertentu sebagai hasil dari suatu rangkaian analisis hidrologi. Analisis frekuensi ini di dasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan dimasa yang akan datang masih sama dengan sifat kejadian hujan di masa lalu. Analisis frekuensi dilakukan dengan parameter-parameter dasar statika. Data yang diperlukan, dikumpulkan dan dilakukan analisis. Proses analisis bertujuan untuk mengetahui hubungan antara besaran kejadian ekstrem dan frekuensi kemungkinan terjadinya kejadian tersebut.

Analisis frekuensi untuk curah hujan secara umum dapat diselesaikan dengan : 1. Distribus Normal

Diatribusi ini biasa digunakan untuk menganalisis frekuensi curah hujan,analisis statik dan distribusi curah hujan tahunan serta debit rata-rata.

Pada bagian ini, beberapa rumus yang digunakan dalam menghitung parameter statistik normal adalah:

Xr = ∑Xi

n (2.9) Sx =

∑(Xi - Xr)n - 1 2 (2.10) Cs = n × ∑(Xi - Xr)3

(n - 1)× (n - 2) × (Sx)3 (2.11) Ck = (n)

2 × ∑(Xi - Xr)4

(n - 1)× (n - 2) × (n - 3) × n × (Sx)4 (2.12) Cv = Sx

Xr (2.13) Keterangan:

Xr = Curah hujan rata-rata (mm) Sx = Simpangan baku

(15)

Cs = Koefisien skewness Ck = Koefisien kurtosis Cv = Koefisien variasi Xi = Data curah hujan n = Banyaknya data 2. Distribusi Log Normal

Distribusi ini adalah perkebangan dari distribusi normal. Dimana persamaan metode distribusi Log Normal sebagai beriku :

S log x =

∑(log Xi - log Xr)2

n - 1 (2.14) Cs = n × ∑(log Xi - log Xr)3

(n - 1)× (n - 2) × (S log x)3 (2.15) Ck = (n)

2 × ∑(log Xi - log Xr)4

(n - 1)× (n - 2) × (n - 3) × n × (S log x)4 (2.16) Cv = S log x

Xr (2.17) Keterangan:

S log x = Simpangan baku Cs = Koefisien skewness Ck = Koefisien kurtosis Cv = Koefisien variasi n = Banyaknya data Xr = Curah hujan rata-rata

3. Distribusi Gumbel

Distribusi Gumbel digunakan untuk analisis data maksimum, misalnya untuk analisis frekuensi banjir. Distribusi Gumbel mempunyai koefisien kecondongan (coefisien of skwennes) atau CS = 1,139 dan koefisien kurtosis (coefficient curtosis) atau Ck < 4,002. Rumus dari distribusi Gumbel dapat

(16)

ditulis sebagai berikut:

XT =

X

+ k . Sx

Yt=−ln [ - lnTr-1 Tr ]

k = Yt-Yn

Sn

(2.20)

Dengan keterangan:

XT = Perkiraan curah hujan yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T

X

= Nilai rata-rata curah hujan

K = Faktor frekuensi/nilai panjang reduksi Gauss Sx = Standar deviasi

Yt = Reduced variated Tr = Kala ulang

Yn = Nilai rata-rata reduced variate Sn = Reduced standard deviation

Tabel 2.1. Reduced Mean (Yn)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,4952 0,499

6 0,503

5 0,507

0 0,510

0 0,512

8 0,515

7 0,518

1 0,520

2 0,522

0 20 0,5236 0,525

2 0,526

8 0,528

3 0,529

6 0,530

9 0,532

0 0,533

2 0,534

3 0,535

3 30 0,5362 0,537

1

0,538 0

0,538 8

0,539 6

0,540 3

0,541 0

0,541 8

0,542 4

0,543 6 40 0,5436 0,544

2

0,544 8

0,545 3

0,545 8

0,546 3

0,546 8

0,547 3

0,547 7

0,548 1 50 0,5485 0,548

9

0,549 3

0,549 7

0,550 1

0,550 4

0,550 8

0,551 1

0,551 5

0,551 8 60 0,5521 0,552

4 0,552

7 0,553

0 0,553

3 0,553

5 0,553

8 0,554

0 0,554

3 0,554

5 70 0,5548 0,555

0 0,555

2 0,555

5 0,555

7 0,555

9 0,556

1 0,556

3 0,556

5 0,556

7 80 0,5569 0,557

0

0,557 2

0,557 4

0,557 6

0,557 8

0,558 0

0,558 1

0,558 3

0,558 5 90 0,5586 0,558

7

0,558 9

0,559 1

0,559 2

0,559 3

0,559 5

0,559 6

0,559 8

0,559 9 10

0

0,5600 0,560 2

0,560 3

0,560 4

0,560 6

0,560 7

0,560 8

0,560 9

0,561 0

0,561 1 Sumber : Suripin, 2004

(2.18) (2.19)

(17)

Tabel 2.2. Reduced Standart Deviation (Sn)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,9496 0,967

6 0,983

3 0,997

1 1,009

5 1,020

6 1,031

6 1,041

1 1,049

3 1,056

5 20 1,0628 1,069

6

1,075 4

1,081 1

1,086 4

1,091 5

1,096 1

1,104 4

1,104 7

1,108 0 30 1,1124 1,115

9

1,119 3

1,122 6

1,125 5

1,128 5

1,131 3

1,133 9

1,136 3

1,138 8 40 1,1413 1,143

6

1,145 8

1,148 0

1,149 9

1,151 9

1,153 8

1,155 7

1,157 4

1,159 0 50 1,1607 1,162

3 1,163

8 1,165

8 1,166

7 1,168

1 1,169

6 1,170

8 1,172

1 1,173

4 60 1,1747 1,175

9 1,177

0 1,178

2 1,179

3 1,180

3 1,181

4 1,182

4 1,183

4 1,184

4 70 1,1854 1,186

3

1,187 3

1,188 1

1,189 8

1,189 8

1,190 6

1,191 5

1,192 3

1,193 0 80 1,1938 1,194

5

1,195 3

1,195 9

1,197 3

1,197 3

1,198 0

1,198 7

1,199 4

1,200 1 90 1,2007 1,201

3

1,202 0

1,202 6

1,203 8

1,203 8

1,204 4

1,204 9

1,205 5

1,206 6 10

0 1,2065 1,206

9 1,207

3 1,207

7 1,208

4 1,208

4 1,208

7 1,209

0 1,209

3 1,209

6 Sumber : Suripin, 2004

4. Distribusi Log Pearson III

Dalam analisis hidrologi, distribusi Log Pearson III gunakan untuk menganalisis variable hidrologi dengan nilai variasi minim. Distribusi Log Pearson III mempunyai nilai koefisien kemiringan (Coefficient of Skewness) atau CS 0. Persamaan ini dapat dihitung dengan :

Log XT = Log

X

+ (Gt . S Log X (2.21)

XT = 10 Log XT (2.22)

Keterangan:

XT = Perkiraan curah hujan yang terjadi dengan periode ulang T Log

X

= Nilai rata-rata curah hujan

Gt = Koefisien frekuensi dapat dilihat dari table Gt S Log = Standar deviasi

Penentuan jenis distribusi probabilitas disesuaikan dengan persyaratan parameter statistik. Persyaratan parameter statistik dapat dilihat pada tabel berikut ini :

(18)

Tabel 2.3. Karakteristik Distribus Frekuensi Nomor Jenis Distribusi Frekuensi Syarat Distribusi

1

Distribusi Normal

Cs ≈ 0 Ck = 0

2 Distribusi Log Normal Cs ≈ 3cv + cv2 = 3 Ck =5,383

3 Distribusi Gumbel Cs ≤ 1,1396

Ck ≤ 5,4002 4 Distribusi Log Pearson III Cs ≠ 0

Sumber : Subarkah, 1980

Referensi

Dokumen terkait

Data yang digunakan dalam penelitian ini hanya data curah hujan bulanan pada 10 sepuluh tahun terakhir, dari tanggal 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Desember 2017 di seluruh pos stasiun