• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB 1"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu masalah sosial di Indonesia dari dampak krisis ekonomi yang tak kunjung usai adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang akan terus abadi berdampingan dengan perjalanan bangsa ini jika tidak ada penanganan secara serius. Dampak dari kemiskinan yang semakin bertambah salah satunya adalah munculnya berbagai masalah pelanggaran hak anak dalam kehidupan masyarakat yang sampai saat banyak terjadi disetiap pelosok negeri ini.

Kenyataan pahit ini dapat dilihat dijalan anak-anak terpaksa harus berada dijalanan mencari nafkah, anak-anak terjebak didalam pelacuran, anak-anak diperdagangkan, anak-anak bekerja di tempat-tempat yang beresiko tinggi, untuk membantu perekonomian keluarga dan kelangsungan hidupnya. Keadaan ini sangat merugikan anak-anak karena mereka secara langsung maupun tidak langsung dapat tereksploitasi dan beresiko tereksploitasi secara ekonomi dan seksual.

Menurut UNICEF (1996:5) anak-anak yang berada dalam kondisi sulit seperti yang disebutkan diatas merupakan anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus, dimana salah satunya adalah anak jalanan. Departemen Sosial RI (2005:15) mendefinisikan, “anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat lainnya”. Anak jalanan bagaimanapun telah menjadi fenomena yang menuntut perhatian kita semua.

(2)

Anak-anak jalanan adalah anak-anak yang rentan, tergantung, berkembang, serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan khusus yang menghabiskan sebagian waktu mereka untuk bekerja di jalanan, pusat keramaian (mall, restoran, dan lain- lain) baik sebagai pedagang atau pengasong, pemulung, pengemis, pengamen, penyemir sepatu, parkir mobil, kernet, penjaja seks, kuli atau buruh pasar, ojek payung, berkeliaran tidak menentu, atau yang lainnya (Susilowati,et al,:2003).

Hidupnya sangat rentan terhadap berbagai penyakit dan tindak kekerasan baik oleh anggota kelompoknya atau orang lain. Mereka juga rentan untuk melakukan perbuatan negatif sekedar untuk mendapatkan sesuap nasi demi bertahan hidup, seperti menipu, mencuri, atau bahkan merampok. Selain itu, tidak sedikit dari mereka yang menjadi obyek pelecehan seksual atau bahkan menjadi Penjaja Seks Komersial (PSK) dimana itu merupakan bukan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh anak, bila keadaan memang memaksa.

Didalam kehidupan keluarga yang serba pas-pasan bahkan kurang, kemiskinan itu dapat menyeret anak- anak baik secara terpaksa ataupun dipaksa oleh orang tuanya untuk bekerja guna membantu orangtuanya agar dapat seharusnya mereka gunakan untuk belajar atau bermain, harus mereka habiskan untuk bekerja keras mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga meskipun itu belum menjadi tanggung jawab mereka.

Masalah ini perlu mendapatkan perhatian yang khusus karena hal ini dapat mengakibatkan efek yang buruk bagi anak. Anak yang dibesarkan didalam kehidupan yang kumuh, dan dengan kondisi orang tua yang waktunya terkuras habis untuk mencari nafkah serta minim dalam membimbing anaknya di dalam

(3)

hal belajar karena minimnya kemampuan mereka dalam hal edukasi. Kondisi perekonomian yang miskin dapat menggiring anak tersebut untuk bekerja turun ke jalanan, dimana merupakan lingkungan yang keras yang dapat menghambat perkembangan mereka sebagai anak-anak, apalagi didalam usia sekolah dimana dalam usia tersebut mereka memiliki kemauan yang besar dan keingintahuan yang besar pula.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia khususnya pada pasal 52 hingga 66 dijadikan sebagai perlindungan hukum terhadap anak jalanan yang tereksploitasi dan korban tindak kekerasan, pemerintah dan lembaga Negara untuk memberikan jaminan dan perlindungan kepada anak khususnya anak jalanan atas eksploitasi dan tindak kekerasan.

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Semua anak mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan. Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak anak-anak yang menjadi korban kekerasan, eksploitasi anak dan diskriminasi, banyak anak-anak gelandangan tanpa pengawasan orang tua dan anak-anak jalanan yang hidup serba bebas tanpa

(4)

adanya pengawasan, sehingga seringkali anak-anak tersebut kehilangan masa depannya.

Berkaitan dengan undang-undang di atas maka pembinaan perlu dilakukan untuk memberikan keterampilan kepada anak jalanan supaya mereka tidak berkeliaran dijalan lagi dan agar setelah pembinaan keterampilan itu selesai mereka bisa membuka usaha sendiri dan tentunya dengan modal usaha dari pemerintah khususnya dari Dinas Sosial. Secara umum pembinaan itu sendiri disebut sebagai sebuah perbaikan terhadap pola kehidupan yang direncanakan.

Pemerintah sebenarnya bertanggung jawab penuh atas anak- anak terlantar yang kehilangan masa depannya, hal ini tercantum didalam pasal 34 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi Fakir Miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2018 juga mengatur tentangt Standar Teknis Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial di Daerah Provinsi dan di Daerah Kabupaten/kota. Secara politis, negara berkewajiban secara aktif mengembangkan sistem yang dapat menjamin terciptanya kesejahteraan dan perlindungan anak. Oleh karena itu, konvensi mewajibkan negara untuk menjadikan prinsip non-diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan tumbuh kembang, serta penghargaan terhadap partisipasi anak harus masuk.

Selain diatur didalam UUD 1945, perlindungan anak juga diatur didalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, sebagai implimentasi dari UU tersebut. Untuk itu pemerintah Kota Tanjungpinang

(5)

membuat Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak. Hal ini bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berahlak mulia dan sejahtera.

Kota Tanjungpinang sedang berupaya mengurangi pertumbuhan anak jalanan dengan cara menerapkan Peraturan Daerah (Perda) tersebut. Dinas Sosial Kota Tanjungpinang sering melakukan razia yang dibantu oleh petugas Satpol PP bagi para Anak Jalanan dan diberikan pembinaan di Panti dan yang masih memiliki keluarga mereka dikembalikan lagi kekeluarganya, tetapi ketika dilakukan obeservasi, dari beberapa anak jalanan ketika mereka di razia dan ditangkap ternyata mereka mengatakan hanya dikurung saja dalam jangka waktu yang ditentukan sehingga tidak ada pembinaan yang diberikan (Observasi awal:2018).

Namun pada kenyataannya, sejak Perda tersebut diberlakukan pada tahun 2015, jumlah anak jalanan masih sulit dikendalikan. Jika hal ini terus dibiarkan, maka akan menimbulkan masalah sosial yang lebih besar lagi, dan pencitraan yang buruk terhadap kinerja Pemerintah Kota Tanjungpinang. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya perbaikan dan peningkatan oleh pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan yang telah dibuat untuk kemudian dievaluasi agar permasalahan sosial yang kompleks dan cukup krusial ini dapat segara ditemukan jalan keluarnya.

(6)

Gambar 1.1 Perkembangan Anak Jalanan Kota Tanjungpinang

Sumber : Dinas Sosial Kota Tanjungpinang 2022

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia berkomitmen untuk mengembangkan sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya Pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha untuk menjamin terpenuhinya hak anak. Salah satu upaya yang dilakukan dalam pengembangan kota layak anak meliputi penguatan kelembagaan anak dan pemenuhan hak anak sesuai dengan 5 kluster hak anak (kluster sipil dan kemerdekaan, kluster lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kluster kesehatan dasar dan kesejahteraan, kluster pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya, serta kluster perlindungan khusus.

Menyandang predikat sebagai Kota Layak Anak (KLA) merupakan suatu kebanggaan bagi Kota Tanjungpinang, sekaligus menjadi tantangan bagi

0 20 40 60 80 100 120

2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Perkembangan Anak Jalanan Kota Tanjungpinang

Jumlah Perkembangan Anak Jalanan Kota Tanjungpinang

(7)

pemerintah Kota Tanjungpinang. Hal ini karena permasalahan anak di Kota Tanjungpinang masih cukup tinggi dan beragam. Salah satu permasalahan yang hingga kini belum terselesaikan adalah anak jalanan. Selama ini ada anggapan bahwa keberadaan anak jalanan merupakan masalah sosial yang sulit untuk dicari solusinya.

Anak jalanan ini dianggap banyak meresahkan masyarakat karena tindakan menyimpang yang mereka lakukan, seperti mencuri, merampok, tawuran, minum- minuman keras, itu semua merupakan citra dari anak jalanan di mata masyarakat.

Persoalan yang muncul adalah anak-anak jalanan pada umumnya berada pada usia sekolah atau pada usia produktif, mereka mempunyai kesempatan yang sama seperti anak-anak yang lain, mereka adalah warga negara yang berhak mendapatkan pelayanan pendidikan, tetapi disisi lain mereka tidak bisa meninggalkan kebiasaan mencari penghidupan di jalanan. (Gosita,2017:7)

Anak jalanan umumnya memang tidak memiliki kelengkapan administrasi kewarganegaraan sebagai hak sipil mereka. Salah satu masalah yang rumit dalam pengkajian anak jalanan adalah tidak adanya akta kelahiran. Anak-anak jalanan yang tidak tercatat kelahirannya sangat rentan terhadap pelanggaran HAM.

Beberapa hak asasi anak-anak itu terancam tak bisa terpenuhi, seperti hak atas kesehatan hingga akses layanan pendidikan. Mereka secara fisik ada, tapi secara legal dianggap tidak ada dalam dokumen kependudukan Negara. Hal ini makin dipersulit dengan tidak diketahuinya informasi mengenai keberadaan orang tua anak-anak jalanan tersebut. (Gosita,2017:10)

(8)

Jika diketahui orang tuanya, kadang tidak memiliki kelengkapan dokumen berupa akta nikah, Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Masalah-masalah hak sipil yang dihadapi anak jalanan tersebut berakibat pada tidak optimalnya tumbuh kembang anak. Kondisi ini tentu berdampak pada rendahnya kapasitas kecerdasan, perilaku adaptif, dan penguasaan emosional anak, bahkan pada jangka panjang memarjinalkan anak-anak jalanan sebagai warga negara yang tidak dilibatkan dalam proses pembangunan.

Pemerintah Daerah telah berupaya mengambil langkah penanganan anak jalanan diantaranya melalui pendekatan open house (rumah terbuka) berupa rumah singgah yang merupakan salah satu wahana pelayanan sosial bagi anak jalanan guna melindungi anak dari situasi kehidupan jalanan yang tidak sehat dan tidak aman. Disamping itu rumah singgah merupakan sarana yang dipersiapkan sebagai pemberi rujukan antara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka. (Depsos, 1999:31-34)

Di Kota Tanjungpinang permasalahan Anak Jalanan merupakan permasalahan yang sangat sulit di pecahkan oleh pemerintah kota, apalagi kebanyakan anak jalanan yang berada di kota Tanjungpinang masih di bawah umur (anak-anak).

Dari data yang didapat dari Dinas Sosial Kota Tanjungpinang, Jumlah anak jalanan di Kota Tanjungpinang mencapai jumlah 77 orang yang tertangkap pada tahun 2018, akan tetapi jumlah tersebut bertambah pada tahun 2019 hingga pada bulan Desember tahun 2020 yang berjumlah 175 orang, mengalami penurunan dan peningkatan sehingga jumlah tersebut masih kurang efektif, karena masih banyaknya anak jalanan yang berkeliaran dan menjadi pekerja dibawah umur oleh

(9)

orang tua mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (kebutuhan hidupnya sendiri). (Sumber Dinas Sosial Kota Tanjungpinang)

Adapun jumlah anak jalanan tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut :

Tabel 1.1 Jumlah Anak Jalanan di Kota Tanjungpinang

No Tahun Jumlah Anak Jalanan

1. 2018 77

2. 2019 67

3. 2020 52

4. 2021 56

Sumber : Dinas Sosial Kota Tanjungpinang Tahun 2021

Fenomena yang masih terjadi adalah permasalahan yang begitu tampak jelas dilihat dikota Tanjungpinang adalah anak terpaksa bekerja di jalanan yang usianya 6 tahun hingga 18 tahun, mulai dari menjual koran, mengamen, sampai di beberapa tempat anak-anak harus menjajakan makanannya hingga larut malam, anak-anak jalanan ini bekerja mulai dari jam 14.00 wib sampai dengan jam 21.00 wib bahkan bisa sampai larut malam, mereka berjualan dan menjajakan makanannya di tempat-tempat keramaian, yang lebih membahayakan anak-anak tersebut masih terlihat menjajakan koran di jalan-jalan raya sehingga dapat membahayakan dirinya.

Menurut Departemen Sosial RI (2001; 24) istilah anak jalanan adalah anak- anak yang mencari nafkah di jalanan. Mereka pada umumnya bekerja sebagai

(10)

pengamen, pedagang asongan, gelandangan, pengemis, penjual koran, tukang semir sepatu, pemulung, tukang parker hingga pekerja seks anak.

Kategori anak jalanan dapat disesuaikan dengan kondisi anak jalanan masing- masing kota. Secara umum kategori anak jalanan sebagai berikut:

1. Anak jalanan yang hidup di jalanan, dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a. Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya minimal setahun yang lalu.

b. Berada di jalanan seharian untuk bekerja dan menggelandang.

c. Bertempat tinggal di jalanan dan tidur di sembarang tempat seperti emper toko, kolong jembatan, taman, terminal, stasiun.

d. Tidak bersekolah lagi.

2. Anak jalanan yang bekerja di jalanan, cirinya adalah :

a. Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, yakni pulang secara periodik misalnya seminggu sekali, sebulan sekali, dan tidak tentu. Mereka umumnya berasal dari luar kota yang bekerja di jalanan.

b. Berada di jalanan sekitar 8-12 jam untuk bekerja, sebagian mencapai 16 jam.

c. Bertempat tinggal dengan cara mengontrak sendiri atau bersama teman, dengan orang tua atau saudara, atau di tempat kerjanya di jalan.

d. Tidak bersekolah lagi.

3. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, cirinya adalah : a. Setiap harinya bertemu dengan orang tuanya (teratur).

b. Berada di jalanan sekitar 4-6 jam untuk bekerja.

(11)

c. Tinggal dan tidur bersama orang tua atau wali.

d. Masih bersekolah.

Dari pengertian tentang anak jalanan yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa anak jalanan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik dan psikis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya dijalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna bertahan hidup yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari lingkungannya.

Mencermati unsur-unsur Anak Jalanan sebagaimana yang dituangkan dalam Peraturan Daerah dan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia tersebut dan dihubungkan dengan kondisi anak-anak jalanan yang ada jelas dapat di evaluasi bahwa kebutuhan fisik anak-anak jalanan tersebut jauh dari kewajaran karena kebutuhan sandang dan pangan mereka tidak ada yang menjamin, anak-anak jalanan memenuhi kebutuhannya sendiri yang di dapat dari belas kasihan masyarakat dan bisa jadi untuk memenuhi kebutuhan fisiknya, anak-anak jalanan tersebut melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum serta tempat tinggal anak-anak jalanan yang sangat cukup memprihatinkan karena ada yang tidur di trotoar serta tempat-tempat lain yang tidak layak untuk anak.

Mengacu dari uraian tersebut, serta berdasarkan kepada gejala-gejala yang dijumpai dilapangan, maka penulis bermaksud mengadakan sebuah penelitian

ilmiah dengan judul “EVALUASI PENYELENGGARAAN

PERLINDUNGAN ANAK JALANAN DI KOTA TANJUNGPINANG PADA TAHUN 2021”.

(12)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada permasalahan yang telah diuraikan, maka untuk memudahkan pembahasan, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

“Bagaimana Hasil Penyelenggaraan Perlindungan Anak Jalanan di Kota Tanjungpinang Pada Tahun 2021?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut, Untuk mengevaluasi pelaksanaan Hasil Penyelenggaraan Perlindungan Anak Jalanan di Kota Tanjungpinang Pada Tahun 2021.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1.4.1. Secara Teoritis

1. Sebagai bahan perbandingan antara teori yang telah diberikan pada masa kuliah dengan kenyataan yang ada.

2. Menambah pengetahuan dan pengalaman penulis

3. Menambah pengetahuan dan bacaan ilmiah bagi pihak yang memerlukan.

(13)

1.4.2. Secara Praktis

1. Sebagai bahan pertimbangan atau informasi bagi pihak pegawai pada Dinas Sosial Kota Tanjungpinang, terutama dalam Penanganan Anak Jalanan Pada Dinas Sosial Kota Tanjungpinang.

2. Sebagai sarana untuk melatih diri dan menguji serta meningkatkan kemampuan berfikir melalui penulisan karya ilmiah.

(14)

90

Referensi

Dokumen terkait

การพัฒนากิจกรรมเสริมความรู้อาสาสมัครสาธารณสุขประจำหมู่บ้าน เพื่อการใช้ประโยชน์ภูมิปัญญาสมุนไพรพื้นบ้านในการดูแลสุขภาพ THE DEVELOPMENT ACTIVITY FOR KNOWLEDGE OF THE UTILITIES OF