5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan beberapa tinjauan pustaka dan dasar teori yang diperlukan untuk menunjang penelitian ini.
2.1. Covid-19
Covid-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Covid-19 dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan, mulai dari gejala yang ringan seperti, flu, hingga infeksi paru-paru, seperti pneumonia. Covid-19 (coronavirus disease 2019) adalah jenis penyakit baru yang disebabkan oleh virus dari golongan coronavirus, yaitu SARS-CoV-2 yang juga sering disebut virus Corona. Kasus pertama penyakit ini terjadi di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019. Setelah itu, Covid-19 menular antarmanusia dengan sangat cepat dan menyebar ke puluhan negara, termasuk Indonesia, hanya dalam beberapa bulan. Penyebarannya yang cepat membuat beberapa negara menerapkan kebijakan untuk memberlakukan lockdown untuk mencegah penyebaran virus Corona. Di Indonesia, pemerintah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran virus ini (WHO, int. 2020).
2.2. Hoax
Hoax merupakan usaha membohongi pembaca atau pendengarnya untuk mempercayai informasi tertentu, meskipun pembuat berita mengetahui bahwa berita tersebut bohong. Penyebaran berita hoax dilakukan untuk membuat dan menggiring pendapat publik, membentuk persepsi, untuk having-fun atau bahan lelucon, iseng, menjatuhkan pesaing (black campaign), promosi dengan penipuan, ataupun ajakan untuk berbuat amalan baik tanpa dalil yang jelas di dalamnya (Rahadi, 2017). Informasi hoax mempunyai dampak negatif dikarenakan dapat menyebabkan ketakutan, apabila informasi tersebut telah diterima atau dibaca oleh publik, maka dapat mempengaruhi emosi, perasaan, dan perilaku seseorang/kelompok. Informasi hoax terdiri dari tujuh jenis, yaitu:
6 (1) berita bohong (fake news), bertujuan untuk memalsukan atau memasukkan ketidakbenaran dalam suatu berita;
(2) tautan jebakan (clickbait), bertujuan untuk menarik orang masuk ke situs lainnya, biasanya sesuai fakta namun judulnya berlebihan atau memasang gambar yang menarik;
(3) bias konfirmasi, kecenderungan dalam menginterpretasikan kejadian yang baru terjadi sebaik bukti dari kepercayaan yang sudah ada;
(4) informasi yang tidak akurat, informasi yang dibuat dengan tujuan untuk menipu;
(5) satire, sebuah tulisan yang menggunakan humor, ironi, hal yang dibesar- besarkan untuk mengomentari kejadian yang sedang beredar di masyarakat;
(6) pasca kebenaran (post-truth), kejadian di mana emosi lebih berperan daripada fakta untuk membentuk opini publik;
(7) propaganda, aktivitas menyebarkan informasi, fakta, argumen, gosip, setengah- kebenaran, atau kebohongan untuk mempengaruhi opini publik (Rahadi, 2017).
Terkait dengan hukum, hoax merupakan tindak pidana sehingga pelaku hoax dapat dikenakan sanksi yakni melanggar UU Informasi dan Traksaksi Elektronik.
UU tersebut khususnya ayat 1 pasal 28, menyebutkan bahwa “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, dan ayat 2 menyebutkan bahwa ketentuan larangan kepada setiap orang untuk menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian/permusuhan. Sanksi bagi pembuat informasi hoax dalam pasal 45 ayat 2 yaitu pidana penjara paling lama 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) (Rahadi,2017).
2.3. Kendali Optimal
Kendali Optimal adalah suatu proses yang memiliki tujuan untuk menentukan sinyal atau kendali yang akan diproses dalam sistem dinamik dan memenuhi
7 beberapa konstrain atau kendala dengan tujuan memaksimumkan atau meminimumkan fungsi tujuan (𝐽) yang sesuai. Pada umumnya, masalah kendali optimal dengan tujuan mencari kontrol 𝒖(𝑡) yang mengoptimalkan fungsi tujuan diformulasikan dalam bentuk sebagai berikut, (Naidu, 2002)
𝐽(𝑥) = 𝑆(𝒙(𝑡𝑓), 𝑡𝑓)) + ∫ 𝑉[𝒙(𝑡), 𝒖(𝑡), 𝑡]𝑑𝑡.
𝑡𝑓
𝑡0
(2.1) dengan sistem dinamik yang dinyatakan oleh
𝒙(𝑡) = 𝒇(𝒙(𝑡), 𝒖(𝑡), 𝑡). (2.2) dan kondisi batas
𝒙(𝑡0) = 𝒙0, 𝒙(𝑡𝑓) = 𝒙𝑓. (2.3)
2.4. Prinsip Minimum Pontryagin
Penyelesaian kendali optimal dapat dilakukan dengan menggunakan Prinsip Minimum Pontryagin. Adapun Langkah-langkah penyelesaian masalah kendali optimal adalah sebagai berikut:
1. Membentuk fungsi Hamiltonian
ℋ(𝒙(𝑡), 𝒖(𝑡), 𝝀𝑡, 𝑡) = 𝑉(𝒙(𝑡), 𝒖(𝑡), 𝑡) + 𝝀′(𝑡)𝒇(𝒙(𝑡), 𝒖(𝑡), 𝑡). (2.4) 2. Memaksimumkan ℋ terhadap vektor kendali 𝒖(𝑡) dengan persamaan,
(𝜕ℋ
𝜕𝒖)
∗
= 0, (2.5)
dan diperoleh
𝒖∗(𝑡) = ℎ(𝒙∗(𝑡), 𝝀∗(𝑡), 𝑡). (2.6)
3. Menggunakan hasil dari persamaan (2.6) pada persamaan (2.4), sehingga diperoleh ℋ∗ optimal sebagai berikut,
ℋ∗(𝒙∗(𝑡), 𝒉(𝒙∗(𝑡), 𝝀∗(𝑡), 𝑡), 𝝀∗(𝑡), 𝑡) = ℋ∗(𝒙∗(𝑡), 𝝀∗(𝑡), 𝑡). (2.7)
4. Kemudian diperoleh persamaan state dan costate dengan menyelesaikan persamaan,
8 𝒙∗(𝑡) = (𝜕ℋ
𝜕𝝀)
∗
, 𝝀∗(𝑡) = − (𝜕ℋ
𝜕𝒙)
∗
. (2.8)
dengan kondisi awal 𝒙𝟎 dan kondisi akhir 𝒙𝒇 didapatkan [[ℋ∗+𝜕𝑆
𝜕𝑡]
𝑡𝑓
𝛿𝒕𝑓+ [(𝜕𝑆
𝜕𝑥) − 𝝀∗(𝑡)]
𝑡𝑓
𝛿𝒙𝑓 = 0. (2.9)
dengan 𝑆 adalah bentuk Meyer dari fungsi tujuan 𝐽, ℋ adalah persamaan Hamiltonian, 𝛿 adalah variansi dan tanda * adalah menunjukkan saat variabel kendalinya stasioner.
5. Selanjutnya, untuk memperoleh kendali optimal 𝒖∗(𝑡), subtitusikan nilai 𝒙∗(𝑡) dan 𝝀∗(𝑡) dari Persamaan (2.8) ke dalam bentuk kendali optimal 𝒖∗(𝑡) pada Persamaan (2.6)
2.5. Runge-Kutta Orde 4
Menurut Triatmojo (2002) dalam Hanifah (2013), metode Runge-Kutta merupakan metode satu langkah yang memberikan ketelitian hasil yang lebih besar dan tidak memerlukan turunan dari fungsi. Bentuk umum dari metode Runge-Kutta adalah:
𝑥𝑖+1= 𝑥𝑖 + 𝜙(𝑡𝑖, 𝑥𝑖, ℎ) (2.10) dengan 𝜙(𝑡𝑖, 𝑥𝑖, ℎ) merupakan fungsi kemiringan rata-rata interval yang digunakan untuk mengekstrapolasi dari nilai awal 𝑥𝑖 ke nilai baru 𝑥𝑖+1 sepanjang interval ℎ.
Metode runge-kutta yang paling sering digunakan untuk penyelesaian persamaan diferensial yaitu metode Runge-Kutta Orde 4. Metode ini lebih teliti dibandingkan metode yang sama dengan orde di bawahnya.
Metode Runge-Kutta digunakan untuk menyelesaikan masalah nilai awal dalam persamaan diferensial. Jika diberikan persamaan diferensial sebagai berikut (Burden,2011).
𝑦′= 𝑓(𝑡, 𝑦), 𝑎 ≤ 𝑡 ≤ 𝑏, (2.11)
9 dengan syarat batas 𝑦(𝑎) = 𝑎. Secara iterasi penyelesaian Runge-Kutta Orde 4 adalah sebagai berikut,
𝑤𝑖+1 = 𝑤𝑖 +1
6(𝑘1 + 2𝑘2+ 2𝑘3 + 𝑘4). (2.12) dengan,
𝑤0 = 𝑎,
𝑘1 = ℎ𝑓(𝑡𝑖, 𝑤𝑖) 𝑘2 = ℎ𝑓 (𝑡𝑖+ℎ
2, 𝑤𝑖+𝑘1 2), 𝑘3 = ℎ𝑓 (𝑡𝑖+ℎ
2, 𝑤𝑖+𝑘2 2), 𝑘4 = ℎ𝑓(𝑡𝑖 + ℎ, 𝑤𝑖 + 𝑘3), untuk 𝑖 = 0,1, … , 𝑁 − 1.
dalam kasus kendali optimal, metode yang digunakan ialah pengembangan dari metode Runge-Kutta Orde-4, yaitu Runge-Kutta Forward Backward Sweep Orde 4 yang dituliskan sebagai berikut (Lenhart & Workman, 2007)
1. Forward Sweep Runge-Kutta Orde 4
Metode Forward Sweep Runge-Kutta Orde 4 dapat dituliskan sebagai 𝑥(𝑡 + ℎ) ≈ 𝑥(𝑡) +ℎ
6(𝑘1 + 2𝑘2+ 2𝑘3 + 𝑘4), (2.13) dengan,
𝑘1 = 𝑓(𝑡, 𝑥(𝑡), 𝑢(𝑡)), 𝑘2 = 𝑓 (𝑡 +ℎ
2, 𝑥(𝑡), +𝑘1
2 ℎ, 𝑢(𝑡)), 𝑘3 = 𝑓 (𝑡 +ℎ
2, 𝑥(𝑡), +𝑘2
2 ℎ, 𝑢(𝑡)), 𝑘4 = 𝑓(𝑡 + ℎ, 𝑥(𝑡) + 𝑘3ℎ, 𝑢(𝑡)).
2. Backward Sweep Runge-Kutta Orde 4
Metode Backward Sweep Runge-Kutta Orde 4 dapat dituliskan sebagai 𝜎(𝑡 − ℎ) ≈ 𝜎(𝑡) −ℎ
6(𝑘1+ 2𝑘2+ 2𝑘3+ 𝑘4), (2.14) dengan,
𝑘1 = 𝑔(𝑡, 𝑥(𝑡), 𝑢(𝑡)),
10 𝑘2 = 𝑔 (𝑡 −ℎ
2, 𝜎(𝑡) −𝑘1
2 ℎ, 𝑢(𝑡)), 𝑘3 = 𝑔 (𝑡 −ℎ
2, 𝜎(𝑡) −𝑘2
2 ℎ, 𝑢(𝑡)), 𝑘4 = 𝑔(𝑡 − ℎ, 𝜎(𝑡) − 𝑘3ℎ, 𝑢(𝑡)).
2.6. Penelitian Terdahulu
Berikut adalah rangkuman hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan.
Tabel 2. 1 Peneliti Terdahulu No. Nama dan Tahun
Publikasi Hasil
1 Wahyuni Ningsih, dkk (2019)
Berdasarkan hasil dan pembahasan upaya pengendalian optimal terhadap model matematika penyebaran rumor pada jaringan sosial daring dengan menggunakan pernyataan balasan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan prinsip Pontryagin dapat mengoptimalkan dalam meminimalisir jumlah kelompok adopter. Sesuai dengan nilai asumsi tiap parameter yang diberikan, penurunan jumlah adopter terjadi secara signifikan dengan biaya pengendalian yang minimum dengan nilai dari performa index 𝐽 = 2.94960202. Sehingga, dengan adanya pernyataan balasan yang dijadikan sebagai variabel kendali dalam penerapan teori kendali berbasis Prinsip Pontryagin, maka penyebaran rumor pada jaringan sosial daring dapat dikendalikan dengan baik
2 Wahyudin dan Darmawati (2020)
Untuk mengatasi banyaknya penyebaran hoax selama masa wabah, pemerintah harus memprioritaskan dilakukannya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat baik terkait wabah COVID maupun terkait penggunaan media sosial yang benar.
11 Peningkatan laju pertumbuhan masyarakat awam yang mencari informasi terkait wabah dapat berdampak buruk terhadap angka penyebaran hoax apabila pemerintah tidak melakukan sosialisasi dan edukasi yang radikal.