• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

Selain itu, pada individu yang rentan, nefropati analgesik, kerusakan papila ginjal akibat penggunaan analgesik setiap hari selama bertahun-tahun, dapat menyebabkan gagal ginjal kronis (Elizabeth, 2009). Klasifikasi gagal ginjal kronik dibagi menjadi dua, yaitu menurut stadium (tahapan) GFR dan menurut etiologi diagnosisnya. Secara umum, tanda dan gejala gagal ginjal kronis tidak sulit ditemukan karena manifestasi klinisnya sangat khas.

Sesak napas sering dirasakan oleh penderita gagal ginjal kronis akibat penurunan kadar hemoglobin dan peningkatan kelebihan cairan dalam tubuh. Gejala mual, muntah, anoreksia, dan rasa terbakar di dada sering terjadi pada penderita gagal ginjal kronis. Pada prinsipnya pengobatan pasien gagal ginjal kronik terdiri dari mempertahankan sisa fungsi ginjal dan homeostatis selama mungkin (Smelstzer dan Bare.

Pada dasarnya waktu yang paling tepat untuk mengobati penyakit yang mendasari timbulnya gagal ginjal kronik adalah sebelum terjadi penurunan GFR, sehingga perburukan fungsi ginjal dapat dihindari. Tindakan seperti mencatat laju penurunan GFR pada pasien gagal ginjal kronik sangat penting dilakukan, bertujuan untuk memantau kondisi komorbiditas (faktor superimposisi). Pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskular sangat penting karena merupakan komplikasi yang dapat menyebabkan kematian pada penderita gagal ginjal kronik.

Gagal ginjal kronik dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang diikuti dengan manifestasi sesuai derajat penurunan ginjal yang terjadi.

Gambar 2.3 Proses filtrasi pada glomerulus, reabsorbsi, dan sekresi.
Gambar 2.3 Proses filtrasi pada glomerulus, reabsorbsi, dan sekresi.

Konsep Continuose Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)

  • Pengertian Continuose Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
  • Anatomi Membran Peritoneum
  • Tujuan Continuose Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
  • Indikasi dan Kontraindikasi
  • Cara Kerja Continuose Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) a. Pemasangan Kateter untuk Dialisis Peritoneal
  • Pemasangan Kateter Continuose Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
  • Cairan Dialisat
  • Prinsip Continuose Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
  • Kelebihan dan Kekurangan Continuose Ambulatory Peritoneal Dialysis
  • Komplikasi
  • Pendidikan Pasien CAPD

Menurut Smeltzer dan Bare, Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) merupakan alternatif pengganti dialisis dengan cara menarik cairan dan substrat dari sirkulasi menggunakan membran peritoneum sebagai membran dialisis endogen yang bersifat semi permeabel dengan mengeluarkan cairan yang lebih pekat (konsentrasi lebih tinggi, zat terlarut tinggi). ) cairan yang lebih encer (konsentrasi zat terlarut lebih rendah). Dialisis peritoneal diawali dengan memasukkan cairan dialisis (cairan khusus untuk dialisis) ke dalam rongga perut melalui selang kateter, diamkan selama 4-6 jam. Saat dialisat berada di rongga perut, zat beracun dari darah akan dibersihkan dan kelebihan cairan tubuh akan ditarik ke dalam cairan dialisis.

Zat-zat beracun yang terlarut dalam darah akan berpindah ke dalam cairan dialisat melalui selaput rongga perut (selaput peritoneum) yang berfungsi sebagai “alat penyaring”, proses perpindahan ini disebut dengan Difusi. Cairan dialisat mengandung dekstrosa (gula) yang mempunyai kemampuan menarik kelebihan air.Proses memasukkan air ke dalam cairan dialisat disebut Ultrafiltrasi. Di Indonesia terdapat 3 jenis konsentrasi cairan dialisat pada CAPD yaitu cairan dialisat dengan kandungan dekstrosa 1,5%, dekstrosa 2,5% (hipertonik) dan dekstrosa 4,25% (hipertonik) dalam kemasan 2 liter (Sudoyo.

Komponen dalam cairan dialisat sama dengan komponen elektrolit plasma darah normal tanpa kalium. Selama proses penggantian cairan dialisat, pasien harus ditempatkan di tempat yang tenang dan bersih untuk menghindari kemungkinan kontaminasi. Setelah mencuci tangan hingga bersih dan menyiapkan berbagai alat, pasien mulai mengeluarkan cairan dialisat lama yang berada di rongga peritoneum dari rongga perutnya secara gravitasi.

Ketika cairan dialisat dimasukkan ke dalam rongga peritoneum, air dipindahkan secara osmosis dari plasma ke dalam larutan dialisat berkadar glukosa tinggi. Smeltzer dan Bare menjelaskan bahwa continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) bekerja dengan prinsip yang sama seperti dialisis pada umumnya, yaitu: difusi dan osmosis. Difusi sendiri merupakan proses perpindahan cairan dari area dengan konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah, dimana proses ini terjadi ketika cairan dialisat dimasukkan ke dalam rongga peritoneum.

Kebocoran cairan dialisis biasanya terjadi melalui luka insisi atau luka pemasangan kateter pasca pemasangan kateter. Namun kebocoran dapat dihindari dengan memulai infus dialisis dengan volume kecil (100-200 ml) dan secara bertahap meningkatkan volume hingga 2000 ml. Dialisis peritoneal rawat jalan berkelanjutan (CAPD) adalah teknik dialisis yang dilakukan secara mandiri di rumah atau di rumah sakit.

Selain itu, pasien disarankan mengonsumsi makanan tinggi serat setiap hari untuk mencegah sembelit yang dapat menghambat aliran cairan dialisat di rongga perut. Penderita CAPD akan kehilangan 2 liter cairan atau 8 liter cairan dialisat yang dimasukkan ke dalam rongga perut selama 24 jam.

Gambar 2.7 Bagian exit site pada CAPD
Gambar 2.7 Bagian exit site pada CAPD

Konsep Perawatan Exit Site 1. Pengertian Exit Site

  • Perawatan Exit Site
  • Tujuan Perawatan Exit Site
  • Alat dan Bahan Perawatan Exit Site
  • Prosedur Perawatan Exit Site a. Persiapan pasien

Perawatan lanjutan yang dapat dilakukan melalui telepon, kunjungan pasien di klinik rawat jalan, dan perawatan berkelanjutan di rumah akan membantu pasien berperan aktif secara mandiri dalam menjaga kesehatannya. Perawatan tempat keluarnya merupakan suatu langkah atau tindakan untuk merawat bukaan keluar kateter Tenckhoff yang dilakukan pasien setiap hari sendiri atau dengan bantuan anggota keluarga di rumah, yang sudah sembuh dari operasi, dan umum. kondisinya membaik tanpa tanda-tanda infeksi, seperti kemerahan, bengkak. , terdapat sekret/eksudat, namun tidak terjadi perubahan warna kulit disekitarnya (Aziz, 2008:100). Witjaksono menjelaskan, tujuan pengobatan tempat keluar dan terowongan pada pasien yang menjalani dialisis peritoneal adalah untuk mengurangi angka infeksi akibat kolonisasi bakteri di area tempat keluar dan terowongan CAPD.

Konsep Keterampilan Pasien Terhadap Perawatan Exit Site 1. Pengertian Keterampilan

Keterampilan Pasien Terhadap Perawatan Exit Site

Robbins (2000) mengatakan bahwa keterampilan seseorang dalam melakukan pemeliharaan pada exit point terbagi menjadi 4 kategori yaitu. Keterampilan dasar yang harus dimiliki setiap orang, seperti membaca, memahami, menulis, berhitung, dan mendengarkan. Begitu pula dalam hal keterampilan pemeliharaan exit site, tentunya pasien dilatih dasar-dasar pemeliharaan exit site dengan tim medis profesional sebelum benar-benar mampu melakukan pengobatan secara mandiri.

Keahlian setiap orang dalam melakukan tindakan peduli sesama tentu berbeda-beda, seperti kesiapan alat dan bahan, kesiapan pribadi, persiapan lingkungan, dan lain-lain.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keterampilan Perawatan Exit Site

Konsep Pengetahuan

  • Pengertian Pengetahuan
  • Jenis Pengetahuan
  • Tahapan Pengetahuan
  • Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Pemahaman diartikan sebagai kemampuan menjelaskan dengan benar subjek yang sudah dikenal dan kemampuan menafsirkan materi dengan benar. Penerapan sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari dalam situasi atau kondisi nyata. Analisis adalah kemampuan menguraikan suatu materi atau objek ke dalam komponen-komponennya, namun tetap dalam suatu struktur organisasi dan masih berkaitan satu sama lain.

Pendidikan adalah upaya seumur hidup untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar masa kini.

Referensi

Dokumen terkait