• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I LATAR BELAKANG"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, isu lingkungan menjadi sangat sensitif. Salah satunya yaitu isu pencemaran air. Penggunaan air setiap hari semakin banyak dan dalam proses pemakaiannya dipastikan menghasilkan sisa buangan yang berupa limbah, bahkan 85% limbah masuk ke dalam badan perairan. Limbah cair yang dibuang begitu saja ke badan perairan dalam waktu yang lama dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Limbah yang seringkali mencemari perairan umum (danau dan sungai) adalah limbah yang berasal dari rumah tangga atau limbah domestik.

Bentuk pencemaran lingkungan dari kegiatan rumah tangga salah satunya bersumber dari pemakaian deterjen. Penggunaan bahan pembersih ini semakin lama semakin meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk setiap tahun, artinya semakin meningkat pendapatan masyarakat maka konsumsi deterjen juga meningkat. Senyawa fosfat yang terkandung dalam deterjen merupakan salah satu penyebab pencemaran air terbesar. Padahal kandungan fosfat dalam baku mutu air limbah sudah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang baku mutu air limbah dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Namun, nyatanya 42% dari penyakit manusia dan hewan disebabkan oleh senyawa ini. Salah satu masalah yang diakibatkan pada senyawa fosfat ini adalah eutrofikasi pada ekosistem air.

Eutrofikasi adalah suatu kondisi pesatnya pertumbuhan tanaman eceng gondok dan ganggang. Jika kondisi ini dibiarkan, maka permukaan sungai atau rawa akan tertutup tanaman ini. Dengan tumbuhnya ganggang yang pesat dapat meningkatkan unsur hara di dalamnya sehingga dapat menyebabkan kualitas air menurun karena rendahnya konsentrasi oksigen terlarut bahkan sampai batas nol.

Akibatnya, dapat menyebabkan biota di dalamnya mati atau bahkan mengalami kepunahan. Selain itu, senyawa ini juga dapat menyebabkan berbagai penyakit pada

(2)

2 manusia seperti iritasi kulit, mata, bahkan memicu kanker. Oleh karena itu, sebagai pilihan alternatif untuk permasalahan ini, perlunya industri deterjen untuk memilih bahan aditif dan surfaktan yang terkandung dalam deterjen dengan bahan yang ramah lingkungan.

Surfaktan atau surface active agents merupakan senyawa aktif yang dapat menurunkan tegangan antar muka atau interfacial tension antara minyak dan air sehingga dapat bercampur homogen. Karakteristik utama surfaktan adalah bersifat ampifilik yaitu senyawa yang memiliki dua gugus yang berlainan sifat dalam satu molekulnya, yaitu gugus polar yang bersifat hidrofilik dan non polar yang bersifat hidrofobik sehingga mampu menyatukan dua bahan yang berbeda kepolarannya.

Surfaktan dikelompokkan menjadi empat kelompok berdasarkan gugus hidrofiliknya yaitu surfaktan anionik, kationik, amfoterik, dan nonionik. Jenis yang paling banyak digunakan adalah anionik dan nonionik. Dari kelompok surfaktan anionik dikenal dua jenis surfaktan yang umum digunakan dalam industri, yaitu Alkyl Benzenesulfonate (ABS) yang mempunyai rantai karbon bercabang. Karena rantai karbonnya yang bercabang menyebabkan jenis surfaktan tersebut lambat terurai secara biologis. Rantai cabang ini sulit diuraikan karena mempunyai suatu penghalang yang kokoh sehingga mengakibatkan enzim mikroba pengurai tidak dapat menyerangnya. Surfaktan ini merupakan surfaktan anionik yang biasa dipakai dalam industri pembuatan shampo, pasta gigi, obat, kosmetik,dan bahan-bahan keperluan mandi dan mencuci. Pada umumnya surfaktan ini diproduksi dari minyak bumi sehingga bersifat tidak dapat diperbaharui serta kurang ramah terhadap lingkungan. Dimana berdasarkan rencana strategis (Renstra) Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2015-2019, cadangan minyak bumi Indonesia sebesar 3,6 miliar barel diperkirakan akan habis dalam 13 tahun mendatang. Salah satu alternatif pembuatan surfaktan adalah menggunakan minyak kelapa sawit sebagai bahan bakunya.

Indonesia merupakan produsen minyak kelapa sawit utama di dunia dengan jumlah produksi pada tahun 2019 mencapai 48,42 juta ton. Data yang terbukti mengenai produksi kelapa sawit tahun 2015-1019 dapat dilihat pada gambar 1.1.

Hampir 70% perkebunan kelapa sawit terletak di Sumatra, sisanya berada di pulau Kalimantan. Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak nabati yang berlainan

(3)

3 sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokrap), dikenal dengan crude palm oil (CPO) dan minyak yang berasal dari biji (kernel), dikenal dengan (PKO).

Dengan semakinnya meningkatnya produksi kelapa sawit di Indonesia, maka semakin meningkat pula Produksi CPO di Indonesia setiap tahun.

Gambar 1.1 Produksi kelapa sawit Indonesia (BPS, 2020)

Gambar 1.2 merupakan data produksi minyak kelapa sawit di Indonesia tahun 2015-2019. Berdasarkan gambar 1.2, setiap tahunnya Indonesia selalu mengalami peningkatan produksi minyak kelapa sawit. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia bergantung pada kelapa sawit sehingga setiap tahunnya ada lahan baru yang dialih fungsikan sebagai lahan kelapa sawit.

Gambar 1.2 Produksi CPO dan PKO (BPS dan GAPKI, 2020)

(4)

4 Pada gambar 1.2 menunjukkan bahwa CPO lebih banyak diproduksi dibandingkan dengan PKO. Hal ini dikarenakan pemanfaatan PKO mempunyai produk turunan yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan CPO. Turunan CPO banyak digunakan pada industri pangan, industri minyak nabati, industri kosmetik, dan lain-lain. Namun, CPO lebih banyak dimanfaatkan oleh industri oleokimia khusunya biodiesel atau FAME. Fatty Acid Metyl Ester (FAME) merupakan ester dari asam lemak. FAME ini biasanya disebut biodiesel, merupakan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, mudah terdegradasi dan berasal dari bahan yang dapat diperbaharui. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meningkatkan perusahaan produsen pemasok FAME untuk menjalankan mandatori biodiesel 20 persen (B20). Sejalan dengan kebijakan ini, maka produksi FAME pun meningkat hingga sebesar 6,96 juta KL sehingga terjamin keseterdiaannya. Gambar 1.3 menunjukkan produksi FAME tahun 2009-2019.

Gambar 1.3 Produksi FAME atau biodiesel (Dirjen EBTKE, 2019)

Minyak kelapa sawit dapat ditingkatkan nilai tambahnya sekitar 70-80%, yaitu melalui proses pengubahan menjadi surfaktan. Produksi surfaktan dari bahan baku kelapa sawit prospeknya sangat cerah di Indonesia, mengingat produksi minyak kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan. Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kebutuhan surfaktan di Indonesia sekitar 95.000 ton per tahun dan sekitar 45.000 ton masih diimpor, surfaktan yang diproduksi adalah surfakatan ABS. Surfaktan digunakan pada industri farmasi, deterjen, kosmetika, kimia, dan lain-lain.

(5)

5 Surfaktan Methyl Ester Sulfonate (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat dengan menggunakan bahan baku fraksi stearin dari minyak sawit. Sterain sawit merupakan fraksi padat yang dihasilkan dari fraksinasi CPO setelah melalui pemurnian. Asam lemak yang mempunyai atom C12 – C14 berperan terhadap pembusaan, sedangkan asam lemak yang mempunyai atom C16 – C18 berperan terhadap kekerasan dan deterjensi. Komposisi asam lemak metil ester seperti di atas dimiliki oleh stearin seperti pada tabel 1.1.

Tabel 1.1 Perbandingan Komposisi Asam Lemak pada Metil Ester dari Beberapa Jenis Minyak*

Asam lemak Kelapa C12

– C14

Inti Sawit C8 – C18

Sterain Sawit C16 – C18

Tallow C16 – C18

Kaprilat (C8) - 5,2 - -

Kaprat (C10) - 4,4 - -

Laurat (C12) 71,6 51,0 0,2 -

Miristat (C14) 28,0 15,0 1,5 3,1

Palmitat (C16) 0,6 7,2 65,4 31,6

Stearat (C18) - 17,2 32,2 63,6

Arakidat (C20) - - 0,7 1,8

*) Chemiton, 2005

Selain itu, MES bersifat terbarukan dan mengandung antioksidan karoten sehingga memiliki kestabilan oksidatif, dapat terserap dengan baik dalam air, memiliki kelarutan yang tinggi, tidak berpengaruh oleh kesadahan air, kemampuan deterjensi yang lebih baik pada bahan kapas dan poliester, kaya akan kandungan asam lemak C16 dan C18 serta toleran terhadap ion Ca. Surfaktan MES bersifat lebih ramah lingkungan bila dibandingkan dengan Alkyl Benzenesulfonate (ABS). Potensi negara Indonesia sebagai produsen surfaktan yang disintesis dari minyak kelapa sawit sangat besar, mengingat produksi minyak kelapa sawit di Indonesia yang mengalami peningkatan.

(6)

6 1.2 Analisis Pasar

Analisis pasar merupakan hal yang paling mendasar dalam pendirian pabrik kimia. Analisis tersebut perlu dilakukan untuk menentukan potensi produk dipasaran. Hasil analisis pasar yang dilakukan dapat digunakan untuk menentukan kapasitas pabrik dan desain pabrik yang akan dibangun. Hal yang dilakukan dalam analisis pasar adalah menentukan penawaran, permintaan, dan kapasitas pabrik.

1.2.1 Ketersediaan Bahan Baku

Bahan baku utama yang digunakan untuk pembuatan MES adalah Fatty Acid Methyl Ester (FAME), sulfur dioksida (SO2), dan oksigen. FAME dapat diperoleh dari produsen biodiesel di Kalimantan. Sulfur dioksida dan oksigen diperoleh melalui PT. Samator Gas Industri Balikpapan. Natrium hidroksida di dapatkan dari supplier di Indonesia, yakni PT Aneka Kimia Inti Surabaya. Metanol diperoleh dari produsen PT Kaltim Methanol Industri. Sedangkan Hidrogen Peroksida diperoleh dari produsen di Jawa Timur, yaitu PT Sindopex Perotama dengan kapasitas 18.000 Ton/tahun. Daftar produsen biodiesel dan jumlah yang dihasilkan ditampilkan pada tabel 1.2 berikut.

Tabel 1.2 Produsen Biodiesel di Kalimantan*

No Nama Perusahaan Kapasitas (Ton/tahun)

1 PT Energi Unggul Persada 112.637

2 PT Kutai Refinery Nusantara 148.159

3 PT SMART Tbk 155.567

4 PT Sukaji Sawit Mekar 142.070

*) Kementerian ESDM, 2019

1.2.2 Kebutuhan dan Penawaran Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) dalam Negeri

Pabrik MES dari FAME akan dibangun pada tahun 2025. MES merupakan produk baru dan belum diproduksi di dalam negeri, sehingga kapasitas MES ini

(7)

7 ditentukan dengan prediksi kebutuhan MES sebagai surfaktan dalam produk deterjen. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, perkembangan jumlah rumah tangga di Indonesia adalah sebagai berikut

Tabel 1.3 Data Pertumbuhan Penduduk di Indonesia Tahun 2010 – 2019* Tahun Jumlah Penduduk

2010 238.518.800 2011 241.990.700 2012 245.425.200 2013 248.818.100 2014 252.164.800 2015 255.461.700 2016 258.705.000 2017 261.890.900 2018 265.015.300 2019 268.074.600

*) BPS, 2019

Gambar 1.4 Grafik proyeksi pertumbuhan penduduk

y = 3287,6x + 235524 R² = 0,9996

235.000 240.000 245.000 250.000 255.000 260.000 265.000 270.000

0 2 4 6 8 10 12

(8)

8 Didapatkan persamaan y = 3287,6x + 235524 (x1000) dimana x adalah tahun dan y adalah jumlah jiwa. Sehingga dapat diprediksikan pada tahun 2025, pertumbuhan penduduk di Indonesia mencapai 281.550.400 jiwa. Jika diasumsikan per-satu jiwa manusia di Indonesia mencuci sebanyak 3 kali dalam seminggu dengan satu kali mencuci sebanyak 100 gram (15600 gram/tahun), maka kebutuhan akan deterjen adalah sebanyak 4.392.186 Ton/tahun. Dan kebutuhan akan MES sebesar 21% per kg deterjen maka kebutuhan akan MES di Indonesia pada tahun 2025 adalah 922.359 Ton/tahun.

Pada gambar 1.5 terlihat kesenjangan antara produksi dan kebutuhan surfaktan dan industri pembersih untuk setiap tahunnya, dimana terlihat jelas perbedaan yang sangat signifikan antara produksi avtur dan kebutuhan surfaktan dan industri pembersih di Indonesia. Kesenjangan terus meningkat antara tahun 2018 sampai dengan 2025 dimana data untuk tahun 2020 sampai dengan 2025 merupakan data yang diproyeksikan. Sehingga untuk memenuhi perbedaan antara pasokan dan permintaan bahan bakar surfaktan dan industri pembersih, pemerintah Indonesia mengimpor surfaktan dari negara lain.

Gambar 1.5 Proyeksi produksi dan kondumsi surfaktan dan industri pembersih

- 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 350.000

kebutuhan produksi *proyeksi

(9)

9 1.2.3 Benchmarking Pabrik Sejenis

Untuk memproduksi metil ester sulfonat harus dipertimbangkan juga kapasitas produksi dari pabrik sejenis atau pabrik yang menguntungkan. Tabel 1.4 menunjukkan kapasitas pabrik yang telah berdiri di dunia.

Tabel 1.4 Daftar Pabrik Penghasil Metil Ester Sulfonat* No Nama Pabrik Kapasitas

(Ton/tahun) Negara

1 Huish 80.000 Amerika Serikat

2 Stepan 50.000 Amerika Serikat

3 Lion 50.000 Jepang

4 Lion Eco Chemicals 25.000 Malaysia

5 Lonkey Industrial

Co., Ltd. 40.000 China

*) ICIS, 2012

Dapat diketahui kapasitas pabrik produksi minimal yang menguntungkan sebesar 25.000 Ton/tahun. Maka ditetapkan bahwa kapasitas pabrik metil ester sulfonat sebesar 35.000 Ton/tahun.

1.2.4 Kapasitas Produksi Pabrik

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), kebutuhan impor surfaktan dan industri pembersih di Indonesia cenderung stabil tahun 2015-2021 yang dapat dilihat pada tabel 1.5

Tabel 1.5 Data Impor Surfaktan dan Industri Pembersih di Indonesia Tahun 2015 – 2021*

Tahun Impor

Volume (Kg) Nilai (USD)

2015 15.424.854 37.212.675

2016 16.315.786 40.827.765

2017 21.124.975 48.288.231

(10)

10

Tahun Impor

Volume (Kg) Nilai (USD)

2018 17.575.932 44.912.216

2019 18.223.045 41.417.125

2020 21.180.762 46.815.217

2021** 20.719.152 47.809.605

*) BPS, 2021

**) Data sementara

Tabel 1.6 Data Produksi Surfaktan di Indonesia* Tahun Surfaktan

(Ton/tahun)

2011 129.126

2012 116.103

2013 137.957

2014 128.423

2015 130.483

*) BIZTEKA, 2015

Berdasarkan dari tabel 1.6 dapat dibuat persamaan garis lurus untuk memperkirakan banyaknya surfaktan yang akan di impor di tahun 2025.

Gambar I.6 Grafik data impor durfaktan dan produk pembersih

y = 884,35x + 15212 R² = 0,4717

- 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000

0 1 2 3 4 5 6 7

K a p a s i t a s

Tahun ke-

(11)

11 Persamaan garis lurus yang didapatkan adalah y = 884,35x + 15212 dimana x adalah jumlah tahun yang dihitung dari 2015 sampai tahun yang akan dihitung, sedangkan y adalah kebutuhan surfaktan dan produk pembersih pada tahun tertentu dalam satuan ton. Dengan menggunakan persamaan tersebut maka tingkat impor surfaktan dan produk pembersih di Indonesia pada tahun 2025 sebanyak 28.477 Ton/tahun. Dengan tingkat petumbuhan penduduk yang selalu naik, maka kebutuhan surfaktan dan produk pembersih juga akan ikut naik. Sehingga dengan pertimbangan kebutuhan akan surfaktan dan produk pembersih di pasar yang cenderung naik dan ketersediaan bahan baku yang melimpah, maka ditetapkan kapasitas pabrik dengan pendekatan sebagai berikut:

𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = (𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 + 𝐼𝑚𝑝𝑜𝑟) − (𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 + 𝐸𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟)

Dari hasil tersebut, ditetapkan kapasitas yang terhitung dari pendekatan tersebut sebesar 35.000 Ton/tahun.

1.3 Pemilihan Lokasi

Keberadaan suatu industri baik dari segi komersial maupun keuntungan di masa yang akan datang dipengaruhi oleh lokasi pabrik. Penentuan tersebut dapat ditinjau dari

1.

Pertimbangan Lokasi Bahan Baku

(12)

12 Bahan baku merupakan kebutuhan utama bagi kelangsungan suatu pabrik, sehingga pengadaan bahan baku merupakan suatu hal yang sangat penting.

Lokasi yang dipilih adalah yang dekat dengan sumber bahan baku sehingga biaya transportasi dapat diminimalkan dan juga berdekatan dengan pelabuhan dimana memudahkan transportasi bahan baku dari luar pulau.

Gambar 1.7 Peta lokasi pabrik MES (Google Earth, 2021)

2.

Sarana Transportasi

Pembelian bahan baku dan penjualan produk dapat dilakukan melalui jalan darat. Pendirian pabrik di kawasan Industri Kariangau dilakukan dengan pertimbangan kemudahan sarana transportasi darat dan laut yang mudah dijangkau sehingga transportasi dari sumber bahan baku dan pasar tidak lagi menjadi masalah. Dengan ketersediaan sarana tersebut akan menjamin kelangsungan produksi pabrik.

3.

Utilitas

Dalam pendirian suatu pabrik, tenaga listrik dan bahan bakar adalah faktor penunjang yang paling penting. Tenaga listrik tersebut didapat dari Kariangaun Plant. Pembangkit listrik utama untuk pabrik adalah

(13)

13 menggunakan generator diesel yang bahan bakunya diperoleh dari Pertamina. Lokasi pabrik dekat dengan sungai, maka keperluan air (air proses, air pendingin/penghasil steam, perumahan dan lain-lain) dapat diperoleh dengan mudah.

4.

Pemasaran Produk

Produk pabrik ini merupakan bahan baku untuk pembuatan deterjen, sehingga pemasaranya diharapkan tidak hanya pada pabrik deterjen yang berada di Indonesia saja melainkan dapat juga untuk diekspor. Pendirian pabrik ini diharapkan akan menambah devisa negara dan menarik investor asing untuk menanamkan modalnya.

5.

Tenaga Kerja

Keberhasilan suatu pabrik untuk meneruskan produksi tidak lepas dari faktor penerimaan lingkungan masyarakat terhadap pendirian dan pengembangan pabrik tersebut. Tenaga kerja yang terampil mutlak dibutuhkan dalam industri. Tenaga kerja sebagian besar akan diambil dari penduduk sekitar. Hal ini bertujuan untuk membantu pemerintah setempat dalam mengurangi angka pengangguran. Pengambilan tenaga kerja dari masyarakat sekitar juga membantu meningkatkan taraf hidup mereka serta taraf hidup masyarakat daerah setempat, karena daerah tersebut terdapat banyak industri. Sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan.

Referensi

Dokumen terkait

Objective: This paper focuses on those challenging experiences that Malaysian women entrepreneurs faced during their business startup; the strategies they embark in maintaining their