BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
Menurut Dinas Kependudukan Amerika Serikat, jumlah populasi lansia berusia 60 tahun atau lebih diperkirakan hampir mencapai 600 juta orang dan diproyeksikan menjadi 2 miliar pada tahun 2050, pada saat itu lansia akan melebihi jumlah populasi anak (0-14 tahun). Sedangkan di Indonesia, pada tahun 2017 diperkirakan terdapat 23,66 juta jiwa (9,03%), dan tahun 2035 adalah sekitar 48,19 juta. Suatu negara dikatakan berstruktur tua jika mempunyai populasi lansia di atas tujuh persen (Soeweno, 2015). Hal ini memperlihatkan bahwa lansia di Indonesia tahun 2017 telah mencapai 9,03% dari keseluruhan penduduk (Kemenkes RI, 2017). Umur Harapan Hidup (UHH) setiap tahunnya meningkat, pada tahun 2016 sebesar 72,44 tahun sedangkan pada tahun 2017 sebesar 72,47 tahun(Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, 2018).
Lanjut usia menurut Setianto (2004, dalam Muhith, 2016), yaitu seseorang yang usianya diatas 65 tahun. Lansia bukan penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.Artinya semakin bertambahnya usia, maka kemampuan melakukan aktivitas fisik akan menurun dan kualitas hidup juga ikut menurun. Perubahan fisik yang cenderung mengalami penurunan yang menyebabkan berbagai gangguan yang mempengaruhi kesehatan serta berdampak pada kualitas hidup lansia (Pudjiastuti, 2003, dalam Muhith, 2016)
Adanya perubahan kualitas hidup yang dialami oleh lansia biasanya cenderung mengarah ke arah yang kurang baik. Biasanya hal tersebut berhubungan dengan lingkungan sosial ekonomi lansia seperti berhenti bekerja karena pensiun, kehilangan
anggota keluarga yang dicintai dan teman, dan ketergantungan kebutuhan hidup mengakibatkan penurunan kondisi fisik yang semakin melemah, penurunan fungsi tubuh, keseimbangan tubuh dan resiko jatuh diiringi dengan timbulnyaberbagai penyakit seperti kanker, jantung, reumatik, katarak dan lain – lain (Kiik et al, 2018).
WHO mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu tentang posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dan dalam kaitannya dengan tujuan mereka, harapan, standar, dan masalah (Cankovic et al, 2015). Sedangkan menurut Mia, kualitas hidup adalah kualitas yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari individu, yaitu suatu penilaian atas kesejahteraan mereka atau ketiadaannya. Hal ini mencakup seluruh aspek emosi, sosial, dan fisik dalam kehidupan individu. Kualitas hidup pada lanjut usia menggambarkan fase kehidupan yang dimasuki lanjut usia (Mia et al, 2019).
WHO mengembangkan sebuah instrumen untuk mengukur kualitas hidup dengan menggunakan WHOQOL yang terdiri dari enam domain yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, hubungan dengan lingkungan dan keadaan spiritual. WHOQOL ini kemudian dibuat lagi menjadi instrumen WHOQOL –BREF dimana enam domain tersebut dipersempit menjadi empat domain yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan lingkungan (WHO,2015)
Kualitas hidup seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor fisik seperti energi dan rasa sakit yang dirasakan individu, faktor psikologis seperti depresi dan kesulitan dalam berkonsentrasi, faktor klinis seperti efek samping dari pengobatan, dan faktor sosial seperti dukungan sosial dari teman dan orang terdekat (Khalid et al, 2016; Astuti et al, 2015; Savira, 2015 ). Salah satu faktor yang memiliki peranan penting dalam kualitas hidup yaitu social support atau dukungan sosial, lanjut usia sangat
memerlukan dukungan sosial untuk penyokong atau penopang dalam kehidupannya, terutama bagi para lansia yang sudah tidak lagi tinggal bersama keluarga dan ditempatkan di panti sosial. Selain tinggal bersama keluarga, masih banyak anggota keluarga yang menempatkan lansia untuk tinggal di PSTW (Panti Sosial Tresna Werdha). Penempatan lansia di PSTW ini dikarenakan kesibukan dari anggota keluarga yang tidak memiliki waktu yang cukup untuk merawat lansia di rumah. Hal ini tentunya mengurangi dukungan sosial dari anggota keluarga yang diterima oleh lansia (Azwan et al, 2015).
Dukungan sosial merupakan ketersediaan yang dirasakan individu berupa dukungan, kasih sayang dan bantuan instrumental dari mitra sosial seperti anggota keluarga, teman dekat, tetangga dan rekan kerja (Michael et al, 2015). Sedangkan menurut Habfoll & Sroke dalam Fitrie (2016), dukungan sosial adalah interaksi sosial atau hubungan sosial yang memberikan bantuan yang nyata atau perasaan kasih sayang kepada individu atau kelompok yang dirasakan oleh individu yang bersangkutan sebagai perhatian atau cinta. Dukungan sosial yang dimaksud yaitu dukungan dari teman sebaya, dukungan teman sebaya ini sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup lansia, terutama bagi para lansia yang sudah tidak lagi tinggal bersama keluarga. (Azwan et al, 2015).
Dukungan sosial berdampak positif terhadap peningkatan kualitas hidup lansia dalam mengatasi tekanan psikologis pada masa sulit dan menekan, misalnya dukungan sosial membantu lansia dalam mengatasi stresor di lingkungan panti sosial (Isnawati, 2013). Dukungan sosial juga membantu memperkuat fungsi kekebalan tubuh, mengurangi respon fisiologis terhadap stres, dan memperkuat fungsi untuk merespon penyakit kronis (Taylor et al, 2009). Sebaliknya, dukungan sosial yang buruk pada lansia dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia dimana hal tersebut akan menyebabkan lansia
merasa terisolir sehingga lansia jadi suka menyendiri dan akan menyebabkan lansia depresi (Samper, Pinontoan, & Katuuk, 2017).
Berdasarkan penelitian Suryati (2015), didapatkan bahwa ada hubungan antara dukungan sosial emosional dengan kualitas hidup lansia dengan (p- value <0,05), Selanjutnya penelitian oleh Azwanet al (2015) yang berjudul Hubungan dukungan sosial teman sebaya dengan kualitas hidup lansia di panti sosial Tresna Werdha (PSTW), didapatkan terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan sosial teman sebaya terhadap kualitas hidup lansia di PSTW Khusnul Khotimah dengan hasil (p value 0,017).
Sedangkan menurut penelitian Mulyati et al (2018) yang berjudul hubungan dukungan sosial terhadap kualitas hidup dan kesejahteraan lansia yang tinggal dengan keluarga yang berada di daerah, didapatkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara kualitas hidup dan dukungan sosial pada lansia.
Jumlah lansia yang tinggal di panti werdha paling banyak terdapat di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kabupaten Bandung dengan jumlah lansia 150 orang dengan kualitas hidup cukup baik dan dukungan sosial kurang terpenuhi (Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, 2018). Dibandingkan, jumlah lansia yang tinggal dipanti werdha paling banyak di kota bandung terdapat 85 lansia di Panti Werdha Senjarawi Kota Bandung (Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, 2018), dilihat juga di Panti werdha Budi pertiwi dengan jumlah lansia hanya terdapat 23 lansia, menurut penelitian menunjukan bahwa lansia di budi pertiwi memiliki kualitas hidup yang baik dan dukungan sosial yang cukup (Putri, 2017). Sehingga penulis mengambil jumlah lansia terbanyak yaitu di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kabupaten Bandung.
Dari hasil studi pendahuluan pada tanggal 25 mei 2019 di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kabupaten Bandung, didapatkan jumlah lansia sebanyak 147 orang.
Kemudian berdasarkan wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada 10 lansia,
didapatkan bahwa sebanyak 6 orang mengatakan kesepian, merasa bahwa hidupnya kurang berarti dan mengatakan bahwa mereka tidak dapat menceritakan masalahnya dengan teman – temannya, 3 orang lansia mengatakan kehidupannya berarti untuk dirinya sendiri dan terkadang menceritakan masalahnya kepada beberapa teman dan 1 orang lansia mengatakan bahwa tidak puas dengan kondisi fisiknya dan merasa malu.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Kualitas Hidup Lansia di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kabupaten Bandung”
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah “Apakah Ada Hubungan Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Kualitas Hidup Lansia di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kabupaten Bandung”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Kualitas Hidup Lansia di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kabupaten Bandung.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui gambaran dukungan sosial teman sebaya kepada lansia di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kabupaten Bandung
1.3.2.2 Mengetahui gambaran kualitas Hidup lansia di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kabupaten Bandung
1.3.2.3 Mengidentifikasi hubungan dukungan sosial teman sebaya dengan kualitas hidup lansia di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kabupaten Bandung
1.4 Manfaat Penelitan
1.4.1 Manfaat Praktis 1.4.1.1 Bagi peneliti
Memberikan pengalaman dalam pengembangan kemampuan ilmiah untuk melaksanakan penelitian di masa yang akan datang serta sebagai sumber pengetahuan tentang kualitas hidup dan dukungan sosial.
1.4.1.2 Bagi Panti Werdha
Memberikan informasi yang dapat dijadikan bahan acuan bagi petugas panti sosial atau perawat untuk melakukan intervensi yang berhubungan dengan kualitas hidup dan dukungan sosial.
1.4.1.3 Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai bahan bacaan dan informasi kepada mahasiswa keperawatan yang akan melanjutkan penelitian tentang faktor - faktor yang berhubungan dengan dukungan sosial teman sebaya dan kualitas hidup lansia.
1.4.1.4 Bagi lansia
Memberikan gambaran tentang kualitas hidup dan dukungan sosial
1.4.2 Manfaat teoritis
Secara Teoritis Menambah khasanah ilmu keperawatan terutama gerontology tentang dukungan sosial teman sebaya dan kualitas hidup lansia.