• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Anemia

N/A
N/A
dwi gusti

Academic year: 2024

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Anemia"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PENGARUH PEMBERIAN KELOR (MORINGA OLEIFERA)TERHADAP PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN TERHADAP IBU HAMIL DESA

KETAPANG LAMPUNG UTARA TAHUN 2024

PROPOSAL

Oleh : KARMILA YESI

NPM 23345600P

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG

2023/2024

(3)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Anemia adalah kelainan darah umum yang terjadi ketika jumlah sel darah merah dalam tubuh terlalu rendah. Anemia kehamilan biasanya terjadi pada trimester pertama dan ketiga akibat adanya perubahan pada sistem kardiovaskular yang meningkatkan curah jantung hingga 50%. Menurut laporan yang diterbitkan

oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun

2018, ibu hamil mengalami anemia jika kadar hemoglobinnya <11 gr/dL, dan sekitar 32 juta ibu hamil di seluruh dunia menderita anemia (WHO, 2018). ).

Anemia merupakan salah satu penyebab utama AKI di Indonesia. Menurut WHO, prevalensi anemia di dunia sebesar 46 persen dan 68 persen terjadi pada perempuan. Menurut Survei Kesehatan Dasar (Riskedas), wanita yang mengalami menstruasi tidak teratur juga cenderung mengalami anemia (WHO, 2019).

Berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), anemia pada ibu hamil tergolong masalah kesehatan global dengan prevalensi sebesar 29,6% pada tahun 2018, dengan prevalensi anemia pada ibu hamil yang meningkat pada tahun 2017 di Indonesia sendiri. dan 2019. dari 43,2 persen menjadi 44,2 persen. Prevalensi anemia pada ibu hamil diperkirakan 49,4% di Asia, 59,1% di Afrika, 28,1% di Amerika, dan 26,1% di Eropa. Prevalensi anemia di Indonesia masih cukup tinggi (Organisasi Kesehatan Dunia, 2021).

Rasio kematian ibu (MMR) Indonesia adalah yang tertinggi di antara negara- negara ASEAN lainnya. Beberapa penyebab utama kematian ibu adalah eklampsia 24%, perdarahan 28%, infeksi 11% dan anemia 51%. Dari sini dapat disimpulkan bahwa anemia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang mempunyai akibat yang berat bagi kehamilan, anemia juga mempengaruhi proses persalinan dan masa nifas sehingga sangat penting

dan memerlukan perhatian khusus dari

tenaga kesehatan. pengobatannya (R.D. Rahayu, 2017).

Riset kesehatan dasar menunjukkan bahwa proporsi anemia pada ibu hamil meningkat dari 37,1% menjadi 48,9% antara tahun 2013 dan 2018, dan 84,6% anemia pada ibu hamil terjadi antara tanggal 15 dan 24 . kelompok usia Di Indonesia, anemia kehamilan terbanyak disebabkan oleh kekurangan zat besi, hingga 62,3%, yang dapat menyebabkan keguguran, kelahiran prematur, inersia uterus, persalinan lama, atonia uteri, serta menyebabkan perdarahan dan syok. Dampak anemia defisiensi besi pada ibu hamil adalah 12-28% kematian

(4)

janin, 30% kematian perinatal, dan 7-10% kematian neonatal (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019b; Badan Pusat Statistik (Indonesia)). 2022).

Rasio kematian ibu (AKI) di Indonesia merupakan yang tertinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya (Manuaba, 2014). Berdasarkan hasil analisis Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu (AKI) Indonesia masih tinggi yaitu 359/100.000 KH. Penyebab utama kematian ibu langsung adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan infeksi (11%). Penyebab tidak langsung adalah anemia 51% (Profil Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2017) Prevalensi ibu hamil di Provinsi Lampung sebesar 8,1% pada tahun 2021.

Sementara itu, angka anemia pada ibu hamil tertinggi terdapat di Lampung Barat sebesar 28,4% dan terendah di Lampung Selatan sebesar 4,5%.dan 3,29%

di Lampung Utara (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2022).

Beberapa faktor mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil. Hal tersebut adalah asupan gizi yang kurang, jarak kehamilan yang terlalu dekat, serta usia dan paritas ibu (Deprika, 2017). Selain itu, anemia juga disebabkan oleh perubahan yang terjadi selama kehamilan. Pada masa kehamilan terjadi perubahan besar pada tubuh, jumlah darah dalam tubuh meningkat sekitar 20- 30%, dan kebutuhan zat besi dan vitamin untuk membentuk hemoglobin (Hb) meningkat. Saat seorang ibu hamil, tubuhnya memproduksi lebih banyak darah untuk dibagikan kepada bayinya. Tubuh membutuhkan darah hingga 30% lebih banyak dibandingkan sebelum hamil (Wiknjosasatro, 2018).

Biasanya ibu hamil mengalami kenaikan berat badan sebanyak 11 hingga 13 kg. Hal ini terjadi karena janin terus tumbuh dan berkembang di dalam rahim ibu, bersama dengan plasenta dan cairan ketuban. Kebutuhan nutrisi ibu hamil juga meningkat karena janin menyerap nutrisi dari tubuh ibu melalui plasenta. Asupan nutrisi juga mendukung tumbuh kembang janin (Sitanggang, 2013)

Anemia pada ibu hamil juga bisa disebabkan oleh jarak kehamilan yang terlalu dekat. Oleh karena itu, simpanan zat besi ibu yang belum pulih pada akhirnya akan digunakan untuk kebutuhan janin pada kehamilan berikutnya.

Semakin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan persalinan, maka semakin banyak pula zat besi yang hilang dan ia semakin mengalami anemia (Irianto, 2018).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Tanziha et al, 2019). Jarak antar kehamilan sangat penting untuk diperhatikan, karena jarak yang kurang dari 2 tahun dapat menyebabkan ibu hamil lebih cepat mengalami anemia. Kadar hemoglobin yang rendah pada ibu hamil dapat mempengaruhi tumbuh kembang janin bila tidak segera ditangani dan serius. Apabila defisiensi protein terjadi

(5)

dalam jangka waktu yang lama, maka penyerapa zat besi akan terhambat sehingga menyebabkan defisiensi zat besi (Deprika, 2018).

Anemia pada ibu hamil bisa menjadi serius jika tidak diobati. Ibu hamil dengan anemia berat memiliki risiko kematian lebih tinggi dibandingkan ibu hamil tanpa anemia (Daru, 2018). Kebutuhan zat besi meningkat dua kali lipat pada wanita hamil dan 75% anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi.

Kekurangan zat besi mengganggu pembentukan kadar hemoglobin (Hb), sehingga transportasi oksigen ke seluruh jaringan tubuh tidak mencukupi. Oleh karena itu, ibu dengan gizi anemia defisiensi besi sebaiknya diberikan zat yang dapat membentuk hemoglobin (Bora, 2017).

Penelitian yang dilakukan oleh (Husin 2014) menemukan bahwa anemia pada ibu hamil dimulai sejak dalam kandungan dan dapat menyerang wanita setelah melahirkan, melewati usia sekolah, dan hingga dewasa. Dampak terhadap ibu antara lain penurunan kinerja fisik dan mental, penurunan fungsi kekebalan tubuh, penurunan fungsi kardiovaskular, dan kelelahan. Dampak pada janin antara lain gangguan pertumbuhan janin dalam kandungan, kelahiran prematur, kematian janin dalam kandungan, pecah ketuban, cacat saraf, dan berat badan lahir rendah.

Dampak lain yang juga dikemukakan antara lain penurunan kualitas sumber daya manusia, penurunan produktivitas tenaga kerja, dan dampak ekonomi (Husin, 2014).

WHO bertujuan untuk mengurangi prevalensi anemia melalui pengobatan dan pencegahan yang bertujuan untuk meningkatkan keragaman makanan, meningkatkan praktik pemberian makan anak dan

meningkatkan bioavailabilitas dan penyerapan zat gizi mikro, misalnya melalui suplementasi zat besi, vitamin dan mineral lainnya (WHO, 2019). Sementara itu, pemerintah Indonesia telah mencanangkan program pencegahan anemia pada ibu hamil dengan memberikan minimal 90 tablet suplemen darah selama kehamilan.

Menurut data Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat tahun 2019, cakupan suplemen darah di Indonesia adalah 64 tablet. %; . . Indikator tersebut belum mencapai target renstra tahun 2019 sebesar 98%. Provinsi Lampung memiliki 99,65% tablet transfusi darah (Kementerian Kesehatan, 2020). Prevalensi tablet suplemen darah di Lampung Utara sebesar 75,31% (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2020). Hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Desa Ketapang, Lampung Utara, terdapat 48 ibu hamil yang mengalami anemia ringan, 8 diantaranya (17%).

Namun terdapat tradisi di berbagai daerah yang melarang ibu hamil untuk menggunakan obat-obatan. produk darah. , salah satunya di Kabupaten Lebak karena tablet suplemen darah terbuat dari bahan kimia

dan mempunyai efek samping seperti mual, muntah

(6)

dan sembelit, serta mereka lebih memilih obat herbal karena alami (Suheti, 2020. , Titaley et al. , 2014).

Wanita lulusan dengan anemia defisiensi besi disarankan untuk mengikuti pola makan yang mengandung zat besi dan memastikan nutrisi yang cukup. Salah satu bahan pangan kaya zat besi yang baik adalah daun kelor (Hartati dan Sunarsih; 2021). Daun kelor mengandung nutrisi yang sangat penting untuk pencegahan berbagai penyakit. Selain itu juga mengandung semua asam amino yang sangat penting (esensial) yaitu unsur arginin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin. Selain itu daun kelor mengandung protein, lemak, betakaroten (vitamin A), tiamin (B1), riboflavin (B2), niasin (B3), vitamin C, kalsium, kalori, karbohidrat, tembaga, serat, zat besi, magnesium. dan fosfor, sumber yang luar biasa dari tanaman daun kelor (Aini Q, 2019). Daun kelor bubuk mengandung vitamin A 10 kali lebih banyak dibandingkan wortel, zat besi 25 kali lebih banyak dibandingkan bayam, kalsium 17 kali lebih banyak dibandingkan susu, protein 9 kali lebih banyak dibandingkan yogurt, dan potasium 15 kali lebih banyak dibandingkan pisang (Krisnadi, 2015) Penelitian (Risnawati, 2021) .

Daun kelor berpengaruh terhadap peningkatan hemoglobin pada ibu hamil, dimana hasil analisis univariat menunjukkan rata-rata kadar hemoglobin kelompok intervensi sebelum pemberian kapsul daun kelor dan tablet Fe adalah 9,907 gr/dl pada kelompok kontrol. itu 9800 gr/dl. Rata-rata kadar hemoglobin setelah pemberian kapsul daun kelor dan tabel Fe pada kelompok intervensi sebesar 11,327, pada kelompok kontrol sebesar 10,700 gr/dl setelah pemberian kapsul daun kelor. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian (Suzannan, 2017) yang menunjukkan bahwa rata-rata hemoglobin meningkat secara signifikan (0,794 ± 0,81 g/dl) setelah pemberian daun kelor pada ibu hamil...

Berdasarkan latar belakang di atas , penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Kelor (Moringa Oleifera)Terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin Terhadap Ibu Hamil Desa Ketapang Lampung Utara Tahun 2024”

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah di atas dalam penelitian ini adalah bagaimana Pengaruh Pemberian Kelor (Moringa Oleifera)Terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin Terhadap Ibu Hamil ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengaruh pemberian kelor (moringa Oleifera) terhadap peningakatan kadar hemoglobin ibu hamil.

(7)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui rata-rata kadar hemoglobin pada ibu hamil sebelum diberikan daun kelor (moringa olifera) di desa ketapang lampung utara 2. Untuk mengetahui rata-rata kadar hemoglobin pada ibu hamil sesudah di

berikan daun kelor (moringa olifera) di desa ketapang lampung utara 3. Untuk mengetahui perbandingan kadar hemoglobin pada ibu hamil

sebelum dan sesudah diberikan daun kelor (moringa olifera) di desa ketapang lampung utara

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis

1. Bagi Ibu Hamil

Memberikan pengetahuan bagi ibu hamil untuk meningkatkan hemoglobin dan mencegah anemia selama kehamilan dengan memanfaatkan tumbuhan daun kelor

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Diharapkan dapat menambah wawasan tenaga kesehatan tentang tumbuhan daun kelor dalam meningkatkan hemoglobin bagi ibu hamil serta dapat dijadikan referensi dalam melakukan pendidikan kesehatan kepada ibu hamil

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan atau referensi untuk perkembangan penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapakan dapat menambah referensi tentang efektivitas daun kelor (moringa olifera) dalam meningkatkan kadar hemoglobin pada ibu hamil dengan cara mengkonsumsi daun kelor.

1.5 Ruang Lingkup

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian Quasi Eksperimental dengan pendekatan two group pretest – posttest design. Sampel dalam penelitian ini adalah total sampel yaitu 48 ibu hamil di desa ketapang lampung utara.

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kehamilan

2.1.1 Definisi Kehamilan

Kehamilan merupakan peristiwa yang terjadi pada seorang wanita.

dimulai proses fertilisasi (konsepsi) sampai kelahiran bayi, dimana masa kehamilan ini dimulai dari periode akhir menstruasi sampai kelahiran bayi, sekitar 266-280 hari atau 37-40 minggu yang terdiri tiga trimester yaitu trimester I, trimester 2, trimester 3. Periode perkembangan kehamilan terdiri dari 3 tahap yaitu perkembangan zigot, yaitu pembentukan sel pembelahan sel menjadi blastosit, dan implantasi, tahap kedua perkembangan embrio yaitu diferensiasi sampai organogenesis. Tahap ketiga adalah perkembangan fetus (janin) atau pertumbuhan bakal bayi, (Hardiansyah and Supariasa, 2014).

Kehamilan menurut (Manuaba, 2010) adalah proses ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta, dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm, lamanya 280 hari (40 minggu) dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu). Kehamilan dapat memicu sekaligus memacu terjadinya perubahan tubuh, baik secara anatomis, fisiologis, maupun biokimiawi. Perubahan fisiologi kehamilan mengindikasikan perubahan yang mendalam. Wanita hamil mengalami beberapa adaptasi dibanyak system organ beberapa adaptasi sekunder perubahan hormon kehamilan, sementara yang lain terjadi untuk mendukung wanita hamil dan janinnya berkembang.

a. Perubahan Metabolik

Sebagai akibat dari peningkatan sekresi dari berbagai macam hormon selama masa kehamilan, termasuk tiroksin, adrenokortikal dan hormon seks, maka laju metabolisme basal pada wanita hamil meningkat sekitar 15 % selama mendekati masa akhir dari kehamilan. Sebagai hasil dari peningkatan laju metabolisme basal tersebut, maka wanita hamil sering mengalami sensasi rasa panas yang berlebihan. Selain itu, karena adanya beban tambahan, maka pengeluaran energi untuk aktivitas otot lebih besar dari pada normal (Hutahaean, 2013).

b. Perubahan pada Sistem Sirkulasi Darah.

(9)

Volume darah pada ibu hamil meningkat sekitar 1500 ml terdiri dari 1000 ml plasma dan sekitar 450 ml Sel Darah Merah (SDM). Peningkatan volume terjadi sekitar minggu ke 10 sampai ke 12. Peningkatan volume darah ini sangat penting bagi pertahanan tubuh untuk: hipertrofi sistem vaskuler akibat pembesaran uterus, hidrasi jaringan pada janin dan ibu saat ibu hamil berdiri atau terlentang dan cadangan cairan untuk mengganti darah yang hilang pada saat persalinan dan masa nifas (Hutahaean, 2013).

Volume darah dan plasma darah akan meningkat dengan puncaknya pada kehamilan 32 minggu, volume darah bertambah sebesar 25% diikuti dengan curah jantung sekitar 30%, sedangkan kenaikan plasma darah dapat mencapai 30% saat mendekati cukup bulan (Hutahaean, 2013).

Protein darah dalam bentuk albumin dan gamaglobulin dapat menurun pada triwulan pertama, sedangkan fibrinogen meningkat. Pada postpartum dengan terjadinya hemokonsentrasi dapat terjadi tromboflebitis.

(Hutahaean, 2013).

Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu komponen sel yang terdapat dalam darah, fungsi utamanya adalah sebagai pengangkut hemoglobin yang akan membawa oksigen dari jaringan paru- paru ke jaringan. Eritrosit merupakan suatu sel yang kompleks membrannya terdiri dari lipid dan protein, sedangkan bagian dalam sel merupakan mekanisme yang mempertahankan sel selama 120 hari masa hidupnya serta menjaga fungsi hemoglobin selama masa hidup sel tersebut (Hutahaean, 2013).

Fase dilatasi perifer terjadi pada ibu hamil berguna untuk mempertahankan tekanan darah agar tetap normal meskipun volume darah pada ibu hamil meningkat. Produksi SDM meningkat selama hamil, peningkatan SDM tergantung pada jumlah zat besi yang tersedia.

Meskipun produksi SDM meningkat tetapi haemoglobin dan haematokrit menurun, hal ini disebut anemia fisiologis. Ibu hamil trimester II mengalami penurunan haemoglobin dan haematokrit yang cepat karena pada saat ini terjadi ekspansi volume darah yang cepat. Penurunan Hb paling rendah pada kehamilan 20 minggu kemudian meningkat sedikit sampai hamil cukup bulan. Ibu hamil dikatakan anemi apabila Hb < 11 gram % pada trimester I dan III, Hb < 10,5 gram % pada trimeter II (Hutahaean, 2013).

2.1.2 Perubahan Fisiologis dalam kehamilan

Pada ibu hamil terjadi perubahan indeks eritrosit berdasarkan Mean Corpuscular Volume (MCV) yang bisa meningkat hingga 4 fL. Penurunan MCV dapat terjadi pada awal defisiensi besi. Mean Corpuscular Haemoglobin

(10)

(MCH) dapat menurun juga dan akhirnya akan terjadi anemia. Keadaan anemia akan menjadi berat ketika Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) juga menurun. Peningkatan volume darah yang tinggi pada kehamilan bertujuan memenuhi kebutuhan perbesaran uterus dan sistem vaskularisasinya, serta melindungi ibu dan janin terhadap efek-efek merugikan selama kehamilan dan saat persalinan. Peningkatan volume darah disebabkan tingginya kadar aldosteron dan estrogen yang memacu terjadinya retensi cairan oleh ginjal. Sumsum tulang menjadi sangat aktif dan menghasilkan eritrosit tambahan serta penambahan volume cairan (Wiknjosastro, 2006).

Usia kehamilan 34 minggu volume plasma total mencapai hampir 50%

atau lebih dari saat konsepsi. Sedangkan produksi eritrosit akan meningkat secara bertahap tetapi tidak sebesar penambahan volume plasma, peningkatan

± 33%. Tidak seimbangan antara peningkatan volume plasma dan masa eritrosit dalam sirkulasi maternal menyebabkan terjadinya hemodilusi.

Hemodilusi merupakan penyesuaian fisiologis selama kehamilan dan bermanfaat bagi kehamilan. Hemodilusi meringankan beban jantung yang lebih berat selama kehamilan sebagai akibat peningkatan hidremia cardiac output, resistensi perifer berkurang, sehingga tekanan darah tidak naik.

Hemodilusi menyebabkan unsur besi yang hilang pada perdarahan waktu persalinan menjadi sedikit (Suwito, 2006).

Bertambahnya darah dalam kehamilan dimulai sejak usia kehamilan 10 minggu, dan mencapai puncaknya pada usia 32-36 minggu. Hasil penelitian para ahli menyebutkan bahwa kadar hemoglobin, jumlah eritrosit, dan nilai hematokrit turun selama kehamilan sampai 7 hari postpartum (Wiknjosastro, 2012).

Pengenceran darah (hemodilusi) pada ibu hamil sering terjadi dengan peningkatan volume plasma 30%-40%, peningkatan sel darah merah 18%- 30% dan hemoglobin 19%. Hemodilusi terjadi sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan 32- 36 minggu. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar 11 gr% maka terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia dan Hb ibu akan menjadi 9,5-10 gr% (Adi Pribadi, 2015).

2.1.3 Gizi Ibu Hamil

Ibu hamil membutuhkan zat gizi yang lebih banyak dibanding dengan sebelum ibu hamil. Hal tersebut disebabkan oleh zat gizi yang dikomsumsi untuk janin dan juga untuk ibu itu sendiri. Janin tumbuh dengan mengambil zat-zat gizi dari asupan dan simpanan zat gizi ibu yang berada dalam tubuh ibu (Hardiansyah and Supariasa, 2014).

(11)

Keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil mempengaruhi status gizi ibu dan bayi. Pertumbuhan dan perkembangan janin sangat dipengaruhi oleh asupan gizi ibu, karena kebutuhan gizi janin berasal dari ibu. Berbagai resiko dapat terjadi jika ibu mengalami kurang gizi, diantaranya adalah perdarahan, abortus, bayi lahir mati, bayi lahir dengan berat rendah, kelainan kongenital, reterdasi mental, dan lain sebagainya. Kebutuhan gizi ibu selama hamil meningkat karena selain diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gizi ibu, juga diperlukan untuk janin yang dikandungnya. Kebutuhan gizi pada ibu hamil setiap trimester berbeda, hal ini disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan janin serta kesehatan ibu (Iskandar, et al., 2015).

Beberapa zat gizi yang diketahui meningkat kebutuhannya selama kehamilan adalah zat besi, vitamin C, vitamin A, dan protein. Salah satu pangan yang memiliki kandungan zat besi yang baik untuk ibu hamil adalah daun kelor (Moringa oleifera) (Hermansyah,dkk 2014).

Pada saat hamil ibu harus makan makanan yang mengandung nilai gizi bermutu tinggi meskipun tidak berarti makanan yang mahal antara lain Kalori.

Tujuan penataan gizi pada wanita hamil menurut (Arisman, 2004) untuk menyiapkan cukup kalori, protein yang bernilai biologi tinggi, vitamin, mineral dan cairan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi ibu, janin serta plasenta. Makanan padat kalori dapat membentuk lebih banyak jaringan tubuh bukan lemak. Cukup kalori dan zat gizi untuk memenuhi pertambahan berat badan selama hamil. Perencanaan perawatan gizi yang memungkinkan ibu hamil untuk memperoleh dan mempertahankan status gizi yang optimal sehingga dapat menjalani kehamilan yang aman dan berhasil.

Perawatan gizi yang dapat mengurangi atau menghilangkan reaksi yang tidak diinginkan seperti mual dan muntah. Perawatan gizi yang dapat membantu pengobatan penyulit selama kehamilan seperti diabetes kehamilan.

Mendorong ibu sepanjang waktu untuk mengembangkan kebiasaan makan yang baik sehingga dapat diajarkan kepada anaknya selama hidup. Jumlah kalori yang diperlukan ibu hamil setiap harinya adalah 2500 kalori yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas, dan ini merupakan faktor predisposisi atas terjadinya preeklamsia.Total pertambahan berat badan sebaiknya tidak melebihi 10-12 kg selama kehamilan. Tergantung dari berat badan sebelum hamil (Asrinah dkk, 2010). Menurut angka kecakupan Gizi (AKG) tahun 2019, penambahan kebutuhan energy per hari bagi ibu hamil pada trimester I adalah 180 kkal, trimester II dan III masing-masing 300 kkal (Kementrian, 2019).

Diperlukan asupan zat besi bagi ibu hamil dengan jumlah 30 mg per hari terutama setelah trimester kedua. Bila tidak ditemukan anemia pemberian

(12)

besi per minggu telah cukup. Kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi. (Asrinah dkk, 2010).

Anemia karena kekurangan zat besi masih banyak terjadi di negara berkembang. Kebutuhan akan zat besi pada perempuan hamil meningkat 200- 300% . Oleh karena itu pemberian suplemen zat besi sangat diperlukan.

Pemberian dilakukan selama trimester II dan III (Iskandar et al, 2015).

2.2 Anemia

2.2.1 Definisi Anemia Pada Kehamilan

Anemia adalah penyakit kekurangan sel darah merah. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin (Hb) < 11 gr/dl pada trimester I dan III sedangkan pada trimester II kadar hemoglobin < 10,5 gr/dl (Bobak dalam Yanti, dkk, 2015).

Menurut American Society of Hematology, anemia merupakan penurunan jumlah hempglobin dari batas normal sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (Putri dan Hastina, 2020).

2.2.2 Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan

Ada beberapa klasifikasi anemia dalam kehamilan, diantaranya : a) Menurut WHO

Klasifikasi anemia berdasarkan derajat keparahan yaitu : 1) Anemia ringan : 10,0 – 10,9 gr/dl

2) Anemia sedang : 7,0 – 9,9 gr/dl

3) Anemia berat : <7,0 gr/dl (Liananiar, 2020) b) Menurut Prawiroharjo (2013)

Anemia dalam kehamilan terbagi atas anemia defisiensi besi, anemia megaloblastik, anemia hipoplastik, anemia hemolitik, dan anemia lainnya.

1. Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia akibat kekurangan zat besi.

Kekurangan ini disebabkan kurangnya pasokan unsur besi dalam makanan, gangguan reabsorpsi, terlampau banyak zat besi yang keluar dari badan (misalnya perdarahan).

2. Anemia megaloblastik

Anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi asam folat. Gejala yang tampak adalah malnutrisi, glositis berat, diare, dan kehilanan nafsu makan.

3. Anemia hipoplastik

(13)

Anemia hipoplastik terjadi akibat sumsum tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel darah baru.

4. Anemia hemolotik

Anemia hemolotik disebabkan oleh penghancuran sel darah merah yang berlangsung lebih cepat daripada pembuatannya. Ibu dengan anemia hemolotik biasanya sulit hamil. Jika ia hamil, biasanya akan terjadi anemia berat.

5. Anemia lainnya

Seorang wanita yang menderita suatu jenis anemia, baik anemia turunan, anemia karena malaria, cacing tambang, penyakit ginjal menahun, penyakit hati, dan sebagainya. Jika hamil, dapat dapat berpotensi menimbulkan anemia yang berat. Dalam hal ini, anemia berat akan berpengaruh negatif terhadap ibu dan janinnya (Arantika, dkk, 2019).

2.2.3 Etiologi Anemia dalam Kehamilan

a) Zat besi yang masuk melalui makanan tidak mencukupi Tubutuhan

b) Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, terutama ibu hamil, masa tumbuh kembang pada remaja

c) Meningkatnya volume plasma yang tidak sebanding dengan peningkatan volume sel darah merah. Ketidaksesuaian antara kenaikan volume plasma dan eritrosit paling sering terjadi pada kehamilan trimester kedua.

d) Penyakit kronis, seperti tuberculosis dan infeksi lainnya.

e) Perdarahan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang, malaria, haid yang berlebihan dan melahirkan.

f) Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan, karena saat hamil kebutuhan zat-zat makanan bertambah untuk memproduksi sel darah merah yang lebih banyak untuk ibu dan janin yang dikandungnya, dan pada saat hamil terjadi perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang (Simbolon, dkk, 2018).

2.2.4 Patofisiologi

Peningkatan plasma mengakibatkan meningkatnya volume darah ibu dalam kehamilan. Peningkatan plasma tersebut tidak mengalami keseimbangan dengan jumlah sel darah merah sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan kadar hemoglobin. Pada ibu yang sebelumnya telah menderita anemia, hemodilusi mengakibatkan kadar Hb dalam tubuh ibu semakin encer. Akibatnya transport O2 dan nutrisi pada sel akan terganggu dan menyebabkan terjadinya gejala lemah, letih, lesu dan mengantuk (Husin,

(14)

2015). Selama kehamilan kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat sekitar 800-1000 mg untuk mencukupi kebutuhan, seperti terjadi peningkatan sel darah merah membutuhkan 300-400 mg zat besi dan mencapai puncak pada usia kehamilan 32 minggu-34 minggu, janin membutuhkan zat besi sekitar 100-200 mg dan sekitar 190 mg terbuang selama melahirkan. Jika cadangan zat besi sebelum kehamilan berkurang maka pada saat hamil ibu dengan mudah mengalami kekurangan zat besi.

2.2.5 Tanda dan gejala

Gejala anemia kehamilan antara lain cepat lelah, sering pusing, mata berkunag-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan berkurang, hilang konsentrasi, napas pendek, dan mual muntah berlebihan.

Tanda-tanda anemia yaitu :

a) Peningkatan kecepatan denyut jantung karena tubuh berusaha memberi oksigen lebih banyak ke jaringan

b) Peningkatan pernapasan karena tubuh berusaha menyediakan lebih banyak oksigen dalam darah

c) Pusing karena berkurangnya darah ke otak

d) Terasa lelah karena meningkatnya oksigenasi berbagai organ termasuk otot tulang dan rangka

e) Kulit pucat karena berkurangnya oksigenasi

f) Mual akibat penurunan aliran darah saluran pencernaan dan susunan saraf pusat

g) Penurunan kualitas rambut dan kulit (Soebroto, 2020).

2.2.6 Faktor Risiko Anemia dalam Kehamilan

Faktor resiko kejadian anemia paling utama adalah umur. Umur ibu hamil berhubungan erat dengan alat-alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang ideal adalah 20-35 tahun. Ibu hamil yang berusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun dapat beresiko mengalami anemia. Paritas, adanya kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah kelahiran maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia.

Kurang Energi Kronis (KEK), ibu hamil yang menderita KEK berpeluang untuk menderita anemia. Infeksi dan Penyakit, pada kondisi terinfeksi penyakit, ibu hamil akan kekurangan banyak cairan tubuh serta zat gizi lainnya. Jarak kehamilan, ibu hamil dengan jarak kehamilan terlalu dekat beresiko terjadi anemia, karena cadangan zat besi ibu hamil pulih akhirnya berkurang untuk keperluan janin yang dikandungnya (Simbolon, dkk, 2018).

(15)

Menurut Priyanti, dkk (2020) anemia pada kehamilan dipengaruhi oleh umur ibu, paritas, kekurangan energi kronik (KEK), jarak kehamilan, pendidikan, sosial ekonomi, pendapatan, pengetahuan, kunjungan ANC, riwayat kesehatan, pola konsumsi tablet Fe, dan penyakit infeksi.

a. Umur Ibu Hamil

Anemia pada kehamilan berhubungan signifikan dengan umur ibu hamil.

Semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang sedang hamil akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan. Kurangnya pemenuhan zat-zat gizi selama hamil terutama pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun akan meningkatkan resiko terjadinya anemia (Suryati, 2011). Ibu hamil yang berusia lebih dari 35 tahun akan mempengaruhi kondisi janinnya, pada proses pembuahan kualitas sel telur wanita usia ini sudah menurun jika dibandingkan dengan usia reproduksi sehat sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin seperti IUGR (Intra Uterine Growth Retardation) yang berakibat BBLR (Priyanti, dkk, 2020).

b. Paritas

Penelitian oleh Abriha et al (2015) menunjukkan bahwa ibu dengan paritas dua atau lebih, berisiko 2,3 kali lebih besar mengalami anemia daripada ibu dengan paritas kurang dari dua. Hal ini dapat dijelaskan karena wanita yang memiliki paritas tinggi umumnya dapat meningkatkan kerentanan untuk perdarahan dan deplesi gizi ibu. Dalam kehamilan yang sehat, perubahan hormonal menyebabkan peningkatan volume plasma yang menyebabkan penurunan kadar hemoglobin namun tidak turun di bawah tingkat tertentu (misalnya 11,0 g / dl). Dibandingkan dengan keadaan tidak hamil, setiap kehamilan meningkatkan risiko perdarahan sebelum, selama, dan setelah melahirkan. Paritas yang lebih tinggi memperparah risiko perdarahan. Di sisi lain, seorang wanita dengan paritas tinggi memiliki ukuran jumlah anak yang besar yang berarti tingginya tingkat berbagi makanan yang tersedia dan sumber daya keluarga lainnya dapat mengganggu asupan makanan wanita hamil (Padmi, 2018)

c. Kekurangan Energi Kronik (KEK)

Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) dapat digunakan untuk penapisan status gizi kekurangan energi kronik. LILA yang rendah encerminkan kekurangan energi dan protein dalam intake makanan sehari-hari yang biasanya diiringi dengan kekurangan zat gizi lain seperti besi (Priyanti, dkk, 2020). Anemia lebih tinggi terjadi pada ibu hamil dengan Kurang Energi Kronis (LILA <23,5 cm) dibandingkan dengan ibu hamil yang

(16)

bergizi baik. Hal tersebut mungkin terkait dengan efek negatif kekurangan energi protein dan kekurangan nutrisi mikronutrien lainnya dalam gangguan bioavailabilitas dan penyimpanan zat besi dan nutrisi hematopoietik lainnya (asam folat dan vitamin B12) (Padmi, 2018).

d. Jarak Kehamilan

Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai waktu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi sebelumnya. Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat beresiko terjadi anemia dalam kehamilan. Karena cadangan zat besi ibu hamil pulih. Akhirnya berkurang untuk keperluan janin yang dikandungnya (Priyanti, dkk, 2020).

e. Pendidikan

Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa anemia yang di derita masyarakat adalah banyak di jumpai di daerah pedesaan dengan malnutrisi atau kekurangan gizi, kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan, dan ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat sosial ekonomi rendah. Pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh terhadap peningkatan kemapuan berpikir. Seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan rendah. Pendidikan formal yang dimiliki seseorang akan memberikan wawasan kepada orang tersebut terhadap fenomena lingkungan yang terjadi, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin luas wawasan berpikir sehingga keputusan yang akan diambil akan lebih realistis dan rasional. Dalam konteks kesehatan tentunya jika pendidikan seseorang cukup baik, gejala penyakit akan lebih dini dikenali dan mendorong orang tersebut untuk mencari upaya yang bersifat preventif (Notoatmodjo, 2007).

f. Sosial Ekonomi

Perilaku seseorang dibidang kesehatan dipengaruhi oleh latar belakang sosial ekonomi. Sekitar 2/3 wanita hamil di negara berkembang diperkirakan menderita anemia dibanding negara maju. Kondisi anak yang terlahir dari ibu yang kekurangan gizi dan hidup dalam lingkungan miskin akan menghasilkan generasi yang kekurangan gizi dan mudah terinfeksi penyakit. Dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum atau selama hamil (Priyanti, dkk, 2020).

Ibu hamil yang tidak bekerja tidak dapat melakukan kunjungan ANC lebih awal dan kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi (Padmi, 2018).

(17)

g. Pendapatan

Pendapatan yaitu suatu tingkat penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan dari orang tua dan anggota keluarga lainnya. Pemenuhan akan kebutuhan seseorang menjadi terbatas Keadaan perekonomian ibu hamil yang rendah akan mempengaruhi biaya daya beli dan tingkat konsumsi ibu akan makanan yang membantu penyerapan zat besi, sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi ibu hamil. Kebanyakan ibu rumah tangga hanya bergantung pada pendapatan suami mereka dalam kaitannya dengan kebutuhan finansial (Priyanti, dkk, 2020).

h. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang menstimulasi atau merangsang terhadap terwujudnya sebuah perilaku kesehatan. Apabila ibu hamil mengetahui dan memahami akibat anemia dan cara mencegah anemia maka akan mempunyai perilaku kesehatan yang baik dengan harapan dapat terhindar dari berbagai akibat atau risiko dari terjadinya anemia kehamilan. Perilaku kesehatan yang demikian berpengaruh terhadap penurunan kejadian anemia pada ibu hamil. Ibu hamil yang mempunyai pengetahuan kurang tentang anemia dapat berakibat pada kurangnya konsumsi makanan yang mengandung zat besi selama kehamilan yang dikarenakan oleh ketidaktahuannya (Purbadewi, 2013).

i. Kunjungan ANC

Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik kesehatan ibu yang mengandung ataupun janin sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur. Hal ini dilakukan untuk menghindari gangguan sedini mungkin dari segala sesuatu yang membahayakan kesehatan ibu dan janin (Kemenkes RI, 2013). Kunjungan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilan berpengaruh terhadap kejadian anemia. Hal tersebut sesuai dengan tujuan ANC yaitu mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan, dan pendarahan (Prawirohardjo, 2013).

Kunjungan ibu hamil yang sesuai standar akan memberikan kemudahan tenaga kesehatan (dokter dan bidan) untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang akan timbul setiap saat termasuk kejadian anemia. Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) menjelaskan tentang kebijakan program kunjungan ANC sebaiknya dilakukan paling sedikit empat kali selama

(18)

kehamilan yaitu satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga. Standar minimal yang diberikan termasuk 10 T:

1) Timbang berat badan dan ukur berat badan 2) Ukur tekanan darah

3) Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas/LILA) 4) Ukur tinggu fundus uteri/tinggi rahim

5) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

6) Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi tetanus bila diperlukan

7) Beri tablet tambah darah 8) Tes/periksa laboratorium 9) Tata laksana/penanganan kasus 10) Temu wicara/konseling

Kunjungan pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan untuk mendeteksi secara dini kejadian anemia pada ibu hamil dan penangananya yaitu dengan pemberian TTD. Dokter atau bidan akan sulit mengevaluasi keadaan anemia seseorang apabila ibu hamil tidak pernah memeriksakan diri atau tidak teratur memeriksakan kehamilannya karena setiap saat kehamilan dapat berkembang menjadi masalah pada ibu maupun janin.

j. Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan dan penggunaan obat membantu dokter dalam penyiapan gizi khusus bagi ibu hamil. Wanita berpenyakit kronis memerlukan bukan hanya zat besi untuk mengatasi penyakitnya, juga untuk kehamilannya yang sedang dijalani (Priyanti, dkk, 2020).

k. Pola Konsumsi Tablet Fe

Kepatuhan konsumsi tablet tambah darah sangat penting dalam keberhasilan pengobatan anemia. Kepatuhan adalah menurut perintah, taat pada perintah atau aturan, dan berdisiplin (Depdiknas, 2008). Tablet tambah darah sering disebut tablet zat besi. Zat besi merupakan mineral yang diperlukan oleh semua sistem biologi di dalam tubuh. Zat besi adalah komponen dari hemoglobin, mioglobin, enzim katalase, serta peroksidase.

Besi merupakan mineral mikron yang paling banyak terdapat di dalam tubuh 15 manusia dewasa (Almatsier, 2009). Zat besi mempunyai fungsi esensial di dalam tubuh yaitu sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Sulistyawati, 2009). Apabila terjadi kekurangan zat besi maka reaksi enzim dalam tubuh akan terganggu. Wanita hamil merupakan salah satu

(19)

kelompok yang diprioritaskan dalam program suplementasi. Dosis suplementasi yang dianjurkan dalam satu hari adalah dua tablet (satu tablet mengandung 60 mg besi dan 200 mg asam folat) yang diminum selama paruh kedua kehamilan karena pada saat tersebut kebutuhan akan zat besi sangat tinggi (Depkes RI, 2012).

Pemberian tablet tambah darah merupakan program pemerintah yaitu dengan jumlah pemberian 90 tablet selama kehamilan. Tablet tambah darah yang menjadi program pemerintah ini mengandung komposisi Ferro Sulfat 200 mg (setara dengan besi elemen 60 mg), Asam Folat 0,25 mg dengan kemasan isi 30 tablet pada setiap bungkusnya. Suplementasi TTD seharusnya dimulai pada waktu sebelum hamil untuk BBLR dan lahir preterm. Mayoritas wanita di Denmark dan USA direkomendasikan untuk mengonsumsi TTD di awal kehamilan yaitu pada umur kehamilan 10 minggu atau saat kunjungan pertama kali ANC (Milman, 2015).

Dengan suplementasi sebelum hamil, diharapkan sel darah merah meningkat sebelum umur kehamilan 12 minggu karena zat besi sangat penting untuk perkembangan awal dari otak janin.

l. Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi seperti TBC, cacing 59 usus dan malaria juga penyebab terjadinya anemia karena menyebabkan terjadinya peningkatan penghancuran sel darah merah dan terganggunya eritrosit (Wiknjosastro H, 2004).

2.2.7 Diagnosa Anemia a) Data Subyektif

Hasil anamnesa terdapat keluhan lelah, pusing seperti melayang, lemah, dan terkadang disertai sulit bernafas.

b) Data Obyektif

Hasil pemeriksaan didapatkan tekanan darah cenderung rendah, pemeriksaan nadi palpitasi dan tachikardi, konjungtiva terlihat pucat tanda hipoksia sel, hasil pemeriksaan lab penunjang kadar hemoglobin <11gr/dl (Husin, 2015).

2.2.8 Dampak Anemia

Dampak anemia pada ibu hamil adalah abortus, persalinan prematur, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, rentan terkena infeksi, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini, saat persalinan dapat mengakibatkan gangguan His, kala pertama dalam persalinan dapat berlangsung lama dan terjadi pertus terlantar, pada kala nifas terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan postpartum, memudahkan

(20)

infeksi puerperium, serta berkurangnya produksi ASI (Aryanti, dkk, dalam Astriana, 2017)

Anemia pada ibu hamil akan menambah resiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR), resiko perdarahan saat persalinan bahkan menyebabkan kematian pada ibu dan bayinya jika ibu mengalami anemia berat. Komplikasi ringan antara lain kelainan kuku, atrofi papil lidah, stomatitis dan penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit, gangguan pada pertumbuhan sel tubuh dan sel otak, penurunan kognitif, rendahnya kemampuan fisik gangguan motorik dan koordinasi, pengaruh psikologis dan perilaku penurunan prestasi belajar (Nurbadriyah, 2019)

Bahaya anemia bagi janin diantaranya abortus, terjadi kematian intra uteri, persalinan prematuritas tinggi, berat badan lahir rendah, kelahiran dengan nemia, dapat terjadi cacat bawaan, bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal, inteligensia rendah (Simbolon, dkk, 2018).

2.2.9 Penanganan Anemia

Ibu hamil dengan anemia dapat diberikan suplemen Fe dosis rendah 30 mg pada trimester III, sedangkan pada ibu hamil dengan anemia defisiensi besi dapat diberikan suplemen sulfat 325mg sebanyak 1-2 kali dalam sehari.

Anemia yang disebabkan oleh defisiensi asam folat, dapat diberikan asam folat 1mg/hari atau vitamin B12 dengan dosis 100-200 mcg/hari.

Penanganan dapat dilakukan dengan mengkonsumsi makanan mengandung asam folat seperti ayam, hati, ikan, daging, telur, sayuran hijau (brokoli, bayam, daun ubi jalar), asparagus, air jeruk dan kacang-kacangan.

Pemberian suplemen folat pada TM I sebanyak 280mg/hari, TM II sebanyak 660mg/hari, dan TM III sebanyak 470mg/hari atau sedikitnya ibu hamil mendapatkan suplemen asam folat sebanyak 400 mikrogram/hari (Simbolon, dkk, 2018).

2.3 Konsep Hemoglobin 2.3.1 Definisi

Hemoglobin merupakan zat warna yang terdapat dalam darah merah yang berguna untuk mengangkut oksigen (O2) dan karbondioksida CO2 dalam tubuh (Adriani & Wirjatmadi, 2012). Hemoglobin adalah ikatan antara protein, besi dan zat warna. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah merah (Supariasa, Bakri, & Ibnu, 2012).

Darah terdiri dari dua komponen, yakni komponen cair yang disebut plasma dan komponen padat yaitu sel-sel darah. Sel darah terdiri atas tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Eritrosit memiliki fungsi yang sangat penting dalam tubuh manusia. Fungsi terpenting eritrosit ialah

(21)

transport Oksigen (O2) dan Karbondioksida (CO 2 ) antara paru-paru dan jaringan. Suatu protein eritrosit yaitu hemoglobin (Hb) memainkan peranan penting pada kedua proses transport tersebut (Gunadi, Mewo, dan Tiho, 2016).

Hemoglobin merupakan suatu protein tetramerik eritrosit yang mengikat molekul bukan protein, yaitu senyawa porfirin besi yang disebut heme. Hemoglobin mempunyai dua fungsi pengangkutan penting dalam tubuh manusia, yakni pengangkutan oksigen ke jaringan dan pengangkutan karbondioksida dan proton dari jaringan perifer ke organ respirasi. Jumlah hemoglobin dalam eritrosit rendah, maka kemampuan eritrosit membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh juga akan menurun dan tubuh menjadi kekurangan O 2 Hal ini akan menyebabkan terjadinya anemia (Gunadi, Mewo, dan Tiho, 2016).

Hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan Fe yang dinamakan konjugat protein. Inti Fe dan rangka protoperphyrin dan globin (tetra phirin) menyebabkan warna darah merah. Hb berikatan dengan karbondioksida menjadi karboksi hemoglobin dan warnanya merah tua. Darah arteri mengandung oksigen dan darah vena mengandung karbondioksida (Sudikno dan Sandjaja, 2016)

Hemoglobin merupakan molekul yang terdiri dari kandungan heme (zat besi) dan rantai polipeptida globin (alfa, beta, gama, dan delta). Heme adalah gugus prostetik yang terdiri dari atom besi, sedangkan globin adalah protein yang dipecah menjadi asam amino. Hemoglobin terdapat dalam sel-sel darah merah dan merupakan pigmen pemberi warna merah sekaligus pembawa oksigen dari paru- paru keseluruh sel-sel tubuh. Setiap orang harus memiliki sekitar 15 gram hemoglobin per 100 ml darah dan jumlah darah sekitar lima juta sel darah merah permillimeter darah (Maretdiyani, 2013)

Hemoglobin adalah komponen utama sel darah merah atau eritrosit yang terdiri dari globin dan heme terdiri dari cincin porfirin dengan satu atom besi (ferro). Globin terdiri atas 4 rantai polipeptida yaitu 2 rantai polipeptida alfa dan 2 rantai polipeptida beta. Rantai polipeptida alfa terdiri dari 141 asam amino dan rantai polipeptida beta terdiri dari 146 asam amino (Norsiah, 2015).

2.3.2 Fungsi Hemoglobin

Menurut Sherwood (2012) Hemoglobin mempunyai beberapa fungsi diantaranya:

a) Mengatur pertukaran O2 dan CO 2 dalam jaringan tubuh. Hb adalah suatu molekul alosterik yang terdiri atas empat subunit polipeptida dan bekerja untuk menghantarkan O 2 dan CO 2 . Hb mempunyai afinitas untuk

(22)

meningkatkan O 2 ketika setiap molekul diikat, akibatnya kurva disosiasi berbelok yang memungkinkan Hb menjadi jenuh dengan O2 dalam paru dan secara efektif melepaskan O2 ke dalam jaringan.

b) Mengambil O 2 dari paru-paru kemudian dibawa keseluruh jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar. Hemoglobin adalah suatu protein yang kaya akan zat besi. Hemoglobin dapat membentuk oksihemoglobin (HbO2 ) karena terdapatnya afinitas terhadap O2 itu sendiri. Melalui fungsi ini maka O2 dapat ditranspor dari paru-paru ke jaringan-jaringan

c) Membawa CO 2 dari jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme menuju ke paru-paru untuk dibuang. Hemoglobin merupakan porfirin besi yang terikat pada protein globin. Protein terkonyungasi ini mampu berikatan secara reversible dengan O 2 dan bertindak sebagai transpor O 2 dalam darah. Hemoglobin juga berperan penting dalam mempertahankan bentuk sel darah merah yang bikonkaf, jika terjadi gangguan pada bentuk sel darah ini, maka keluwesan sel darah merah dalam melewati kapiler menjadi kurang maksimal (Maretdiyani, 2013)

Hemoglobin dalam darah berfungsi untuk membawa oksigen dari paru- paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbondioksida dari seluruh sel ke paruparu untuk dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai menerima, menyimpan dan melepas oksigen di dalam sel- sel otot.

Sekitar 80% besi tubuh berada didalam hemoglobin. Menurut Almatsier (2005), fungsi hemoglobin antara lain :

a) Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan- jaringan tubuh.

b) Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.

c) Membawa karbondioksida dari jaringan tubuh sebagai hasil metabolism ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia.

2.3.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin 1. Kehilangan zat besi

Pendarahan Pada kehilangan darah dalam tingkat kronis, penderita sering kali tidak dapat mengabsorpsi cukup besi dari usus halus untuk membentuk hemoglobin secepat darah yang hilang. Dengan demikian, terbentuk sel darah merah yang mengandung sedikit hemoglobin, sehingga

(23)

menimbulkan keadaan anemia. Kehilangan darah secara pelan- pelan didalam tubuh, seperti ulserasi, polip kolon, dan kanker kolon juga dapat menyebabkan anemia (Briawan, 2014).

2. Menstruasi

Menstruasi atau haid adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi baik FSH- Estrogen atau LH-Progesteron. Periode ini penting dalam hal reproduksi.

Pada manusia, hal ini biasanya terjadi setiap bulan antara usia remaja sampai menopause. Wanita yang mengalami menstruasi setiap bulan berisiko menderita anemia (Briawan, 2014). Pada wanita siklus menstruasi rata-rata terjadi sekitar 28 hari, walaupun hal ini tidak berlaku umum, tetapi tidak semua wanita memiliki siklus menstruasi yang sama, kadang- kadang siklus terjadi setiap 21 harihingga 30 hari. Salah satu faktor pemicu anemia adalah kondisi siklus menstruasi yang tidak normal.

Kehilangan banyak darah saat menstruasi diduga dapat menyebabkan anemia (Niken, 2013).

3. Konsumsi zat gizi Fe (zat besi)

Zat besi merupakan mineral yang sangat penting bagi tubuh, meskipun dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

Sumsum tulang memerlukan zat besi untuk memproduksi hemoglobin darah (Briawan, 2014). Zat besi merupakan unsur yang sangat penting untuk membentuk hemoglobin (Adriani & Wirjatmadi, 2012). Untuk memenuhi kebutuhan guna pembentukan hemoglobin, sebagian besar zat besi yang berasal dari pemecahan sel darah merah akan di manfaatkan kembali baru kekurangan nya harus di penuhi dan di peroleh melalui makanan.

4. Umur Ibu

Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, memiliki risiko tinggi untuk mengalami komplikasi kehamilan, karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janin yang dikandungnya, dan dapat berisiko pula mengalami perdarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia. Anemia lebih sering ditemukan pada wanita hamil yang usianya lebih dari 35 tahun (Marwah et,al, 2015).

5. Paritas

Adanya kecenderungan ibu melahirkan atau semakin banyak jumlah kelahiran (Paritas), maka akan semakin tinggi risiko terjadinya anemia, hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Astriana, 2017) bahwa terjadinya anemia pada ibu hamil lebih sering pada ibu yang memiliki paritas lebih

(24)

dari satu kali. Infeksi dan Penyakit, zat besi merupakan salah satu unsur penting dalam mempertahankan daya tahan tubuh, menurut penelitian, orang dengan kadar hemoglobin.

2.3.4 Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin adalah ukuran pigmen respiratorik dalam butiran-butiran darah merah. Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini biasanya disebut “100 persen”. Batas normal nilai hemoglobin untuk seseorang sukar ditentukan karena kadar hemoglobin bervariasi diantara setiap suku bangsa. WHO telah menetapkan batas kadar hemoglobin normal berdasarkan umur dan jenis kelamin (Hasanan, 2018)

Pengukuran kadar hemoglobin dalam darah adalah salah satu uji laboratorium klinis yang sering dilakukan. Pengukuran kadar hemoglobin digunakan untuk melihat secara tidak langsung kapasitas darah dalam membawa oksigen ke sel-sel di dalam tubuh. Pemeriksaan kadar hemoglobin merupakan indikator yang menentukan seseorang menderita anemia atau tidak (Estridge dan Reynolds 2012).

Tabel 1 Kadar Hemoglobin

No Kadar hemoglobin Umur

1 16-23 g/dL Bayi baru lahir

2 10-14 g/dL Anak-anak

3 13-17 g/dL Laki-laki dewasa

4 12-16 g/dL Wanita dewasa tidak hamil

5 11-13 g/dL

Trimester 1: 11,6-13,9 g/dL.

Trimester 2: 9,7-14,8 g/dL.

Trimester 3: 9,5-15 g/dL.

Wanita dewasa yang hamil

Sumber : (Estridge dan Reynolds, Basic Medical Laboratory Techniques, 2012)

Jika terjadi penurunan kadar hemoglobin maka akan menyebabkan terjadinya anemia. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin menurun, yang ditandai dengan gejala kelelahan, sesak napas, pucat dan pusing. sehingga tubuh akan mengalami hipoksia sebagai akibat kemampuan kapasitas pengangkutan oksigen dari darah berkurang (Evelyn, 2009).

2.3.5 Dampak Kadar Hemoglobin yang rendah

Menurut Fajriah dan Fitrianto (2016) Dampak akut dari kekurangan hemoglobin antara lain:

(25)

a. Sering pusing, merupakan respon dari sistem saraf pusat akibat otak sering mengalami periode kekurangan pasokan oksigen yang di bawa hemoglobin terutama saat tubuh memerlukan energi yang banyak.

b. Mata berkunang-kunang, merupakan respon dari saraf pusat akibat kurangnya oksigen ke otak dan mengganggu pengaturan saraf mata.

c. Napas cepat atau sesak napas, merupakan respon dari sistem kardiovaskular. Hemoglobin rendah, maka kebutuhan oksigen untuk otot jantung juga berkurang dan kompensasinya menaikkan frekuensi nafas.

d. Pucat, merupakan respon dari jaringan epitel, hemoglobin yang mewarnai sel darah menjadi merah akan tampak pucat karena kekurangan yang ekstrim.

e. Selain akibat akut yang ditimbulkan akibat kekurangan hemoglobin, terdapat dampak kesehatan yang lebih berbahaya jika tidak dilakukan upaya meningkatkan kadar hemoglobin menjadi normal seperti anemia.

2.4 Daun Kelor 2.4.1 Definisi

Tanaman Kelor (Moringa oleifera) atau dikenal juga sebagai Moringa pterygosperma, Gaertn dan masih menjadi keluarga dari Moringacaea. Di daerah tropis tanaman ini banyak dijumpai, tetapi diperkirakan tanaman ini berasal dari daerah Nepal, India, dan sekitarnya. Di Indonesia kelor memiliki banyak sebutan, seperti di daerah Jawa, Sunda, Bali, dan lampung menyebutnya dengan kelor, Kerol (Buru); Marangghi (Madura), Moltong (Flores), Kelo (Gorontalo), Keloro (Bugis), Kawano (Sumba), Ongge (Bima), Hau fo (Timor) (Gopalakrishnan, 2016).

Daun kelor dikategorikan sebagian tumbuhan perdu yang dapat tumbuh tinggi 7-11 meter. Kelor sering digunakan untuk tanaman pagar dan bermanfaat menjadi obat-obatan di Jawa. Tumbuhan kelor yang tidak dikategorikan tumbuhan besar, batang yang mudah parah, cabangnya sedikit, memiliki akar yang kuat, dan memiliki bentuk daun bulat seperti telur berikutan kecil tersusun majemuk pada satu tangkai. Dengan ketinggian tanah sekitar 300-500 meter di permukaan laut, tananam kelor dapat tumbuh dengan baik. Kelor memiliki bunga yang berwarna putih kekuningan, tudung yang berwarna hijau, dan memiliki aroma yang harum semerbak. Bentuk dari buah kelor segi tiga memanjang dan dikenal dengan sebutan klentang dalam bahasa Jawa. Getah yang berubah menjadi warna kecoklatan disebut blendok. Kelor

(26)

dapat dikembangbiakkan dengan cara stek (vegetatif) atau dengan biji (generatif) (Gopalakrishnan, 2016).

Gambar 2.1 Daun Kelor Sumber : (Gopalakrishnan,2016)

2.4.2 Kandungan Daun Kelor

Menurut Haryadi (2011) Daun Kelor kering per 100 g mengandung air 7,5%, kalori 205 g, karbohidrat 38,2 g, protein 27,1 g, lemak 2,3 g, serat 19,2 g, kalsium 2003 mg, magnesium 368 mg, fosfor 204 mg, tembaga 0,6 mg, besi 28,2 mg, sulfur 870 mg, potasium 1324 mg. Daun kelor yang masih segar setara dengan 7 kali vitamin C yang terdapat pada jeruk segar sedangkan daun kelor yang sudah dikeringkan setara dengan setengah kali vitamin C yang terdapat pada jeruk segar. Manfaat vitamin C menjaga ketahanan tubuh terhadap penyakit infeksi dan racun (Gopalakrishnan, 2016).

Kandungan daun Kelor adalah Kandungan nutrisi daun kelor segar Kandungan Daun Segar Kalori (kal) 92 Protein (g) 6.7 Lemak (g) 1.7 Karbohidrat (g) 12.5 Serat (g) 0.9 Vitamin B1 (mg) 0.06 Vitamin B2 (mg) 0.05 Vitamin B3 (mg) 0.8 Vitamin C (mg) 220 Vitamin E (mg) 448 Kalsium (mg) 440 Magnesium (mg) 42 Fosfor (mg) 70 Potassium (mg) 259 Tembaga (mg) 0.07 Besi (mg) 0.85 Sulphur (mg) (Gopalakrishnan, 2016).

Serbuk daun kelor mengandung vitamin A 10 kali lebih banyak dibanding wortel, vitamin B1 4 kali lebih banyak dibanding daging babi, vitamin B2 50 kali lebih banyak dibanding sardines, vitamin B3 50 kali lebih banyak dibanding kacang, vitamin E 4 kali lebih banyak dibanding minyak jagung, beta carotene 4 kali lebih banyak dibanding wortel, zat besi 25 kali lebih banyak dibanding bayam, zinc 6 kali lebih banyak dibanding almond, kalium 15 kali lebih banyak dibanding pisang, kalsium 17 kali dan 2 kali lebih banyak dibanding susu, protein 9 kali lebih banyak dibanding yogurt, asam

(27)

amino 6 kali lebih banyak dibanding bawang putih, poly phenol 2 kali lebih banyak dibanding red wine, serat (dietary fiber) 5 kali lebih banyak dibanding sayuran pada umumnya, GABA (gamma-aminobutyric acid) 100 kali lebih banyak dibanding beras merah (Kurniasih, 2013).

Mengkonsumsi daun kelor secara berlebihan dapat menyebabkan beberapa komplikasi seperti diare, kandungan daun kelor yang bersifat pencahar dapat menyebabkan gangguan pada perut. Selain itu daun kelor yang memiliki rasa yang tidak enak di mulut dapat menyebakan mual dan muntah.

Untuk menghindari dan mengurangi efek samping daun kelor maka sebaiknya dikonsumsi sesuai dosis yaitu sebanyak 30 gram dengan frekuensi 1 kali per hari apabila daun kelor ingin dikonsumsi dalam bentuk sup atau makanan lain.

Namun apabila dalam bentuk ekstrak daun kelor menggunakan kapsul dapat dikonsumsi 3 kapsul per hari dengan dosis 500 mg/kapsul (Winarno, 2018).

Menurut Irianti (2020) untuk mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh daun kelor, maka cara mengkonsumsinya haruslah membuat cita rasa yang enak sehingga diminati oleh ibu hamil dan mengurangi efek samping yang ditimbulkan seperti mengolah daun kelor dalam bentuk biskuit, mengolah daun kelor dalam bentuk sop. Daun kelor yang sudah dioalah menjadi sop dengan berbagai bumbu yang tersajikan di dalamnya akan membuat cita rasa menjadi enak dan mengurangi efek mual.

2.4.3 Manfaat Daun kelor

Daun kelor mengandung berbagai zat gizi yang baik untuk tubuh salah satunya yaitu mengandung zat besi yang bermanfaat untuk meningkatkan kadar hemoglobin pada ibu hamil. Selain zat besi, daun kelor juga mengandung antioksidan yang bermanfaat untuk menangkal radikal bebas.

Daun kelor juga mengandung pterigospermin yang bersifat merangsang kulit (rubifasien), sehingga sering kali digunakan sebagai param yang menghangatkan dan mengobati kelemahan anggota tubuh, seperti tangan atau kaki.

Jika daun segarnya dilumatkan, lalu dibalurkan pada bagian tubuh yang lemah, maka bisa mengurangi rasa nyeri, karena bersifat analgesik.

Selain itu, daun kelor berkhasiat sebagai pelancar ASI. Oleh karena itu, untuk melancarkan ASI, seorang ibu menyusui dianjurkan mengonsumsi daun kelor yang disayur. Di masyarakat, daun kelor banyak diolah menjadi berbagai produk seperti olahan sayur, tepung kelor, kerupuk kelor, kue kelor, permen kelordan teh daun kelor serta ekstrak daun kelor yang dikemas menggunakan kapsul yang berfungsi sebagai antibakteri (Krisnadi, 2014).

Proses panen daun kelor dilakukan dengan cara melakukan pemetikan pada bagian batang daun dari cabang atau dengan memotong cabang daun

(28)

kelor berjarak 20 – 40 cm di atas tanah. Daun kelor dikatakan layak untuk dilakukan panen setelah tanaman mengalami pertumbuhan 1,5– 2 meter (Krisnadi, 2014).

Selain daun kelor, bagian lain dari tanaman kelor juga dapat dimanfaatkan seperti akar kelor digunakan sebagai antilithic (pencegah terbentuknya batu urine), rubefacient (obat bagi kulit merah), vesicant (menghilangkan kutil), antifertilitas dan antiinflamasi (peradangan). Batang kelor dimanfaatkan sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit mata, pengobatan pasien mengigau, mencegah pembesaran limpa dan dapat menyembuhkan bisul. Pemanfaatan getah kelor yang dicampur dengan minyak wijen digunakan sebagai pereda sakit kepala, demam, keluhan usus, disentri, dan asma. Serta bunga dari tanaman kelor juga dapat dimanfaatkan dalam penyembuhan radang, penyakit otot, histeria, tumor, dan pembesaran limpa serta menurunkan kolesterol (Krisnadi, 2014).

2.4.4 Cara Pengolahan Daun Kelor

Daun kelor yang bisa digunakan untuk meningkatkan kadar hb pada ibu hamil adalah daun kelor yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.

Daun kelor yang sudah di panen sekitar 100 minggu, kemudian dikeringkan selama lebih kurang 3 hari. setelah benar-benar kering, daun kelor tersebut di tumbuk halus ataupun bisa diblender sampai benar-benar halus, selanjutnya dimasukan kedalam cangkang kapsul yang terbuat dari rumput laut berukuran 500 Mg dan disimpan didalam suhu kamar. Selain dimasukan kedalam kapsul, daun kelor dapat diseduh langsung dengan air hangat dengan cara memasukan 1 sendok teh daun kelor kedalam 1 gelas cangkir yang berisi air hangat dan siap di seduh. Selanjutnya pengolahan daun kelor dapat dijadikan biskuit dan sop. Daun kelor dapat dikonsumsi oleh siapa saja baik ibu hamil, bersalin, nifas, lansia, bahkan remaja (Winarno, 2018).

2.5 Kerangka Fikir

Anemia adalah berkurangnya kadar eritrosit (sel darah merah) dan kadar hemoglobin (Hb) dalam setiap millimeter kubik darah dalam tubuh manusia.

Hampir semua gangguan pada sistem peredaran darah disertai dengan anemia yang ditandai dengan warna kepucatan pada tubuh, penurunan kerja fisik dan penurunan daya tahan tubuh. Penyebab anemia bermacam-macam diantaranya adalah anemia defisiensi zat besi, defisiensi zat besi adalah Kekurangan zat besi merupakan penyebab umum terlalu sedikit sel darah merah yang sehat dalam tubuh (anemia). Anemia ini harus dihindari oleh para ibu hamil karena dampak dari anemia pada ibu hamil itu sendiri yakni keguguran, pendarahan selama

(29)

kehamilan, persalinan premature, gangguan janin, gangguang persalinan dan masa nifas.

Upaya yang dapat dilakukan untuk menaikkan kadar hemoglobin yaitu dengan konsumsi extract daun kelor , Daun kelor mengandung berbagai zat gizi yang baik untuk tubuh salah satunya yaitu mengandung zat besi yang bermanfaat untuk meningkatkan kadar hemoglobin pada ibu hamil , Daun kelor dapat digunakan sebagai tambahan nutrisi untuk anemia karena memliki kandungan zat besi dan vitamin C yang tinggi. Vitamin C berperan penting dalam penyerapan zat besi oleh tubuh.

2.6 Kerangka Teori

Kehamilan adalah proses ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta, dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm, lamanya 280

hari (40 minggu) dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu).

Perubahan Fisiologis Ibu hamil 1) Perubahan pada Homeostasis Cairan Tubuh 2) Perubahan pada Sistem Kardio Vaskular 3) Perubahan pada Sistem Respiratori 4) Perubahan pada sistem gastrointestinal dan

hepatobilier

5) Perubahan pada Sistem Genital dan Urinari 6) Perubahan pada Hematologi dan Koagulasi 7) Perubahan pada Sistem Endokrin

8) Perubahan pada Sistem Imunologi

Peningkatan Plasma darah di karenakan perubahan Hematologi

Anemia Dalam Kehamilan

(30)

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber : (Manuaba, 2010) ; (Lisa EM, Nigel P. 2013) ; (Gopalakrishnan, 2016) , (Saifuddin,2010)

2.7 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2012). Dalam Studi literatur ini di tentukan variabel dependen yaitu hemoglobin dan variabel independen yaitu daun kelor yang tertera pada bagan kerangka konsep berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Bagan 3.1 Kerangka Konsep 2.8 Hipotesis

Ha : Ada pengaruh konsumsi daun kelor (moringa oleifera) terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada ibu hamil.

Ho : Tidak Ada pengaruh konsumsi daun kelor (moringa oleifera) terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada ibu hamil.

FARMAKOLOGI NON FARMAKOLOGI

a) Asam folat b) Vitamin B12 c) Sulferosus

d) Pada Kasus Berat dan per oral hasilnya lamban sehingga dapat di berikan transfusi darah.

Konsumsi Daun Kelor (Moringa Oliefera)

Daun Kelor mengandung Vit C , Vitamin C dapat menaikkan kemampuan untuk mengabsorpsi zat besi dengan cara mengubah

zat besi yang masih dalam bentuk ferri menjadi bentuk ferro sehingga lebih mudah untuk diserap tubuh dan melawan efek fitat

dan tanin yang dapat menghambat penyerapan zat besi.

Kadar Hemoglobin

Hemoglobin Daun Kelor

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskanfilosofi positivisme dan digunakan untuk mengumpulkan data dengan menggunakan alat penelitian untuk mempelajari populasi atau sampel tertentu.

3.2 Lokasi dan Waktu 3.2.1 Lokasi

Penelitian di lakukan pada ibu hamil di desa ketapang lampung utara.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian di lakukan setelah proposal di setujui.

3.3 Rancangan Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian quasi eksperimen dengan desain two-group pretest – posttest. Ciri khas desain penelitian two-group pretest-posttest adalah mengungkapkan

(32)

hubungan sebab-akibat

yang melibatkan sekelompok subjek. Kelompok sasaran

diamati sebelum intervensi dan setelah intervensi (Notoatmodjo, 2018).

Rancangan tersebur di gambarkan sebagai berikut : Gambar 3.1

Rancangan Penelitian

Keterangan:

01 : Pengukuran Hb sebelum diberikan terapi.

X1 : Ektrak daun kelor

3.4 Subjek Penelitian 3.4.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek atau subjek yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil di desa ketapang lampung utara jumlah 37 ibu hamil mengalami anemia Trimester I s/d Trimester III.

3.4.2 Sampel

Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Dalam mengambil sampel penelitian digunakan cara atau teknik-teknik tertentu, sehingga sampel tersebut sedapat mungkin mewakili populasi yang ada (Notoatmodjo, 2018; h. 115).

Sampel dalam penelitian ini adalah total sampel yaitu seluruh ibu hamil dengan jumlah 37 ibu hamil.

3.4.3 Teknik sampling

Dalam penelitian ini metode pengambilan

sampelnya adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan karakteristik responden, bila penelitian dilakukan berdasarkan pandangan tertentu dari peneliti berdasarkan ciri atau ciri-ciri peneliti. peneliti populasi yang diketahui sebelumnya. Teknik ini sangat cocok untuk studi kasus. (Notoatmodjo, 2018).

3.4.4 Kriteria Sampel Kriteria Inklusi:

01---X1---02

(33)

1. Ibu ibu mengalami anemia ringan dan sedang dengan nilai Hb 7-11 gr/dl.

2. Ibu bersedia dijadikan responden

3. Ibu tidak memiliki riwayat penyakit penyerta seperti : kelainan darah, hemofilia.

Kriteria Eksklusi:

1. Ibu dengan status gizi kurang (IMT < 18,5) 2. Ibu tidak kooperatif

3. Riwayat anemia berat 3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi suatu variabel yang diselidiki secara operasional di lapangan. Definisi operasional berguna tidak hanya dalam pengembanganinstrumen,tetapijugadalampengendalianpengukurandan pengamat terhadap variabel yang diteliti. Jika definisi operasionalnya benar maka ruang lingkup dan pemahaman variabel yang diteliti akan terbatasdan penelitianmenjadilebihfokus (Notoatmodjo,2018). Definisi operasionalpenelitianiniadalah:

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara

Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Independen :

Daun kelor Dan Tablet Fe

Konsumsi extract daun kelor 70mg/hari dan di minum sebanyak 2 x 1 pagi dan malam dan di tambahkan tablet fe sebanyak 1 tablet pada malam hari selama rentang waktu penelitian selama 2 minggu. (Triharti, 2021)

Dependen:

Kenaikan

Kadar Hb Komposisi

haemoglobin dalam darah yang berfungsi sebagai transfortasi oksigen dan zat-zat lain yang berguna bagi tubuh ke seluruh

Cek hb

digital Pemeriksa an kadar Hb dengan alat Easy Touch Hb

Kenaikan Hb dalam gr/dL (Manuaba, 2010)

Rasio

Gambar

Tabel 1 Kadar Hemoglobin
Gambar 2.1 Daun Kelor Sumber : (Gopalakrishnan,2016)

Referensi

Dokumen terkait

Anemia gizi adalah kekurangan kadar hemoglobin dalam darah yang.. disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan

9 Massa Tubuh, Persen Lemak Tubuh, Asupan Zat Gizi dengan Kekuatan Otot dan asupan zat gizi dengan kekuatan otot cross-sectional  Tujuan penelitian untuk

Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan keragaman konsumsi pangan dan tingkat kecukupan zat gizi dengan kejadian stunting

Ketika tubuh berada dalam kekurangan besi, peristiwa pertama yang terjadi adalah pengurangan dari penyimpanan besi tubuh, yang digunakan untuk produksi hemoglobin.. Penyerapan zat

Rumusan Masalah Bagaimana tingkat pengetahuan, tingkat konsumsi energi, zat gizi, serat, cairan sebelum dan sesudah penyuluhan gizi seimbang pada siswa Tazkia International Islamic

Tujuan Umum Untuk menganalisis mutu gizi protein, lemak, karbohidrat, zat besi dan mutu organoleptik pada cookies daun kelor sebagai makanan selingan remaja putri anemiaC. Untuk

Sedangkan usia remaja adalah usia yang rentan dimana tubuh memerlukan asupan energi dan zat gizi yang cukup untuk menunjang pertumbuhannya, dan pada saat puasa tubuh membutuhkan asupan

Zat zat gizi dalam makanan vitamin dan mineral diperlukan untuk menghasilkan tenaga atau kalori, dan untuk pembentukkan sel-sel pertumbuhan dan mengatur proses dalam tubuh anak