• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Repository UHN

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Repository UHN"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Kepuasan Kerja Karyawan Wanita dengan dan Tanpa Keluarga di PT Asia Karet Medan-Polandia”. Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti mengambil masalah penelitian ini: “Apakah ada perbedaan kepuasan kerja antara karyawan wanita yang sudah berkeluarga dan belum menikah di PT Asia Karet Medan-Polandia?” Melihat perbedaan kepuasan kerja pada karyawan wanita dengan keluarga dan karyawan wanita yang belum menikah di PT Asia Karet Medan-Polandia".

Mengungkap aspek-aspek kepuasan kerja yang mempengaruhi kepuasan kerja, baik yang diharapkan bagi pekerja wanita yang sudah menikah maupun yang belum menikah. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan khususnya dalam bidang psikologi khususnya mengenai kepuasan pekerja wanita dalam bekerja. Dan bagi tenaga kerja wanita yang belum menikah agar dapat menilai dan memahami bagaimana meningkatkan kinerja dalam mencapai kepuasan kerja.

Kepuasan kerja yang dialami oleh seseorang tidak semestinya membawa kepada kepuasan orang lain.

Teori-teori Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja dianggap sebagai hasil pengalaman karyawan dalam kaitannya dengan nilai-nilai mereka sendiri, seperti apa yang diinginkan dan diharapkan dari pekerjaan mereka. Kemudian Locke menjelaskan bahwa kepuasan kerja seseorang tergantung pada perbedaan antara yang seharusnya (harapan, kebutuhan atau nilai) dan apa yang menurut perasaan atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui kerja. Prinsip ini adalah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja adalah dua hal yang berbeda.

Kepuasan kerja keseluruhan untuk seorang individu adalah jumlah dari kepuasan kerja dari setiap aspek pekerjaan dikalikan dengan. Proses konflik Landy memandang kepuasan kerja dari perspektif yang berbeda secara fundamental dibandingkan dengan pendekatan lainnya.

Faktor-faktor Kepuasan Kerja

Pekerjaan yang memberikan kebebasan, kemandirian dan kesempatan untuk mengambil keputusan akan menimbulkan kepuasan kerja lebih cepat. Siegel dan Lane mengutip kesimpulan dari beberapa ahli yang telah meninjau hasil penelitian tentang pentingnya gaji sebagai penentu kepuasan kerja, yaitu bahwa sarjana psikologi secara tradisional dan keliru telah meminimalkan pentingnya uang sebagai penentu kepuasan kerja. Padahal, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi mutlak dari gaji yang diterima, sejauh mana gaji memenuhi harapan tenaga kerja, dan cara gaji diterima.

Jika gaji dianggap adil berdasarkan tuntutan kerja, tahap kemahiran individu dan piawaian gaji yang digunakan untuk kumpulan pekerja tertentu, akan wujud kepuasan kerja. Hubungan antara aspek penyeliaan yang lain dan kepuasan kerja kurang jelas dan hasilnya bercanggah. Hubungan fungsian mencerminkan sejauh mana penyelia membantu tenaga kerja untuk memenuhi nilai kerja yang penting kepada tenaga kerja.

Menurut Locke, tingkat kepuasan kerja terbesar dengan seorang atasan adalah jika kedua jenis hubungan itu positif. Ada pekerja yang dalam pelaksanaan tugas kerjanya menerima masukan (materi dalam bentuk tertentu) dari pekerja lain. Kepuasan kerja yang ditemukan pada pekerja terjadi karena mereka mendapatkannya dalam jumlah tertentu dengan berada di ruang kerja yang sama sehingga mereka dapat berbicara satu sama lain (kebutuhan sosial terpenuhi).

Dalam kelompok kerja di mana pekerja harus bekerja sebagai tim, kepuasan kerja mereka dapat muncul karena kebutuhan mereka yang lebih tinggi (kebutuhan akan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri) dapat terpenuhi dan berdampak pada motivasi kerja mereka. Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu menyediakan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Sedangkan faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja menurut Blum (dalam As'ad, 1995) adalah sebagai berikut.

Aspek-Aspek Kepuasan Kerja

Oleh itu, tidak hairanlah rakan sekerja yang mesra dan menyokong membawa kepada peningkatan kepuasan kerja. Malah, orang yang jenis personalitinya adalah kongruen (sama seperti sebagun) dengan pekerjaan yang mereka pilih harus mendapati bahawa mereka mempunyai bakat dan kebolehan yang sesuai untuk memenuhi tuntutan pekerjaan dan mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk kepuasan yang tinggi daripada mencapai kerja mereka. Tetapi sebaliknya, terdapat beberapa kualiti positif yang wujud pada pekerja yang lebih tua, termasuk pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kukuh dan komitmen terhadap kualiti (Robbins, 2001).

Karyawan yang lebih muda cenderung memiliki fisik yang kuat, sehingga mereka diharapkan untuk bekerja keras dan pada umumnya mereka belum menikah atau jika mereka memiliki keluarga, mereka memiliki anak yang relatif sedikit. Tetapi karyawan yang lebih muda umumnya kurang disiplin, kurang bertanggung jawab dan sering berganti pekerjaan. Karyawan yang lebih tua cenderung berhenti karena masa kerja mereka yang lebih lama cenderung memberi mereka tingkat gaji yang lebih tinggi, hari libur yang dibayar lebih lama, dan manfaat pensiun yang lebih menarik.

Sebagian besar penelitian juga menunjukkan hubungan positif antara kepuasan kerja dan usia, setidaknya sampai usia 60 tahun. Kepuasan kerja cenderung terus meningkat pada karyawan profesional seiring dengan bertambahnya usia mereka, sementara itu menurun pada karyawan non-profesional selama usia paruh baya dan kemudian meningkat kembali pada usia paruh baya. tahun-tahun berikutnya (Robbins, 2001). Bukti yang konsisten juga menyatakan bahwa perempuan memiliki tingkat absensi yang lebih tinggi daripada laki-laki (Robbins, 2001).

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pola pikir akan mempengaruhi tingkat kepuasan kerja (Robert Kreitner, Angelo Kinicki, 2003). Menurut hasil penelitian Gilmer (dalam Moh. As'ad,.. 1995), yang menyimpulkan bahwa pegawai dengan pendidikan tinggi merasa sangat puas dengan pekerjaan yang dilakukannya. Satu studi menemukan bahwa karyawan yang menikah lebih jarang absen, memiliki perputaran yang lebih rendah dan lebih puas dengan pekerjaan mereka daripada rekan kerja mereka yang lajang.

Peran Ganda Perempuan

  • Pengertian Peran Ganda Perempuan
  • Problematika Pekerja Wanita Yang Berkeluarga
  • Pekerja Wanita Yang Belum Berkeluarga
  • Memiliki peluang lebih besar
  • Fokus pada pekerjaan
  • Bebas dinas luar kota
  • Bisa merencanakan karir
  • Bebas menikmati gaji

Selain itu, bagi perempuan dari keluarga miskin, pekerjaan bukanlah suatu tawaran, melainkan kebutuhan untuk menopang kebutuhan ekonomi keluarga, terutama bagi keluarga yang tidak memiliki akses terhadap tanah. White dan Rogers (2000) menyatakan bahwa wanita yang telah bekerja sebelum menikah biasanya akan tetap bekerja setelah menikah karena kontribusi wanita dalam hal pendapatan keluarga merupakan hal penting yang dapat meningkatkan keutuhan keluarga, yang juga disebabkan oleh tingginya biaya kebutuhan hidup. Dengan kata lain, kesempatan bagi perempuan untuk bekerja di luar rumah dengan tetap mengutamakan tugas utama rumah tangganya.

Peran di sektor domestik adalah melakukan pekerjaan rumah tangga yang dilakukan di dalam rumah, sedangkan di sektor publik adalah pekerjaan mencari nafkah yang dilakukan baik di dalam maupun di luar rumah. Karena dia memiliki kehidupan keluarga, wajar bagi seorang wanita dewasa untuk memiliki pasangan hidup, memiliki rumah tangga sendiri dan memiliki anak. Peran ganda sebagai karyawan dan ibu rumah tangga lebih dari normal bagi perempuan, karena perempuan kadang-kadang menghabiskan waktu tiga kali lebih banyak di rumah daripada di pasangan kerja mereka.

Ada ibu yang lebih suka jika mereka benar-benar hanya ibu rumah tangga, yang sibuk di rumah dan melakukan pekerjaan rumah setiap hari. Kondisi ini mudah menimbulkan stres karena pekerjaan tidak datang atas kemauan sendiri, tetapi seolah-olah tidak ada pilihan lain untuk membantu perekonomian rumah tangga. Memang, mengatur waktu dan mengurus rumah adalah salah satu masalah paling umum yang dihadapi ibu bekerja.

Mereka mengerti bahwa mereka harus bisa menjadi ibu yang sabar dan bijaksana bagi anak-anaknya dan menjadi istri yang baik bagi suami dan ibu rumah tangga yang bertanggung jawab atas kebutuhan dan pekerjaan rumah tangga. Di Indonesia, warisan budaya feodal patriarki yang masih mendarah daging di masyarakat juga menjadi faktor yang membebani peran ibu bekerja karena masih adanya pemahaman bahwa laki-laki tidak boleh melakukan pekerjaan perempuan, apalagi mengurus rumah tangga. masalah. Keadaan ini biasanya lebih parah ketika keadaan di rumah tidak mendukung dalam artian suami (terutama) dan anak-anak (yang sudah besar) kurang bisa bekerja sama melayani dan membantu ibu secara bergiliran, atau sekedar membuat pekerjaan rumah tangga lebih mudah.

Penanganan tugas rumah tangga sebenarnya dapat diselesaikan dengan penyediaan pengasuh dan pembantu rumah tangga. Namun, ada hal yang sulit dicari penggantinya, seperti masalah kebersamaan dengan suami dan anak.

Perbedaan Kepuasan Kerja Antara Pekerja Wanita Berkeluarga Dengan Belum Berkeluarga

Berbagai kondisi kerja yang mempengaruhi tingkat kepuasan kerja, diantaranya adalah rasa aman. Hasil penelitian Herzberg menunjukkan bahwa faktor yang mendatangkan kepuasan adalah prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab dan kemajuan (Armstrong, 1994). Banyaknya perempuan berkeluarga yang memilih bekerja di luar rumah mungkin karena adanya kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri sesuai dengan kemampuannya.

Selain didorong oleh kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, alasan lain yang mendorong perempuan bekerja di luar rumah adalah untuk memenuhi kebutuhan finansial. Bagi wanita yang sudah menikah, niat untuk bekerja di luar rumah bisa jadi didorong oleh keinginan untuk menambah penghasilan suami atau juga. Meski bekerja merupakan pilihan untuk menambah penghasilan, perempuan yang sudah menikah tidak bisa serta merta meninggalkan pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan rumah tangga lainnya.

Sedangkan bagi wanita bekerja yang masih lajang, keinginan untuk bekerja dapat menjadi kesempatan untuk memenuhi diri, bekerja memungkinkan seorang wanita untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif dan produktif, menimbulkan kebanggaan pada dirinya sendiri, apalagi jika prestasinya diapresiasi dan positif. masukan. Hal ini dipertegas oleh Smock (2003) bahwa faktor sosial ekonomi merupakan faktor yang diharapkan perempuan dalam perkawinan. Beberapa perusahaan akan memberikan berbagai perlakuan dan perhatian khusus kepada pekerja perempuan, baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah, untuk menjaga kepuasan pekerja perempuan dalam bekerja.

Kepuasan kerja yang menurun berhubungan dengan menurunnya prestasi kerja, OCB, kesehatan fisik dan kesejahteraan psikologis, kepuasan hidup, dan meningkatnya ketidakhadiran, serta perilaku kontraproduktif, yang tentunya akan merugikan baik individu maupun organisasi. Vecchio dan Norris, 1997). Pada dasarnya pegawai wanita yang sudah berkeluarga cenderung memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan pegawai wanita yang belum menikah karena keadaan yang memaksa pekerja keluarga untuk tetap merasa puas karena tidak banyak pilihan dengan kendala-kendala yang menjadi penopang keluarga. ekonomi atau untuk menambah pendapatan keluarga. Pernikahan membebankan tanggung jawab yang meningkat yang dapat membuat pekerjaan tetap lebih berharga dan penting (Robbins, 2001).

Hipotesis Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Interestingly, the location of an SSR locus in the genome has an influence on its level of OIL PALM SSR RESOURCE INTERFACE OPSRI – WEB-BASED BIOINFORMATIC ANALYSIS PIPELINE FOR SSR