• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - SIAKAD STIKes DHB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - SIAKAD STIKes DHB"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

STIKes Dharma Husada Bandung

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mata adalah suatu organ vital manusia. Oleh karena itu, kita harus selalu menjaga dan mencegah hal-hal yang dapat merusak mata (Murtopo

& Sarimurni, 2005). Mata merupakan indra penglihatan pada manusia. Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina selanjutnya dengan perantaraan serabut-serabut nervus optikus, mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan (Sulistiyani, 2005) . Jadi, mata itu adalah suatu organ vital yang dibentuk untuk menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina selanjutnya dengan perantaraan serabut-serabut nervus optikus mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak untuk di alihkan. Penglihatan itu dilakukan bukan oleh mata melainkan oleh otak.

Mata itu tidak melihat, pola cahaya mengubahnya menjadi impuls saraf dan mengirimkannya di sepanjang saraf optik ke otak. Saraf neuron optikus yang berfungsi untuk penglihatan. Saraf mengubah pada kiasma optik yang terletak di bagian bawah depan otot dan memadukan impuls yang berasal dari mata kanan dan mata kiri. Kemudian impuls saraf melanjutkan ke wilayah yang ada di bagian bawah belakang otak dan kulit luar penglihatan sebelah kiri dan kanan. Selanjutnya impuls dianalisis oleh

(2)

STIKes Dharma Husada Bandung otak sehingga bisa melihat (Parker, 2002). Kerja saraf penglihatan itu dengan mengubah pada kiasma optik yang terletak dibagian bawah depan otot dan memadukan impuls saraf yang berasal dari mata kanan dan mata kiri dengan dilanjutkan ke wilayah yang ada dibagian bawah belakang otak dan kulit luar penglihatan sebelah kiri dan kanan kemudian dilanjutkan ke otak sehingga bisa melihat. Maka dari itu penglihatan yang bagus adalah penglihatan yang menggunakan kedua mata (binokuler) (Sulistiyani, 2005).

Penglihatan menggunakan dua mata (binokuler) lebih baik daripada hanya satu mata (monokular). Penglihatan binokuler tunggal merupakan kemampuan menyatukan informasi visual dari kedua mata saat melihat objek yang sama menjadi bayangan tunggal. Manusia memperoleh penglihatan binokuler dari bayangan yang berasal dari kedua retina melalui proses sensorik dan motorik yang terkoordinasi dengan baik, termasuk bayangan kedua mata tepat jatuh di fovea, koordinasi otot ekstraokular yang baik, mekanisme sensoris untuk menghasilkan penglihatan tunggal (haplopia). Penglihatan binokuler tunggal diperoleh dari bayangan yang berasal dari kedua retina melalui proses sensorik dan motorik yang terkordinasi baik dan jatuh tepat di fovea. Banyak sekali manfaat yang dihasilkan dalam penglihatan biokuler.

Salah satu manfaat penglihatan binokuler adalah menghasilkan penglihatan tiga dimensi atau stereopsis. Penglihatan stereopsis yang tajam akan tercapai jika semua jaras penglihatan dalam keadaan normal.

Penglihatan binokuler memiliki kelebihan dibandingkan monokular. Sekitar

(3)

STIKes Dharma Husada Bandung 75-80% neuron di korteks penglihatan primer mendapatkan impuls dari kedua mata. Penglihatan binokuler tunggal melibatkan penglihatan simultan kedua bola mata dengan fiksasi bifoveal.

Keadaan yang diperlukan untuk penglihatan binokuler tunggal adalah jarak penglihatan yang baik dengan lapang pandang yang saling tumpang tindih saraf saraf korteks visual binokuler, korespondensi retina normal yang menghasilkan cyclopean viewing (egocenter), perkembangan dan koordinasi neuromuskular yang baik, kejernihan dan ukuran bayangan yang serupa pada kedua mata.

Beberapa kelebihan lain dari penglihatan binokuler adalah lapang pandang penglihatan binokuler lebih luas, lapang pandang monokular normal adalah 60o superior, 60o nasal, 75o inferior, dan 100o temporal dari titik fiksasi, dengan penglihatan binokuler lapang pandang horizontal bertambah menjadi sekitar 200o, distorsi bayangan karena efek dari satu mata dapat ditutupi oleh bayangan normal dari mata lainnya sehingga menghasilkan penglihatan stereopsis (Harworth RS, Schor CM. Dalam Sari Kepustakaan RSM Cicendo, n.d.).

Worth (1901), membagi penglihatan antara mata kanan dan kiri.

binokuler menjadi 3 tingkat yaitu persepsi simultan, fusi dan penglihatan stereopsis. Persepsi simultan adalah kemampuan untuk melihat secara serentak dua bayangan yang terbentuk pada masing-masing mata

.

Persepsi simultan diuji dengan menggunakan dua gambar yang tidak sama namun masih berhubungan, seperti burung dan sangkar. Pasien diminta untuk

(4)

STIKes Dharma Husada Bandung memindahkan burung ke dalam sangkar dengan menggerakan tuas dari synoptophore, jika kedua gambar tidak terlihat secara simultan, maka terjadi supresi. Retinal rivalry akan terjadi walaupun ukuran gambar tidak sama, ketika gambar yang lebih kecil terlihat di fovea, gambar yang lebih besar terlihat di parafoveal

.

Fusi dibagi menjadi dua macam yaitu fusi sensorik dan fusi motorik.

Fusi Sensorik adalah kemampuan seseorang menyatukan dua bayangan retina mata kanan dan kiri yang sesuai baik di fovea maupun diluar fovea, menjadi satu bayangan tunggal. Sedangkan gerakan reflek dari kedua mata untuk mendapatkan kedudukan binokuler yang tepat sehingga fusi sensoris dapat dipertahankan disebut fusi motorik. Fusi motorik hanya dimiliki oleh retina perifer.

Penglihatan stereopsis adalah pengaturan relatif dari persepsi kedalaman obyek visual, normal 60 detik busur atau lebih kecil.

Pemeriksaan penglihatan binokuler dapat menggunakan uji Worth Four Dot Test. Worth Four dot test juga dikenal sebagai nilai empat titik atau singkatan Worth Four Light Test (W4LT) adalah salah satu tes klinis sederhana yang terutama digunakan untuk menilai derajat penglihatan binokuler pasien. Kita dapat mengatakan bahwa Worth Four Light Test (W4LT) adalah salah satu metode yang lebih sederhana untuk menyelidiki fusi, supresi, dan korespondensi retinal anomali (ARC). Tes ini dapat dilakukan dengan dua metode (cara) salah satu metodenya adalah dengan memiliki target tetap pada jarak dari subjek, yang mungkin terdapat dalam

(5)

STIKes Dharma Husada Bandung kotak yang menyala atau diproyeksikan pada layar. Ini disebut sebagai uji titik nilai jauh (6 meter).

Metode lainnya adalah tes titik dekat Worth (pada 33 cm), yang terdiri dari senter yang dengan mudah diarahkan atau diturunkan dari subjek untuk mengubah sudut proyeksi gambar target pada retina. Pada kedua jarak pengujian (jarak jauh dan dekat) pasien selalu diharuskan memakai kacamata merah – hijau (dengan satu lensa merah diatas satu mata biasanya kanan dan satu lensa hijau di sebelah kiri) (Worth 4 Dot, n.d.).

Dalam uji Worth Four Dot Test, lensa filter merah dipakai di depan mata kanan dan lensa filter hijau di depan mata kiri. Standar proyek senter Worth Four Dot Test, jarak pasien dengn objek yaitu 6 meter. Menanggapi uji fusion, pasien akan melaporkan empat titik di kejauhan dan dekat.

Menanggapi supresi (penekanan), pasien akan melaporkan dua atau tiga titik di kejauhan dan dekat.

Menanggapi monofixation, pasien akan melaporkan dua atau tiga titik di kejauhan dan empat titik di dekat. Penglihatan binokuler terjadi 20 dari 34 pasien (58,8%) dengan Worth Four Dot Test. Lima dari tujuh pasien (71,4%) yang memiliki misalignment kurang dari 10 tahun lamanya 4 mencapai fusi pasca operasi, sedangkan 15 dari 27 pasien (55,5%) yang memiliki misalignment dari 10 tahun durasi atau lama mencapai fusi pasca operasi. Namun, durasi misalignment bukan faktor prognostik untuk perbaikan fungsi binokuler (p = 0.67) (Andalib et al., 2014).

Jadi, pemahaman tentang Worth Four Dot Test itu adalah hal penting

(6)

STIKes Dharma Husada Bandung karena Worth Four Dot Test merupakan metode yang lebih sederhana untuk menyelidiki :

1. Fusi, fusi sangat dibutuhkan pada saat penglihatan binokuler, maka dari itu pada saat pemeriksaan keseimbangan binokuler adanya fusi sangat penting karena apabila seseorang tidak memiliki fusi pada kedua mata maka pemeriksaan keseimbangan binokuler tidak dapat dilakukan (Ilyas & Yulianti, 2015).

2. Supresi, Worth Four Dot Test merupakan untuk menilai fusi dan supresi pada jarak dekat dan jauh (Yanoff, Myron and Duke S Joy, 2014. Dalam (Diolanda & Mega Putri, 2015). Mikrotropia merupakan strabismus sudut kecil (8-10 prisma dioptri), dimana terjadi fusi di daerah perifer dan supresi di area sentral pada mata yang berdeviasi.

3. Korespondensi Retinal Anomali (ARC), dalam menyelidiki Korespondensi retinal anomali atau disebut Strabismus sudut kecil atau juga disebut sebagai mikrotropia.

Mikrotropia merupakan strabismus dengan deviasi kecil dan secara kosmetik tidak mengganggu. Keluhan pada umumnya tidak ada, tapi sebagian kecil pasien mengeluh astenopia karena adanya gangguan penggunaan kedua mata secara bersamaan. Kelainan ini mulanya ditemukan pada pasien strabismus deviasi besar dengan operasi yang sukses, tapi pada evaluasi ditemukan mikrostrabismus dan supresi fovea (Diolanda & Mega Putri, 2015).

Berdasarkan uraian diatas, oleh karena itu penulis bermaksud untuk

(7)

STIKes Dharma Husada Bandung melakukan penelitian tentang: “Pengetahuan Pemeriksaan Binokuler Menggunakan Prinsip Worth Four Dot Test Pada Mahasiswa/i Tingkat 2 dan Tingkat 3 Prodi DIII Optometri STIKes Dharma Husada Bandung”.

B. Identifikasi Masalah

Pada pemeriksaan penglihatan binokuler dapat menggunakan uji Worth Four Dot Test. Pemeriksaan penglihatan binokuler menggunakan uji Worth Four Dot Test dilakukan untuk menyelidiki fusi, supresi dan korespondensi retinal anomali (ARC). Akan tetapi masih banyak mahasiswa/i D3 Optometri masih belum terlalu mengetahui tentang pemeriksaan penglihatan binokuler menggunakan uji Worth Four Dot Test.

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat disajikan identifikasi masalah yaitu “Pengetahuan Pemeriksaan Binokuler Menggunakan Prinsip Worth Four Dot Test Pada Mahasiswa/i Tingkat 2 dan Tingkat 3 Prodi DIII Optometri STIKes Dharma Husada Bandung”.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian ini ditujukan untuk:

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengetahuan Pemeriksaan Binokuler Menggunakan Prinsip Worth Four Dot Test mahasiswa/i D3 Optometri STIKes Dharma Husada Bandung.

(8)

STIKes Dharma Husada Bandung 2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengetahuan pemeriksaan binokuler menggunakan prinsip Worth Four Dot Test oleh mahasiswa/i tingkat 2 D3 Optometri STIKes Dharma Husada Bandung.

b. Mengetahui pengetahuan pemeriksaan binokuler menggunakan prinsip Worth Four Dot Test oleh mahasiswa/i tingkat 3 D3 Optometri STIKes Dharma Husada Bandung.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Manfaat Akademis

Untuk memperluas pengetahuan, wawasan serta pemahaman penulis mengenai keilmuan yang berkaitan dengan pemeriksaan binokuler ke pasien/klien. Selanjutnya hasil penelitian dapat bermanfaat sebagai bahan referensi untuk khalayak pembaca ataupun penelitian selanjutnya yang akan melakukan penelitian dengan topik yang sama atau dilakukan pengembangan dari penelitian yang sudah ada.

2. Manfaat untuk Mahasiswa D3 Optometri

Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai bahan referensi dalam mata kuliah penglihatan binokuler bagi mahasiswa/i D3 Optometri, karena diduga masih banyak mahasiswa/i tingkat 2 dan tingkat 3 yang belum terlalu mengetahui tentang pemeriksaan Worth Four Dot Test dikarenakan belum banyak buku referensi tentang pemeriksaan

(9)

STIKes Dharma Husada Bandung penglihatan binokuler.

Penelitian ini bermanfaat juga untuk memberikan informasi kepada mahasiswa/i D3 Optometri mengenai pengetahuan pemeriksaan Binokuler menggunakan prinsip Worth Four Dot Test.

E. Ruang Lingkup

1. Ruang Lingkup dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan kepada mahasiswa/i tingkat 2 dan tingkat 3 Program Studi Diploma Tiga Optometri STIKes Dharma Husada Bandung, dan dilaksanakan secara online menggunakan aplikasi google form.

2. Ruang Lingkup Waktu Penelitian

Penelitian ini akan di laksanakan pada bulan April 2021 – Juni 2021.

3. Ruang Lingkup Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian Cross Sectional. Penelitian ini menggunakan pendekatan Cross Sectional Study yaitu peneliti melakukan pengukuran atau penelitian dalam satu waktu. Peneliti menggunakan desain Cross Sectional karena peneliti bermaksud mengidentifikasi ada atau tidaknya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dalam satu kali pengukuran menggunakan alat ukur kuisioner. Jenis penelitian ini adalah korelasi atau asosiasi, yaitu mengkaji hubungan antar variabel dan bertujuan untuk mencari, menjelaskan suatu hubungan,

(10)

STIKes Dharma Husada Bandung memperkirakan dan menguji berdasarkan teori yang ada (Nursalam, 2017. Dalam Yanta, 2017).

4. Ruang Lingkup Materi

Materi yang di bahas dalam penelitian ini adalah materi yang berkaitan dengan mata kuliah Penglihatan Binokuler.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat proses penglihatan sehingga penglihatan dapat terjadi, yaitu pembiasan cahaya oleh mata untuk memfokuskan bayangan gambar pada retina dan proses