• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1. Latar Belakang

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala atau sindrom yang timbul akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat virus. Virus tersebut dikenal dengan nama Human Immunodeficiency Virus (HIV), yaitu virus yang memperlemah kekebalan tubuh manusia. Tubuh manusia memiliki sel darah putih yang berguna sebagai pertahanan tubuh dari serangan virus maupun bakteri. Virus HIV yang masuk tubuh manusia dapat melemahkan dan mematikan sel darah putih bahkan memperbanyak diri, sehingga dapat melemahkan sistem kekebalan tubuhnya. Virus tersebut dapat menular melalui pertukaran cairan tubuh, seperti kontak dengan darah yang terinfeksi, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu dari orang yang terinfeksi (Yayasan Spiritia, 2014).

Angka pengidap HIV/AIDS di Indonesia terus meningkat tiap tahunnya.

Mayoritas dari yang terpapar HIV/AIDS merupakan kelompok usia produktif, yakni pada kelompok usia 20-29 tahun. Indonesia menempati posisi ketiga dengan pertumbuhan HIV/AIDS paling besar di antara negara-negara Asia Pasifik menyusul Tiongkok dan India. Adapun provinsi dengan jumlah infeksi HIV tertinggi adalah DKI Jakarta yakni berjumlah 55.099 orang, diikuti Jawa Timur 43.399 orang, Jawa Barat 31.293 orang, Papua 30.699 orang, dan Jawa Tengan 24.757 orang (Departemen Kesehatan RI, 2019).

Kesehatan sebagai suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial, bukan hanya tidak adanya penyakit fisik (World Health Organization, 1948). Pada

(2)

umumnya masyarakat beranggapan bahwa kesehatan itu hanya tentang kesehatan fisik, namun kesejahteraan mental seringkali dilupakan dalam membicarakan kesehatan. Dalam rangka penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, upaya yang dilakukan masih sebatas permasalahan menghentikan laju epideminya sebagai penyakit yang menular. Berbagai hal dilakukan untuk menangani masalah ini, khususnya untuk mengubah perilaku beresiko yang dapat menularkan HIV.

Hal lain yang penting untuk diperhatikan adalah penanganan bagi mereka yang telah terinfeksi HIV. Orang-orang dengan HIV/AIDS (ODHA) mengalami berbagai masalah kesehatan, baik fisik maupun psikologis, akibat infeksi tersebut.

Secara psikologis, diagnosis HIV dan AIDS dapat mengakibatkan berbagai masalah, baik dengan penerimaan status diri sebagai seseorang yang positif HIV maupun penerimaan orang terdekat atas status positif HIV tersebut. Dalam hal penyesuaian hidup dengan HIV/AIDS, terdapat variabilitas/keragaman besar antara bagaimana satu ODHA dengan ODHA lainnya. Ada ODHA yang langsung dapat menjalani hidup normal setelah menerima diagnosis, ada pula yang masih mengalami tekanan emosional besar. Banyak penderita HIV mengalami rasa tertekan, rasa bersalah, serta kesepian setelah menerima diagnosis HIV positif (Hoffman, 1996).

Setelah disahkannya Undang-undang Kesehatan Jiwa, landasan untuk mendukung penyediaan layanan kesehatan jiwa semakin kuat, termasuk layanan psikologis bagi ODHA. Undang-undang tersebut menyatakan kesehatan jiwa sebagai kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan

(3)

kontribusi untuk komunitasnya. Dalam salah satu pasal UU Kesehatan Jiwa, yakni pasal 56, menyebutkan bahwa layanan praktik psikolog, pekerja sosial, pusat rehabilitasi, serta rumah singgah sebagai fasilitas penyedia layanan kesehatan jiwa di luar fasilitas kesehatan. Implementasi undang-undang ini perlu dikawal agar layanan psikologis yang mendukung kesehatan jiwa, termasuk bagi ODHA dapat disediakan bagi seluruh warga Indonesia.

Meski kasus HIV/AIDS di Indonesia bukan yang tertinggi di dunia, Indonesia merupakan negara pertama yang memiliki lembaga rehabilitasi milik pemerintah di bawah Kementerian Sosial. Pendirian balai dan loka rehabilitasi sosial yang khusus melakukan rehabilitasi sosial untuk ODHA ini merupakan implementasi dari UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah. Saat ini Kementerian Sosial telah memiliki tiga balai dan loka, diantaranya Balai Rehabilitasi Sosial ODHA Wasana Bahagia Ternate (untuk penanganan wilayah Indonesia Timur), Balai Rehabilitasi Sosial ODHA Bahagia Medan (untuk penanganan wilayah Sumatera dan Kalimantan), serta Loka Rehabilitasi Sosial ODHA Kahuripan Bekasi (untuk penanganan pulau Jawa, NTB, dan Bali).

Penanggulangan masalah HIV/AIDS tak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun partisipasi masyarakat juga merupakan aspek yang potensial dalam membantu menangani masalah tersebut. Layanan kesehatan berbasis masyarakat yang lebih spesifik pada kegiatan kelompok dukungan sebaya atau pendamping ODHA terbukti efektif dalam memperbaiki kualitas hidup ODHA.

Untuk melakukan perubahan sosial, dibutuhkan keterlibatan aktif penggerak masyarakat yang dapat memobilisasi masyarakat dan komunitas. Peran penggerak masyarakat yaitu menjembatani kebutuhan masyarakat dengan fasilitas layanan

(4)

kesehatan, melakukan penguatan pengetahuan bagi kader-kader untuk memberdayakan masyarakat di lingkungan sekitarnya, dan melakukan pengorganisasian kader masyarakat untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat setempat (Kementerian Kesehatan RI, 2012).

Rumah Cemara adalah sebuah organisasi komunitas yang berada di garis depan di tengah masyarakat dalam merespon epidemi HIV. Rumah Cemara didirikan di Bandung pada tahun 2003 oleh lima orang mantan konsumen NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya). Organisasi ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS, konsumen narkoba, serta kaum marjinal lainnya di Indonesia melalui pendekatan dukungan sebaya. Rumah Cemara memimpikan Indonesia tanpa stigma dan diskriminasi dimana semua manusia memiliki kesempatan yang sama untuk maju, memperoleh layanan bagi HIV/AIDS dan pengguna NAPZA yang bermutu, serta dilindungi sesuai konstitusi. Untuk dapat mewujudkannya, Rumah Cemara akan turut serta dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS dan pengendalian NAPZA nasional beserta perumusan kebijakannya yang berpihak pada pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) dan kesetaraan (Rumah Cemara, 2005).

Indonesia tanpa stigma tentu belum sepenuhnya terjadi saat ini.

Masyarakat masih ragu dan bertanya-tanya untuk memastikan kebenaran atas stigma yang didengar, bahkan tak sedikit dari masyarakat yang menghakimi kehidupan masa lalu ODHA tersebut. Hal ini dikarenakan masyarakat belum mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS secara komprehensif.

Upaya penyampaian informasi akan pengetahuan tentang epidemi HIV/AIDS ataupun sosialisasi dukungan terhadap ODHA, saat ini tak hanya

(5)

menjadi tanggung jawab pemerintah dan organisasi sosial terkait. Sebagai mahasiswa Desain Komunikasi Visual, penulis akan turut berpartisipasi berkampanye dengan Rumah Cemara dalam rangka menyemangati penderita HIV/AIDS lewat program kampanye Bravequal (be Brave to be Equal), yaitu program yang digagas oleh penulis untuk perancangan karya visual dan media aplikasinya dalam menyampaikan kampanye tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan rumusan masalahnya sebagai berikut:

a. Bagaimana merancang sebuah media komunikasi sebagai sarana publikasi menyatakan dukungan terhadap ODHA agar maksud dari perancangan tersebut tersampaikan kepada audiens dalam era modern.

b. Bagaimana cara merancang karya visual non komersial sebagai salah satu program kampanye sosial dalam menyatakan dukungan terhadap ODHA.

1.3. Tujuan Perancangan

Tujuan “Perancangan Iklan Animasi Kampanye Bravequal” adalah untuk:

a. Membuat sebuah rancangan berupa media sebagai program sosialisasi kampanye yang digagas oleh Rumah Cemara.

b. Merancang media komunikasi visual untuk ikut berkontribusi membantu Rumah Cemara dalam menyemangati ODHA sehingga mampu meningkatkan kualitas hidupnya.

(6)

1.4. Batasan Lingkup Perancangan

a. Media yang digunakan dalam perancangan tersebut yaitu digital dan fisik atau cetak.

b. Menyampaikan pesan kampanye sosial yang menyatakan dukungan terhadap ODHA melalui program Bravequal, yang terdiri dari iklan animasi 2 dimensi dan beberepa media pendukung lainnya.

1.5. Manfaat Perancangan

1.5.1. Manfaat bagi Penulis

a. Dengan perancangan ini diharapkan akan menambah wawasan bagi penulis tentang suatu permasalahan di luar ruang lingkup keilmuan sebagai mahasiswa desain komunikasi visual.

b. Dapat meningkatkan kemampuan sebagai calon desainer dan meningkatkan kepekaan terhadap gejala-gejala sosial yang terjadi di masyarakat.

c. Memberikan inspirasi bagi mahasiswa agar di masa depan mahasiswa mampu melakukan perkembangan dari hal-hal yang telah dijelaskan pada perancangan ini.

1.5.2. Manfaat bagi Institusi/Perusahaan

a. Membantu menyampaikan pesan positif kepada audiens melalui audio visual.

b. Sebagai salah satu referensi dalam pemilihan media penyampaian pesan atau informasi kepada masyarakat.

(7)

1.5.3. Manfaat bagi Masyarakat

a. Meningkatkan antusiasme masyarakat untuk memberikan semangat kepada ODHA.

b. Perancangan iklan ini diharapkan menjadi dorongan untuk ODHA dalam memperbaiki kualitas hidupnya.

1.6. Metode Perancangan

1.6.1. Metode Pengumpulan Data a. Wawancara

Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung tatap muka maupun melalui telepon kepada para responden, kemudian hasil wawancara tersebut diarsipkan dengan baik.

b. Observasi

Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati langsung kejadian dan fakta-fakta di lapangan, agar perancangan ini mampu tersampaikan secara tepat sasaran.

c. Studi Literatur

Teknik pengumpulan data dengan cara tinjauan literatur berupa buku, artikel, majalah, internet, dan media cetak lainnya.

d. Teknik Dokumentasi

Pengambilan data dengan cara mencatat tulisan dan gambar dari sumber yang diperlukan, untuk mendukung kelengkapan data yang lain.

(8)

1.6.2. Metode Analisa Data

Metode analisa data yang digunakan penulis adalah analisis data secara kualitatif. Sebagaimana umumnya dalam penelitian kualitatif, proses analisis data berlangsung selama proses pengumpulan data dan setelah masa pengumpulan data.

(9)

1.7. Skematika Perancangan

PENDAHULUAN Batasan Lingkup Perancangan

Manfaat Perancangan

Metode Perancangan

Skematika Perancangan Tujuan

Perancangan Rumusan

Masalah Latar

Belakang

TUJUAN PUSTAKA DAN ANALISA DATA

Identifikasi dan Analisa Data

Tinjauan Pustaka Kesimpulan Analisa dan

Usulan Pemecahan Masalah Data Desain

Komunikasi Visual

Data Wawancara Aspek

Internal Aspek

Eksternal

KONSEP PERANCANGAN Konsep

Media

Konsep Kreatif Program dan

Biaya Media

Tujuan Kreatif Strategi

Media

Tujuan Media Strategi

Kreatif

Program Kreatif Kreatif

Biaya Kreatif Khalayak

Sasaran Panduan Media

Program Media Biaya Media

Khalayak Sasaran Isi Pesan

Bentuk Pesan

Tema Dasar Pengarah an Visual Penulisan Naskah Pengarah an Teknis EKSEKUSI

PERANCANGAN

Data Visual Eksekusi Desain Media

Sketsa Media Utama

Sketsa Media Pendukung

Karya Final

PENUTUP

Kesimpulan Saran

Referensi

Dokumen terkait

PROBLEM Antimicrobial resistance AMR is a major threat to human health.1,2 Patients with sepsis who are treated with an antimicrobial for which the causative pathogen is