• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perdarahan postpartum yaitu hilangnya darah lebih dari 500 ml. Pada kelahiran normal akan terjadi kehilangan darah sebanyak kurang lebih 200 ml, namun jika adanya episiotomi dapat meningkatkan kehilangan darah 100 ml atau bahkan lebih. Perdarahan selama 24 jam pertama setelah melahirkan disebut perdarahan postpartum primer atau early postpartum hemorrhage. Sedangkan Perdarahan lebih dari 24 jam pertama dinamakan perdarahan postpartum lanjut atau late postpartum hemorrage (Oxorn, 2010). Menurut Marmi (2012) perdarahan postpartum merupakan latar belakang atas tingginya mortalitas dan morbiditas ibu saat melahirkan. Pada umumnya kematian ibu terjadi pada saat melahirkan (60,87%), waktu nifas (30,43%) dan waktu hamil (8,70%) (Dinkes Jawa Barat 2017).

Di Indonesia 90% kematian ibu terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan. Penyebab utamanya karena perdarahan, hipertensi, dan infeksi (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI 2014). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa 67% kematian maternal akibat perdarahan terutama perdarahan postpartum primer. Berdasarkan data Kementrian Kesehatan RI (2015), persentase penyebab kematian ibu melahirkan yakni perdarahan 28%, eklampsia 24%, infeksi 11%, abortus 5%, emboli obstetri 3%, komplikasi puerpurium 8%, dan lain-lain 11 %. Penyebab utama kematian ibu pada tahun 2017 di Kota

(2)

Bandung itu sendiri adalah perdarahan dan penyebab lain-lain (Dinkes Jawa Barat, 2017).

Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 untuk Angka Kematian Ibu (AKI) mengalami peningkatan yang signifikan dari 228/100.000 kelahiran hidup menjadi 359/100.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2015). Jumlah kematian ibu di Kota Bandung tahun 2012- 2017 masih fluktuatif yaitu pada tahun 2012 sebanyak 24 kasus, pada tahun 2013 sebanyak 25 kasus, pada tahun 2014 sebanyak 30 kasus, pada tahun 2015 sebanyak 26 kasus, pada tahun 2016 sebanyak 27 kasus dan sepanjang tahun 2017 terlaporkan sebanyak 22 kasus. Kematian ibu yang terjadi pada tahun 2017 berdasarkan klasifikasi usia yaitu terdapat usia 20-34 tahun dengan 18 kasus, usia kurang dari 20 tahun 1 kasus, dan lebih 35 tahun 3 kasus. Berdasarkan waktu terjadinya kematian, terdapat 3 kasus kematian ibu pada masa kehamilan, 9 kasus pada masa persalinan, dan 10 kasus pada masa nifas. Penyebab kematian ibu terbesar adalah penyebab lain-lain (10 kasus), perdarahan (5 kasus), hipertensi kehamilan (5 kasus), infeksi (1 kasus), dan gangguan perdarahan (1 kasus) (Dinkes Kota Bandung, 2017).

Perdarahan postpartum merupakan salah satu masalah penting karena berhubungan dengan kesehatan ibu yang dapat menyebabkan kematian.

Meskipun angka kematian maternal telah menurun dari tahun ke tahun karena adanya pemeriksaan dan perawatan kehamilan, persalinan di rumah sakit serta adanya fasilitas transfusi darah, namun perdarahan masih tetap merupakan faktor utama dalam kematian ibu. Walaupun seorang ibu bertahan hidup setelah mengalami perdarahan pasca persalinan, namun ibu tersebut akan menderita

(3)

akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan (Kemenkes, 2015).

Berdasarkan data rekam medik RSUD Kota Bandung yang diterima pada tanggal 29 April 2019, selama tahun 2017 didapatkan ibu yang melahirkan secara normal sebanyak 2.050 orang, dari 2.050 ibu yang melahirkan normal terdapat 246 (12%) orang ibu yang mengalami perdarahan postpartum primer. Sedangkan pada tahun 2018 terdapat kelahiran spontan yaitu sebanyak 1.763 orang ibu. Ibu yang melahirkan secara spontan tersebut didapatkan data ibu yang mengalami perdarahan postpartum primer atau 24 jam pertama yaitu sebanyak 271 (15%). Dari data tersebut diketahui adanya peningkatan perdarahan postpartum primer dari tahun sebelumnya.

Menurut Varney (2008), perdarahan postpartum terbagi menjadi dua macam, yaitu perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage), adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah janin lahir, dan perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemmorhage), adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam sampai 6 minggu pasca kelahiran. Berdasarkan 2 macam perdarahan tersebut, kematian ibu yang paling sering karena waktu kejadiannya adalah kematian akibat dari perdarahan yang terjadi beberapa jam setelah persalinan atau perdarahan postpartum primer karena terlalu banyak mengeluarkan darah (Aeni, 2013 ; Arifin, 2012). Penyebab utama (presipitasi) perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir (Manuaba, 2010). Faktor lain (predisposisi) yang juga diduga mempengaruhi perdarahan postpartum primer yaitu umur ibu, pendidikan ibu, jarak antar kelahiran, paritas dan anemia (Rahmi, 2009 ; Manuaba, 2010).

(4)

Sedangkan penyebab utama perdarahan postpartum sekunder biasanya disebabkan oleh robekan jalan lahir dan sisa plasenta (Manuaba, 2010).

Penyebab yang paling banyak yaitu retensio plasenta dikarenakan kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta. Penyebab lainnya yaitu atonia uteri, hal ini terjadi karena pembuluh darah yang tidak berkontraksi sehingga dinding uterus mengalami peregangan yang terlalu berlebih yang berakibat pada perdarahan postpartum. Gejala klinis ibu yang mengalami perdarah postpartum yaitu terlihat pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Lubis, 2011). Faktor lain yang mempengaruhi perdarahan postpartum primer yaitu umur ibu. Umur ibu yang paling aman untuk hamil dan melahirkan yaitu antara 20-35 tahun, karena berada dalam masa reproduksi yang sehat (Yusriana, 2017). Pada wanita yang berusia <20 tahun dan >35 tahun mempunyai resiko mengalami perdarahan postpartum, dimana usia kurang dari 20 tahun organ reproduksinya belum berkembang dengan sempurna. Sedangkan wanita berusia lebih dari 35 tahun fungsi organ reproduksinya sudah mengalami penurunan (Manuaba, 2009). Faktor selanjutnya yaitu pendidikan, ibu yang berpendidikan tinggi (SMA-Perguruan Tinggi) cenderung untuk menikah pada usia yang lebih tua karena semakin banyak informasi yang didapatkan maka semakin mengetahui tentang perubahan fisiologis masa nifas dan mengenai perdarahan postpartum (Notoatmodjo, 2010).

Faktor berikutnya yaitu ibu yang melahirkan dengan jarak < 2 tahun lebih beresiko untuk mengalami perdarahan karena akan merusak pada sistem reproduksi yang mengakibatkan anemia sampai kematian (Sawitri, dkk 2014).

Faktor berikutnya yaitu paritas, paritas rendah (paritas 1) dan paritas tinggi (lebih dari 4) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi (Puspasari, 2017). Pada

(5)

paritas yang rendah (paritas 1) dapat menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Sedangkan semakin sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan (paritas lebih dari 4) maka uterus semakin lemah sehingga besar risiko komplikasi kehamilan (Puspasari, 2017). Semakin tinggi paritas ibu semakin tinggi resiko terjadinya perdarahan postpartum (Cuningham, 2005). Faktor selanjutnya yaitu anemia, jumlah oksigen dalam darah yang kurang menyebabkan otot-otot dalam uterus tidak dapat berkontraksi dengan adekuat sehingga timbul atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan banyak (Saifuddin, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian Dina (2013) menunjukkan bahwa umur di bawah 20 tahun atau di atas 35 tahun memiliki risiko mengalami perdarahan postpartum 3,1 kali lebih besar dibandingkan ibu yang berumur 20 sampai 35 tahun.

Hal ini sejalan dengan penelitian Puspasari (2017) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan kejadian perdarahan postpartum.

Adapun hasil penelitian Pustikasari (2016) yang mengatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan kejadian perdarahan postpartum. Ibu dengan tingkat pendidikan rendah beresiko 6 kali mengalami perdarahan postpartum. Menurut hasil penelitian Apriani (2016) menunjukkan adanya hubungan antara pendidikan, anemia dan riwayat komplikasi persalinan sebelumnya dengan perdarahan postpartum. Berdasarkan hasil penelitian Widianti (2014) menunjukkan bahwa ibu yang melahirkan dengan jarak kurang dari 2 tahun lebih beresiko mengalami perdarahan. Oleh karena itu ada hubungan yang sangat signifikan antara jarak kelahiran dengan perdarahan postpartum.

(6)

Adapun hasil penelitian Miswarti (2007) menyatakan proporsi ibu yang mengalami perdarahan postpartum primer dengan paritas lebih dari 3 sebesar 48%, oleh karena itu adanya hubungan yang signifikan antara paritas dengan perdarahan postpartum primer. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Milaraswati (2008) menyatakan bahwa proporsi ibu yang mengalami perdarahan postpartum primer dengan paritas

>4 yaitu 69% dan didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan perdarahan postpartum primer. Berdasarkan hasil penelitian Sumami (2011) di RSUD Kota Bandung adanya hubungan antara umur, paritas, pendidikan ibu, dan retensio plasenta terhadap perdarahan pada ibu postpartum. Adapun hasil penelitian Rosmiyati (2015) didapatkan bahwa ada hubungan antara anemia pada kehamilan dengan kejadian perdarahan postpartum.

Berdasarkan hasil penelitian Pitriani (2017) umur ibu tidak ada hubungannya dengan kejadian perdarahan postpartum karena nilai p value = 0,106 yaitu p value > α (α=0,05). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Friyandini (2015) tidak ada hubungan yang bermakna antara perdarahan postpartum primer dan sekunder dengan usia dengan nilai p value = 0,253 yaitu p value > α (α =0.05).

Hasil penelitian Friyandini (2015) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara perdarahan postpartum primer dan sekunder dengan paritas dengan nilai p value=0,953 yaitu p value > α (α=0.05). Adapun hasil penelitian Eriza (2015) tidak terdapat hubungan yang bermakna antara perdarahan postpartum primer dan sekunder dengan paritas dengan nilai p value = 0,49 yaitu p value > α (α=0,05). Berdasarkan hasil penelitian Friyandini (2015) dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara perdarahan postpartum primer dan sekunder dengan tingkat pendidikan dengan nilai p value=0.437 yaitu p value > α (α=0,05). Hal ini sejalan dengan hasil

(7)

penelitian Suryani (2007) nilai p value = 0,582 yaitu p value > α (α=0,05) yang menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara perdarahan postpartum dan tingkat pendidikan ibu.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada April - Mei 2019 di Ruangan Tulip dan juga Aster RSUD Kota Bandung terhadap 5 responden yang mengalami perdarahan postpartum primer dengan wawancara langsung yang didapatkan data yaitu 1 orang ibu yang melahirkan diumur yang beresiko yaitu < 20 tahun, terdapat 2 orang ibu yang melahirkan diumur tidak beresiko yaitu 20-35 tahun, dan terdapat 2 orang ibu yang melahirkan di umur beresiko yaitu >35 tahun. Dari 5 responden tersebut terdapat 2 orang ibu yang mengalami anemia dan jarang mengkonsumsi tablet penambah darah serta tidak secara teratur memeriksakan kehamilan ke pelayanan kesehatan, sedangkan 3 orang ibu tidak mengalami anemia dan selalu mengkonsumsi tablet penambah darah selama kehamilan dan juga memeriksakan kehamilan secara teratur ke pelayanan kesehatan. Jenjang pendidikan terakhir ibu didapatkan SMP 2 orang dan SMA 3 orang. Jarak antar kelahiran anak sekarang dengan kelahiran anak sebelumnya didapatkan 2 orang ibu yang jarak kelahirannya > 2 tahun, terdapat 3 orang ibu yang jarak kelahirannya < 2 tahun.

Dari latar belakang diatas mengingat perdarahan postpartum primer merupakan penyebab pertama pada kematian ibu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Kota Bandung”.

(8)

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas penulis ingin mengidentifikasi “Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perdarahan postpartum primer di RSUD Kota Bandung ?”.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan perdarahan postpartum primer di RSUD Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi hubungan umur ibu dengan perdarahan postpartum primer di RSUD Kota Bandung.

2. Mengidentifikasi hubungan pendidikan ibu dengan perdarahan postpartum primer di RSUD Kota Bandung.

3. Mengidentifikasi hubungan jarak antar kelahiran dengan perdarahan postpartum primer di RSUD Kota Bandung.

4. Mengidentifikasi hubungan paritas dengan perdarahan postpartum primer di RSUD Kota Bandung.

5. Mengidentifikasi hubungan anemia dengan perdarahan postpartum primer di RSUD Kota Bandung.

(9)

1.4.

Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu dalam bidang keperawatan maternitas khususnya tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perdarahan pada ibu postpartum. Serta dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya.

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Bagi Institusi Kesehatan

Memberikan konseling atau sosialilasi kepada ibu-ibu terkait perdarahan postpartum primer , sehingga ibu dapat mengetahui dan memahami faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan postpartum primer serta dapat mempersiapkan untuk kehamilan selanjutnya. Memberikan penyuluhan dan pemberian edukasi tentang jumlah anak ideal melalui program Keluarga Berencana (KB) dan mendukung salah satu program pemerintah. Memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu-ibu hamil akan pentingnya asupan gizi yang sempurna serta pentingnya mengkonsumsi tablet zat besi agar tidak terjadi anemia pada saat kehamilan dan untuk mencegah terjadinya perdarahan pada saat melahirkan. Memberikan edukasi kepada ibu-ibu bahwa umur yang baik untuk hamil itu pada umur 20-35 tahun. Umur kurang dari 20 tahun sistem reproduksi belum berkembang dengan baik, sedangkan umur lebih dari 35 tahun sistem reproduksinya sudah mengalami penurunan. Serta

(10)

berikan informasi tentang bahaya jika hamil dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun untuk meminimalkan kejadian perdarahan postpartum primer.

2. Bagi peneliti

Memberikan informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian perdarahan postpartum dan menambah ilmu pengetahuan tentang metodologi penelitian dan perdarahan postpartum.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan masukan dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang mungkin akan melakukan penelitian berhubungan dengan faktor lain yang mempengaruhi perdarahan postpartum primer diantaranya faktor presipitasi yaitu atonia uteri, retensio plasenta, robekan jalan lahir dan rest plasenta.

4. Bagi Responden

Sebagai informasi yang berguna untuk menambah wawasan pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perdarahan postpartum dan lebih mempersiapkan untuk kehamilan berikutnya, serta rutin kontrol cek kehamilan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan perdarahan postpartum.

Referensi

Dokumen terkait

Stride cycle of cat may be divided based on the existence of contact between the foot with the ground into swing and support (stance) phases. While the leg is in the swing phase,

3 A person who carries out an activity is taken to have complied with the cultural heritage duty of care in relation to Aboriginal cultural heritage if— a the person is acting— i