• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Konteks Penelitian

Komunikasi adalah proses interaksi yang terjadi antara komunikator (pengirim pesan) dengan komunikan (penerima pesan), dan terjadi secara langsung ataupun tidak langsung. Komunikasi juga merupakan hal yang sangat penting dalam berkeluarga. Tanpa adanya komunikasi yang baik, maka dapat menyebabkan perpecahan dalam keluarga. Berkeluarga terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul serta tinggal dalam satu atap yang sama, serta dalam keadaan saling membutuhkan (Hadawiyah, 2016).

Salah satu keluarga yang mengalami proses komunikasi keluarga antar Suku terjadi pada keluarga Bapak Siswoyo dan Ibu Tita Kemala. Mereka merupakan pasangan pernikahan antar suku dimana Pak Siswoyo berasal dari suku Jawa Tengah dan ibu Tita berasal dari suku Sunda. Mereka melaksanakan pernikahan pada tahun 1996, sehingga sekarang umur pernikahan mereka telah berumur 23 tahun. Pernikahan mereka dikaruniai satu orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan.

Keluarga kedua yang juga terjadi komunikasi antar suku selanjutnya dialami pada keluarga Bapak Yayan Taryana dan Ibu Sri Maryani, mereka telah menikah sejak 29 Januari 2004, kurang lebih sudah 15 tahun dan sudah dikaruniai 2 anak laki-laki yang bernama Iqbal Muhammad Yanuar dan Rizal Al Rasyid Yanuar. Pak Yayan berasal dari Sunda asli yang tinggal di Bandung dan Ibu Sri Maryani berasal

(2)

Keluarga selanjutnya ialah keluarga Mas Sujatmiko dan Teh Ega, mereka telah menikah selama 12 tahun. Mereka saat ini tinggal dijalan Sukalaksana dan dikaruniai 2 anak perempuan. Pertemuan mereka dimulai pada saat mereka sama- sama bekerja di tempat yang sama. Tanpa disangka pertemuan mereka berujung pernikahan yang bertahan hingga saat ini.

Peneliti memilih keluarga Bapak Siswoyo dan ibu Tita Kemala sebagai narasumber inti, karena pernikahan mereka merupakan pernikahan yang paling lama diantara narasumber lainnya. Sebelum pernikahan mereka juga terdapat beberapa permasalahan yang harus mereka hadapi.

Diantaranya larangan orang tua, perbedaan kepercayaan suku Jawa dan Sunda yaitu suku Jawa mempercayai bahwa suku Sunda dinilai memiliki sifat malas, hobi berdandan, dan boros. Sehingga suku Jawa menyimpulkan bahwa suku Sunda tidak cocok jika dijadikan sebagai pasangan. Begitupun sebaliknya, menurut suku Sunda, suku Jawa dinilai memiliki karakter yang keras, sehingga suku Sunda menyimpulkan bahwa suku Jawa tidak sesuai dengan suku Sunda yang identik dengan lemah lembut.

Setelah melewati permasalahan tersebut Pak Siswoyo dan Ibu Tita melaksanakan pernikahan pada tahun 1996. Mereka dikaruniai satu orang anak laki- laki dan dua anak perempuan. Setelah mereka membangun hubungan rumah tangga, terdapat beberapa permasalahan yang harus mereka lalui. Diantaranya, perbedaan bahasa contohnya dalam bahasa Jawa “Dahar” yang artinya “makan”

merupakan kata yang halus, namun dalam Sunda kata dahar yang memiliki arti sama yaitu makan, namun sedikit kasar atau tidak cocok digunakan terhadap orang

(3)

Permasalahan yang lainnya yaitu dalam cara mendidik anak. Contohnya, kebanyakan dari suku Jawa mendidik anak lebih tertutup dan penuh kehati-hatian.

Sedangkan, suku Sunda dalam hal mendidik anak lebih terbuka sehingga anak sedikit lebih terbebaskan. Permasalahan terakhir yang terjadi yaitu hubungan dengan mertua, masalah seperti itu biasanya terjadi dikarenakan kurangnya bergaul dan berbaur. Perbedaan suku mengakibatkan kurangnya komunikasi antara menantu dan mertua.

Dalam konteks ilmu komunikasi, sebuah hubungan keluarga tidak terlepas dari berbagai macam permasalahan. Hal ini dikarenakan keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang harus hidup bersosialisasi dengan lingkungan, dan mereka selalu dipengaruhi dan mempengaruhi orang lain. Hal itu berimbas pada keharmonisan dan keutuhan keluarga itu. Oleh karena itu, komunikasi yang efektif sangat dibutuhkan dalam suatu keluarga (Rimporok, 2015).

Komunikasi yang efektif terjadi jika makna yang disampaikan sama dengan apa yang dimaksudkan oleh komunikator. Komunikasi dalam keluarga, tidak hanya berproses pada penyampaian pesan atau informasi dalam keluarga tersebut, tapi juga untuk membangun hubungan yang harmonis antar anggota keluarga demi terwujudnya keluarga yang bahagia lahir dan batinnya (Rimporok, 2015).

Pernikahan antar budaya adalah pernikahan yang terjadi antara pasangan yang berasal dari dua suku, ras dan kebudayaan yang berbeda dalam suatu ikatan yang sah. Berasal dari dua kebudayaan yang berbeda membuat keluarga yang menikah berbeda budaya tersebut memerlukan proses adaptasi yang melebihi pernikahan dalam satu budaya (Pramudito, 2017).

(4)

Sejarah kebudayaan suatu masyarakat merupakan dasar bagi kepentingan menganalisis dan memahami kebudayaan. Upaya untuk menelusuri keturunan suatu keluarga dapat diketahui melalui susunan perkawinan dari suatu generasi kepada generasi yang berikutnya. Yang pasti penelusuran itu pun turut menggambarkan nilai-nilai budaya, norma budaya, dan perilaku individu, nilai dan norma serta perilaku kelompok budaya tertentu. Dari penelusuran itu kita diberi kemampuan untuk menjelaskan beragam sikap yang dipertukarkan melalui para anggota budaya tersebut (Liliweri, 2011).

Budaya bisa berarti tentang cara manusia hidup, karena pada dasarnya budaya merupakan nilai-nilai yang muncul dari proses interaksi yang dilakukan antar individu. Nilainya telah di akui, baik secara langsung maupun tidak. Seiring dengan waktu yang dilakukan dalam interaksi itu. Contohnya seperti orang Melayu memiliki kebiasaan menggunakan pakaian Melayu pada hari jumat, dan orang luar menyebutnya itu sebagai sebuah kebudayaan yang ada pada daerah Melayu (Anwar

& Cangara, 2016).

Arti budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai pikiran (akal budi), adat istiadat, sesuatu yang mengenai kebudayaan yang telah berkembang dan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sulit diubah. Jadi dapat disimpulkan kebudayaan itu adalah hal yang terjadi secara berulang pada suatu suku (Anwar & Cangara, 2016).

Sejarah kebudayaan suku bangsa melalui peninggalan nenek moyang terdahulu dapat menggambarkan kepada kita tentang sikap, pengetahuan, dan perilaku, termasuk perilaku komunikasi suku bangsa tersebut dengan suku lain

(5)

Walaupun Indonesia terdiri dari beberapa pulau-pulau yang dibatasi oleh selat dan laut, tetapi hal tersebut tidak membatasi penduduk Indonesia untuk mendatangi pulau atau daerah lain yang dikenal dengan istilah merantau. Merantau merupakan suatu aktivitas dimana seorang meninggalkan tempat tinggalnya untuk pergi ke tempat lain yang jauh dari tempat asalnya. Biasanya mereka hidup dan tinggal di daerah tersebut dalam waktu yang cukup lama (Ichsan, 2016).

Ditambah lagi dengan berkembangnya teknologi komunikasi, banyak membantu manusia dalam melakukan interaksi sosial dengan masyarakat baru dan budaya yang baru. Kemungkinan berpindahnya sekelompok manusia ke daerah baru pun semakin besar, entah untuk meraih pendidikan atau untuk mengembangkan karir (Ichsan, 2016).

Salah satu suku yang memiliki budaya perantau yaitu Suku Jawa. Efek dari banyaknya orang Jawa merantau menyebabkan saat ini banyak Etnis Jawa yang tinggal di daerah lain selain daerah aslinya, termasuk di daerah Jawa Barat.

Fenomena tersebut membuat banyak masyarakat yang melakukan pernikahan antar suku, salah satunya yaitu pernikahan yang terjadi antara suku Sunda dan suku Jawa (Ichsan, 2016).

Sudah sejak lama kepercayaan bahwa suku ini dilarang terikat dalam suatu pernikahan. Alasan yang paling terkenal adalah legenda antara Kerajaan Majapahit (Jawa) dan Kerajaan Pajajaran (Sunda). Keduanya terlibat dalam konflik yang disebut Perang Bubat. Hal ini yang masih dipegang erat oleh sebagian masyarakat Sunda dan Jawa. Tapi, harus kita ketahui bahwa sebenarnya pertikaian antara suku Sunda dan suku Jawa ini secara resmi telah berakhir, hal tersebut ditandai dengan

(6)

peresmian beberapa nama-nama jalan baru di Yogyakarta menggunakan nama daerah yang ada di Jawa Barat, dan begitu pula sebaliknya (Ferdian, 2018).

Pernikahan adalah bersatunya dua pribadi yang berbeda, dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan merupakan sesuatu yang sakral dan diinginkan setiap orang. Pernikahan merupakan bentuk ibadah yang suci dan perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik dari pihak suami maupun istri (Karel, Sondakh,

& Pasoreh, 2014).

Indonesia adalah negara yang terdiri dari bermacam suku bangsa dengan adat istiadat yang beragam. Dilihat dari data yang diperoleh pada sensus penduduk yang terakhir dilakukan oleh Badan Pusat Statistik atau BPS Republik Indonesia, tercatat 1.128 suku di Indonesia. Suku-suku tersebut di antaranya Jawa, Sunda, Batak, Madura, Bugis, Nias, Betawi, Melayu, Dayak dan lain-lain. Setiap suku memiliki kebudayaan yang khas dan berbeda. Dengan keberagaman budaya masyarakat Indonesia dan percampuran budaya yang terjadi karena sebagian penduduk Indonesia yang berpindah, menjadi wajar jika terjadinya pernikahan antar suku (Veronica, 2017).

Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka hukum Islam sangat memengaruhi sikap moral dan kesadaran hukum masyarakatnya.

Pernikahan di dalam agama Islam, merupakan syarat yang paling sah, karena pernikahan penting sekali terutama untuk menentukan dimulai sejak kapan sepasang pria dan wanita itu dihalalkan untuk melakukan hubungan seksual sehingga terbebas dari yang namnya perzinaan. Perkawinan di Indonesia diatur oleh Undang - Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan (R. Hidayat, 2018).

(7)

Mengarungi bahtera rumah tangga yang bahagia tentu saja menjadi dambaan semua orang. Namun, menyatukan dua orang yang berbeda karakter dalam waktu yang lama tentu saja sangat tidak mudah.

Berbagai persoalan seperti seringnya bertengkar, hilangnya rasa kecocokan, faktor ekonomi dan lain-lain. Jika dalam pernikahan terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi, tentu saja memungkinkan terjadinya perceraian. Dari data faktor penyebab perceraian tahun 2017 yang dapat dilihat pada tabel dibawah, di Pengadilan Agama seluruh Indonesia terdapat lebih dominasi alasan atau faktor perselisihan dan pertengkaran terus menerus menempati urutan terbanyak pertama seperti pada tabel I.1. di bawah ini (R. Hidayat, 2018) :

PENYEBAB PERCERAIAN DI INDONESIA TAHUN 2017 No. Permasalahan Jumlah Perceraian

1. Zina 1.896

2. Mabuk 4.246

3. Madat 1.189

4. Judi 2.179

5. Meninggalkan salah satu pihak 70.958

6. Dihukum penjara 4.898

7. Poligami 1.697

8. Kekerasan dalam rumah tangga 8.453

9. Cacat badan 432

10. Perselisihan dan pertengkaran

terus-menerus 152.575

11. Kawin paksa 1.976

12. Murtad 600

13. Ekonomi 105.266

14. Lain-lain 7.799

Sumber : (Hibatullah, 2018; Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag Mahkamah Agung, 2017).

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Direktorat Jendral Badan

(8)

empat belas kategori yang menjadi alasan dasar terjadinya perceraian. Alasan- alasan tersebut didapat setelah menganalisis 364.164 kasus peprceraian. Alasan perselisihan dan pertengkaran terus-menerus menjadi alasan paling banyak digunakan sebagai dasar perceraian dengan nominal 152.575 kasus perceraian (Hibatullah, 2018).

Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud untuk mengetahui komunikasi keluarga pada pernikahan berbeda Suku. Hal ini akan dibahas dengan menggunakan sudut pandang studi etnografi komunikasi, yaitu penelitian suatu kelompok kebudayaan berdasarkan pada kehadiran peneliti di lapangan. Pengumpulan data akan dilakukan menggunakan metode kualitatif.

Peneliti berharap, hasil penelitian ini akan bermanfaat untuk kebutuhan penelitian selanjutnya serta bertujuan untuk membantu orang lain yang menikah berbeda suku agar dapat mempertahankan rumah tangga mereka walaupun mereka berasal dari wilayah yang berbeda kebudayaan. Jadi peneliti akan mengangkat penelitian ini sebagai salah satu syarat kelulusan Program Sarjana dengan judul:

“Komunikasi Keluarga Berbeda Suku (Studi Etnografi Komunikasi pada Keluraga Berbeda Suku Antara Suku Sunda dan Suku Jawa di Bandung).

1.2. Fokus Penelitian

Berdasarkan dari uraian tersebut, peneliti ingin mengkaji lebih dalam komunikasi keluarga pada pernikahan antara suku Sunda dan suku Jawa. Mereka merupakan orang yang berasal dari budaya setempat dan budaya pendatang dan memiliki perbedaan kebudayaan, namun bagaimana mereka dapat menyesuaikan dialek dan sikap ketika berkomunikasi.

(9)

1.3. Pertanyaan Penelitian

Dari konteks penelitian di atas, maka muncul lah beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana keluarga berbeda suku menyikapi perbedaan?

2. Bagaimana keluarga berbeda suku dalam membangun komunikasi?

3. Bagaimana perilaku komunikasi pada keluarga berbeda suku?

1.4. Tujuan Penelitian

Dari pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui cara keluarga berbeda suku menyikapi perbedaan.

2. Untuk mengetahui cara keluarga berbeda suku dalam membangun komunikasi.

3. Untuk mengetahui perilaku komunikasi pada keluarga berbeda suku.

1.5. Kegunaan Penelitian 1.5.1. Aspek Teoritis

Penelitian ini diharapkan supaya bisa memberikan manfaat secara teoritis terhadap kemajuan dalam bidang ilmu komunikasi untuk memperbaiki permasalahan komunikasi yang disebabkan perbedaan suku dan budaya yang ada, serta juga mampu menjadi acuan untuk penelitian berikutnya yang terkait dalam mencari referensi kajian terdahulu.

1.5.2. Aspek Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi mahasiswa ilmu komunikasi dan dalam menambah wawasan serta referensi untuk keperluan.

Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi sumber acuan bagi para pasangan antar

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bermain pencampuran warna dan bermain balok terhadap kemampuan kognitif anak Usia 5 tahun di TK Sejahtera II Namorambe. Penelitian