1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejadian stroke iskemik mencakup sekitar 80% dari seluruh kejadian stroke.1 Patofisiologi stroke sangatlah kompleks dan melibatkan berbagai proses yaitu kegagalan energi, eksitotoksisitas, stress oksidatif, rusaknya sawar darah otak, inflamasi, nekrosis atau apoptosis dan sebagainya2,3, yang disebut sebagai kaskade iskemik. Kerusakan jaringan otak ini dapat ditandai adanya defisit neurologi berupa gangguan motorik, sensorik, maupun kognitif. Prevalensi dari post – stroke cognitive impairment cukup tinggi.
Faktor – faktor demografi seperti usia, pendidikan, pekerjaan dan faktor – faktor vaskular memiliki peran penting dalam mempengaruhi terjadinya resiko post – stroke cognitive impairment. Kondisi ini dapat diinduksi oleh adanya lesi neuroanatomis pada lokasi – lokasi tertentu, small cerebrovascular disease, dan mixed AD dengan stroke.107
Stroke mengakibatkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Secara global, stroke telah menjadi penyebab kematian terbesar ke-2 setelah penyakit jantung koroner dan merupakan penyebab kecacatan tertinggi di dunia.11,12 Menurut American Heart Assosiation (AHA), di Amerika Serikat dari 100.000 penderita stroke, 50-100 penderita meninggal tiap tahunnya.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2016, ada 5,5 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskular di seluruh
2 dunia (2,7 juta kematian akibat stroke iskemik dan 2,8 juta kematian akibat stroke hemoragik).4 Eropa Timur, Asia Timur, serta sebagian Asia Tenggara, Asia Tengah, dan Afrika memiliki tingkat kematian akibat stroke paling tinggi.4 Di Indonesia, prevalensi stroke pada meningkat dari 7% pada tahun 2013 menjadi 10,9% pada tahun 2018, serta meningkat seiring bertambahnya umur.5 Penderita penyakit stroke banyak ditemukan pada kelompok umur 45-54 tahun, 55-64 tahun dan 65-74 tahun.6 Menurut laporan Yayasan Stroke Indonesia tahun 2012 angka kejadian stroke di Indonesia per tahun adalah 200 dari 100.000 penduduk, sekitar 2,5 % meninggal dan sisanya cacat ringan maupun berat.9 Berdasarkan Riskesdas 2018, terjadi peningkatan insidensi stroke di Indonesia apabila dibandingkan Riskesdas 2013 yaitu dari 7/1000 penduduk menjadi 10,9/1000 penduduk.10
Diagnosis cepat dan tepat merupakan langkah yang sangat menentukan keberhasilan penanganan pasien stroke. Pencarian akan petanda biokimia stroke yang dapat terdeteksi dengan cepat dalam darah sangat penting untuk penanganan stroke akut. Petanda biokimia yang ideal untuk diagnosis, monitor, dan prognosis stroke harus memenuhi kriteria sebagai berikut : spesifik untuk otak, dapat dideteksi dalam darah pasien stroke akut, timbul dini dalam beberapa jam setelah serangan, kadar puncak mencerminkan luasnya kerusakan otak,dapat membedakan antara stroke dan TIA, stroke perdarahan dan iskemik, daerah lesi danpenumbra, serta dapat meramalkan outcome fungsional, salah satunya adalah protein S100β.
3 Patofisiologi dari iskemia serebral memiliki peran yang penting terhadap biomarker stroke iskemik, termasuk penanda untuk kerusakan jaringan otak, respon imun, dan inflamasi, penanda disfungsi endothelial dan penanda koagulasi/thrombosis. Efek iskemia cukup cepat terjadi karena otak tidak menyimpan glukosa, yang merupakan substrat energi utama dan tidak mampu melakukan metabolisme anaerob.
Biomarker merupakan suatu molekul (contoh : protein, metabolit, dan asam nukleat) yang diukur dalam percobaan biologi dan digunakan sebagai indikator terhadap suatu status fisiologi dari suatu organisme. Biomarker harus dapat menyediakan nilai diagnostik dan prognostik dengan mencerminkan penyakit dasar atau suatu kondisi.13 Biomarker dapat berupa suatu molekul yang diukur melalui darah, cairan serebrospinal atau suatu jaringan, suatu perekaman seperti EKG atau EEG atau suatu pemeriksaan imaging. Meskipun biomarker cairan serebrospinal menjanjikan untuk kasus pendarahan, migrain, dan stroke, dibutuhkan biomarker serum. Dengan pemeriksaan tes darah akan menghilangkan kebutuhan akan prosedur invasif seperti tusukan lumbal, yang cenderung merupakan proses yang panjang dan tidak nyaman secara fisik dengan potensi komplikasi.14 Biomarker juga menunjukkan potensi untuk mengevaluasi keparahan cedera seperti infark otak dan memprediksi prognosis pasca stroke.15 Biomarker darah dapat berguna terhadap stoke iskemik baik untuk memperkirakan mekanisme etiologi dari keluaran yang buruk sebagai bagian dari skala prognosis.
4 Berbagai substrat biokimia yang dilepaskan sebagai respon dari kondisi iskemia memainkan peranan penting terjadinya kerusakan jaringan otak1, seperti protein S100β dan GFAP. Sekresi protein S100β dan GFAP meningkat seiring respon sel-sel glia akibat adanya gangguan metabolik seperti cedera kepala, kerusakan sawar darah otak dan iskemia.7 Suatu penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna kadar protein S100β antara subjek yang masuk dengan skor NIHSS ringan, seda ng, dan berat. Subjek yang masuk dengan nilai NIHSS sedang dan berat lebih sering menunjukkan kadar protein S100β lebih tinggi daripada subjek yang masuk dengan NIHSS ringan. 8
Pada stroke iskemik akut akan terjadi peningkatan kadar S100β dimana kerusakan secara neuroanatomi pasca stroke akut dapat menyebabkan timbulnya gangguan kognitif. Sampai saat ini, penelitian mengenai korelasi antara marker kerusakan otak dengan derajat kognitif penderita stroke iskemik menggunakan Moca-Ina masih terbatas, sehingga kami tertarik untuk meneliti hal tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka akan dilakukan penelitian tentang hubungan kadar S100β dengan keluaran klinis fungsi kognitif pasien stroke iskemik akut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, disusun permasalahan penelitian sebagai berikut :
Apakah terdapat hubungan kadar marker kerusakan otak S100β dengan keluaran klinis fungsi kognitif yang diukur dengan menggunakan
5 skor Montreal Cognitive Assessment versi Indonesia (MoCA-INA) pada pasien stroke iskemik akut?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Membuktikan adanya hubungan kadar S100β pada onset hari ke-3 dengan fungsi kognitif yang dinilai menggunakan skor MoCA-INA onset hari ke – 7, hari ke – 30, dan perubahan skor MoCA-INA onset hari ke-7 dengan hari ke-30 pada pasien dengan stroke iskemik akut.
2. Tujuan Khusus
a) Menganalisis hubungan kadar S100β serum onset hari ke-3 dengan skor MoCA-INA onset hari ke-7 dan hari ke-30 pada pasien stroke iskemik akut.
b) Menganalisis hubungan kadar S100β serum onset hari ke-3 dengan perubahan skor MoCA-INA antara onset hari ke-7 dan hari ke-30 pada pasien stroke iskemik akut.
c) Menganalisis hubungan faktor – faktor perancu yang mempengaruhi keluaran klinis pasien stroke iskemik akut.
D. Manfaat Penelitian 1. Bidang Akademis
Memberikan informasi mengenai adanya hubungan antara kadar S100β dengan keluaran klinis fungsi kognitif pasien stroke iskemik akut.
2. Bidang Penelitian
6 Sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya khususnya penelitian terkait biomarker kasus stroke.
3. Bidang Pelayanan Kesehatan
Memberikan informasi kepada tenaga kesehatan bahwa kadar S100β dapat menjadi indikator keluaran klinis fungsi kognitif pada pasien stroke iskemik akut bila hipotesis terbukti.
E. Orisinalitas Penelitian
Beberapa penelitian terdahulu sudah meneliti hubungan kadar S100β dengan keluaran klinis stroke iskemik akut. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada variabel bebas, dan metodologi yang diukur. Studi Selçuk O. dkk melakukan pengukuran kadar S100β kemudian menghubungkan dengan luas infark dan keluaran klinis yang diukur dengan modified Rankin Scale (mRS) 6 bulan dari onset. Penelitian Mohammed El Sherif dkk menghubungkan kadar berbagai biomarker yaitu D-dimer, angiopoietin-1, S100β, dan brain natriuretic peptide pada pasien stroke iskemik akut onset kurang dari 24 jam dengan keluaran klinisnya 3 bulan kemudian.16 Foerch dkk mengukur kadar S100β dengan subyek penelitian hanya pasien stroke infark arteri serebri media. Studi Brouns dkk mengukur kadar MBP, GFAP, S100β, dan NSE dalam cairan serebrospinal yang dihubungkan dengan keluaran pasien yang diukur dengan mRS 3 bulan kemudian. Penelitian oleh Kartikasari membandingkan kadar S100β terhadap NIHSS pada hari ke-3 dan hari ke-7, perbaikan klinis NIHSS ditandai dengan penurunan skor NIHSS ≥ 2. Penelitian lain yang dilakukan
7 oleh Wang F, et al, membuktikan bahwa kadar S100β pada pasien dengan disfungsi kognitif lebih tinggi pada pasien dengan VCIND dibandingkan dengan NCI, maupun kelompok kontrol. Pada penelitian kami dilakukan pengukuran kadar S100β hanya 1 kali secara seragam pada onset hari ke-3, dan indikator keluaran yang diukur adalah MoCA-INA hari ke-7 dan hari ke- 30 serta perubahan skor MoCA-INA.
Penelitian ini mencoba menghubungkan kadar S100β serum yang merupakan biomarker yang dikeluarkan pada stroke iskemik fase akut dengan keluaran klinis fungsi kognitif pada pasien stroke iskemik. Hasil penelitian ini diharapkan akan menguatkan bukti-bukti dan memberikan pemahaman yang lebih komprehensif dalam penggunaan protein S100β serum sebagai petanda yang dapat memberikan informasi akurat terhadap keluaran klinis fungsi kognitif stroke iskemik akut.
Tabel 1. Daftar Penelitian yang Berkaitan dengan Kadar S100β terhadap keluaran klinis stroke iskemik
No Peneliti Judul Metode Hasil
1. Selçuk O, Yayla V, Cabalar M, Guzel V, Uysal S, Gedikbasi A (2014)17
The Relationship of Serum S100B Levels with Infarction Size and Clinical Outcome in Acute Ischemic Stroke Patients
Kohort prospektif 50 pasien stroke iskemik akut yang masuk 24 jam dari onset dievaluasi selama 6
Kadar S100β tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, atau penyakit penyerta. Kadar S100β tertinggi dilaporkan pada hari ketiga onset, dan tidak terdapat korelasi antara ukuran infark dan kadar S100β. Tidak
8 bulan. Subyek
kontrol terdiri dari 26 orang sehat
terdapat korelasi antara derajat stroke (diukur dengan NIHSS) dengan kadar S100β. Terdapat korelasi lemah antara keluaran fungsional (diukur dengan modified Rankin Score) pasien pada bulan pertama dengan kadar S100β hari ketiga onset.
2. Mohammed El Sherif, Ahmed Esmael dan Osama Abd-El Salam (2016)16
Diagnostic and Prognostic Significance of Blood Biomarkers in Acute Ischemic Stroke
Kasus kontrol 150 pasien stroke iskemik akut dengan onset 24 jam pertama dan 30 kontrol , setiap pasien diperiksa biomarker : D- dimer,
angiopoietin-1, S100β, dan brain natriuretic peptide.
Kadar D-dimer, S100β, dan brain natriuretic peptide lebih tinggi pada pasien dengan keluaran yang buruk (diukur dengan modified Rankin Score). Sebaliknya kadar angiopoietin-1 menurun pada pasien dengan keluaran buruk.
3. Foerch C, Singer OC, Haefelin TN, de Rochemont RM, Steinmetz
Evaluation of Serum S100β as a Surrogate Marker for Long-term Outcome and
Kohort 39 pasien dengan infark akut arteri serebri media
Kadar S100β yang diukur setelah 48 dan 72 jam setelah onset memberikan nilai prediktif terbaik terhadap keluaran
9 H, Sitzer M.
(2005)18
Infarct Volume in Acute Middle Cerebral Artery Infarction
non lakunar, dengan onset kurang dari 6 jam
fungsional pasien yang diukur dengan modified Rankin Score 6 bulan setelah onset.
4.
5.
Brouns R, De Vil B, Cras P, De Surgeloose D, Marien P, De Deyn PP.
(2010)19
Kartikasari W, Retnaningsih, Husni A (2018)20
Neurobiochemica l Markers of Brain Damage in Cerebrospinal Fluid of Acute Ischemic Stroke Patients
Hubungan Kadar S100β Serum terhadap Luaran Klinis Neurologis Klinis Pasien Stroke Iskemik Akut
Kasus kontrol Konsentrasi MBP, GFAP, S100β, dan NSE dalam cairan serebrospinal diperiksa pada 89 pasien stroke iskemik akut dan pada 35 kontrol Kohort 42 pasien dengan stroke iskemik onset < 72 jam.
Dievaluasi penilaian NIHSS pada onset hari ke- 3- dan hari ke- 7, perbaikan klinis ditandai dengan penurunan skor NIHSS ≥
Kadar GFAP and S100β pada cairan serebrospinal memiliki korelasi dengan skor NIHSS pada saat masuk dan skor mRS pada 3 bulan berikutnya
Terdapat hubungan signifikan antara kadar S100β serum dengan luaran klinis neurologis.
10 6. Wang F, Zou
RZ, Yuan D, Gong Y, Zhang L, Chen X, et al
(2017)21
Correlation Between Serum S100β protein levels and cognitive dysfunction in patients with cerebral small vessel disease : a case- control study
2 poin.
Kasus kontrol 172 pasien dengan diagnosis SVD.
Diperiksa hubungan kadar marker S100β pada 3 kelompok grup NCI, VCIND, dan kelompok kontrol
Serum S100β ditemukan pada semua kelompok, namun kadar S100β ditemukan lebih tinggi pada VCIND dibanding NCI dan kelompok kontrol. Dan kadar S100β pada NCI lebih tinggi dibandingkan kelompok kontorl.
7. Jacquin A, Binquet C, Rouaud O, et al. (2014)108
Post—stroke cognitive
impairment: high prevalence and determining factors in a cohort of mild stroke.
Kohort 220 sample pasien dengan stroke pertama kali dan tanpa disertai demensia pre- stroke dari Neurology Department of Dijon,
University Hospital
Pemeriksaan dilakukan dengan MMSE dan MoCA didapatkan hasil 47.3%
pasien dengan post-stroke impairment, termasuk 7.7% dengan demensia.