BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mangrove adalah tumbuhan tingkat tinggi yang tumbuh secara berkelompok di daerah intertidal yang memberikan pengaruh besar terhadap komponen biotik, abiotik, dan sosial ekonomi masyarakat. Mangrove merupakan tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut, terutama di daerah pantai terlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang air laut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusmana, 2003 dalam Ndede et al., 2017).
Ekosistem mangrove di Tanjungpinang merupakan ekosistem mangrove pulau kecil, sebagaimana yang telah dijelaskan menurut BPS Kota Tanjungpinang (2021), luasan Tanjungpinang ±144,56 km². Keberadaan ekosistem mangrove di Tanjungpinang salah satunya yaitu di Sei Carang Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau.
Sei Carang merupakan daerah estuari yang ada di Tanjungpinang dan memiliki ekosistem mangrove yang biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai daerah tangkapan, untuk kerapatan mangrove di Sei Carang masuk kategori sedang dengan rata-rata kerapatan 1100 individu/Ha dan di dominasi oleh mangrove jenis Rhizophora sp., Bruguiera sp., Avicennia sp., dan Sonneratia sp. (Hafsar, 2018). Menurut Yolanda et al. (2020), terdapat beberapa
kegiatan konversi lahan di wilayah Sei Carang, seperti penambangan bauksit dan pembukaan mangrove pada tahun 2018 yang mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove dengan luas ± 2 Ha, kegiatan alih fungsi lahan tersebut menyisakan lingkungan dengan lahan terbuka dan ditinggalkan tanpa proses rehabilitasi.
Keadaan ini memberikan efek erosi dan sedimen yang mengalir ke tubuh air di saat hujan dan meningkatkan kekeruhan.
Pengaruh pascatambang bauksit yang meninggalkan bukaan lahan di Sei Carang hal ini dikhawatirkan mengganggu regenerasi ekosistem mangrove. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat regenerasi seedling (semai), sapling (pancang), dan pohon mangrove di perairan Sei Carang. Berdasarkan latar belakang di atas, maka disusun kerangka pikir dalam Gambar 1.
1.2. Rumusan Masalah
Bukaan lahan pascatambang bauksit dikhawatirkan mengakibatkan terjadinya tingkat degradasi lahan mangrove sehingga menyebabkan penurunan dan kerusakan regenerasi ekosistem mangrove di Sei Carang Tanjungpinang, untuk itu maka rumusan masalah yang dapat di uraikan sebagai berikut :
1. Bagaimana kerapatan seedling, sapling, dan pohon mangrove di perairan Sei Carang kota Tanjungpinang?
2. Bagaimana tingkat regenerasi ekosistem mangrove pada lahan pascatambang bauksit di perairan Sei Carang kota Tanjungpinang?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui kerapatan seedling, sapling, dan pohon mangrove di perairan Sei Carang kota Tanjungpinang!
2. Mengetahui tingkat regenerasi ekosistem mangrove pada lahan pascatambang bauksit di perairan Sei Carang kota Tanjungpinang!
1.4. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan latar belakang informasi bagi peneliti lain dan pemerintah terkait mengenai tingkat regenerasi ekosistem mangrove pada lahan pascatambang bauksit di perairan Sei Carang kota Tanjungpinang.
Kerangka pikir dalam Gambar 1, sebagai berikut:
Ekosistem mangrove di perairan Sei Carang Kota Tanjungpinang
Bukaan lahan pascatambang bauksit
Kerapatan mangrove Penurunan kualitas lingkungan perairan
Seedling, Sapling, dan Pohon
Parameter fisika dan kimia -suhu
-substrat -pH -DO -salinitas -kekeruhan
Tingkat regenerasi mangrove pascatambang bauksit
Gambar 1. Kerangka pikir Arahan pengelolaan ekosistem mangrove