BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Myomenippe hardwickii umumnya dikenal sebagai kepiting batu yang berada di bawah keluarga menippidae (Gray, 1831). Kepiting batu memiliki nama yang berbeda di beberapa daerah. Menurut Isnin (2015), dikenal dengan kepiting guntur. Penduduk atau masyarakat sekitar Pulau Dompak dan Senggarang, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau menyebutnya kepiting okop dan kepiting okop otot. Pulau Dompak terdapat sebuah perairan yang dimanfaatkan oleh nelayan sebagai tempat aktivitas perikanan dan area penangkapan salah satunya adalah kepiting (Susanti et al., 2019). Perairan Dompak merupakan salah satu habitat kepiting batu (M. hardwickii) yang hidup pada daerah berbatuan dan batuan karang.
Nelayan umumnya menangkap kepiting batu karena memiliki nilai ekonomis sebagai bahan pangan disamping permintaan pasar lokal. Permintaan akan kepiting batu oleh masyarakat umumnya hanya bagian capitnya saja karena memiliki daging yang tebal dan cita rasa yang lezat dibandingkan dengan badannya. Usaha penangkapan kepiting batu di Perairan Dompak masih bersifat tradisional yaitu menggunakan alat tangkap bubu dan terfokus pada aktivitas penangkapan di alam yaitu masih bergantung pada stok yang tersedia di alam.
Aktivitas penangkapan kepiting batu secara terus menerus dikhawatirkan akan mengganggu keberlangsungan siklus reproduksi terhadap kepiting tersebut.
Dalam upaya mempertahankan keberadaan, keberlangsungan, dan kestabilan populasi kepiting batu, maka diperlukan satu kajian tentang aspek biologi reproduksi pada kepiting batu. Hal ini dilakukan guna memastikan kepiting bisa mencapai umur dewasa dan melakukan reproduksi. Menurut Sulistiano (2009), di dalam proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan, sebagian besar hasil dari metabolisme tubuh ditujukan untuk perkembangan gonad. Kajian aspek biologi reproduksi ini sangat penting dilakukan mengingat sampai sejauh ini belum ada penelitian terkait kepiting batu. Penelitian tentang biologi reproduksi kepiting, tercatat diantaranya penelitian tentang spesies kepiting rajungan (Wiradinata et al., 2021) dan kepiting bakau (Arfiati et al., 2016). Kenyataan ini memperkuat
2
bahwa semakin perlunya satu kajian tentang aspek biologi reproduksi kepiting batu. Adapun kerangka pikir penelitian dalam bentuk diagram alir disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka pikir penelitian
Kepiting Batu (M. hardwickii) Perairan Dompak
Parameter Fisika Kimia
Tingkat Kematangan Gonad (TKG), Indeks Kematangan Gonad (IKG), fekunditas, diameter telur, nisbah kelamin, dan hubungan lebar karapas dengan bobot
Aspek Biologi Reproduksi Kepiting batu (Myomenippe
hardwickii) Fisika
1. Suhu
2. Kecerahan air 3. Kedalaman air 4. Kecepatan arus Kimia
5. Derajat Keasaman (pH) 6. Salinitas
7. Oksigen Telarut (DO)
Jantan dan Betina
3
1.2. Rumusan Masalah
Tidak adanya informasi terkait kepiting batu, dimana kepiting batu sering ditangkap oleh nelayan di Perairan Dompak. Sehubungan dengan hal tersebut dirumuskan permasalahan bagaimana aspek biologi reproduksi kepiting batu (M.
hardwickii) yang meliputi tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), fekunditas, diameter telur, nisbah kelamin, dan hubungan lebar karapas dengan bobot pada kepiting batu (M. hardwickii) di sekitar Perairan Dompak, Tanjungpinang, Kepulauan Riau.
1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan agar didapatkannya data berupa tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), fekunditas, diameter telur, nisbah kelamin, dan hubungan lebar karapas dengan bobot pada kepiting batu (M.
hardwickii) di sekitar Perairan Dompak, Tanjungpinang, Kepulauan Riau.
1.4. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi dasar tentang studi aspek biologi reproduksi kepiting batu (M. hardwickii) berupa tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), fekunditas, diameter telur, nisbah kelamin, dan hubungan lebar karapas dengan bobot pada kepiting batu (M. hardwickii) di sekitar Perairan Dompak, Tanjungpinang, Kepulauan Riau.