• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2015 menjelaskan bahwa Refraksionis Optisien/Optometris adalah setiap orang yang telah lulus dari pendidikan formal Refraksi Optisi/Optometri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu berijazah Refraksionis Optisien/Optometris serta telah mendapatkan pengakuan kompetensi yang dibuktikan dengan Surat Tanda Registrasi Refraksionis Optisien/Optometris (STR-RO/STR-O) (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

Sebagai tenaga pelayanan kesehatan, Refraksi Optisi/Optometri dituntut untuk professional, dimana peran, fungsi dan kompetensi seorang Refraksi Optisi/Optometri mampu menghasilkan pelayanan yang bertanggung jawab dalam hal penanganan gangguan tajam penglihatan, baik gangguan refraksi maupun gangguan akomodasi (Setyana, Tarigan dan Nugraha, 2020).

Pemeriksaan refraksi mata merupakan suatu rangkaian pemeriksaan dengan menggunakan berbagai jenis lensa yang bertujuan untuk mencapai tajam penglihatan terbaik, baik penglihatan jarak jauh maupun jarak dekat (Nikmatuzaroh, 2019). Dalam melakukan pemeriksaan mata, Refraksi Optisi/Optometri harus mengetahui tahapan-tahapan pemeriksaan refraksi sesuai standar prosedur untuk memberikan pelayanan kepada klien sesuai dengan

(2)

2

Permenkes Nomor 41 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Refraksi Optisi/Optometri (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

Pemeriksaan refraksi terbagi menjadi beberapa tahapan yaitu pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan objektif dan pemeriksaan subjektif. Pemeriksaan pendahuluan bertujuan untuk mengetahui jika pasien memiliki kelainan refraksi yang tinggi, gangguan pada penglihatan binokuler, gangguan pada pergerakan bola mata, atau kelainan penglihatan yang disebabkan oleh suatu penyakit.

Observasi dilakukan pada pemeriksaan pendahuluan ini bertujuan untuk mempermudah pemeriksa saat ingin melakukan pemeriksaan refraksi (Laras et al., 2021).

Refraksi objektif dilakukan untuk menentukan koreksi refraksi pasien sebagai penentuan titik awal refraksi subjektif. Refraksi objektif ini adalah tahapan pemeriksaan yang harus dikuasai oleh praktisi ketika pemeriksaan subjektif tidak dapat dipastikan dan pemeriksaan ini bisa dijadikan sebagai acuan.

Alat pemeriksaan yang digunakan pada tahapan pemeriksaan refraksi objektif adalah autorefraktometer dan retinoskopi (Brien Holden Vision Institute, 2015).

Refraksi subjektif dilakukan untuk menentukan lensa sferis dan silindris yang diperlukan untuk mendukung penglihatan pasien mencapai tajam penglihatan terbaik dengan meminimalkan akomodasi mata. Komunikasi dan kerjasama yang baik antara pemeriksa dengan pasien dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang optimal. Tahapan pemeriksaan refraksi subjektif dilakukan pada satu mata atau kedua mata. Teknik pada refraksi subjektif, yaitu Best Vision Sphere (BVS), Duochrome, Penentuan Astigmat, Keseimbangan

(3)

3

Binokuler dan Binocular Vision Testing. Alat pemeriksaan yang digunakan pada tahapan pemeriksaan refraksi subjektif adalah trial frame, trial lens, dan phoropter (Brien Holden Vision Institute, 2015).

Peneliti telah melakukan studi pendahuluan pada 5 optik di wilayah Kecamatan Antapani dan Kiaracondong guna mengetahui gambaran awal praktisi saat melakukan tahapan pemeriksaan. Dalam studi pendahuluan tersebut, didapatkan sejumlah 3 optik (60%) yang tidak mengikuti tahapan refraksi sesuai standar karena tidak melakukan pemeriksaan keseimbangan binokuler, sedangkan 2 optik (40%) melakukan tahapan pemeriksaan refraksi sesuai standar.

Tahapan pemeriksaan refraksi subjektif pada teknik balancing bila tidak didapatkan ketajaman penglihatan dengan koreksi penuh terhadap gangguan refraksi, menurut penelitian yang dilakukan oleh Rabbetts dkk menyatakan bahwa koreksi yang tidak seimbang dapat menyebabkan asthenopia akibat pergantian dalam mencari fokus bayangan antara kedua mata. Menurut penelitian Boris dan Benjamin menemukan bahwa akomodasi yang tidak seimbang dapat menyebabkan penurunan stereopsis dan menurunnya jangkauan konvergensi fusi.

(CICENDO, 2018)

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan Praktisi Tentang Tahapan Pemeriksaan Refraksi di Optik Kecamatan Antapani dan Kiaracondong”. Kata praktisi dalam penelitian ini merujuk pada setiap orang yang diteliti dan bekerja di suatu optik, baik tenaga Refraksi Optisi/Optometri maupun Non-Refraksi Optisi/Optometri.

(4)

4 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas identifikasi masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran pengetahuan praktisi tentang tahapan pemeriksaan refraksi di optik-optik Kecamatan Antapani dan Kiaracondong?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan praktisi tentang tahapan pemeriksaan refraksi di optik-optik Kecamatan Antapani dan Kiaracondong.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan praktisi tentang tahapan pemeriksaan refraksi berdasarkan pendidikan.

b. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan praktisi tentang tahapan pemeriksaan refraksi berdasarkan pelatihan.

c. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan praktisi tentang tahapan pemeriksaan refraksi berdasarkan pengalaman.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan untuk pengembangan ilmu praktisi dalam melakukan tahapan pemeriksaan refraksi di optik-optik terkait bidang pelayanan Refraksi Optisi/Optometri.

(5)

5 2. Manfaat Praktis

a. Manfaat Untuk Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk meningkatkan pengetahuan serta dapat mengaplikasikannya dalam melakukan pelayanan Refraksi Optisi/Optometri.

b. Manfaat Untuk Praktisi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi manfaat untuk bahan penelitian lebih lanjut sebagai anjuran/petunjuk dalam mengembangkan kemampuan dan pengetahuan diruang lingkup profesi Refraksi Optisi/Optometri.

c. Manfaat Untuk Organisasi Profesi

Penelitian ini dapat menjadi masukan dalam strategi peningkatan pelayanan praktisi di optik-optik khususnya Kota Bandung.

E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Lingkup Masalah

Masalah yang akan diteliti adalah masalah mengenai gambaran pengetahuan praktisi selain daripada Refraksi Optisi/Optometri yang turut serta dalam melakukan tahapan pemeriksaan refraksi di optik-optik Kecamatan Antapani dan Kiaracondong.

2. Lingkup Metode

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan menggunakan kuesioner pada praktisi di optik-optik Kecamatan Antapani dan Kiaracondong dengan pendekatan cross sectional.

(6)

6 3. Lingkup Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di optik-optik Kecamatan Antapani dan Kiaracondong pada bulan April – Mei 2022.

4. Lingkup Keilmuan

Penelitian ini merupakan bidang keilmuan Refraksi Klinik, Etika Profesi dan Manajemen Optik dalam hal pelayanan Refraksi Optisi/Optometri di optik.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Pakar Deteksi Buta Warna Menggunakan Metode Neural Network Expert System of Blind Detection Color Using Neural Network Method, 27– 36.. GAJAH MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY, 1,

Resistant starch content, in vitro starch digestibility and physico-chemical properties of flour and starch from Thai bananas.. Maejo International Journal of Science and Technology,