• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang

Masalah kesehatan di Indonesia, pada saat ini berada di masalah kesehatan triple burden yaitu, terkait pada pemberantasan penyakit infeksi, meningkatnya kasus penyakit tidak menular dan kemunculan kembali jenis penyakit yang seharusnya telah berhasil diatasi. WHO tahun 2017 dalam Kementerian Kesehatan RI 2019 menunjukkan bahwa di dunia setiap tahun terjadi kematian dini akibat PTM pada kelompok usia di 30-69 tahun sebanyak 15 juta. Sebanyak 7,2 juta kematian tersebut diakibatkan konsumsi produk tembakau dan 70% kematian tersebut terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia.1

Selain dari itu data WHO menunjukkan lebih dari satu milyar orang di dunia menggunakan rokok dan menyebabkan kematian lebih dari lima juta orang setiap tahunnya, dan diprediksikan akan membunuh 10 juta sampai tahun 2020.2 Korban dari jumlah itu diperkirakan 70% pada masyarakat yang tinggal di negara dengan berpenghasilan rendah dan menengah dengan konsumsi rokok terbanyak. Menurut data Tobacco Atlas pada tahun 2012 menunjukkan bahwa Indonesia masih merupakan salah satu dari lima konsumsi terbanyak, meskipun sudah menduduki peringkat keempat sejajar dengan Jepang.

(2)

Persentase di lima negara tersebut, yaitu Cina (38%), Rusia (7%), Amerika serikat (5%), Indonesia dan Jepang (4%).3 Menurut Kementerian Kesehatan RI 2019, kondisi pada saat ini beban penyakit secara nasional terjadi akibat transisi epidemiologi tahun 1990 ke tahun 2017 dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Tren PTM meningkat sebesar >70%, secara nasional PTM memiliki beban penyakit atau DALYs paling besar dibandingkan penyakit menular dan cedera. Adanya angka kenaikan prevalensi penyakit tidak menular ini berhubungan dengan pola hidup, antara lain merokok, konsumsi minuman beralkohol, aktivitas fisik, serta konsumsi buah dan sayur.

Kementerian Kesehatan RI 2019 juga mengungkapkan dalam berbagai riset, diketahui bahwa faktor risiko penyakit tidak menular (PTM) utama yang bisa dicegah secara bersama adalah perilaku merokok. 1

Menurut data Riskesdas 2013 dalam Kementerian Kesehatan RI 2019 saat ini prevalensi perokok laki-laki di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia dan diprediksi lebih dari 97 juta penduduk Indonesia terpapar oleh asap rokok. Menunjukkan saat ini kecenderungan peningkatan prevalensi merokok terlihat lebih besar pada kelompok anak-anak dan remaja, hal ini didukung berdasarkan data Riskesdas 2018 dalam Kementerian Kesehatan RI 2019 yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi merokok penduduk usia 18 tahun dari 7,2% menjadi 9,1%. Kajian Badan Litbangkes Tahun 2015 menunjukkan Indonesia menyumbang lebih dari 230.000 kematian akibat konsumsi produk tembakau setiap tahunnya. Globocan 2018 menyatakan, dari total kematian akibat kanker di Indonesia, kanker paru menempati urutan

(3)

pertama penyebab kematian yaitu sebesar 12,6%. Berdasarkan data Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan 87% kasus kanker paru berhubungan dengan merokok.1 Adapun menurut data pada infodatin secara nasional, prevalensi merokok adalah sebesar 29%. Provinsi dengan prevalensi merokok tertinggi di Indonesia adalah Jawa Barat (32,7%). Sedangkan prevalensi merokok terendah adalah Provinsi Papua (21,9%). Terdapat 13 provinsi dari 33 provinsi yang mempunyai prevalensi merokok lebih dari rata-rata nasional.4

Merokok merupakan suatu faktor yang memberikan dampak besar pada kesehatan terutama pada paru-paru. Asap rokok yang dihirup seorang perokok mengandung komponen gas dan partikel. Komponen gas terdiri dari karbon monoksida, karbon dioksida, hidrogen sianida, amoniak, oksida dari nitrogen dan senyawa hidrikarbon. Adapun komponen partikel terdiri dari tar, nikotin, benzopiren, fenol, dan kadmium. Terdapat 4000 bahan kimia berbahaya dalam rokok. Bahan kimia yang berbahaya dalam rokok adalah nikotin merupakan zat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik. Racun dan karsinogen yang muncul akibat pembakaran tembakau dapat menyebabkan kanker. 2

Pada dasarnya asap rokok terdiri dari asap utama yang mengandung 25%

kadar berbahaya dan asap sampingan yang mengandung 75% kadar berbahaya.

Asap rokok /tidak hanya berdampak negatif pada perokok, tetapi juga bagi orang lain yang menghirup asap rokok.5 PP RI No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan menyebutkan dampak negatif penggunaan tembakau pada kesehatan telah lama diketahui, dan kanker paru merupakan penyebab kematian

(4)

nomor satu di dunia, di samping dapat menyebabkan serangan jantung, impotensi, penyakit darah, enfisema, stroke, dan gangguan kehamilan dan janin yang sebenarnya dapat dicegah.6 Perokok mempunyai risiko 2-4 kali lipat untuk terkena penyakit jantung koroner dan risiko lebih tinggi untuk kematian mendadak. Asap rokok yang datang langsung pada saat menyalakan rokok (side stream smoke) dua kali lebih berbahaya dari asap rokok yang dihembuskan oleh perokok (asap utama).2

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan bahwa keseluruhan masalah produk tembakau terutama rokok telah diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Pengendalian rokok tersebut dapat dilakukan dengan cara menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di beberapa tatanan. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan tersebut penerapan KTR wajib dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.6 Karena itu, Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan penyakit tidak menular. Selain dari itu pelaksanaan KTR di Indonesia juga tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Kesehatan Dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/Menkes/Pb/I/2011 Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.

Adapun jumlah KTR di Indoensia menurut data Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri tahun 2019 sebanyak 22

(5)

provinsi memiliki regulasi KTR, 300 wilayah sudah menerbitkan peraturan daerah mengenai KTR, dan 68 daerah tingkat kota telah menerbitkan kebijakan KTR.7 Data infodatin menunjukkan peraturan tentang KTR terbanyak adalah DI Yogyakarta (80%) dan Sumatera Barat (73,68%).4 Di Jawa Barat khususnya daerah Kabupaten Bandung telah menerbitkan peraturan No. 13 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok Pasal 8 “Setiap orang dilarang merokok, membeli, menjual, mengiklankan, mempromosikan, memproduksi, dan/atau memperagakan Rokok di KTR”.10 Adapun data yang didapat oleh penulis menurut Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada cakupan PHBS dengan indikator tidak merokok di dalam rumah tahun 2018 sebesar 58 % dan tahun 2019 jumlahnya menurun menjadi 55 % . 9,10

Berdasarkan latar belakang di atas, kebijakan KTR di Indonesia sudah diberlakukan sejak tahun 2009. Namun kasus yang ditermukan bahwa angka kesakitan akibat rokok masih tinggi yaitu sebesar 87% pada tahun 2019, dengan populasi terbanyak yang mengkonsumsi rokok ada pada kelompok anak-anak dan remaja. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut bagaimana Implementasi Kawasan Tanpa Rokok setalah adanya kebijakan yang berlaku di berbagai tatanan yang telah ditetapkan dengan mengkaji beberapa jurnal terpilih.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari pemasalahan pada latar belakang di atas, maka masalah yang ditemukan adalah Indonesia menjadi salah satu negara yang

(6)

menyumbangkan angka perokok terbanyak yang menduduki posisi ke empat setara dengan Jepang, selain dari itu masih tingginya angka penyakit dan kematian yang disebabkan oleh konsumsi produk tembakau atau rokok salah satunya. Dimana kelompok terbanyak yang mengkonsumsi rokok adalah kelompok anak-anak dan remaja. Hal yang membahayakan ternyata masih banyaknya orang yang merokok di kawasan yang telah ditetapkan menjadi tempat KTR. Berdasarkan dari pemasalahan di latar belakang, maka penulis merumuskan masalah penelitian “Bagaimana analisis implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dengan menggunakan analisis sistem yang terdiri dari aspek input, proses, dan output.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengkaji faktor input dalam implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok berdasarkan dengan kebijakan tersebut.

b. Untuk mengkaji faktor proses dalam implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok berdasarkan dengan kebijakan tersebut.

c. Untuk mengkaji faktor output dalam implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok berdasarkan dengan kebijakan tersebut.

(7)

d. Untuk mengkaji temuan berbagai literatur mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan KTR.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Secara teoritis penelitian ini diharapakan dapat menambah pengetahuan, dan wawasan dalam memahami kebijakan Kawasan Tanpa Rokok yang sudah ada.

b. Bagi mahasiswa, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya

2. Manfaat Praktis

Diharapkan dapat memberikan sumbangan baik pengetahuan atau informasi untuk mahasiswa atau pihak yang berkepentingan di dalam penelitian ini.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi implementasi kawasan tanpa rokok baik didalam negeri maupun diluar negeri dengan menggunakan metode penelitian literature review yang bersumber dari sumber sekunder seperti database yang ada di perpustakaan elektronik, atau buku. Adapun waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari 10 Februari - Agustus 2020.

Referensi

Dokumen terkait

MEMUTUSKAN: Menetapkan : Keputusan Kepala SDN XXX Karanganyar tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok KTAR Bab 1 PENGERTIAN Kawasan Tanpa Asap Rokok adalah Ruangan atau area yang