1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Bank adalah sebuah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lain dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup orang banyak. (Undang Undang RI No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan pasal 1 ayat 2). Dimana kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito serta melayani pinjaman berupa kredit. Dizaman sekarang bank sebagai lembaga penyalur kredit sangat dibutuhkan di dunia usaha dalam berbagai tingkatan seperti Wholesale (Besar/korporasi), Middle (Menengah) Retail dan Micro (Kecil).
Menurut Kasmir dalam Siregar (2017:2) Kredit adalah suatu penyerahan uang atau tagihan yang berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan bunga jumlah imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
PT. Bank Mandiri Cabang KCP Tasikmalaya adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak dibidang perbankan yang dapat memberikan pinjaman dana kepada masyarakat seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Modal Kerja, Kredit investasi dan kredit konsumtif yang dapat meningkatkan produktivitas perekonomian masyarakat. Salah satu jenis kredit dimana peminatnya yang paling banyak adalah Kredit Usaha Mikro (KUM). KUM hanya diberikan kepada pengusaha mikro yang maksimum kredit nya mencapai sebesar Rp. 100 juta. (Mandiri Kredit Mikro,
2014). Sedangkan Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah).
Dalam hal ini pinjaman dana khusus untuk KUM membuat pihak Bank kesulitan dalam penentuan siapa yang layak untuk menerima pinjaman dari pihak bank. Dalam analisa kredit bilamana dilakukan dengan benar dapat berjalan sebagai penyaringan pertama agar Bank tidak terbelit oleh kredit bermasalah. Bila sisi aktiva neraca Bank diperhatikan dengan cermat, maka akan nampak bahwa bagian terbesar dana operasional setiap Bank adalah jumlah kredit yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa kredit adalah sumber pendapatan terbesar namun sekaligus merupakan risiko terbesar. Oleh karena itu keberhasilan atau kegagalan Bank dalam mengelola kredit akan sangat berpengaruh terhadap nasib uang milik banyak nasabah jika analisa kredit kurang tepat, maka pemberian kredit tersebut dapat menyulitkan Bank dan bahkan presentase kredit bermasalah pada satu Bank cukup tinggi akan dapat mengganggu likuditas keuangan bank tersebut. Menilai suatu kelayakan terhadap nasabah dalam pemberian pinjaman, bukan hal yang mudah karena melibatkan banyak faktor yang harus dipertimbangkan dan dianalisis tepat, cermat, namun cepat. Hal ini mengingat keamanan dari kredit itu sendiri agar di kemudian hari tidak menimbulkan masalah yang menyulitkan pihak nasabah maupun merugikan pihak bank akibat pengembalian kredit yang kurang lancer, diragukan, dan macet (Windarto, 2017:12).
Kredit yang bermasalah atau macet memerlukan perhatian khusus dan tindakan penanganan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan barang jaminan dan
performance usaha, pendekatan ini pada dasarnya juga merupakan penerapan manajemen kekecualian dalam perkreditan (Kasmir dalam Siregar, 2017:2). Kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) untuk sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) telah terjadi peningkatan dimana pada Januari 2019, angka NPL di sektor ini sebesar 3,79 persen, atau naik jika dibandingkan Desember 2018 yang saat itu sebesar 3,44 persen (Bank Indonesia, 2019). Dapat dilihat bahwa permasalahan kredit macet mengalami peningkatan tahun ini, Hal ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu:
1. Dari pihak perbankan
Dalam hal ini pihak analisis kredit kurang teliti baik dalam mengecek kebenaran dan keaslian dokumen maupun salah dalam melakukan perhitungan dengan rasio-rasio yang ada. Kemacetan suatu kredit dapat pula terjadi akibat kolusi dari pihak analisis kredit dengan pihak debitur sehingga dalam analisisnya dilakukan secara tidak objektif.
2. Dari pihak nasabah
Kemacetan kredit yang disebabkan oleh nasabah disebabkan adanya unsur kesenjangan. Artinya nasabah sengaja tidak mau membayar kewajibannya kepada bank sehingga kredit yang diberikan dengan sendiri macet. Adanya unsur tidak sengaja. Artinya nasabah memiliki kemauan untuk membayar, tetapi tidak mampu dikarenakan usaha dibiayai terkena musibah misalnya kebanjiran atau kebakaran.
Penyaluran kredit UMKM di Januari 2019 tercatat sebesar Rp953 triliun, atau mengalami pertumbuhan 11,4 persen, atau meningkat pertumbuhannya dari 9,9 persen pada Tahun kemarin (Bank Indonesia, 2019). Maka Bank Mandiri selaku
Lembaga yang memfasilitasi pemberian kredit kepada para pelaku usaha dimana semakin tingginya permintaan kredit maka diperlukan sebuah sistem. Maka dibutuhkan suatu alat bantu dalam menentukan tindak lanjut dalam pemberian kredit kepada calon nasabah pinjaman yaitu sistem pendukung keputusan (SPK) apakah calon nasabah layak atau tidak layak dalam menerima kredit modal usaha untung mengurangi resiko kredti macet.
SPK diharapkan dapat memberiak sebuah skala prioritas kepada para nasabah yang mengajukan penerimaan KUM. SPK mampu menghitung berbagai kriteria yang digunakan dalam membantu mempercepat dan mempermudah prosesnya (Fajri dkk, 2015:2). Disini saya menggunakan SPK dengan metode AHP dan TOPSIS.
Metode Analitical Hierarchy Process (AHP) dan Technique For Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS). Kedua metode tersebut dipilih karena metode AHP merupakan suatu bentuk model pendukung keputusan dimana peralatan utamanya adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia, yakni dalam hal ini adalah orang yang ahli dalam masalah pemberian kredit atau orang yang mengerti kredit macet. Sedangkan metode TOPSIS merupakan suatu bentuk metode pendukung keputusan yang didasarkan pada konsep bahwa alternatif yang terbaik tidak hanya memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif tetapi juga memiliki jarak terpanjang dari solusi ideal negatif yang dalam hal ini akan memberikan rekomendasi penerima beasiswa yang sesuai dengan yang diharapkan (Manurung, 2015:3).
1.2. Identifikasi Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Dibutuhkannya alat bantu dalam menentukan keputusan pemberian KUM untuk mempercepat pengambilan keputusan karena tingginya minat nasabah untuk mendapatkan KUM.
2. Mampukah metode AHP dan TOPSIS membantu meminimalisir resiko kredit macet dalam sistem SPK penentuan kelayakan pemberian KUM kepada nasabah.
1.3. Perumusan Masalah
Pengambilan keputusan yang tepat merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan dengan proses pertimbangan yang matang, dengan demikian peneliti merumuskan masalah-masalah tersebut yaitu:
2. Bagaimana merancang dan membuat sebuah sistem penunjang keputusan (SPK) dalam membantu memilih siapa yang layak menerima KUM.
3. Bagaimana caranya metode AHP dan TOPSIS dapat memberikan solusi dalam menentukan siapa yang layak menerima KUM dan mengutangi resiko kredit macet.
1.4. Maksud dan Tujuan
Penelitian ini dimaksudkan sebagai penerapan SPK metode AHP dan TOPSIS dengan tujuan untuk menentukan kelayakan pemberian KUM terhadap nasabah.
1.5. Metode Penelitian
1.5.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam melakukan pengumpulan data untuk Tugas Akhir adalah :
1. Observasi
Observasi merupakan salah satu metode pengumpulan data yang dilakukan pengamatan atau peninjauan langsung pada tempat atau objek penelitian yaitu di Bank Mandiri Unit Mikro KCP Tasikmalaya Singaparna. Observasi ini bertujuan untuk mencari data-data yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang membangun sistem sebagai pendukung sebuah keputusan pada kelayakan pemberian KUM kepada nasabah yang berbasis web dengan menerapkan metode TOPSIS agar memperoleh data-data dan informasi yang akurat.
2. Wawancara
Melakukan wawancara (interview) kepada pihak-pihak terkait dengan cara berkomunikasi secara langsung untuk mengetahui informasi-informasi yang dibutuhkan seperti kriteria-kriteria untuk kelayakan pemberian KUM sebagai pendukung sebuah keputusan pemberian KUM kepada nasabah sehingga menghasilkan urutan alternative terbaik..
3. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan mengumulkan data-data yang diperlukan yakni mempelajari buku-buku, jurnal maupun artikel-artikel di internet yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas yang berhubungan dengan sistem pendukung keputusan untuk kelayakan pemberian Kredit Usaha Mikro
(KUM) kepada nasabah menggunakan metode TOPSIS.
1.5.2 Model Pengembangan Sistem
Metode yang digunakan pada pengembangan perangkat lunak ini menggunakan model water fall (Rosa dan Shalahuddin, 2015:28) yang meliputi:
1. Analisa Kebutuhan Sistem
Proses pengumpulan kebutuhan dilakukan secara intensif untuk menspe sifikasikan kebutuhan perangkat lunak agar dapat dipahami perangkat lunak seperti apa yang dibutuhkan user.
2. Desain
Desain perangkat lunak adalah proses multi langkah yang fokus pada desain pembuatan program perangkat lunak termasuk struktur data, arsitektur perangkat lunak, representasi antar muka dan prosedur pengodean. Tahap ini mentranslasi kebutuhan perangkat lunak dari tahap analisis kebutuhan ke representasi desain agar dapat diimplementasikan menjadi program pada tahap selanjutnya.
3. Code Generation
Desain harus ditranslasikan kedalam program perangkat lunak. Hasil dari tahap ini adalah program komputer sesuai dengan desain yang telah dibuat pada tahap desain.
4. Testing
Pengujian fokus pada perangkat lunak secara dari segi lojik dan fungsional dan memastikan bahwa semua bagian sudah diuji. Hal ini dilakukan untuk
meminimalisir kesalahan (error) dan memastikan keluaran yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan.
5. Support
Tidak menutup kemungkinan sebuah perangkat lunak mengalami perubahan ketika sudah dikirimkan ke user. Perubahan bisa terjadi karena adanya kesalahan yang muncul dan tidak terdeteksi saat pengujian atau perangkat lunak harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Tahap pendukung atau pemeliharaan dapat mengulangi proses pengembangan.
1.6 Ruang Lingkup
1. Aplikasi ini dibuat dalam ruang lingkup Bank Mandiri KCP Tasikmalaya 2. Aplikasi yang dibuat untuk membantu manajer KUM untuk memilih siapa
yang layak menerima pemberian dana KUM, dengan memberikan berupa skala prioritas dari beberapa nasabah yang mengajukan kredit dana KUM kepada manajer.
3. Tidak Membahas mengenai perbedaan metode AHP dan TOPSIS dengan metode SPK lainnya