1 BAB I
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Pada saat ini persaingan di dunia usaha semakin kompetitif, dan keadaan ini menuntut para manajemen perusahaan untuk mengelola perusahaan lebih efektif dan juga efisien. Perusahaan-perusahaan saling berlomba untuk memajukan perusahaan nya agar memenuhi standar perusahaan yang baik dan juga mencapai tujuan perusahaan itu sendiri, tujuan perusahaan BUMN yaitu:
a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;
b. mengejar keuntungan;
c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;
d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;
e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.1
1 Undang-Undang No. 19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara
Selain adanya persaingan yang semakin ketat, permasalahan yang mungkin dihadapi perusahaan tidak hanya muncul dari faktor eksternal perusahaan saja, namun juga permasalahaan dimungkinkan timbul dari internal perusahaan.
Permasalahan internal perusahaan sering terjadi dengan berbagai macam misalnya seperti pemalsuan dokumen atau laporan, terjadinya kecurangan, suap, atau tidak korupsi. Kejahatan internal ini dapat dilakukan secara individu atau secara bersama-sama. Maka dari itu pengedalian internal harus dirancang dengan sebaik mungkin agar aktivitas pada perusahaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien
Kecurangan atau fraud masih sering terjadi di lingkungan internal perusahaan dan terkadang sulit untuk diatasi. Kecurangan atau fraud ini dapat dilakukan oleh karyawan baik secara individual ataupun dilakukan secara bersama-sama. Menurut Association Of Certified Fraud Examiners (ACFE) ada 3 kategori yang termasuk kedalam fraud yaitu penggelapan asset, korupsi, dan kecurangan laporan keuangan.
Dalam hal ini seorang Whistleblower dianggap sebagai orang yang efektif untuk mendeteksi adanya kecurangan atau fraud dalam perusahaan. Sehingga perusahaan dapat melakukan langkah-langkah awal untuk mengatasi fraud tersebut.
Salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk melakukan pengendalian internal salah satunya dengan membuat suatu WhistleBlowing System.
Selain untuk melakukan pengendalian internal perusahaan, WhistleBlowing System perlu diterapkan dalam perusahaan untuk memenuhi salah satu indikator tata
pengelolaan perusahaan yang baik, sebagaimana Surat Keputusan Sekretaris Kemetrian Badan Usaha Milik Negara pada point 6 : “perusahaan melaksakan kebijakan atas system pelaporan atas dugaan penyimpangan pada perusahaan yang bersangkutan (WhistleBlowing System)”2
WhistleBlowing System adalah pengungkapan tindakan pelanggaran atau pengungkapan perbuatan yang melawan hukum, perbuatan tidak etis/tidak bermoral atau perbuatan lain yang dapat merugikan organisasi maupun pemangku kepentingan, yang dilakukan oleh karyawan atau pimpinan organisasi kepada pimpinan organisasi
2 Surat Keputusan Sekretaris Kementrian BUMN Nomor : SK-16/S.MBU/2012
atau lembaga lain yang dapat mengambil tindakan atas pelanggaran tersebut.
Pengungkapan ini umumnya dilakukan secara rahasia (confidential).3
Dalam Guidelines on Whistleblowing, komisi anti korupsi International Chamber of Commerce menyebutkan bahwa WBS merupakan alat bantu deteksi kecurangan yang cukup efisien dan sebagai bagian dari program internalisasi nilai- nilai integritas dalam diri setiap pegawai.4 Maka dari itu perusahaan perlu untuk mempersiapkan segala hal-hal yang terkait dengan WhistleBlowing System ini agar tujuan untuk menciptakan perusahaan yang memiliki tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance dapat tercapai.
Di Indonesia WhistleBlowing System muncul pertama kali di lingkungan Kementrian Keuangan pada tahun 2010, karena pada tahun 2010 sedang sangat ramai diperbincangkan adanya dugaan korupsi di lingkungan kementrian keuangan, maka dai itu Inspektorat Bidang Investigasi (IBI) diminta oleh mentri keuangan untuk membuat tata cara atau petunjuk teknis pelaporan pelanggaran. Dalam hal ini IBI bekerjasama dengan berbagai pihak seperti Inpektorat I, Biro Bantuan Hukum, Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekertaruat Jendral. Selain penyusunan mengenai penanganan pengaduan, IBI pun turut menyusun aturan yang mana agar memudahkan pelaporan sebuah pelanggaran. Sebagai muara dari proses penyusunan petunjuk teknis pelaporan
3 Komite Nasional Kebijakan Governance, “pedoman system pelaporan pelanggaran-SPP (Whistle Blowing System-WBS” 2008 hal.3
4 ICC Guideslines Line on WhistleBlowing (2008), International Chamber of Commerce pada www.iccwbo.org diakses pada 1 oktober 2019
maka diterbitkanlah Keputusan Mentri Keuangan Nomor 149/KMK/.09/2011 tentang Tata Cara Pengelolaan dan Tindak Lanjut Pelaporan Pelanggaran (WhistleBlowing) serta Tata Cara Pelaporan dan Publikasi Pelaksanaan Pengelolaan Pelaporan Pelanggaran (WhistleBlowing) di lingkungan Kementrian Keuangan.5
Sebelumnya dalam rangka mewujudkan Good Corporate Governance birokrasi telah diterapkan di lingkungan Kementrian Keuangan sejak tahun 2007, hal ini didorong karena adanya stigma kurang baiknya kinerja pemerintah di masyarakat. Hal- hal inilah yang mendorong untuk diciptakannya suatu sarana untuk meminimalisasi dan menghilangkan praktek-praktek KKN di lingkungan Kementrian Keuangan, salah satunya dengan mewujudkan sebuah WhistleBlowing System.
Orang yang melakukan pelaporan disebut sebagai whistleblower. Seorang whistleblower sangat harus dilindungi oleh perusahaan atau negara. Maka perusahaan wajib memberikan perlindungan terhadap seorang whistleblower, selain itu juga negara pun melindungi seorang whistleblower terbukti dengan adanya perangkat peraturan perundang-undangan seperti dalam pasal 10UU no. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, SEMA No.4 tahun 2011 tentang perlakuan bagi pelapor tindak pidana (Whistleblower) dan saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator) di dalam perkara tindak perkara tertentu, dan juga LSPK (lembaga perlindungan saksi dan korban) untuk melakukan perlindungan tersebut.
5 Auditoria Pembangun Pengawas Berkompeten, “WhistleBlowing System” 2013
WhistleBlowing System atau system pelaporan pelanggaran ini memiliki sifat yang generic, dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing perusahaan.
WhistleBlowing System yang efektif akan mendorong partisipasi masyarakat dan karyawan perusahaan untuk lebih berani bertindak untuk mencegah terjadinya kecurangan dan korupsi dengan melaporkannya ke pihak yang dapat menanganinya.
Ini berarti WBS mampu untuk mengurangi budaya “diam” menuju ke arah budaya
“kejujuran dan keterbukaan”.6 Karena perusahaan hendaknya menyadari bahwa setiap pegawai merupakan sumber informasi yang berharga yang dapat dimanfaatkan untuk mengenali adanya permasalahan, mampu untuk menanganinya dan mencegahnya sebelum permasalahan tersebut menyebabkan kerusakan yang besar atau membahayakan reputasi perusahaan. Singkatnya WhistelBlowing System ini diharapkan dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pegawai karena adanya penjaminan kerahasiaan pelapor terutama jaminan kepegawaian mereka sebagai pelapor. Akan tetapi dalam pelaksanaan pada PT. Pembangkitan Jawa-Bali masih tidak memproses laporan-laporang yang tidak disertai dengan kelengkapan identitas.
Perusahaan-perusahaan besar swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki standar tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance belum tentu memiliki WhistleBlowing System yang baik.
6 Komite Nasional Kebijakan Governance, “pedoman system pelaporan pelanggaran-SPP (Whistle Blowing System-WBS” 2008
Di Indonesia sendiri kesadaran akan pentingnya sebuah WhistleBlowing System cukup baik, terbukti dengan perusahaan-perusahaan besar di Indonesia mulai memiliki whistleblowing System seperti misalnya PT. Pembangkitan Jawa-Bali yang sudah memiliki WhistleBlowing System dan masih terus meningkatkan sistem tersebut agar berjalan dengan baik agar penggunaan WhistleBlowing System sebagai sarana pemberitahuan secara lebih cepat, membantu mengumpulkan informasi-informasi yang diperlukan dalam penyelidikan dan juga menjaga kerahasiaan individu yang melaporkan suatu kejadian.
Adanya WhistleBlowing System ini pun belum tentu dapat menghapuskan kecurangan atau fraud secara keseluruhan. Seperti yang terjadi pada salah satu perusahaan BUMN yang terlah memiliki WhistleBlowisng System PT. Pertamina, tetapi masih mengalami fraud di perusahaan nya, seperti yang dijelaskan oleh Waluyo selaku Direktur umum dan sumber daya manusia pertamina bahwa tercatat ada 44 kasus yang sedang diselidiki 7 maka dari itu berarti Whistleblowing System berpengaruh secara signifikan dalam pencegahan fraud tetapi bukan satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk mencegah fraud.
Good Corporate Governance atau tata kelola perusahaan yang baik sangat dibutuhkan oleh perusahaan karena apabila perusahaan memiliki sistem dan fungsi Good Corporate Governance yang baik, maka dapat membantu perusahaan untuk
7 Pertamina Usut 44 Kasus Lewat WhistleBlowing System.
(https://news.detik.com/berita/1506948/pertamina-usut-44-kasus-lewat-whistleblower-system diakses pada tanggal 15 september 2019)
menarik investasi, memperkuat fondasi pada kinerja perusahaan serta mencegah perusahaan dari kesulitan finansial di masa yang akan datang
Dengan demikian, berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk membuat menulis tulisan yang berjudul IMPLEMENTASI WHISTLEBLOWING SYSTEM PADA PT.
PEMBANGKITAN JAWA-BALI SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR GOOD
CORPORATE GOVERNANCE BERDASARKAN SK SEKERTARIS
KEMENTRIAN BUMN No. SK-16/S.MBU/2012 TENTANG
INDIKATOR/PARAMETER PENILAIAN DAN EVALUASI ATAS PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNANCE)
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasi Whistleblowing System di perusahaan PT.
Pembangkitan Jawa-Bali sebagai indikator praktir Good Corporate Governance ?
2. Bagaimana penegakan WhistleBlowing System di perusahaan PT.
Pembangkitan Jawa-Bali sebagai wujud praktik Good Corporate Governance
?
C. TUJUAN PENELITIAN
Dalam merumuskan tujuan penelitian, penulis berpegang kepada masalah yang telah dirumuskan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan WhistleBlowing System di perusahaan PT. Pembangkitan Jawa-Bali sebagai indikator praktir Good Corporate Governance
2. Untuk mengetahui bagaimana upaya serta penegakan WhistleBlowing Systme di perusahaan PT. Pembangkitan Jawa-Bali sebagai wujud praktik Good Corporate Governance
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Hasil dari penelitian yang dilakukan penulis ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi :
1. Pihak perusahaan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan perusahaan sebagai bahan perusahaan untuk meminimalisir adanya kecurangan (fraud) yang akan terjadi ataupun yang sedang terjadi sehingga dapat meningkatkan pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) yang baik dengan dilakukannya penerapan WhistleBlowing System.
2. Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar untuk pelitian yang lebih luas dan juga dapat memberikan pengetahuan tambahan terutama yang menyangkut penelitian mengenai implementasi WhistleBlowing System sebagai salah satu indicator Good Corporate Governance (GCG),
dan juga dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi penelitian yang sejenis pada pihak-pihak yang membutuhkan informasi mengenai topik penelitian.
E. KERANGKA PEMIKIRAN
Dalam menciptakan pengelolaan perusahaan yang baik maka perusahaan harus dapat mengendalikan permasalahan-permasalahan yang akan atau telah timbul di dalam internal perusahaan, salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan dalam melakukan melakukan pengendalian internal salah satunya yaitu dengan membentuk suatu WhistleBlowing System.
WhistleBlowing System adalah pengungkapan tindakan pelanggaran atau pengungkapan perbuatan yang melawan hukum, perbuatan tidak etis/tidak bermoral atau perbuatan lain yang dapat merugikan organisasi maupun pemangku kepentingan, yang dilakukan oleh karyawan atau pimpinan organisasi kepada pimpinan organisasi atau lembaga lain yang dapat mengambil tindakan atas pelanggaran tersebut. Pengungkapan ini umumnya dilakukan secara rahasia (confidential)8
Suatu perusahaan sangat penting memiliki suatu Whistleblowing System untuk mencegah adanya suatu kecurangan atau fraud sejak dini, karena whistleblower bisa menjadi early warning system adanya fraud dalam sebuah perusahaan. Semakin awal fraud ini terdeteksi, maka semakin kecil kerugian
8 Komite Nasional Kebijakan Governance, “pedoman system pelaporan pelanggaran-SPP (Whistle Blowing System-WBS” 2008 hal.3
yang ditanggung perusahaan.9 Apabila perusahaan tidak dapat mengatasi suatu fraud atau kecurangan maka perusahaan tersebut dapat dikatakan gagal untuk menciptakan suatu perusahaan yang memiliki Good Corporate Governance.
Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika10
Maka dari itu untuk menciptakan suatu perusahaan yang memiliki tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) perusahaan diusahakan untuk menerapkan WhistleBlowing System sebagai penunjang prinsip-prinsip yang terkandung dalam Good Corporate Governance, prinsip- prinsip tersebut yaitu :
a. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan;
b. Kemandirian, yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
9 Whistleblowing Hotline: Proteksi penting atau sekedar ornamen? (https://www.integrity- indonesia.com/id/blog/2017/12/28/whistleblowing-hotline-proteksi-penting-atau-sekadar- ornamen/) diakses pada (7 Oktober 2019)
10 Keputusan Manteri BUMN Nomor: Kkep-117/M/MBU/2002 pasal 1 tentang penerapan praktik Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
c. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;
d. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; e. kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.11
Kebijakan mengenai Whistleblowing System pada setiap perusahaan berbeda karena disesuaikan dengan kebutuhan serta tujuan masing-masing perusahaan. Dalam hal ini PT. Pembangkitan Jawa-Bali merupakan anak perusahaan BUMN, maka hal-hal mengenai kebijakan Whistleblowing System disesuaikan dengan kebijakan perusahaan BUMN.
Dengan adanya penerapan Whistleblowing System pada perusahaan untuk melakukan pengendalian internal sangat penting karena kecurangan
11 Keputusan Manteri BUMN Nomor: Kkep-117/M/MBU/2002 pasal 3 tentang penerapan praktik Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
sangat mudah timbul apabila pengendalian internal perusahaan lemah., apabila pengelolaan internal perusahaan dapat dikelola dengan baik maka semakin banyak keuntungan yang diraih bagi perusahaan. Khususnya pada perusahaan- perusahaan BUMN, yang menjadikan penerapan WhistleBlowing System sebagai salah satu indikator atau parameter penilaian tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana tercantum dalam SK Kementrian BUMN No. SK- 16/S.MBU/2012 tentang Indikator/Parameter Penilaian dan Evaluasi Atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang baik (Good Corporate Governance).
F. METODE PENELITIAN
Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan sesuatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun, dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan melakukan penelitian.12
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
12 Soeharjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hlm.6
sekunder belaka.13 Penelitian dari data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer seperti peraturan perundang-undangan, yurisprudensi.
Bahan hukum sekunder terdiri dari buku, hasil penelitian, dan jurnal.
Bahan hukum tersier seperti ensiklopedia dan kamus hukum. Dalam penelitian ini peneliti mengkaji peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan WhistleBlowing System.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif karena penelitian ini menganalisa dan mendeskripsikan mengenai implementasi WhistleBlowing System pada perusahaan PT. Pembangkitan Jawa-Bali sebagai salah satu indikator/parameter tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance berdasarkan SK Kementrian BUMN No. SK-16/S.MBU/2012 tentang Indikator/Parameter Penilaian dan Eveluasi Atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance)
2. Spesifikasi Penelitian
Tipe penilitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah salah satu metode penelitian yang banyak digunakan pada penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan suatu kejadian. Penelitian deskriptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk memberikan atau menjabarkan suatu
13 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu TInjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, Hlm.13
keadaan atau fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual.14 Maka metode penelitan deskriptif adalah sebuah metode yang digunakan untuk mendeskripsikan, menginterpretasikan sesuatu fenomena, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual.
Dengan demikian, peneliti beranggapan bahwa metode penelitian deskriptif sesuai dengan penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti.
3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan yaitu penelitian terhadap data-data sekunder yang merupakan bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat pada masalah yang akan diteliti. Data sekunder tersebut diperoleh dari 3 bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari :
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang diperoleh langsung dan digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a) SK Kementrian BUMN No. SK-16/S.MBU/2012 tentang Indikator/Parameter Penilaian dan Eveluasi Atas
14 Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance)
b) SK Kementrian BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) c) SKB Direksi dan Dewan Komisaris PT. Pembangkitan
Jawa-Bali Nomor : 095.k/010/DIR/2012 Nomor : 007.K/DK/PJB/2012 Tentang Sistem Pelaporan Pelanggaran (WhistleBlowing System) PT.
Pembangkitan Jawa-Bali
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti buku, jurnal, karya tulis ilmiah, hasil penelitian dan bahan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu kamus dan ensiklopedia serta artikel lain ataupun internet yang berhubungan dengan penelitian ini.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam rangka melengkapi data sekunder dilakukan wawancara yaitu kegiatan tanya jawab kepada pihak terkait untuk menambahkan akurasi serta mendukung terpenuhinya studi kepustakaan khususnya data sekunder.
4. Metode Analisis
Metode analisis data dalam penelitian ini bersifat yuridis kualitatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang- undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.15
Dalam penelitian ini akan digunakan penafsiran sistematis yaitu dengan menghubung-hubungkan ketentuan mengenai peraturan perundang-undangan yang lebih dari satu untuk kemudian disimpulkan menjadi suatu analisa yang sistematis yang berkaitan dengan pelaksanaan WhistleBlowing System di perusahaan khususnya PT.
Pembangkitan Jawa-Bali.
G. LOKASI PENELITIAN 1. Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di beberapa lokasi untuk mendapatkan data yang dibutuhkan antara lain :
15 Zainnudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hlm. 18
a. PT. Pembangkitan Jawa-Bali
Jalan PLTGU Muara Tawar Nomor 1, Bekasi.
b. Perpustakaan Utama Universitas Islam Bandung, Jalan Tamansari Nomor 1, Bandung
c. Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, Jalan Dipatiukur Nomor 35, Bandung