BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Sugihartono,dkk, 2007:03). Fungsi dari pendidikan merupakan serangkaian tugas atau misi yang diemban dan harus dilaksanakan oleh pendidikan. Tugas atau misi pendidikan itu dapat tertuju pada diri manusia yang dididik maupun kepada masyarakat bangsa di tempat ia hidup.
Bagi dirinya sendiri, pendidikan berfungsi menyiapkan dirinya agar menjadi manusia secara utuh, sehingga ia dapat menunaikan tugas hidupnya secara baik dan dapat hidup wajar sebagai manusia. Manusia yang utuh mengandung arti utuh dalam potensi dan utuh dalam wawasan.
Tujuan pendidikan menurut pasal 3 UU No.20 tahun 2003 yaitu “untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Berdasarkan undang-undang tujuan pendidikan nasional merupakan kondisi ideal yang senantiasa diupayakan melalui proses pendidikan terutama di sekolah. Keberhasilan pendidikan dapat dicapai melalui jalur formal dan non formal. Pendidikan formal pada umumnya ditempuh dengan jalur akademik di sekolah mulai dari jenjang pendidikan kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Proses pendidikan di sekolah menjadikan siswa sebagai
subjek pendidikan yang dididik dan diajar secara klasikal oleh guru atau pendidik dengan tujuan mengembangkan potensi yang ada pada diri siswa.
Pada siswa SMA mereka dituntut dapat melaksanakan tugas akademik nya agar dapat melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi tujuannya. Cara agar siswa dapat melanjutkan sekolah adalah dengan belajar dan berlatih di sekolah. Sekolah yang baik akan memberikan fasilitas terbaik untuk pengajaran kepada siswanya. Latihan yang diberikan sekolah biasanya berupa soal untuk dikerjakan di rumah, tugas kelompok, ujian harian dan kuis dalam kelas yang biasanya akan dilakukan seminggu sekali. Banyaknya tugas yang harus dikerjakan oleh siswa SMA diharapkan siswa terlatih dalam mengerjakan banyak hal dan siswa dapat memahami materi yang sudah diajarkan guru di kelas. Salah satunya adalah SMA Alfa Centauri, sekolah ini terkenal sangat mengedepankan akademik dan berbasis teknologi. Untuk dapat masuk ke SMA ini, siswa diberikan 2 tahap yaitu psikotes dan tes pengetahuan dasar. Dengan tahap tes ini siswa banyak yang tidak lolos, pada siswa yang diterima oleh sekolah ini, mereka adalah siswa yang dianggap mampu lebih secara kognitif. Dengan siswa yang dianggap lebih secara kognitif diharapkan siswa ini selama menjalani aktifitas akademik akan mengerahkan segala kemampuannya dengan murni dan tanpa bantuan dari faktor luar. Tetapi, banyak siswa yang pada pelaksanaannya setelah mereka masuk ke sekolah ini masih ada yang memerlukan bantuan dari teman yang lain dan masih melakuka kecurangan akademik. Sekolah ini sangat berharap semua siswa nya akan dapat masuk universitas favoritnya sehingga sekolah ini memberikan tuntutan akademik yang lebih dari sekolah lain dengan maksud
agar siswa lebih paham materi dan terbiasa dengan banyaknya tugas. Tugas yang biasa diberikan yaitu tugas rumah, tugas kelompok, kuis dalam kelas, ujian harian dan try out di setiap sebulan sekali.
Selain sangat mementingkan pada akademiknya, sekolah ini juga mulai mengusung pendidikan karakter sejak tahun 2018 pada siswa nya agar memiliki karakter yang berakhlak mulia. Sesuai dengan misinya, yaitu Taqwa, Cerdas dan Kreatif. SMA Alfa Centauri mempunyai visi ke depan yang berlandaskan Imtak dan Iptek yaitu Iman dan Taqwa juga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dalam membangun karakter siswa, sekolah ini memiliki harapan agar siswanya memiliki 7 karakter jujur, disiplin, bersih dan rapi, berkata sopan, mandiri, tangguh dan bermanfaat. Sekolah ini sangat menjunjung karakter jujur dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam akademik. Dalam melatih siswa agar jujur sekolah ini menciptakan Warung Jujur, yaitu warung yang dibuka tanpa ada penjaganya sehingga siswa bisa membeli dan membayarnya sendiri tanpa ada penjagaan hanya ada cctv di sekitar warung tersebut. Dengan adanya Warung Jujur ini diharapkan siswa dapat menerapkan karakter jujur dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam akademik. Dalam kehidupan sehari-hari diharapkan siswa dapat berkata dengan jujur pada teman, orang tua dan staff sekolah. Pada akademik, siswa diharapkan dapat jujur mengenai kemampuannya pada aktifitas akademik seperti saat mengerjakan tugas, mengikuti praktikum terutama pada saat ujian agar dapat mengerjakannya sendiri.
Pada saat ujian, sekolah ini sudah mulai menggunakan sistem online lebih dulu dari sekolah SMA di Bandung. Sekolah ini mengusung sistem online
untuk segala fasilitas akademiknya, seperti dengan mengganti buku pelajarannya dengan e-book ciptaan sekolahnya, menggunakan projektor dan tv untuk siswa mempresentasikan tugas. Sekolah ini sudah mengusung ujian online sejak 2012 untuk ujian online. Tidak hanya ujian nasional, SMA ini menggunakan online untuk ujian UAS dan UTS. Pada saat ujian, siswa masuk ke dalam koneksi yang hanya bisa digunakan untuk mengakses web ujian.
Soal ujian siswa pun berbeda satu sama lain bukan hanya dibagi oleh beberapa paket tetapi juga diacak. Dengan adanya ujian online dari sekolah, bermaksud agar memudahkan siswa dalam ujian dan dengan adanya cctv di setiap ruangan bermaksud memudahkan guru dalam mengawasi siswa saat ujian.
Namun, pada kenyataannya banyak siswa yang menyalahgunakannya menjadi banak yang menyontek saat ujian, bahkan dengan sistem online tersebut malah memudahkan siswa dalam melakukan kecurangan akademik tersebut.
Guru mengeluhkan bahwa di sekolah masih banyak siswa dalam setiap kelasnya masih banyak yang mencontek. Guru masih sering mendapati siswa yang melirik pada temannya, menyimpan foto materi di dalam gadget.
Kesiswaan mengatakan bahwa memang banyak siswa dalam setiap kelasnya yang mencontek dan sebenarnya sekolah juga mengetahui siswa mana saja yang selalu mencontek di dalam kelas. Di dalam kelas saat guru melakukan tanya jawab di kelas, siswa jarang ada yang menjawab pertanyaan karena siswa kebanyakan tidak mengerti materi tersebut, padahal nilai mereka termasuk memuaskan. Guru berharap nilai siswa yang tinggi menunjukkan memang benar mengerti materi yang disampaikan, sehingga ketika guru bertanya di dalam kelas siswa akan dapat menjawab pertanyaan. Tetapi, pada
kenyataannya siswa hanya memiliki nilai yang baik tetapi kurang memahami materi, terlihat dari siswa yang tidak bisa menjawab pertanyaan dari guru mengenai materi di kelas saat review.
Tidak hanya pada siswa kelas reguler, pada siswa kelas unggulan pun banyak siswa yang masih melakukan kecurangan akademik. Padahal, kelas unggulan merupakan kelas dari sekumpula siswa yang dianggap mampu secara kognitif karena siswa memiliki nilai di atas rata-rata kelas.
Pada umumnya kelas unggulan daan reguler memiliki fasilitas yang sama, namun terdapat perbedaan pada program belajar pada siswa kelas unggulan.
Proses kbm di kelas unggulan lebih cepat membahas materi selanjutnya dari kelas reguler. Siswa di kelas unggulan merupakan siswa paling rajin terbukti dari siswa yang tidak pernah bolos bimbel di sekolah maupun online, siswa yang dapat dikatakan selalu tepat waktu dalam mengumpulkan tugas, tepatt waktu masuk kelas, jarang membolos kelas dan termasuk siswa yang sopan.
Selain itu, siswa juga selalu mengikuti try out tujuannya untuk mengetahui mengevaluasi kemampuan kognitifnya. Beberapa siswa juga mengikuti bimbel tambahan di luar bimbel yang disediakan dari sekolah karena merasa kurang mendapatkan ilmu. Ketatnya persaingan dalam kelas unggulan membuat siswa berlomba-lomba untuk mendapatkan nilai tertinggi di sesama kelas unggulan membuat siswa melakukan segala hal ada yang menambah waktu belajar, meminta tambahan kelas pada guru atau meminta tugas tambahan pada guru.
Namun, dengan semua usaha yang sudah dilakukan oleh siswa, siswa mengaku masih sering melakukan kecurangan akademik, seperti menyontek tugas teman, meminta jawaban atau berdiskusi saat ujian dan membantu teman
ketika teman melakukan hal yang sama merupakan hal yang sering dilakukan demi menyempurnakan nilai.
Hasil dari wawancara dengan siswa, biasanya siswa memfoto materi dan menyimpannya di gadget pribadi yang digunakannya utuk mengikuti ujian.
Ketika ujian siswa selalu membuka aplikasi chat untuk bertukar jawaban dengan temannya di group. Dengan adanya cctv, membuat siswa menjadi mengatur ulang posisi duduk agar tidak terlihat dari cctv. Menurut peraturan yang ada, siswa yang tertangkap mencontek temannya akan terlihat di cctv lalu dipanggil oleh kesiswaan sehingga harus mengulangi ujiannya kembali karena ujian sebelumnya tidak akan diberikan nilai. Selain itu, biasanya siswa akan mengganti hasil praktikum yang didapatkan agar hasilnya dapat sesuai dengan yang guru contohkan. Siswa juga sering menyalin tugas temannya sebelum kelas dimulai. Laporan dari guru, siswa banyak yang tidak mengikuti upacara atau apel pagi karena beralasan mengerjakan tugas di dalam kelas.
Pada praktikum, anggota kelompok terbiasa saling membantu dalam memanipulasi hasil praktikum agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang dicontohkan oleh guru. Ketika ada temannya yang tidak dapat hadir dalam praktikum juga siswa biasa menandatangani absennya. Siswa ini ingin langsung mendapatkan nilai yang baik, karena mereka takut untuk harus melakukan remedial dan mengulang praktikum.
Pada saat ujian, siswa saling membantu untuk mendapatkan jawaban. Saat mengerjakan tugas, siswa yang sudah mengerjakan tugas akan memberikan tugasnya dengan cuma-cuma kepada temannya yang belum mengerjakan.
Siswa sebagai individu umumnya bertingkah laku secara rasional, yakni selalu mempertimbangkan informasi-informasi dan implikasi dari tindakannya baik secara implisit maupun eksplisit. Yang artinya kecenderungan siswa menampilkan atau tidak menampilkan tingkah laku bergantung dengan pengaruh dari dalam maupun dalam diri individu.
Berdasarkan hasil wawancara, siswa yang melakukan kecurangan akademik mengatakan yakin ada keuntungan dan kerugian dari melakukan kecurangan akademik. Keuntungan yang siswa yakini dari perilaku kecurangan akademik, yaitu siswa yakin dengan menyontek saat ujian akan memudahkan siswa mendapatkan nilai bagus saat ujian, yakin dengan menyalin tugas teman memudahkan siswa mendapatkan jawaban yang benar dan yakin mengurangi kemungkinan siswa untuk remedial sebagai kentungan.
Untuk kerugian yang siswa yakini dari perilaku kecurangan akademik yaitu siswa menjadi tidak mengetahui kemampuan asli nya, kurang memahami suatu materi dengan benar.
Siswa melakukan kecurangan akademik mengaku mereka dituntut untuk mendapatkan nilai yang baik oleh orang tua, guru dan harapan siswa sendiri juga untuk mendapatkan nilai baik. Orang tua dan guru siswa mengharapkan nilai yang baik dari siswa dengan hasil sendiri, bukan hasil dari melakukan kecurangan akademik. Namun, karena siswa melihat temannya melakukan kecurangan akademik seperti menyontek saat ujian, menyalin tugas sebelum kelas sehingga siswa pun mengikuti temannya. Siswa yang menyalin tugas dan menyontek saat ujian sudah diberikan persetujuan oleh temannya. Bahkan
siswa sering manawarkan bantuan pada temannya yang belum selesai mengerjakan tugas atau ujian.
Saat menyontek terdapat situasi yang mendukung dan dijadikan kesempatan oleh siswa, seperti saat pengawas yang diam saja, banyak menggunakan gadgetnya dan mengatur posisi duduk di barisan belakang memudahkan siswa dalam berdiskusi. Siswa tetap menyontek meskipun tidak ada temannya yang menyontek, siswa menyalin tugas meskipun kbm sudah dimulai, siswa tetap menyontek meskipun menyadari ada cctv dan adanya guru pengawas,siswa tetap menyontek meskipun ada peraturan tidak boleh menyontek, menyimpan foto di gadget pribadi untuk memudahkan untuk menyontek. Sebaliknya, ada juga kondisi yang menghambat seperti ketika yang mengawasi adalah guru yang ditakuti oleh siswa. Selain itu guru yang selalu mengingatkan agar tidak mencontek dan guru yang selalu berjalan keliling kelas yang terkadang tiba-tiba menghampirinya sangat membuat siswa panik sehingga dalam situasi seperti ini siswa akan merasa takut untuk mencontek.
Berdasarkan hasil pra survey wawancara peneliti dengan beberapa siswa di SMA Alfa Centauri Bandung menyatakan bahwa siswa setuju dengan intensi kecurangan akademik di sekolah. Dengan alasan terbanyak adalah karena kebanyakan orang lebih peduli pada hasil akhir dibandingkan dengan prosesnya. Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus terhadap perilaku mencontek pada siswa di SMA Alfa Centauri Bandung.
Theory of Planned Behavior menjelaskan posisi seseorang dalam dimensi probabilitas subjektif yang melibatkan suatu hubungan antara dirinya dengan beberapa perilaku. Pada penelitian Predicting academic misconduct intentions and behavior using the theory of planned behavior and personality oleh Stone, Thomas H dkk tahun 2010, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang tinggi pada atittude behavior dan subjective norms.
Pada penelitian kedua dengan judul Intensi Mencontek Ditinjau dari Theory of Planned Behavior oleh Riyanti tahun 2015, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang tergabung dalam TPB memiliki hubungan dan pengaruh terhadap intensi mencontek. Berdasarkan penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa baik kecurangan akademik maupun pada spesifik nya menyontek, dapat dipengaruhi oleh determinan intensi TPB.
Berdasarkan fenomena yang telah dijelaskan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti Theory of Planned behavior dari Ajzen & Fishbein untuk menjelaskan kemunculan suatu tingkah laku yang ditandai dengan adanya kecenderungan (intensi) individu untuk bertingkah laku tertentu. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana “Pengaruh Determinan Intensi Kecurangan Akademik Pada Siswa SMA Alfa Centauri Bandung”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan data di atas yang diperoleh peneliti, SMA Alfa Centauri Bandung memiliki permasalahan tentang kecurangan akademik yang
melanggar norma kejujuran. Dengan penerapan pencegahan untuk mengurangi intensi kecurangan akademik masih terlihat perilaku yang tidak diharapkan, yaitu masih banyaknya siswa yang curang dalam akademik. Menurut observasi yang dilakukan di lapangan masih banyak sswa yang belum menyadari akan pelanggaran norma tersebut.
Sesuai dengan uraian pada latar belakang masalah, maka variabel penelitiannya, yaitu Theory of Planned Behavior. Theory Of Planned Behavior. Teori ini mempostulatkan kecenderungan (intensi) seseorang untuk menampilkan atau tidak menampilkan tingkah laku, yang merupakan determinan paling dekat dengan tingkah laku yang ditampilkan. Intensi merupakan kecenderungan bertingkah laku yang paling dekat dengan tingkah laku itu sendiri.
Menurut Theory of planned behavior, intensi merupakan fungsi dari tiga determinan dasar, yaitu Sikap terhadap perilaku (Attitude Toward Behavior), norma subjektif (Subjective Norms), dan penghayatan terhadap kontrol perilaku (Perceived Behavior Control).
Determinan intensi yang pertama adalah Attitude Toward Behavior, menggambarkan evaluasi positif atau negatif terhadap suatu perilaku, dalam hal ini yaitu siswa yakin kecurangan akademik memberi kemudahan untuk mendapatkan nilai yang baik sehingga siswa terus melakukan kecurangan akademik. Kecurangan akademik dinilai siswa dapat mengurangi kemungkinan siswa untuk mengikuti ujian remedial.
Perilaku kecurangan akademik dipengaruhi pula oleh determinan kedua yaitu subjective norms, Subjective norms diartikan bagaimana individu menghayati tekanan sosial dari significant-person yang mengharapkan individu untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku, selain itu subjective norms juga diartikan sebagai seberapa kuat keinginan individu untuk mengikuti tekanan sosial yang diberikan oleh siginificant-person.
Karena melakukan dengan temannya, siswa merasa aman selama melakukan kecurangan akademik. Kecurangan akademik merupakan hal yang wajar siswa sekolah lakukan pada saat ujian oleh karena itu siswa mempertahankan perilaku mencontek setiap ujian.
Determinan selanjutnya adalah perceived behavioral control, merupakan siswa yakin ketika siswa duduk di posisi paling belakang memberikan kesempatan lebih pada siswa untuk melakukan kecurangan akademik karena terhalang oleh orang di depannya. Dengan duduk dekat dengan temannya mempermudah siswa untuk menyontek selama ujian. Ketiga determinan intensi tersebut menguatkan kemunculan perilaku mencontek yang tidak sesuai dengan peraturan dan norma yang ditetapkan di sekolah.
Berdasarkan pemaparan fenomena tersebut, maka diajukan rumusan masalah sebagai berikut: “Seberapa kuat pengaruh determinan intensi pada kecurangan akademik pada siswa unggulan SMA Alfa Centauri Bandung?”
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian:
1. Untuk mengetahui seberapa erat pengaruh Attitude Towards Behavior terhadap kecurangan akademik yang paling besar peranannya terhadap intensi mencontek pada siswa SMA Alfa Centauri Bandung.
2. Untuk mengetahui seberapa erat pengaruh Subjective Norms kecurangan akademik yang paling besar peranannya terhadap intensi mencontek pada siswa SMA Alfa Centauri Bandung.
3. Untuk mengetahui seberapa erat pengaruh Perceived Behavior Control kecurangan akademik yang paling besar peranannya terhadap intensi mencontek pada siswa SMA Alfa Centauri Bandung.
1.3.2 Tujuan Penelitian:
Memperoleh data empiris seberapa erat pengaruh determinan intensi kecurangan akademik pada siswa SMA Alfa Centauri Bandung.
1.4 Kegunaan Penelitian
a) Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai determinan intensi terhadap intensi kecurangan akademik pada siswa SMA dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya dalam keilmuan bidang psikologi pendidikan.
b) Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada instansi agar dapat meningkatkan pengawasan sekolah sehingga mengurangi kecurangan akademik pada siswa.