• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan pencapaian pembangunan kesehatan di Indonesia dengan terjadinya peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) (Notoatmodjo, 2011).

Meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia saat ini membuat jumlah penduduk lansia meningkat. Penduduk lansia di Indonesia tahun 2010 meningkat menjadi 9,77% dan pada tahun 2020 diperkirakan menjadi dua kali lipat yaitu berjumlah 28,8 juta (11,34%). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) jumlah lansia diperkirakan meningkat menjadi 27,1 juta jiwa tahun 2020, 33,7 juta jiwa tahun 2025 dan 48,2 juta jiwa di tahun 2035.

Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1998, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Menurut WHO (2010), klasifikasi lansia adalah usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-74 tahun, lansia tua (old) 75-90 tahun, dan lansia yang sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Penduduk di provinsi Jawa Barat cukup tinggi dengan jumlah penduduk sebanyak 3.389.909 juta jiwa dengan 185.426 jiwa diantaranya tinggal Kota Bandung. Menigkatnya jumlah lansia menimbulkan masalah terutama dari segi kesehatan dan kesejahatraan lansia (Notoadtmojo, 2007). Setiap manusia pasti mengalami serangkaian proses, salah satunya adalah proses menua, yaitu proses yang ditandai dengan adanya penurunan fungsi organ tubuh. Hal ini juga diikuti dengan perubahan emosi secara psikologi dan kemunduran kognitif

(2)

seperti suka lupa, dan kecemasaan yang berlebihan, kepercayaan diri menurun.

Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada usia lanjut (Kadir, 2007).

Tamher & Noorkasiani (2009) menjelaskan bahwa pengaruh proses penuaan mengakibatkan berbagai masalah yaitu baik secara fisik, mental, ataupun sosial ekonomi. Gangguan mental yang sering dijumpai pada lansia yaitu kecemasan. Pratiwi (2010) menyebutkan bahwa kecemasaan merupakan respon psikologis dari ketegangan mental yang tidak mampu menghadapi masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan seperti itu umumnya menimbulkan gejala-gejala fisiologis seperti gemetar, berkeringat, kerja jantung meningkat, dan gejala pesikologis seperti panik, tegang, bingung, tidak dapat berkonsentrasi faktor psikologis menjadi salah satu penyebab kecenderungan munculnya insomnia (Rafknowledge, 2004).

Berdasarkan penelitian (Cahyana, Ngesti & Mia, 2016), sebagian besar (62,3%) tingkat kecemasan responden masuk kategori sangat ringan sebanyak 33 orang. sebagian kecil (26,4 %) tingkat kecemasan responden masuk kategori tidak ada kecemasan sebanyak 14 orang. Tingkat kecemasan yang dialami oleh setiap individu tentunya berbeda-beda. Adanya perbedaan tingkat kecemasan tentunya berbagai faktor yang mempengaruhinya. Faktor internal dan eksternal yang dapat menjadikan lansia merasa tidak cemas. Faktor internal tersebut antara lain: umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan kondisi fisik. Faktor eksternal yang mempengaruhi kecemasan lansia yaitu dukungan sosial dan dukungan

(3)

keluarga. Salah satu faktor internal yang mempengaruhi kecemasan lansia adalah umur.

Kecemasan merupakan fenomena umum yang sering terjadi pada lansia yang sifatnya menetap, tidak menyenangkan dan sering tersamarkan yang dimanifestasikan dengan perubahan perilaku seperti gelisah, kelelahan, sulit berkosentrasi, mudah marah, ketegangan otot meningkat dan mengalami gangguan tidur (Melillo & Houde, 2005). Maryam dkk (2008) menjelaskan gejala- gejala kecemasan yang sering dialami lansia meliputi perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional, sulit tidur sepanjang malam, rasa tegang dan cepat marah, seing membayangkan hal-hal yang menakutkan serta rasa panik terhadap masalah yang ringan.

Penelitian Susanti (2011), hasil penelitian menunjukkan hampir setengahnya (43,5%) responden mengalami kecemasan, dan sebagian besar (65,2%) responden mengalami insomnia. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan kejadian insomnia pada lansia usia 60-85 tahun. Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Wahyu & Arif (2010), bahwa terdapat hubungan antara kecemasan dengan kecenderungan insomnia pada lansia di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta.

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang spesifik, kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal (Stuard, 2012). Gejala kecemasan yang dialami oleh lansia adalah

(4)

perasaan khawatir/takut yang tidak rasional akan kejadian yang belum tentu terjadi, rasa tegang dan cepat marah, khawatir terhadap penyakit yang berat dan sering membayangkan hal-hal yang menakutkan rasa panik terhadap masalah yang besar sulit tidur (Maryam dkk, 2012).

Setiap tahun di dunia, diperkirakan sekitar 20%-50% orang melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Di Indonesia belum diketahui angka pastinya, namun pravalensi pada orang dewasa mencapai 20% (Potter & perry, 2005), sedangkan prevalesnsi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu 67% (Amir, 2007). National Institute of again dalam evaluasi keluhan pada lanjut usia mengungkapkan lebih dari 80% dari 9000 usia lanjut 65 tahun melaporkan mengalami gangguan memulai tidur dan mempertahankan tidur (Scneider, 2002 dalam utami, 2008). Gangguan tidur yang paling sering ditemukan, setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% usia lanjut melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67%

(Amir, 2007).

Penelitian Khasanah (2012), yaitu sebagian besar responden berumur 60- 74 sebanyak 75 responden dan yang memiliki kualitas tidur buruk berada pada usia 60-74 tahun sebanyak 49 responden. Artinya 65,3 % mengalami kualitas tidur yang buruk. Seseorang mengalami penurunan pada fungsi organnya ketika memasuki masa tua yang mengakibatkan lansia rentan terhadap penyakit seperti nyeri sendi, osteoporosis, parkinson. Usia memiliki pengaruh terhadap kualitas tidur seseorang yang dikaitkan dengan penyakit yang dialami dan kesehatan yang

(5)

buruk. Hal ini yang menyebabkan lansia mengalami gangguan tidur seiring dengan bertambahnya usia.

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar oleh semua orang, agar tubuh dapat berfungsi secara normal. Pada kondisi istrahat dan tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga berada dalam kondisi yang optimal (Guyton & Hall, 2007). Pola tidur yang tidak menetap akan memberikan dampak terhadap kekurangan tidur, sehingga akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikis seseorang (James, 2002).

Gangguan pola tidur yaitu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami suatu perubahan dalam kualitas atau kuantitas pola istrahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau menganggu gaya hidup yang diinginkannya (Carpenito, 2007). Masalah tidur yang sering dialami oleh orang lanjut usia adalah sering terjaga pada malam hari, seringkali terbangun pada dini hari, sulit untuk tertidur, dan rasa lelah yang amat sangat pada siang hari (Davinson dkk, 2006). Sedangkan menurut Darmojo (2009), gangguan tidur pada lansia antara lain : kesulitan masuk tidur, kesulitan untuk mempertahankan tidur nyenyak dan banggun terlalu pagi.

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 10 Mei 2019, dipanti sosial tresna werdha budi pertiwi, didapatkan bahwa dari 10 lansia yang telah diwawancarai, terdapat 7 lansia mengatakan sering merasa sakit di bagian kaki dan kepala karena penyakit yang diderita, sulit untuk memulai tidur, sering terbangun dimalam hari, jika terbangun dimalam hari sulit untuk tidur kembali,

(6)

terbangun di malam hari karena sering buang air kecil, sedangkan 3 lansia lainnya mengatakan sering merasa lemas dan suka mengantuk di siang hari.

Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada lansia di panti sosial tresna werdha budi pertiwi (PSTW).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, penelitian ingin mengetahui adakah “Hubungan antara Tingkat Kecemasan dengan Kualitas Tidur Pada Lansia di Panti sosial tresna werdha budi pertiwi”.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada lansia di panti sosial tresna werdha budi pertiwi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat kecemasan pada lansia di panti sosial tresna werdha budi pertiwi.

2. Mengetahui distribusi frekuensi kualitas tidur pada lansia di panti sosial tresna werdha budi pertiwi.

3. Mengetahui hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Pertiwi.

(7)

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu dalam bidang keperawatan jiwa dan gerontik berhunbungan dengan kecemasan dan kualitas tidur pada lansia.

1.3.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan pengetahuan bagi perawat dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan perawatan lansia yang mengalami kecemasan dengan ganguan kualitas tidur pada lansia.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : “Adakah hubungan antara pengetahuan tentang serat dan tingkat

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas dan berdasarkan hasil gap fenomena pada latar belakang di atas maka rumusan masalah yang diambil adalah bagaimana penilaian