• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Dalam proses berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping, dan perilaku sosial. Sebagai individu yang unik, anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai tumbuh kembang.

(Yuliastati,2016)

Arah kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang kesehatan 2020-2024 menurut RENSTRA KEMENKES 2020-2024 terdapat 5 tujuan prioritas yaitu peningkatan kesehatan ibu dan anak serta KB dan kesehatan reproduksi, percepatan perbaikan gizi masyarakat, peningkatan dan pengendalian penyakit, pembudayaan GERMAS, dan penguatan sistem kesehatan serta pengawasan obat dan makanan. Didalam tujuan prioritas perbaikan gizi masyarakat salah satu strategi implementasi nya yaitu percepatan penurunan stunting pada anak (Kemenkes,2020).

Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Pada tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami

(2)

stunting. Pada tahun 2017 lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (Kemenkes,2018).

Kejadian balita stunting merupakan masalah utama yang dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2016 presentase stunting pada kelompak balita sebesar 29,0% lebih tinggi dibandingkan kelompok baduta yaitu sebesar 21,7% (PSG,2016).

Sedangkan pada tahun 2017 prevalensi balita pendek berdasarkan indeks TB/U pada kelompok balita meningkat menjadi sebesar 29,6% sedangkan pada kelompok baduta mengalami penurunan menjadi 20,1% (PSG.2017).

Menurut data RISKESDAS tahun 2018, proporsi stunting turun dari 37,2% pada RISKESDAS 2013 menjadi 30,8% pada tahun 2018.

Sedangkan proporsi stunting di Provinsi Jawa Barat juga mengalami penurunan dari 35,3% pada tahun 2013 menjadi 31,1% pada tahun 2018.

Kabupaten Sukabumi menjadi wilayah di Jawa Barat yang memiliki prevalensi stunting paling tinggi yaitu 41,4% . Sedangkan angka stunting di kota Bogor sendiri yaitu 27,8% (Riskesdas 2018).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak stunting adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umur memiliki nilai z

(3)

score kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika nilai z- scorenya kurang dari -3SD (Kemenkes, 2018).

Dampak dari stunting itu sendiri dirasakan jangka pendek maupun jangka panjang .Contoh dari dampak stunting antaa lain peningkatan biaya kesehatan, perkembangan yang kurang optimal,postur anak yang kurang optimal,menurunnya kesehatan reproduksi,serta produktivitas dan kapasitas yang tidak optimal pada saat dewasa. Sehingga untuk mengurangi dampak tersebut maka masyarakat diharapkan untuk memberikan makanan yang bergizi agar anak terhindar dari stunting.

Usia 0-2 tahun merupakan periode emas untuk pertumbuhan dan perkembangan anak karena pada masa tersebut terjadi pertumbuhan yang sangat pesat. Gagal tumbuh pada periode ini akan mempengaruhi status gizi dan kesehatan pada usia dewasa. Pemerintah telah menetapkan kebijakan pencegahan stunting melalui Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Peningkatan Percepatan Gizi dengan fokus pada kelompok usia pertama 1000 hari kehidupan. Selain itu pemerintah menyelenggarakan pula Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) untuk mencegah stunting. PKGBM adalah program yang komprehensif dan berkelanjutan untuk mencegah stunting.(Atikah dkk,2018).

Terdapat beberapa faktor atau hubungan yang menyebabkan meningkatnya kejadian stunting, salah satunya yaitu pola asuh pemberian makan. Pola pengasuhan akan mempengaruhi status gizi anak secara tidak

(4)

langsung. Menurut Engle, Menom dan Haddad (1997) dalam Atica (2020) yang termasuk pengasuhan dilakukan ibu antara lain pemberian ASI dan MP ASI. Selain itu pengasuhan dapat dilakukan melalui praktek makanan, perawatan kesehatan anak, praktik sanitasi dan stimulasi perkembangan psikososial anak (Atica,2020).

Pemberian makan pada balita berperan penting dalam proses pertumbuhan pada balita, karena dalam makanan banyak mengandung gizi. Gizi merupakan bagian yang sangat penting dalam pertumbuhan.

Apabila terkena defisiensi gizi maka anak mudah terkena infeksi. Jika pola makan pada balita tidak tercapai dengan baik, maka pertumbuhan balita juga akan terganggu,tubuh kurus,gizi buruk dan bahkan bisa menyebabkan stunting, sehingga pemberian makanan yang baik perlu diterapkan untuk menghindari itu semua.(Purrwarni dan Mariyam 2013 dalam Ridha 2018)

Menurut hasil penelitian Basri Aramico,Toto Sudargo dan Joko susilo (2013) mengenai hubungan pola makan dengan status gizi menunjukkan hubungan yang signifikan (p<0,001) dan OR 6,01. Hasil ini menunjukkan anak dengan pola makan kurang beresiko 3 kali lebih tinggi terkena stunting. Penelitian di Brazil juga didapatkan bahwa anak yang memiliki pola makan kurang atau yang mengkonsumsi protein dibawah angka kecukupan gizi dan beresiko terkena stunting (p=0,004) (Atica,2020).

Berdasarkan survey awal yang dilakukan 2 dari 10 orang tua menerapkan pola asuh yang kurang tepat terhadap balita yang mengalami stunting. Pola asuh yang kurang tepat disini orang tua orang tua tidak ada

(5)

ketegasan dan dalam hal pemberian makan pengasuh jarang memberikan makanan yang mengandung menu seimbang kepada anak, jarang pula memberikan makanan selingan diantara makanan utama. Untuk konsumsi buah dan sayur juga masih kurang. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian stunting di kelurahan Bojongkerta Kota Bogor.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah dalam penelitian ini “adakah hubungan pola asuh dalam pemberian makan dengan kejadian stunting pada balita di Kelurahan Bojongkerta Kota Bogor”.

C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi hubungan pola asuh dalam pemberian makan dengan kejadian stunting pada balita

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui bagaimana pola asuh dalam pemberian makan yang diberikan kepada balita di Kelurahan Bojongkerta Kota Bogor.

b. Untuk mengetahui kejadian stunting pada balita di Kelurahan Bojongkerta Kota Bogor.

(6)

c. Untuk mengetahui hubungan pola asuh dalam pemberian makan dengan kejadian stunting pada balita di Kelurahan Bojongkerta Kota Bogor.

D. MANFAAT

1. Manfaat Teoritis

Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam proses pembelajaran khususnya stunting.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi instansi Puskesmas

Dapat memberikan tambahakan wawasan kepada instansi terkait pola asuh dan stunting.

b. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dokumentasi dan referensi bagi mahasiswa tentang hubungan pola asuh orang tua terhadap kejadian stunting pada balita.

c. Bagi peneliti selajutnya

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dikembangkan dengan meneliti faktor lain yang menjadi faktor terjadinya stunting.

(7)

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini termasuk kedalam ruang lingkup keperawatan anak yang membahas tentang hubungan pola asuh pemberian makan yang menyebabkan kejadian stunting pada balita. Penelitian cross sectional ini akan dilakukan di Kelurahan Bojongkerta Kota Bogor dengan populasi balita yang mengalami stunting sebanyak 37 balita dan menggunakan teknik sampling total sampling. Penelitian ini akan dilakukan bulan Juli 2021

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Riwayat pola makan dengan kejadian stunting pada balita menunjukkan sebanyak 4 orang dengan pola makan baik tapi status gizinya kurang, hal ini dikarenakan walaupun