1.1. Latar Belakang Masalah
Yayasan dapat dikatakan sebagai suatu lembaga yang didirikan bukan untuk mencari laba semata (nirlaba). Kini lembaga nirlaba berbentuk yayasan bergerak dalam berbagai variasi bentuk kegiatan. Bentuk organisasi nirlaba atau yayasan berbeda dengan organisasi bisnis. Perbedaan yang mendasar terdapat pada bagaimana cara organisasi tersebut mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan operasinya. Pada organisasi nirlaba memperoleh sumber daya keuangan berasal dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan pembayaran imbalan apapun dari organisasi tersebut. Saat ini tidak sedikit organisasi nirlaba seperti yayasan yang membiayai sendiri kegiatan operasionalnya sebagai entitas yang akan senantiasa hidup dan beraktivitas (going concern). Namun tetap pada landasan utama, kegiatan organisasi nirlaba tidak berorientasi terhadap laba (Hasibuan,2010,1).
Pengawasan atas yayasan dilakukan bersama-sama dengan masyarakat sebagai stakeholders. Karena itu transparansi keuangan lembaga menuntut suatu standar pencatatan dan pelaporan yang sama dan bisa dibandingkan sehingga pemakai kepentingan dari yayasan dapat mengetahui secara jelas sumber serta cara penggunaan sumber daya yang ada di yayasan. Laporan keuangan nirlaba pun telah diatur berdasarkan standar akuntansi keuangan agar terdapat keseragaman, maka dari itu Ikatan Akuntan Indonesia selaku otoritas yang berwenang menyusun standar khusus bagi entitas nirlaba dalam Pernyataan
1
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.45 Tentang Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba. Sehingga dengan menerapkan standar khusus entitas nirlaba, diharapkan yayasan dapat mengelola informasi keuangan secara lebih professional dan informasi yang dihasilkan menjadi lebih berkualitas (Yuhaida et al,2015,2).
Meskipun sudah dikeluarkan peraturan mengenai standar pelaporan keuangan bagi entitas nirlaba, namun pada kenyataannya masih banyak kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak pengelola yayasan dalam mengelola aset yayasan, seperti beberapa kasus yang terjadi pada beberapa yayasan berikut ini. Pertama, kasus Yayasan Supersemar yang divonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan memvonis bersalah Yayasan Supersemar dan memerintahkannya membayar ganti rugi kepada Negara senilai US$ 105 juta dan Rp.46,4 miliar. Namun demikian Soeharto diputus tidak melakukan perbuatan melawan hukum. Kedua, kasus Yayasan Yanatera Bulog yang merugikan Negara Rp. 35 miliar. Buloggate I inilah yang menjadi awal jatuhnya Gus Dur dari kursi kepresidenan. Ketiga, kasus Buloggate II yang melibatkan Yayasan Roudhatul Jannah telah membuat Akbar Tanjung duduk di kursi pesakitan dengan tuduhan telah merugikan Negara sebesar Rp. 40 Miliar yang pada akhirnya dibebaskan dalam proses kasasi di MA. Kasus ini juga membuat ketar-ketir B.J. Habibie sebagai presiden saat itu. Keempat, kasus Yayasan Kesejahteraan dan Perumahan Prajurit (YKPP) senilai Rp. 410 miliar yang melibatkan beberapa petinggi militer.
Kelima, kasus Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (milik Bank Indonesia) ke sejumlah anggota dewan dan penegak hukum senilai Rp. 100 miliar.
Kasus ini telah membuat Gubernur BI (Burhanudin Abdullah) dan para deputinya
serta pejabat BI plus anggota DPR harus bersekolah di Lembaga Pemasyarakatan (Kompas,2009,1).
Kasus penyelewengan terhadap yayasan tersebut menunjukan kurangnya pengawasan dari aset yang ada di yayasan, sehingga memudahkan bagi para pelaku untuk mengambil aset yang terdapat pada yayasan tersebut. Kurangnya kesadaran pihak manajemen untuk meningkatkan kinerja keuangan serta lemahnya pengendalian manajemen dalam mengelola aset yayasan yang seharusnya dapat menjadikan yayasan berkembang dan melakukan perbaikan secara berkesinambungan. Dalam penelitian ini digunakan Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia sebagai objek penelitian. Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI) merupakan organisasi nirlaba yang bersifat sosial dan kemanusiaan di bidang kesehatan, khususnya dalam upaya penanggulangan kanker. Program YKAKI memberikan dukungan kepada orang tua yang anaknya sedang menjalani penyembuhan kanker di rumah sakit (YKAKI,2018,2).
Hal diatas adalah penjelasan dari sisi hukum positif. Sedangkan dalam hukum Islam tidak ada penjelasan spesifik tentang yayasan. Namun, di zaman Rasulullah SAW sudah ada badan penghimpun dana yang dinamakan Baitul Maal. Baitul Maal dalam makna istilah sesungguhnya sudah ada sejak masa Rasulullah SAW, yaitu ketika kaum muslimin mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang) pada Perang Badar. Pada masa itu, Baitul Maal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran. Saat itu Baitul Maal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta, karena saat itu harta
yang diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada, harta yang diperoleh hamper selalu habis dibagi-bagikan kepada kaum muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka. Rasulullah SAW senantiasa membagikan ghanimah dan seperlima bagian darinya (Al-Khumus) setelah usainya peperangan, tanpa menunda-nundanya lagi. Dengan kata lain, dia segera menginfakkannya sesuai peruntukannya masing-masing (Saputra,2015,4).
Dalam kaitannya terhadap yayasan, secara eksplisit Al-Qur’an menyebutkan:
Artinya :
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”(Q.S. Ash-Shaff (61): 4)
Berdasarkan ayat di atas, Islam menganjurkan agar perjuangan umat Islam dalam kebaikan, apapun bentuknya, harus dilakukan dengan barisan yang teratur, tertata dan terencana rapi agara setiap apa yang diperjuangkan bisa tercapai tujuannya dengan maksimal. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk merapikan barisan, salah satunya adalah dengan membentuk organisasi, lembaga atau yayasan.
Berdasarkan uraian diatas dan mengingat pentingnya menyusun dan menyajikan laporan keuangan organisasi nirlaba bagi stakeholder maka penulis dalam penyusunan laporan skripsi mengambil judul: “Analisis Penerapan PSAK
Nomor 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba Bagi Yayasan Dan Tinjauannya Menurut Islam (Studi Kasus Pada Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia Pada Tahun 2015)”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana penerapan PSAK No. 45 tentang Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba pada Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia?
b. Bagaimana penerapan PSAK No. 45 tentang Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba pada Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia di tinjau menurut Islam?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana penerapan PSAK No. 45 tentang Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba pada Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia.
b. Untuk mengetahui bagaimana penerapan PSAK No. 45 tentang Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba pada Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia di tinjau menurut Islam.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
a. Bagi Yayasan
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada para Pembina dan pengurus Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia agar laporan keuangan yang dimiliki sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 45.
b. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai upaya untuk mendapatkan pengalaman yang berharga dalam menulis karya ilmiah dan memperluas wawasan dalam bidang akuntansi, sehingga dapat diketahui masalah-masalah yang dihadapi oleh Yayasan yang berhubungan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No. 45).
c. Bagi Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi yang diperlukan atau tambahan referensi yang dapat dijadikan bahan perbandingan oleh peneliti lain yang ingin melakukan penelitian pada bidang yang sejenis dan masalah yang sama dimasa yang akan datang.