• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II DASAR TEORI"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II DASAR TEORI

2.1 Gempa

Berdasarkan Sunarjo, 2012 penyebab gempa bumi dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam diantaranya: tektonik, vulkanik, runtuhan, jatuhan meteor, dan gempa bumi buatan manusia.

Gempa bumi tektonik adalah gempa bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi elastis yang tersimpan dalam lempeng tektonik. Karena adanya dinamika yang terjadi pada lapisan mantel bumi, lempeng tektonik bumi kita ini terus menerima energi dari lapisan tersebut. Lempeng tektonik adalah batuan yang bersifat elastis, sehingga energi yang diterima dari lapisan mantel tersimpan dalam bentuk energi elastis. Bila energi yang diterima sudah melebihi batas elastisitas lempeng tektonik, maka energi akan terlepas dalam bentuk deformasi plastis dangelombang elastis. Daerah yang melepaskan energi elastis umumnya daerah yang lemah sehingga di daerah tersebut akan mengalami deformasi plastis, sedangkan daerah yang jauh dari sumber tersebut akan mengalami deformasi elastis dalam bentuk gelombang seismik. Dengan adanya deformasi plastis di sekitar sumber gempabumi, fenomena yang dapat diamati dalam jangka waktu panjang adalah terjadi pergerakan dari lempeng tektonik dengan jenis pergerakan antara lain: penunjaman antara lempeng samudra dan lempeng benua, tumbukan antara kedua lempeng benua, dan pergerakan lempeng samudera yang saling menjauh, serta pergerakan lempeng yang saling bergeser. Dikarenakan tepian lempeng yang tidak rata maka jika bergesekan maka, timbulah friksi. Friksi inilah yang kemudian melepaskan energi goncangan gempabumi (Sunarjo etc, 2012).

Bila gempa bumi terjadi, maka struktur bangunan akan ikut terpengaruh oleh getaran gempa. Selanjutnya struktur bangunan akan merespons gempa tersebut Struktur akan beresonansi memberikan gaya-gaya dalam. Apabila gaya gempa <

gaya dalam struktur, maka struktur akan kuat dan aman menahan beban gempa.

Sebaliknya bila gaya gempa > gaya dalam struktur, maka struktur tidak kuat dan

(2)

8

tidak aman menahan beban gempa selanjutnya bisa jadi struktur runtuh. (Laresi, 2017)

2.2 Pembebanan

2.2.1 Beban Mati (Dead Load)

Berdasarkan SNI 1727:2013 beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang terpasang,termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap, finishing, klading gedung dan komponen arsitektural dan struktural lainnya serta peralatan layan terpasang lain termasuk berat keran.

Dalam menentukan beban mati untuk perancangan, harus digunakan berat bahan dan konstruksi yang sebenarnya, dengan ketentuan bahwa jika tidak ada informasi yang jelas, nilai yang harus digunakan adalah nilai yang disetujui oleh pihak yang berwenang. Apabila beban mati memberikan pengaruh yang menguntungkan terhadap pengerahan kekuatan suatu struktur atau unsur struktur suatu gedung, maka beban mati tersebut harus diambil dengan mengalikannya dengan koefisien reduksi 0,9.

2.2.2 Beban Hidup (Life Load)

Berdasarkan SNI 1727:2013 beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung dan kedalamannya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang berpindah, mesin- mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Termasuk beban ini adalah berat manusia, perabotan yang dapat dipindah-pindah, kendaraan, dan barang-barang lain. Karena besar dan lokasi beban yang senantiasa berubah- ubah, maka penentuan beban hidup secara pasti adalah merupakan suatu hal yang cukup sulit.

2.2.3 Beban Lateral

Beban horisontal yang salah dipakai dalam analisis kali ini terdiri dari beban gempa dan beban angin. Beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang

(3)

9 bekerja pada bangunan atau bagian bangunan dari pergerakan tanah akibat gempa itu. Pengaruh gempa pada struktur ditentukan berdasarkan analisa dinamik, maka yang diartikan dalam beban gempa itu gaya-gaya di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh tanah akibat gempa itu sendiri. Sedangkan, beban angin adalah semua beban yang bekerja pada bangunan atau bagian bangunan yang disebabkan oleh selisih tekanan udara. Beban angin sangat tergantung dari lokasi dan ketinggian dari struktur. Pembebanan menggunakan beban gempa mengacu pada SNI 1726 : 2019 tentang “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung” dan untuk beban angin berdasarkan SNI 1727-2013 tentang “Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain” .

2.2.4 Kombinasi Pembebanan

Kombinasi pembebeban yang digunakan yaitu kombinasi dimana kondisi dimana beban lingkungan dianggap ikut mempengaruhi kekuatan strukut (ultimit).

Kombinasi-kombinasi pembebanan untuk metoda ultimit berdasarkan SNI 1726- 2019 pasal 4.2.2 adalah sebagai berikut:

1. 1,4D

2. 1,2D + 1,6L + 0,5R 3. 1,2D + 1,6R + 1,0L

4. 1,2D + 1,0W + 1,0L + 0,5R 5. 1,2D + 1,0L ± 1,0Ex ± 0,3Ey 6. 1,2D + 1,0L ± 0,3Ex ± 1,0Ey 7. 0,9D + 1,0W

8. 0,9D ± 1,0Ex ± 0,3Ey 9. 0,9D ± 0,3Ex ± 1,0Ey

2.3 Perencanaan Tulangan Balok

Perencanaan tulangan balok didasarkan pada SNI 2847:2013 tentang Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan. Perencanaan tulangan dilakukan untuk tulangan lentur dan geser yaitu sebagai berikut:

A. Tulangan Lentur

(4)

10

Langkah-langkah perhitungan tulangan lentur didasarkan pada pasal 10 SNI 2847-2013 dapat dilihat sebagai berikut:

1. Menentukan nilai momen nominal rencana Mn= Mu

(2.1) 2. Menghitung tinggi efektif balok

d = h − d′ (2.2)

3. Menghitung faktor tahanan momen Rn = Mn

b.d2

(2.3)

4. Menghitung rasio tulangan

- Rasio tulangan yang diperlukan dengan persamaan:

𝜌 =0,85 f'c

fy.1− √1- 2Rn 0,85.fc'

(2.4)

- Rasio tulangan minimum ρmin= √f'c

4fy ;ρ min = 1.4 fy

(2.5)

5. Menentukan luas tulangan

As= ρ.b.d (2.6)

6. Menentukan jumlah tulangan 𝑛 = As

4).d2 (2.7)

7. Pengecekan syarat kuat nominal Mn=As.fy.(d-a

2) (2.8)

Dimana, ϕMn ≥Mu B. Tulangan Geser

Pada struktur balok, gaya geser yang terjadi juga harus diperhatikan perkuatannya karena besarnya gaya geser dapat menyebabkan kegagalan struktur balok, perkuatan geser memiliki beberapa fungsi utama yaitu:

(5)

11

• Menahan gaya geser pada struktur balok

• Menahan pertumbuhan retak diagonal

• Menahan tulangan memanjang pada posisinya

Ketahanan suatu penampang balok dalam menahan beban geser didapat dari tahanan material beton dan material baja yang dirumuskan dalam persamaan:

Vn = Vc + Vs (2.9) Dimana:

Vn = Ketahanan geser nominal Vc = Ketahanan geser dari beton Vs = Ketahanan geser dari tulangan

Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 11.2.1 untuk perumusan kuat nominal geser beton (Vc) berbeda-berbeda tergantung dari bagaimana komponen struktur tersebut dikenai beban yaitu :

• Untuk komponen struktur yang dikenai geser dan lentur saja, Vc= 0.17 π √f'c bw .d (2.10)

• Untuk komponen struktur yang dikenai tekan aksial,

Vc= 0.17 (1+14AgNu ) π .√f'c bw.d (2.11) Untuk kapasitas tulangan geser nominal (Vs) berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 11.2.1 bila digunakan tulangan geser tegak lurus terhadap sumbu komponen struktur yaitu,

Vs = Av fyt d

s (2.12) Vs tidak boleh diambil lebih besar dari 0,66 √f'c bw d. Av adalah luas tulangan geser yang berada dalam spasi . Adapun untuk spasi tulangan geser yang dipasang tegak lurus terhadap sumbu komponen truktur tidak boleh melebihi d/2. Bila Vs melebihi 0.33 √f'c bw d maka spasi maksimum yang diberikan harus dikurangi setengahnya.

Sebelum mendesain tulangan geser maka dicek terlebih dahulu beberapa syarat tentang kebutuhan tulangan geser yaitu :

(6)

12

• Jika Vu < 0.5φVc, maka tidak memerlukan tulangan geser.

• Jika 0.5φVc < Vu < φVc, digunakan tulangan geser minimum dan spasi maksimum.

• Jika Vu > φVc, digunakan tulangan geser dan perlu menghitung spasi perlu.

Untuk luas tulangan geser minimum dihitung dengan : Avmin = 0,062 √f'c.bws

fy (2.13) tapi tidak boleh kurang dari

(0.035 bws)/fy (2.14) Dengan menggunakan kapasitas nominal geser (Vs) dan memperhitungkan kapasitas nominal beton (Vc), dapat ditentukan kebutuhan spasi antar sengkang dengan tulangan yaitu dengan perumusan :

Sperlu = Av.fy.dVu

φ-Vc (2.15)

2.4 Perencanaan Tulangan Kolom

Menurut SNI 03-2487-2013 pasal 8.10, persyaratan yang harus dipenuhi dalam perencanaan kolom adalah:

1. Kolom harus dirancang untuk menahan gaya aksial dari beban terfaktor pada semua lantai atau atap dan momen maksimum dari beban terfaktor pada satu bentang lantai atau atap bersebelahan yang ditinjau. Kondisi pembebanan yang memberikan rasio momen maksimum terhadap beban aksial harus juga ditinjau.

2. Pada rangka atau konstruksi menerus, pertimbangan harus diberikan pada pengaruh beban lantai atau atap tak seimbang baik pada kolom eksterior dan interior dan dari pembebanan eksentris akibat penyebab lainnya.

3. Dalam menghitung momen beban gravitasi pada kolom, diizinkan untuk mengasumsikan ujung jauh kolom yang dibangun menyatu dengan struktur sebagai terjepit.

(7)

13 4. Tahanan terhadap momen pada setiap tingkat lantai atau atap harus disediakan dengan mendisribusikan momen di antara kolom-kolom langsung diatas dan dibawah lantai ditetapkan dalam proporsi terhadap kekakuan kolom relative dan kondisi kekangan. Untuk komponen struktur yang terkena beban aksial dan beban aksial dengan lentur faktor reduksi yang digunakan (Ø) sesuai dengan SNI 03-2847-2013 pasal 9.3.2.2 adalah 0,65. Luas dimensi kolom dapat didesain dengan rumus sebagai berikut:

A= Pu

∅. fc' (2.16)

Tinjauan kekuatan kolom dapat dilihat dari interaksi antara kuat tekan dan kuat lentur dari sebuah desain kolom yang digambarkan dalam bentuk diagram interaksi P-M. Diagram tersebut digambarkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Interaksi Diagram P-M Sumber : Jack McCormac, 2003

Adapun perencanaan penulangan pada kolom berdasarkan SNI 2487- 2013 untuk tulangan longitudinal dan transversal adalah sebagai berikut:

1. Tulangan longitudinal

Perhitungan tulangan longitudinal dapat dilakukan dengan mengecek tulangan rencana, beban ultimit dan diagram interaksi. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Menghitung luas tulangan 𝐴𝑠𝑡= 1

4𝑛. 𝜋. 𝐷2 (2.17)

(8)

14

b. Analisis kolom dengan pendekatan diagram P – M i. Kondisi eksentrisitas kecil

ϕPn= ϕPn max=0,80 ϕ ( Ag- Ast) 0,85f'c+Ast fy (2.18) ii. Kondisi momen murni (P=0)

ND1= 0,85 f'c b a (2.19)

ND2=f's.A's (2.20)

f's = 𝐸𝑠𝜀𝑠 = 𝐸𝑠 0,003 (𝑐 − 𝑑′) 𝑐

(2.21) M𝑛=M𝑛1+M𝑛2= ND1 Z1+ ND2 Z2 (2.22) iii. Kondisi Balance

Cb

h-d'= 0,003 0,003+fy

Es

(2.23)

εs= 0,003Cb-d' Cb εy= fy

Es

f's= Es ε's=Es 0,003C -d' C

(2.24)

(2.25)

(2.26)

ab= Es ε's1Cb=0,85-0,008 (fc-30) (2.27) pnb=0,85 f'c.b.ab+As'.f's-As.fy (2.28)

Mnb=0,85 f'c.b.ab.(y̅-ab

2 )+As'.f's(y̅-d)-As.fy(d-y̅) (2.29)

2.5 Perletakan Spring

Menurut Tanjung (2013), pondasi blok dianggap kaku bila dibandingkan dengan tanah yang terletak diatasnya yang diasumsikan bahwa itu hanya mengalami pergeseran tubuh kaku. Dibawah tekanan yang tidak seimbang, blok kaku akan mengalami pergeseran dan osilasi seperti berikut:

1. Translasi sepanjang sumbu x

(9)

15 2. Translasi sepanjang sumbu y

3. Translasi sepanjang sumbu z 4. Rotasi sekitar sumbu z 5. Rotasi sekitar sumbu x 6. Rotasi sekitar sumbu y

Pergeseran blok tubuh kaku bisa diubah kedalam enam pergeseran bebas, sehingga blok kaku memiliki enam tingkat kebebasan. Dari enam jenis gerakan, translasi sepanjang sumbu z dan rotasi sekitar sumbu z bisa terjadi secara bebas dari gerakan lain, namun demikian, translasi sekitar sumbu x atau sumbu y dan rotasi sekitar sumbu x atau sumbu y adalah gerakan yang dirangkai.

Berdasarkan hal tersebut, dalam analisis pondasi blok harus memperhatikan empat jenis gerakan, dua gerakan bebas dan dua gerakan yang dirangkai. Dengan demikian, konstanta spring tanah yang koresponden perlu didefinisikan sebelum analisis aktual dari pondasi bisa dilakukan.

2.6 Konsep Perencanaan Bangunan Tahan Gempa

Struktur bangunan yang di desain tahan gempa harus memiliki beberapa kriteria meliputi kekuatan, kekakuan, dan stabilitas yang cukup untuk mencegah terjadinya kegagalan struktur (keruntuhan). Berdasarkan Imran dan Hendrik tahun 2013, konsep dasar perencanaan bangunan tahan gempa adalah sebagai berikut :

1. Saat diterpa gempa dengan skala ringan, struktur bangunan dan fungsi bangunan harus dapat tetap berjalan (servicable) sehingga struktur harus kuat dan tidak ada kerusakan baik pada elemen struktural dan elemen nonstruktural bangunan.

2. Saat diterpa gempa dengan skala medium, struktur diperbolehkan mengalami kerusakan pada elemen nonstruktural, tetapi tidak diperbolehkan terjadi kerusakan pada elemen struktural.

3. Saat diterpa gempa dengan skala besar, diperbolehkan terjadi kerusakan pada elemen struktural dan nonstruktural, namun tidak boleh sampai menyebabkan bangunan runtuh sehingga tidak ada korban jiwa atau dapat meminimalkan jumlah korban jiwa.

(10)

16

Adapun menurut ATC-40, Tingkat kinerja struktur yang diatur dalam ATC- 40 (Aplplied Technology Council-40) adalah seperti pada tabel 2.1.

Tabel 2.1Tingkat Kinerja Struktur Menurut ATC-40 Interstory drift limit Immediate

Occupancy

Damage Control

Life safety

Structural Stability Maximum Total Drift 0,01 0,01-0,02 0,02 0,33 Vi/Pi Maximum Inelastis Drift 0,005 0,005-0,015 No Limit No Limit Sumber : ATC-40, 1996

Kategori risiko pada tabel 2.1 dijelaskan pada poin-point berikut ini : 1. Immediate Occupancy (IO)

Bila terjadi gempa, hanya terjadi sedikit kerusakan, dimana kekuatan dan kekakuannya kira-kira hampir sama dengan kondisi sebelum gempa, sistem pemikul gaya vertikal dan lateral pada struktur masih mampu memikul gaya gempa yang terjadi. Berdasarkan tabel 2.1 range nilainya diambil untuk simpangan ≤ 0,01.

2. Damage Control

Tingkat kerusakan struktural yang terjadi berada di antara IO dan LS.

Tingkat ini memiliki kemampuan yang lebih baik dalam membatasi kerusakan struktural yang terjadi pada bangunan dibandingkan LS., dalam ATC-40 tidak disebutkan secara signifikan, dalam kategori ini, permodelan bangunan baru dengan beban rencana dengan beban gempa yang peluang dilampauinya dalam rentang masa layan gedung 50 tahun adalah 10%.

Berdasarkan tabel 2.1 range nilainya diambil untuk simpangan 0,01-0,02.

3. Life Safety (LS)

Bila gempa terjadi, struktur mampu menahan gempa, dengan sedikit kerusakan struktural, manusia yang tinggal / berada pada bangunan tersebut terjaga keselamatannya dari gempa bumi. Berdasarkan tabel 2.1 range nilainya diambil untuk 0,02 ≤ simpangan < 0,33 Vi/Pi

4. Structural Stability (SS)

Kondisi dimana struktur telah mengalami kerusakan parsial ataupun total, kerusakan yang terjadi telah menyebabkan degradasi kekuatan dan kekakuan pada sistem penahan gaya lateral. Berdasarkan tabel 2.1 range nilainya diambil untuk ≥ 0,33 Vi/Pi

(11)

17 Berdasarkan SNI 1726-2019 sendiri ditentukan beberapa ketentuan untuk struktur bangunan non-gedung tahan gempa yang dijelaskan pada subsubbab berikut.

2.6.1 Faktor Keutamaan dan Kategori Risiko Struktur Bangunan

Kategori risiko struktur bangunan gedung maupun non-gedung disesuaikan berdasarkan tabel 2.2, dimana pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan factor keutamaan Ie berdasarkan pada tabel 2.3.

Tabel 2.2Kategori Risiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk Beban Gempa

Jenis Pemanfaatan Kategori

Resiko Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia

pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain : - Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan

- Fasilitas sementara - Gudang penyimpanan

- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

I

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko I, III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

- Perumahan

- Rumah toko dan rumah kantor - Pasar

- Gedung perkantoran

- Gedung apartemen/ rumah susun - Pusat perbelanjaan/ mall

- Bangunan industri - Fasilitas manufaktur - Pabrik

II

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk : - Bioskop

- Gedung pertemuan - Stadion

- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat

- Fasilitas penitipan anak - Penjara

- Bangunan untuk orang jompo

Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan

massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

- Pusat pembangkit listrik biasa - Fasilitas penanganan air - Fasilitas penanganan limbah - Pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan,

penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak)

III

(12)

18

Sumber : SNI 1726-2019

Tabel 2.3 Faktor Keutamaan Gempa

Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, Ie

I atau II 1,0

III 1,25

IV 1,50

Sumber : SNI 1726-2019

2.6.2 Wilayah Gempa dan Spektrum Respons

Parameter Ss (percepatan batuan dasar pada perioda pendek) dan S1 (percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari respons spektral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismik yang sesuai pada gambar 2.2 dan 2.3 dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun (MCER, 2 persen dalam 50 tahun), dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percepatan gravitasi. Bila S1 ≤ 0,04 g dan Ss ≤ 0,15 g, maka struktur bangunan boleh dimasukkan ke dalam kategori desain seismik A, dan cukup memenuhi persyaratan. Peta gempa yang digunakan yaitu berdasarkan peta dari SNI gempa Indonesia tahun 2019.

yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang

dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.

Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :

- Bangunan-bangunan monumental - Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat

- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat

- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya

- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat

- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat

- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat

Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV.

IV

(13)

19

Gambar 2.2 Peta Percepatan Batuan Dasar Periode 1 Detik (S1) 2% Dalam 50 Tahun Sumber: SNI 1726:2019

Gambar 2.3 Peta Percepatan Batuan Dasar Priode Pendek (Ss ) 2% Dalam 50 Tahun Sumber : SNI 1726:2019

Selanjutnya parameter spectrum respon percepatan dalam periode pendek (SMS dan SM1) dan dicari dengan menyesesuaikan pengaruh klasifikasi situs yang ditentukan oleh rumus pada pasal 6.2 SNI 03-1726-2019 sebagai berikut:

SMS = FaSs (2.30)

SM1 = FvS1 (2.31)

Dimana Menentukan FA dan Fv dilihat berdasarkan melalui tabel 2.4 dan tabel 2.5

(14)

20

Tabel 2.4 Koefisien Situs Fa

Kelas situs

Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada perioda pendek, T=0.2 detik Ss

Ss ≤ 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss ≥ 1,25

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9

SC 1,3 1,3 1,2 1,2 1,2

SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0

SE 2,4 1,7 1,3 1,1 0,9

SF SSb

Sumber : SNI 1726-2019

Tabel 2.5 Koefisien Situs Fv

Kelas situs

Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada perioda pendek, T=1 detik S1

Ss ≤ 1 Ss = 0,2 Ss = 0,3 Ss = 0,4 Ss ≥ 0,5

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SC 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5

SD 2,4 2,2 2,0 1,9 1,8

SE 4,2 3,3 2,8 2,4 2,2

SF SSb

Sumber : SNI 1726-2019

2.6.3 Parameter Percepatan Spektral Desain

Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek, SDS dan pada perioda 1 detik, SD1 , harus ditentukan melalui perumusan berikut ini:

SMS = FaSs (2.32)

SDS = 2/3SMS (2.33)

SD1 = 2/3SM1 (2.34)

2.6.4 Penentuan Spektrum Respons Desain

Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons

(15)

21 desain harus dikembangkan dengan mengacu gambar 2.4 dan mengikuti ketentuan sebagai berikut:

a. Untuk perioda yang lebih kecil dari T0 (T ≤ T0), spektrum respons percepatan desain, Sa, harus diambil dari persamaan;

Sa = SDS(0,4+0,6 T

T0) (2.35)

b. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama dengan Ts (T0 ≤ T ≤ Ts), spektrum respons percepatan desain, Sa, sama dengan SDS ;

Sa = SDS (2.36)

c. Untuk perioda lebih besar dari TS (T ≥ Ts) , spektrum respons percepatan desain, Sa , diambil berdasarkan persamaan:

Sa= SD1 T

(2.37) d. Untuk periode lebih besar dari TL, respons spektral percepatan desain, Sa,

diambil berdasarkan persamaan :

D1 L

a 2

S S T

= T (2.38)

Keterangan:

SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek;

SD1 = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1 detik;

T = perioda getar fundamental struktur.

Parameter periode respon ditentukan oleh persamaan berikut : T0 = 0.2 SSD1

DS

(2.39) TS = SD1

SDS

(2.40)

(16)

22

Gambar 2.4Spektrum Respons Desain Sumber : SNI 1726-2019

2.6.5 Penentuan Spektrum Respons Desain

Struktur bangunan harus ditetapkan memiliki suatu kategori desain seismik yang sesuai pasal 6.5 SNI 1726-2019 . Berdasarkan SNI 1726-2019 untuk struktur dengan kategori risiko I, II, atau III yang berlokasi di mana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada perioda 1 detik, S1, lebih besar dari atau sama dengan 0,75 harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik . Struktur yang berkategori risiko IV yang berlokasi di mana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada perioda 1 detik, S1 , lebih besar dari atau sama dengan 0,75, harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik F.

Semua struktur lainnya harus ditetapkan kategori desain seismiknya berdasarkan kategori risikonya dan parameter respons spektral percepatan desainnya, SDS dan SD1. Masing-masing bangunan dan struktur harus ditetapkan ke dalam kategori desain seismik yang lebih parah, dengan mengacu pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7, terlepas dari nilai perioda fundamental getaran struktur, T.

Tabel 2.6 Kategori Desain Seismik Berdasarkan SDS

Nilai SDS Kategori risiko

I atau II atau III IV

SDS < 0,167 A A

0,167 ≤ SDS < 0,33 B C

0,33 ≤ SDS < 0,5 C D

0,5 ≤ SDS D D

Sumber : SNI 01726-2019

(17)

23

Tabel 2.7 Kategori Desain Seismik Berdasarkan SD1

Nilai SD1 Kategori risiko

I atau II atau III IV

SD1 < 0,067 A A

0,067 ≤ SD1 < 0,133 B C

0,133 ≤ SD1 < 0,2 C D

0,2 ≤ SD1 D D

Sumber : SNI 1726-2019

2.6.6 Penentuan Sistem Struktur dan Parameter Sistem

Untuk bangunan non-gedung sistem penahan gaya gempa lateral dan vertikal dasar harus memenuhisalah satu tipe yang ditunjukkan dalam dari pasal 10.2.7, yang ditunjukkan dalam Tabel 2.8. Pembagian setiap tipe berdasarkan pada elemen vertikal yang digunakan untuk menahan gaya gempa lateral. Sistem struktur yang digunakan harus sesuai dengan batasan sistem struktur dan batasan ketinggian struktur yang ditunjukkan dalam Tabel 2.8. Koefisien modifikasi respons (R) merupakan koefisien yang erat hubungannya dengan sistem struktur serta material yang digunakan, faktor kuat lebih sistem (Ω0) merupakan nilai yang diberikan pada struktur yang berkaitan dengan kondisi elastis bangunan saat gempa terjadi dan koefisien amplifikasi defleksi (Cd) yang merupakan nilai pembesaran defleksi yang terjadi saat bangunan tertentu dikenai gempa. Nilai R, Ω0 dan Cd dapat dilihat pada Tabel 2.8 untuk digunakan dalam penentuan geser dasar, gaya desain elemen, dan simpangan antarlantai tingkat desain.

(18)

24

Tabel 2.8 Koefisien Seismik Untuk Struktur Non Gempa Tidak Serupa Gedung Jenis Struktur bangunan

non gedung R Ω0 Cd

Sistem Struktur dan Batasan Ketinggian (m)

A & B C D E F

Rangka batang : baja 3 1, 1,5 3 TB TB TB TB TB

Tiang : baja 1,5 1,5 1,5 TB TB TB TB TB

Kayu 1,5 1,5 1,5 TB TB TB TB TB

Beton 1,5 1,5 1,5 TB TB TB TB TB

Rangka : baja 3 1,5 1,5 TB TB TB TB TB

Kayu 1,5 1,5 1,5 TB TB TB TB TB

Beton 2 1,5 1,5 TB TB TB TB TB

Struktur fasilitas rekreasi/hiburan dan monumen

2 2 2 TB TB TB TB TB

Struktur bertipe pendulum terbalik (kecuali tank, wadah, bak yang berada di ketinggian)

2 2 2 TB TB TB TB TB

Rambu- rambu dan papan

reklame 3,5 1,75 3 TB TB TB TB TB

Semua struktur yang berdiri sendiri, tangki, dan wadah, yang serupa gedung, yang tidak tercakup diatas atau pada peraturan lainnya

1,25 2 2,5 TB TB 15 15 15

Sumber : SNI 1726-2019 Keterangan :

TB = Tidak dibatasi untuk ketinggian berapapun

2.6.7 Gaya Geser Dasar Seismik

Gaya horizontal, gaya vertikal dan momen torsi yang terjadi akibat gempa pada struktur, sangat tergantung pada berat dan kekakuan material struktur, konfigurasi dan sistem struktur, periode atau waktu getar struktur, kondisi tanah dasar, wilayah kegempaan, serta perilaku gempa itu sendiri. Gaya geser dasar seismik, V yang ditetapkan harus ditentukan berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 7.8.1 dengan persamaan berikut:

V= CsW (2.41)

Dimana nilai Cs untuk struktur non gedung berdasarkan SNI 1726:2019 pasal 10.2.1 (2) yaitu :

Cs= 0,04 SDSIe (2.42)

Nilai Cs yang dihitung tidak perlu melebihi

(19)

25 Cs= SD1

T(R Ie)

(2.43)

Cs harus tidak boleh diambil kurang dari 0,03

Sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi di daerah di mana S1 ≥ 0,6g, maka Cs harus tidak kurang dari :

Cs= 0,8 S1 (R

Ie)

(2.44)

2.6.8 Penentuan Periode Fundamental

Penentuan periode fundamental, dimana dalam arah yang ditinjau harus diperoleh menggunakan properti struktur dan karakteristik deformasi elemen penahan dalam analisis yang teruji. Untuk perioda fundamental struktur (T) tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk batas atas pada periode yang dihitung (Cu) pada tabel 2.9 dan fundamental pendekatan (Ta) sesuai rumus pada SNI 1726:2019 pasal 7.8.2.1 yaitu :

Ta= Cthnx (2.45)

Dimana :

hn = Ketinggian struktur.

Ct, x = Koefisien perioda, (berdasarkan tabel 2.9)

Tabel 2.9 Koefisien Untuk Batas Atas Pada Perioda Yang Dihitung

Parameter percepatan respons spektral desain 1 detik, SD1 Koefisien Cu

≥ 0,4 1,4

0,3 1,4

0,2 1,5

0,15 1,6

≤ 0,1 1,7

Sumber : SNI 1726-2019

(20)

26

Tabel 2.10 Nilai Parameter Perioda Pendekatan Ct Dan X

Tipe struktur Ct x

Sistem rangka pemikul momen di mana rangka memikul 100 persen gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya gempa:

Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8

Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,9

Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,75

Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731 0,75

Semua sistem struktur lainnya 0,0488 0,75

Sumber : SNI 1726-2019

2.7 Perencanaan Berbasis Kenerja (Performance Based Design)

Menurut dewobroto (2005), bangunan pada daerah rawan gempa harus direncanakan mampu bertahan terhadap gempa. Trend perencanaan yang terkini adalah performance based seismic design, yang memanfaatkan teknik analisis nonlinear berbasis komputer untuk menganalisis perilaku inelastic struktur dari berbagai macam intensitas gerakan tanah (gempa). Sehingga dapat diketahui kinerja pada kondisi kritis. Selanjutnya dapat dilakukan tindakan bilamana tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan.

Menurut ATC-40, untuk menentukan batasan rasio simpangan (drift) digunakan formula sebagai berikut:

Maksimum total drift:

Dmax = Dt Htot

(2.46) Menurut Wisnumurti et al (2008), analisis statik nonlinear pushover merupakan komponen performance based design yang menjadi sarana dalam mencari kapasitas dari suatu struktur. Dasar analisis dilakukan dengan peningkatan beban statik tertentu dalam arah lateral yang nilainya ditingkatkan berangsur-angsur (incremental) secara proporsional pada struktur hingga mencapai target displacement atau mencapai mekanisme diambang keruntuhan. Prosedur analisisnya akan menjelaskan bagaimana mengidentifikasikan bagian-bagian dari bangunan yang akan mengalami kegagalan terlebih dahulu. Performance point adalah titik dimana capacity sama dengan demand. Hasil dari analisis pushover adalah kurva kapasitas (capacity curve). Agar kurva kapasitas dan kurva kebutuhan

(21)

27 ini dapat dibandingkan secara langsung, maka kurva kapasitas struktur harus digambarkan menjadi satu dengan kurva kebutuhan dengan format Acceleration (Sa) dan Displacement (Sd), dan Response Spectrum (ADRS). Setelah performance point diperoleh, dapat diketahui nilai simpangan antar tingkat dan sendi plastis untuk berbagai periode ulang gempa. Selain itu, dapat ditentukan tingkat kinerja struktur dari simpangan antar tingkat untuk berbagai periode ulang gempa. Tingkat kinerja gempa dengan PBD dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Tingkat Kinerja Gempa berbasis PBD.

(Sumber: Dewobroto, 2016)

2.8 Analisis Statik Non-Linear Pushover

Merupakan suatu performance based design yang bertujuan untuk mencari kapasitas suatu struktur. Pada dasarnya, analisis dilakukan dengan memberikan beban dalam arah lateral yang nilainya ditingkatkan berangsur-angsur (incremental) secara proposional pada struktur hingga mencapai target displacement atau mencapai mekanisme diambang keruntuhan karena terjadinya sendi plastis pada elemen balok maupun kolom. Prosedur analisisnya menjelaskan bagaimana mengidentifikasi elemen elemen struktur yang akan mengalami kegagalan terlebih dahulu. Seiring dengan peningkatan beban akan ada elemen- elemen lain yang mengalami leleh dan deformasi inelastis (Sandhi etc, 2017)

Dengan menggunakan analisis statik non-linear makan dapat mengetahui keruntuhan bangunan yang disebabkan karena gempa, atau biasa yang dikenal dengan analisis beban dorong statik. Dengan pembebanan lateral pada struktur yang ditingkatkan secara bertahap sampai mencapai titik keruntuhan tertentu. Prosedur analisis pushover, struktur didorong sampai leleh dan berplilaku non- linear atau plastis. Kurva kapasitas akan memperlihatkan kodisi elastis sampai kondisi plastis.

Tujuan analisis pushover adalah untuk memperkirakan gaya deformasi maksimum

(22)

28

yang terjadi akibat pembebanan lateral hingga diperoleh titik kritisnya. Selanjutnya dilihat bagian – bagian yang terjadi kerusakan dan memerlukan perjatian khusus.

Menurut Dewboroto,2016 analisa pushover dapat digunakan sebagai alat bantu perencanaan tahan gempa, asalkan menyesuaikan dengan keterbatasan yang ada, yaitu:

1) Hasil analisis pushover masih berupa suatu pendekatan, karena bagaimanapun perilaku gempa yang sebenarnya adalah bersifat bolak-balik melalui suatu siklus tertentu, sedangkan sifat pembebanan pada analisis pushover adalah static monotonik.

2) Pemilihan pola beban lateral yang digunakan dalam analisis adalah sangat penting.

3) Untuk membuat model analisis non-linier akan lebih rumit dibanding model analisis linier. Analisis non-linier harus memperhitungkan karakteristik inelastis beban-deformasi dari elemen-elemen yang penting dan efek P-∆.

2.9 Sendi Plastis

Daerah sendi plastis adalah panjang elemen rangka dimana pelelehan lentur diharapkan terjadi akibat perpindahan desain gempa. Ketika terjadi gempa, struktur akan menerima beban siklik dan pada daerah-daerah yang mempunyai momen terbesar (umumnya diujung balok) regangan tarik baja tulangan akan berganti-ganti untuk momen negatif pada tepi atas dan positif pada tepi bawah. Apabila regangan tarik baja sudah leleh, maka beton akan mulai rusak retak. Kerusakan tersebut didesain terjadi pada sendi plastis. Pada daerah sendi plastis, tulangan harus di detail sedemikian sehingga perilakunya benar-benar daktail. (BSN, 2013)

Struktur gedung apabila menerima beban gempa pada tingkatan / kondisi tertentu, akan terjadi sendi plastis (hinge) pada balok pada gedung seperti pada Gambar 2.6. Sendi plastis merupakan bentuk ketidakmampuan elemen struktur (balok dan kolom) menahan gaya dalam. Perencanaan suatu bangunan harus sesuai dengan konsep desain kolom kuat balok lemah. Apabila terjadi suatu keruntuhan struktur, maka yang runtuh adalah baloknya dahulu. Apabila kolomnya runtuh dahulu, maka struktur langsung hancur (Laresi,2017).

(23)

29

Gambar 2.6 Sendi plastis yang terjadi pada balok dan kolom

Sumber: Dewobroto , 2016

Setelah penambahan beban maka semakin banyak sendi plastis yang terbentuk, namun sendi plastis yang pertama terbentuk sudah berotasi inelastic sebesar kapasitas rotasinya dan mulai kehilangan kekuatan, Oleh karena itu, kurva pushover mulai datar. Sampai pada akhirnya struktur mencapai kapasitas kekuatan dan deformasinya, Lalu setelah design strength terlewati terjadi overstrenght.

Kekuatan total dari struktur tersebut disebut apparent strength atau kekuatan ultimit struktur. Distribusi sendi plastis pun dapat diplotkan (Trimarentra,2015). Diagram sendi plastis dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Kurva Kriteria Kinerja.

Sumber : ATC-40, 1997

Berdasarkan gambar 2.7 bila struktur mengalami gempa atau gaya geser dasar (Vb), dengan kondisi gempa tersebut < gempa rencana (Vn), maka komponen struktur masih dalam keadaan elastik (A-B). Titik B menunjukkan keadaan leleh pertama. ketika Vb > Vy, struktur dalam keadaan plastis (B-C). Titik C merupakan batasan maksimum struktur dalam menahan gempa (Vb). Vb terus meningkat, maka terjadi degradasi pada struktur (C-D). Titik D menandakan bahwa struktur

(24)

30

tidak mampu menahan gempa (Vb), tetapi masih mampu menahan beban gravitasi.

Bila beban ditingkatkan, struktur akan runtuh

2.10 Target Perpindahan

Gaya dan deformasi setiap komponen/elemen dihitung terhadap

“perpindahan tertentu” di titik kontrol yang disebut sebagai “target perpindahan”

dengan notasi δt dan dianggap sebagai perpindahan maksimum yang terjadi saat bangunan mengalami gempa rencana. (Dewobroto, 2005).

Analisa pushover dilakukan dengan memberikan beban lateral pada pola tertentu sebagai simulasi beban gempa, dan harus diberikan bersama-sama dengan pengaruh kombinasi beban mati dan tidak kurang dari 25% dari beban hidup yang disyaratkan (Urdianti, 2013). Disyratkan minimal harus diberikan dua pola beban yang berbeda sebagai simulasi beban gempa yang bersifat random, sehingga dapat memberikan gambaran pola mana yang pengaruhnya paling jelek. Selanjutnya beban tersebut harus diberikan secara bertahap dalam satu arah (monotonik).

Kriteria evaluasi level kinerja kondisi bangunan didasarkan pada gaya dan deformasi yang terjadi ketika perpindahan titik kontrol sama dengan target perpindahan δt. Jadi parameter target perpindahan sangat penting peranannya bagi perencanaan berbasis kinerja. Ada beberapa cara menentukan target perpindahan, dua yang cukup terkenal adalah Displacement Coeficient Method atau Metoda Koefisien Perpindahan (FEMA 273/274, FEMA 356 / 440 dan ATC 40) dan Capacity Spectrum Method atau Metoda Spektrum Kapasitas (FEMA 274 / 440, ATC 40). Selain itu ada persyaratan perpindahan dari SNI 1726-2019 yang dapat dijadikan sebagai kriteria kinerja.

2.11 Kurva Kapasitas

Kurva kapasitas yang didapat dari analisis pushover menggambarkan kekuatan struktur yang besarnya sangat tergantung dari kemampuan momen deformasi dari komponen struktur. Terdapat cara mudah cara mudah untuk membuat kurva kapasitas yaitu dengan mendorong struktur secara bertahap (pushover) kemudian mencatat hubungan antara gaya geser dasar (base shear) dan

(25)

31 perpindahan atap akibat beban lateral yang dikerjakan dengan pola pembebanan tertentu (Lumantarna,2017).

Kurva kapasitas harus diubah menjadi spektrum kapasitas dengan satuan yang sama dengan spektrum demand. Spektrum demand didapatkan dengan mengubah spektrum respons yang biasanya dinyatakan dalam spectral kecepatan, Sa, dan Periode, T, menjadi format spektral percepatan, Sa, dan spektral perpindahan, Sd. Format yang baru ini disebut Acceleration-Displacemet Response Spectra (ADRS). Kurva kapasitas yang merupakan produk dari pushover dinyatakan dalam satuan gaya (kN) dan perpindahan (m), sedangkan demand spectrum memiliki satuan percepatan (m/detik2) dan perpindahan (m) (Samsy,2017). Satuan dari kedua kurva tersebut perlu diubah dalam format yang sama, yaitu spektral percepatan, Sa, dan spectral perpindahan, Sd, agar dapat ditampilkan dalam satu tampilan. Grafik kurva kapasitas dapat dilihat pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Grafik Kurva Kapasitas Sumber : Lumantara, 2017

2.12 Demand Spectrum

Demand Spectrum adalah menggambarkan besarnya demand (tuntutan kinerja) akibat gempa dengan periode ulang tertentu. Yang didapatkan dari spektrum respons elastis yang pada umumnya dinyatakan dalam satuan percepatan, Sa (m/detik) dan periode struktur, T (detik). Karena pada saat gempa besar telah terjadi plastifikasi di banyak tempat, maka perlu dibuat spektrum demand dengan memperhatikan redaman (damping) yang terjadi karena plastifikasi (Samsya, 2017).

(26)

32

Penyajian secara grafis dapat memberikan gambaran yang jelas bagaimana sebuah bangunan merespon beban gempa. Perencana dapat membuat berbagai skenario kekuatan struktur (dengan cara mengganti kekakuan dari beberapa komponen struktur) dan melihat kinerjanya akibat beberapa level demand yang dikehendaki secara cepat dalam satu grafik seperti pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Beberapa titik kinerja dalam satu grafikdalam CSM Sumber : Samsya,2017

Spektrum Demand didapatkan dari spektrum respons elastis yang pada umumnya dinyatakan dalam satuan percepatan, Sa (m/detik2) dan periode struktur, T(detik). Sama halnya dengan kurva kapasitas, spektrum respons ini juga harus diubah ke dalam format ADRS menjadi demand spektrum. Gambar 2.10 menunjukkan bahwa spektrum yang sama yang ditampilkan dalam format tradisional (Sa dan T) dan format ADRS (Sa dan Sd) (Setiawan, 2014). Pada format ADRS, periode struktur yang sama merupakan garis lurus radial dari titik nol.

Hubungan antara Sa, Sd dan T, dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : T=2π √Sd

Sa (2.46)

T=(T 2π)

2

Sa (2.47)

(27)

33

Gambar 2.10 Spektrum respon yang ditampilkan dalam format tradisional dan ADRS Sumber : Setiawan, 2014

2.13 Performance Point

Perfomance point adalah titik dimana capacity curve berpotongan dengan response sprectrum curve seperti yang dipergunakan dalam capacity spectrum method (ATC-40,1996). Untuk memperoleh gambaran lebih jelas, dapat dilihat pada gambar 2.11.

Pada performance point dapat diperoleh informasi mengenai periode bangunan dan redaman efektif akibat perubahan kekakuan struktur setelah terjadi sendi plastis. Berdasarkan informasi tersebut respons-respons struktur lainnya seperti nilai simpangan tingkat dan posisi sendi plastis dapat diketahui.

Gambar 2.11 Penentuan Performance Point Sumber : ATC-40, 1996

(28)

34

2.14 Batas Kinerja Ultimit

Menurut SNI 03-SNI 1726:2019 Pasal 7.12.1. Syarat kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan simpangan antar tingkat akibat pengaruh gempa rencana dalam kondisi struktur gedung diambang keruntuhan yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia. Untuk dalam segala hal simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan struktur tidak melampaui simpangan ijin (∆a) seperti didapatkan dari Tabel 2.11.

Tabel 2.11 Simpangan Antar Lantai Ijin

Struktur Kategori Risiko

I atau II III IV

Struktur, selain dari struktur dinding geser batu bata, 4 tingkat atau kurang dengan dinding interior,

partisi, langit-langit dan sistem dinding eksterior yang telah didesain untuk mengakomodasi

simpangan antar lantai tingkat.

0,025 hsx 0,020hsx 0,015 hsx

Struktur dinding geser kantilever batu bata 0,010 hsx 0,010 hsx 0,010 hsx

Struktur dinding geser batu bata lainnya 0,007 hsx 0,007 hsx 0,007 hsx

Semua struktur lainnya 0,020 hsx 0,015 hsx 0,010 hsx

Sumber : SNI 1726:2019 Keterangan :

- hsx adalah tinggi tingkat dibawah tingkat yang bersangkutan.

2.15 Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitan terdahulu yang berupa Skripsi yang melakukan analisa dengan metode yang sama yaitu sebagai berikut :

1. Nama : Yulianda Timur Laresi (2017)

Judul : “Analisis Pushover Terhadap Ketidakberaturan Struktur Gedung Universitas 9 Lantai”

Kesimpulan : Dari hasil penelitian, Struktur bangunan mampu memberikan perilaku nonlinear yang ditunjukkan fase awal dan mayoritas terjadinya sendi-sendi plastis terjadi pada elemen balok baru kemudian elemen kolom. Level kinerja struktur masuk kriteria Immediate Occupancy yang berarti terjadi kerusakan kecil pada struktural dan bangunan dapat segera digunakan kembali.

(29)

35 2. Nama : Arum Seto Palupi (2015)

Judul : “Studi Kinerja Struktur Gedung Supermall Pakuwon Mansion Phase-1 Surabaya Menggunakan Metode Analisa Pushover

Kesimpulan : Hasil studi menunjukkan bahwa gaya geser dari analisa pushover pada arah X sebesar 49017.7935 ton. Maksimum total drift adalah 0.017 m, sehingga gedung termasuk dalam level kinerja Damage Control (DC). Nilai displacement gedung sebesar 1.3799 m tidak melampaui displacement maksimal, sehingga gedung aman terhadap gempa rencana.

3. Nama : Fajar Aribisma (2015)

Judul : “Evaluasi Gedung Mnc Tower Menggunakan SNI 03-1726- 2012 Dengan Metode Pushover Analysis

Kesimpulan : Hasilnya kinerja bangunan MNC Tower setelah menggunkan peraturan SNI 1726 2012 masih mampu memenuhi kriteria syarat di SNI 1726 2012 dan setelah dicheck stress check menggunakan SAP2000 menunjukan kinerja yang baik karena konsep strung column weak beam terpenuhi dengan melihat sendi plastis terjadi lebih dahulu dibalok dibanding kolom.

(30)

36

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

Gambar

Gambar 2.1 Interaksi Diagram P-M  Sumber : Jack McCormac, 2003
Tabel 2.1 Tingkat Kinerja Struktur Menurut ATC-40 Interstory drift limit  Immediate
Tabel 2.2 Kategori Risiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk Beban Gempa
Tabel 2.3 Faktor Keutamaan Gempa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Không số phận, Köves Gryörgy, trại tập trung, chiến tranh thế giới thứ II, Do Thái Thế chiến thứ hai không chỉ là cuộc chiến thảm khốc nhất trong lịch sử nhân loại với tổng số nạn nhân