BAB II
EVALUASI KESESUAIAN PERANCANGAN DENGAN REALISASI
2.1. Latar Belakang
Jalan tol (jalan bebas hambatan) adalah suatu jalan yang dikhususkan untuk kendaraan bersumbu lebih dari dua (mobil, bus, truk) dan bertujuan untuk mempersingkat jarak dan waktu tempuh dari suatu tempat ke tempat lain. Untuk menikmatinya, para pengguna jalan tol harus membayar sesuai dengan tarif yang berlaku.
Pembangunan jalan tol bergantung pada perkembangan suatu daerah. Untuk meningkatkan taraf hidup serta memajukan perekonomian, maka diperlukan prasarana perhubungan yang fungsinya sangat vital, baik itu perhubungan darat maupun laut.
Dengan demikian Pemerintah bersama konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus berupaya menyediakan infrastruktur antara lain membangun dan membiayai ruas Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi di Sumatera Utara sepanjang 61,8 kilo meter (KM). Jalan tol ini memiliki lajur utama 2x2 lajur dengan lebar 3,6 m.
Menggunakan rigid pavement, sementara bahu jalan dalam memiliki lebar 1,5 m dan bahu jalan luar 3 m menggunakan flexible pavement. Paket Perbarakan -Tebing Tinggi ini, nantinya terdapat sebuah junction yang berada di Perbarakan serta Interchange yang berada di Lubuk Pakam, Perbaungan, Teluk Mengkudu, dan Sei Rampah serta melintasi dua buah sungai, juga terdapat rest area atau tempat istirahat. Rencananya jalan tol ini akan menggunakan sistem operasi tertutup, dengan barrier gate yang terdapat di Tanjung Morawa dan Tebing Tinggi.
Manfaat dari pembangunan jalan tol ini adalah untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian di daerah sekitar jalur tol maupun daerah yang dihubungkan oleh jalan tol tersebut. Jalan tol ini rencananya akan mulai beroperasi penuh pada tahun 2017, sehingga akan meningkatkan akses jalan menuju Bandara Intenasional Kualanamu serta memperlancar arus kendaraan dari arah Medan yang akan menuju Tebing Tinggi
dan sekitarnya. Dengan dibangunnya jalan tol ini, diharapkan tingkat perekonomian daerah Sumatera Utara semakin meningkat.
PT Jasa Marga Kualanamu Tol dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menandatangani perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) Medan-Kualanamu- Tebing Tinggi selama 40 tahun, yang dimiliki oleh PT Jasa Marga Kualanamu Tol dengan pemegang saham PT Jasa Marga (Persero) Tbk sebesar 55%, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk sebesar 15%, PT Waskita Karya (Persero) Tbk sebesar 15% dan PT Hutama Karya (Persero) sebesar 15% (lihat lampiran 3)
2.2. Metode Pelaksanaan dan Alat yang dipakai
2.2.1 Alat-alat berat yang dipakai untuk Pekerjaan Jalan Tol 1. Motor Grader
Alat perata tanah (Motor Grader) berfungsi untuk meratakan permukaan tanah secara mekanis, disamping itu Grader dapat dipakai pula untuk keperluan lain misalnya uttuk pencampuran tanah, meratakan tanggul, pengurungan kembali galian tanah dan sebagainya. Akan tetapi khusus untuk penggunaan pada pekerjaan pengurungan kembali galian tanah hasilnya kurang memuaskan.
Untuk lebih jelas dapat dilihat Gambar 1.
Gambar 1. Motor Grader
2. Vibratory Roller
Vibratory Roller merupakan alat pemadat yang digunakan untuk perkerasan maupun pekerjaan timbunan, alat ini dapat bergetar sehigga hasil pemadatannya lebih maksimal. Untuk lebih jelas dapat dilihat Gambar 2.
Gambar 2. Vibratory Roller
3. Water Tank Truck
Water Tank Truck merupakan alat yang digunakan untuk mengangkut air dan berfungsi untuk menyemprotkan air untuk mengurangi debu yang diakibatkan alat berat yang sedang beroperasi. Untuk lebih jelas dapat dilihat Gambar 3.
Gambar 3. Water Tank Truck 4. Dump Truck
Dump Truck merupakan suatu alat yang digunakan untuk memindahkan material pada jarak menengah sampai jarak jauh (500 meter atau lebih) dengan daya angkut antara 8-10 m3. Untuk lebih jelas dapat dilihat Gambar 4.
Gambar 4. Dump Truck
5. Excavator
Excavator merupakan alat yang digunakan untuk menggali, memuat material, dan mengangkat beban. Untuk lebih jelas dilihat Gambar 5.
Gambar 5. Excavator 6. Bulldozer
Bulldozer merupakan alat yang digunakan untuk mengupas tanah humus yang ada pada permukaan tanah dan mendorong tanah lurus ke depan maupun ke samping, tergantung pada sumbu kendaraannya. Untuk lebih jelas dapat dilihat Gambar 6.
Gambar 6. Bulldozer
7. Sheep Foot Roller
Sheep Foot Roler merupakan alat pemadat yang digunakan untuk pekerjaan timbunan, alat ini dapat bergetar sehingga hasil pemadatannya lebih maksimal. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Sheep Foot Roller
2.2.2 Metode Pelaksanaan Bagian-bagian Jembatan
2.2.2.1 Metode Pelaksanaan Tiang Pancang dan Quality Control a) Metode Pelaksanaan Tiang Pancang
Tiang pancang (Bored Pile) adalah bagian dari struktur yang digunakan untuk menerima dan mentransfer (menyalurkan) beban dari struktur atas ke tanah penunjang yang terletak pada kedalaman tertentu. Ada tiga macam jenis tiang pancang yang biasa digunakan yaitu tiang pancang kayu, tiang pancang beton dan tiang pancang baja. Masing-masing dari tiang pancang tersebut memiliki kegunaan yang sama tetapi pemakaiannya tergantung dari bangunan seperti apa yang akan didirikan dan daya dukung tanah sekitar yang akan dibangun. Bentuk dari tiang pancang juga bermacam-macam bisa berupa silinder, persegi atau segitiga dengan panjang tiang 10 meter sampai dengan 30 meter. Tiang pancang yang dipakai pada pembangunan jalan tol ini adalah tiang pancang diameter 600 mm, panjang 8-12 m,panjang 12-12 m dan
pemancangan dilakukan dengan alat frog hammer. Proses pemancangan dapat dilihat pada Gambar 8.
7
Produksi tiang pancang
Mobilisasi tiang pancang
Pengelokasian Tiang Pancang Setting Titik Rencana
Lapangan
Shop Drawing
Yes /No
Request Pelaksanaan
Modul Pemancanga
nYes /No Metode
Pemancangan
Gambar 8. Bagan proses pemancangan tiang pancang
Proses pemancangan yang kami ikuti berada pada Zona 2 (lihat lampiran 2 dan 4). Pelaksanaan pemancangan yang dilakukan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Persiapan Lokasi Pemancangan
Yang termasuk ke dalam persiapan lokasi pemancangan adalah pembersihan lahan pemancangan. Lokasi pemancangan harus dibersihkan dari tumbuhan atau benda-benda yang menganggu proses pemancangan. Tanah untuk lokasi pemancangan harus dapat menopang berat alat pancang (tanah harus padat). Selain itu, dilakukan survey untuk menentukan titik tiang pancang sesuai dengan yang direncanakan seperti Gambar 9.
Mulai Pekerjaan
Stop Request for
Chening Ok/No
Gambar 9. Menentukan titik tiang pancang
2) Penyimpanan Tiang Pancang
Tiang pancang disimpan di sekitar lokasi pemancangan. Tiang pancang disusun seperti piramida dan dikelompokkan sesuai dengan type, diameter serta dimensi yang sama. Hal ini dilakukan supaya lebih mudah pada saat proses pemancangan. Bentuk penyusunan tiang pancang dapat dilihat seperti Gambar 10.
Gambar 10. Penumpukan tiang pancang
3) Persiapan Alat Pancang
Pelaksana (kontraktor) harus menyediakan alat pancang yang sesuai dengan jenis tanah dan jenis tiang pancang yang digunakan, supaya tiang pancang tersebut dapat mencapai kedalaman yang ditentukan/direncanakan, tanpa mengalami kerusakan. Kedalaman rencana tiang pancang diperoleh dari pengujian test sondir. Alat pancang yang digunakan yaitu, frog hammer, diesel atau hidrolik.Berat palu pada jenis frog hammer sebaiknya kurang dari jumlah berat tiang pancangnya. Untuk lebih jelas lihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Alat pemancang (hammer) 4) Proses Pemancangan
Alat pancang didirikan menggunakan crane dan usahakan alat pancang berdiri tegak lurus. Kemudian tiang pancang diikatkan pada sling yang terdapat pada alat pancang, lalu ditarik menggunakan crane sampai kepala tiang pancang masuk pada bagian alat pancang.
Untuk lebih jelas lihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Tiang pancang diangkat menggunakan crane
Setelah tiang pancang berdiri, maka palu sudah dapat dijatuhkan secara perlahan-lahan, agar tiang pancang tidak langsung mengalami penurunan yang terlalu dalam. Untuk lebih jelas lihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Tiang pancang sudah berdiri dan palu dijatuhkan perlahan- lahan
Kemudian kemiringan tiang pancang diukur dan disesuaikan dengan gambar rencana. Ada tiang pancang dengan posisi tegak lurus dan ada juga tiang pancang dengan posisi miring. Posisi tiang pancang miring dilakukan agar dapat menahan beban lateral atau beban horizontal. Misalnya pada Abutment 1 Titik 01 menggunakan tiang
pancang tegak lurus (dapat dilihat pada gambar lampiran 4). Untuk lebih jelas lihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Mengukur kemiringan tiang pancang
Setelah kemiringan tiang pancang sudah sesuai dengan gambar rencana, maka palu pada alat tiang pancang sudah dapat dijatuhkan.
Untuk lebih jelas lihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Pemancangan tiang pertama (bottom)
Apabila kedalaman rencana untuk pemancangan melebihi panjang dari satu batang tiang pancang, maka tiang pancang dapat disambung dengan cara dilas. Untuk lebih jelas lihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Proses pengelasan tiang pancang
Tiang pancang harus terus dipancang sampai dengan kedalaman rencana. Kemudian dilihat penurunan pada tiang pancang, apabila tidak terjadi lagi penurunan penurunan yang signifikan maka data calendering sudah dapat diambil pada 10 pukulan terakhir. Untuk lebih jelas lihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Pengambilan data calendering
Apabila kedalaman tiang pancang melebihi kedalaman yang direncanakan, itu berarti pada saat pengujian sondir tidak benar-benar melakukan pengujian dengan benar. Contoh data yang diperoleh
setelah dilakukan pemancangan dan pengambilan data calendering dapat dilihat pada tabel 1 atau pada Lampiran 5.
Tabel 1. Data hasil pemancangan dan calendering
Abutment 2 (B), No.Titik 24
Rebound 2,0 cm
Final Set 2,0 cm
Elevasi Existing 20,851
Dept Pile Existing 22,5 m
Dept Pile Actual ±20,96 m
Start 11.02
Delay 13.45-14.00
Finish 14.30
Blow 1570
Furnish 12.12
b) Quality Control Tiang Pancang dengan Cara PDA Test
1) Menentukan tiang pancang yang akan dilakukan PDA Test.
Tiang pancang yang direkomendasikan untuk PDA Test adalah tiang pancang yang memiliki nilai final set paling tinggi. Tidak semua tiang pancang dilakukan PDA Test, karena biayanya yang mahal.
2) Persiapan pengujian PDA Test
Penggalian tanah permukaan disekeliling kepala tiang. Hal ini dilakukan apabila kepala tiang sama rata dengan permukaan tanah.
Pengeboran lubang kecil pada tiang untuk pemasangan strain transducer dan accelerometer. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Pengeboran lubang pada tiang pancang
Pemasangan instrument, yaitu pemasangan strain transducer dan accelerometer. Dua buah strain transducer dan dua buah accelerometer dipasang pada bagian atas dari tiang yang diuji ( kira-kira 2 kali diameter dari kepala tiang pancang). Hal ini untuk mengamankan alat transducer dan accelerometer. Jika kepala tiang pecah saat dilakukan PDA, maka posisi letak alat pembaca data tadi tetap aman. Demikian juga jika saat pemancangan terjadi penurunan tiang, maka posisi alat baca terhadap dasar tanah juga tetap aman. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Pemasangan instrumen 3) Pengujian PDA Test.
Setelah semua alat PDA Test terpasang, maka hammer dijatuhkan ke tiang pancang yang dilakukan pengujian sampai grafik dan nilai daya dukung tiang pancang terbaca pada monitor PDA Test. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 20 dan Gambar 21.
Gambar 20. Hammer dijatuhkan ke tiang pancang yg dilakukan PDA Test
Gambar 21. Pembacaan PDA Test Data-data yang perlu dalam PDA Test :
Gambar yang menunjukkan lokasi dan identifikasi tiang pancang.
Tanggal pemancangan.
Panjang tiang pancang, luas tiang penampang tiang pancang dan panjang tiang pancang yang tertanam.
Pengujian PDA Test dapat dilakukan selama pemancangan untuk memonitori perkembangan daya dukung tiang pancang sejalan dengan tiang masuk makin dalam, kinerja dari sistem pemancangan atau memonitor tegangan pada saat pemancangan yang ekstrim.
Tetapi pada umumnya PDA test dilakukan untuk menentukan daya dukung jangka panjang tiang pancang. Untuk tujuan ini, pengujian PDA test sebaiknya dilakukan beberapa hari setelah pemancangan, setelah gaya lengketan tanah mulai bekerja.
2.2.2.2 Metode Pelaksanaan Pembuatan Lantai Kerja
Lantai kerja merupakan pekerjaan yang biasa dilakukan dalam konstruksi bangunan dengan lingkup dan kondisi lingkungan yang cukup kompleks. Fungsi lantai kerja adalah sebagai berikut:
Memudahkan proses pengerjaan struktur yang ada di atas tiang pancang.
Menahan daya angkat tanah (up-lift force) tanah di bawahnya.
Daerah pekerjaan menjadi tidak kotor dan becek.
Langkah-langkah pembuatan lantai kerja pada jembatan dengan tiang pancang:
a) Menggali tanah di sekitar tiang pancang
Penggalian dilakukan sesuai dimensi dan elevasi lantai kerja yang direncanakan. Penggalian dapat dikakukan dengan bantuan alat berat escavator.
Setelah selesai penggalian, permukaan tanah diratakan dan tiang-tiang pancang dibersihkan dari tanah yang lengket. Untuk lebih jelas lihat pada Gambar 22.
Gambar 22. Menggali tanah di sekitar tiang pancang
b) Pembuatan Bekisting
Setelah tanah di sekitar tiang pancang sudah digali sesuai dengan rencana, maka bekisting untuk lantai kerja sudah dapat dibuat. Bekisting dapat terbuat dari papan kayu. Ukurannya sesuai dengan demensi lantai kerja yang direncanakan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 23.
Gambar 23. Membuat Bekisting Lantai Kerja
c) Pengecoran lantai kerja.
Pengecoran lantai kerja dilakukan di tempat kerja menggunakan molen untuk membuat campuran beton dan menggunakan escavator untuk menghampar campuran beton. Secara bersamaan para pekerja meratakan permukaan beton secara manual menggunakan sendok semen dan ruscamm.
Untuk lebih jelas lihat pada Gambar 24 dan 25.
Gambar 24. Escavator menuang beton ke dalam bekisting
Gambar 25. Para pekerja meratakan beton
d) Pemeliharaan Lantai Kerja
Setelah permukaan lantai kerja rata, maka biarkan sampai lantai kerja mengeras dan cukup kuat untuk dilanjut dengan pekerjaan berikutya ( kurang lebih 7 hari).
2.2.2.3 Metode Pelaksanaan Stressing Balok Girder
Tahap – tahap proses pekerjaan stressing balok girder adalah sebagai berikut:
a) Pemasangan Kabel Strand
Pemasangan Kabel Strand dipilih cara yang paling efisien dan ekonomis.
Untuk simpel girder biasanya digunakan dengan cara manual karena girder tersebut relatif pendek. Strand yang keluar dari angker dan belum di stressing atau sebagian telah di stressing, untuk waktu lebih dari 3 minggu, sebaiknya ujung kawat untaian yang terbuka tersebut diberi pembungkus untuk melindungi korosi dan untuk pengaman dari kerusakan lain.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 26 .
Gambar 26. Pemasangan kabel strand b) Pemasangan Wedge Plate
Wedge Plate dipasang setelah pemasangan kabel strand selesai dan segera akan dilakukan stressing. Wedge Plate dikirim ke site dengan material pencegah karat, misalnya dilumuri sejenis minyak/oli.
Persiapan pemasangan wedge plate adalah:
1) Buka pelindung strand di bagian ujung 2) Periksa panjang stressing
3) Stressing lenght harus bersih dan serpihan beton yang akan menghalangi masuknya strand ke dalam wedge plate.
4) Posisi strand tidak boleh saling bersilangan yang dapat mengakibatkan strand terjepit waktu stressing.
Untuk lebih jelas dapat dilihat Gambar 27.
Gambar 27. Pemasangan wadge plate
c) Pemasangan Wedges atau baji
Wedges dipasang sesaat sebelum dilakukan pekerjaan stressing.
Prosedur yang dipakai untuk pemasangan wedges pada wedge plate:
Tekan wedge plate sampai menyentuh casting
Tékan wedges dengan tangan ke dalam lubang wedge plate
Kencangkan posisi wedge dengan memukul wedges biasanya menggunakan pipa besi.
Untuk lebih jelas dapat dilihat Gambar 28.
Gambar 28. Pemasangan wadges
Penting : setelah wedge plate dan wedges terpasang, periksa semua wedges telah terpasang dengan baik dan tidak ada yang kendur.
d) Proses stressing balok girder
Struktur beton balok girder yang akan di stresssing harus mencapai minimum kuat tekan karakteristik yang disyaratkan oleh konsultan perencana yaitu Kelas A-1 (K-450).
Stressing dilakukan atas perintah penyedia jasa dan dengan persetujuan konsultan pengawas. Sebelum dilakukan stressing sub-penyedia jasa pekerjaaan prestressing harus mangajukan perhitungan elongasi dan jacking force untuk mendapat persetujuan konsultan pengawas sebagai acuan
Wedges plate
Wedges/baji strand
untuk pelaksanaan. Selama pelaksanaan stressing harus dihadari oleh direksi atau wakilnya.
Stressing harus dilakukan oleh petugas yang berpengalaman dan mempunyai pengetahuan yang baik terhadap alat-alat yang digunakan. Kabel harus ditarik pada ujung dan gaya jack yang ditentukan oleh gambar kerja atau instruksi direksi. Tidak boleh ada kabel yang di tarik sebagian, lalu ditinggalkan kecuali atas petunjuk gambar kerja atau direksi.
Tegangan pada kabel harus diukur dari perpanjangan kawat untaian (elongasi) dan selama proses penarikan dapat dikendalikan dengan pembacaan alat ukur tekanan. Alat ukur tekanan menunjukkan gaya yang telah diberikan ke tendon sementara elongasi berfungsi sebagai counter check. Elongasi yang terjadi harus berada dalam interval yang dlijinkan yaitu antara -7% sampai +7%
(sesuai ACT 318 psl 18.18 dan SK SNI T- 15.1991 psl. 3.1 1.1 8).
Apabila hasil stressing yang dilakukan tidak memenuhi toleransi yang disyaratkan, hal-hal yang harus dilakukan adalah:
Jika hasil elongasi secara grafis masih lebih besar dan +7%, maka dilakukan lift-off atau memeriksa gaya yang bekerja pada angker kemudian dibandingkan dengan gaya angker hasil perhitungan. Jika masih belum memenuhi maka harus di release dan dilakukan penarikan ulang.
Jika hasil elongasi secara grafis lebih kecil dari -7%, maka dilakukan penarikan tambahan sampai batas gaya jacking force yang disyaratkan.
Tahap – tahap pekerjaan stressing metode DSI
Pasang Jack force dengan perlengkapanya;
Nyalakan jack force, hal ini menandakan dimulai proses stressing;
Proses pengukuran perpanjangan strand dimulai pada pressure 50 MPa,
Tiap kelipatan 50 MPa ukur perpanjangan strand;
Pada pressure 150 MPa di check beda panjang strand gunanya untuk kontrol;
Pressure strand dengan jack force sampai 382,60 MPa. Pressure 382,60 MPa didapat dari data dan perhitungan sub penyedia jasa sebelum melaksanakan pekerjaan stressing balok girder;
Setelah semua selesai baru hitung elongasi dari tiap lubang girder;
Lanjutkan urutan seperti diatas pada lubang girder lainya.
Untuk lebih jelas tentang Proses Stressing Balok Girder dapat dilihat Gambar 29 dan Gambar 30.
Gambar 29. Proses Stressing
Gambar 30. Alat Stressing Girder
Untuk melihat salah satu hasil stressing, dapat dilihat pada Lampiran 6 dan hasil perhitungan jack force dan elongasi dapat dilihat pada Lampiran 7.
2.2.2.4 Metode Pelaksanaan Pekerjaan Erection Girder
Erection girder adalah proses pemasangan atau perletakan balok girder yang telah di stressing ke atas bearing pad pada pier head jembatan. Pekerjaan ini harus dilakukan dengan teliti dan hati-hati, karena pemasangan girder harus benar-benar tepat di atas dudukan bearing pad. Hal ini menghindari terjadinya gelinding pada girder yang telah dipasang. Setelah itu girder di kunci dengan besi baja yang biasa di sebut angkur.
Langkah-langkah erection girder adalah:
a) Pembuatan Jalan Akses
Jalan akses baik untuk lalu lintas head trailer-boogie dan platform untuk setting crane harus jauh jauh hari telah disiapkan . Akses jalan dibuat dengan mempertimbangkan kemudahan dan keamanan head trailer-boogie dan crane di sekitar lokasi erection. Sementara areal sekitar struktur yang akan digunakan sebagai platform dibuat rata dan padat agar tidak terjadi penurunan pada pijakan crane saat mengangkat girder. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 31.
Gambar 31. Pembuatan akses jalan alat berat b) Pengaturan Posisi Crane
Pengaturan posisi crane di sekitar struktur diatur sedemikian rupa sehingga jangkauan maksimum perletakan girder dapat dicapai. Berdasarkan jangkauan maksimum, crane tidak dapat menjangkau pada semua lokasi struktur sehingga posisi crane harus digeser. Sebelum melakukan setting crane di lapangan, maka dibuatkan terlebih dahulu rencana posisi crane selama erection. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 32.
Gambar 32. Pengaturan posisi crane
c) Penempatan Posisi Head trailer-Boogie dan Pengangkatan Girder
Pada saat sampai di lokasi struktur, head trailer-boogie diposisikan sedemikian rupa sehingga dalam jangkauan kedua crane. Setelah posisi head trailer-boogie dan crane telah siap diatur dilanjutkan dengan pengangkatan girder ke atas head trailer-boogie dengan menggunakan crane. Posisi stek girder diatur sedemikian rupa sehingga tidak melampaui badan head trailer boogie. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari tersangkutnya stek girder pada kendaraan atau benda-benda lainnya pada saat pengiriman dari stock yard ke lokasi struktur. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 33.
Gambar 33. Pengaturan posisi trailer boogie
d) Pengikatan Girder
Girder yang telah diangkat ke atas head trailer boogie kemudian dipasang rantai, dikaitkan dan dikencangkan dengan menggunakan chain block atau turn buckle. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 34.
Gambar 34.Pengikatan balok girder e) Plesteran Dinding Bawah Girder
Plesteran pada bagian bawah girder dilakukan saat girder diangkat ke atas truck boogie. Hal ini karena pada saat pekerjaan plesteran bagian atas dilakukan, bagian bawah ini tidak dapat dijangkau. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 35.
Gambar 35. Proses Memplester dinding bawah girder f) Pengangkatan Girder
Pada saat sampai di lokasi struktur, head trailer-boogie bermuatan girder diposisikan sedemikian rupa sehingga dalam jangkauan kedua crane. Ikatan rantai pada girder dilepas. Pengangkatan girder baru dimulai ketika tali baja pada girder telah terpasang kuat. Setelah ini crane mulai mengangkat girder dengan perlahan dan hati-hati. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 36.
Gambar 36. Pengangkatan balok girder ke Pier Head g) Pengecekan Posisi Girder di atas Bearing Pad
Pada saat meletakkan girder ini maka dilakukan pengecekan jarak (gap) antara ujung girder dengan backwall. Eksentrisitas maksimum bearing pad terhadap design tidak diperkenankan melebihi 10 mm. Untuk lebih jelas dapat dilihat Gambar 37.
Gambar 37. Megecek Posisi Girder Terhadap Bearing Pad
h) Pemasangan Perkuatan antara Girder
Demikian seterusnya untuk girder berikutnya. Perkuatan antar girder dipasang untuk menghindari robohnya girder yang telah terpasang. Ikatan sementara antar girder menggunakan baja tulangan yang dihubungkan antar girder dan dikaitkan pada shear connector girder.
2.2.3 Metode Pelaksanaan Perkerasan Kaku dan Quality Control 2.2.3.1 Metode Pelaksanaan Perkerasan Kaku
Perkerasan jalan beton semen portland atau lebih sering disebut perkerasan kaku atau juga disebut Rigid Pavement merupakan perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan ikat sehingga mempuyai tingkat kekauan relatif yang cukup tinggi. Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan mendistribusikan beban terhadap bidang area tanah yang cukup luas, sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari slab beton sendiri.
Adapun tahapan pelaksanaan pekerjaan rigid pavement adalah sebagai berikut:
a) Pekerjaan tanah
Yang termasuk ke dalam pekerjaan tanah adalah pekerjaan galian dan timbunan. Tetapi dalam proyek tempat PKL kami ini tidak ada pekerjaan galian yang dijadikan sebagai tanah dasar perkerasan kaku. Semua tanah dasar
untuk perkerasan kaku terdiri dari timbunan. Adapun tahapan pelaksanaan pekerjaan timbunan adalah sebagai berikut ini :
1) Penghamparan Tanah Timbunan
Menurunkan tanah timbunan dari dump truck kemudian dihampar atau disebarkan di atas tanah dasar menggunakan bulldozer, lalu diratakan menggunakan motorgrader. Penghamparan tanah timbunan sesuai dengan elevasi yang ditentukan atau yang direncanakan. Untuk lebih jelas lihat pada gambar 38,39 dan 40.
Gambar 38. Menurunkan tanah timbunan dari dump truck
Gambar 39. Menghampar tanah timbunan menggunakan bulldozer
Gambar 40. Meratakan tanah menggunakan motorgrader
2) Pemadatan Tanah Dasar
Tanah yang sudah dihampar dipadatkan menggunakan sheep foot dan vibrotory roller. Pemadatan dilakukan sampai dengan kepadatan tanah rencana. Untuk mengetahui kepadatan tanah di lapangan dapat dilakukan dengan pengujian sand cone. Tetapi pada saat kami melakukan PKL, kami tidak dapat mengikuti pengujian sand cone karena kurang informasi.
Pengujian kepadatan tanah di lapangan yang kami ikuti yaitu pengujian Pneumatic Pressure Indicator. Untuk mengetahui proses pemadatan tanah dasar dapat dilihat pada Gambar 41.
Gambar 41. Memadatkan tanah timbunan
3) Penghamparan Geotekstile
Geotekstile adalah lembaran sintesis yang tipis, fleksibel, permeabel yang digunakan untuk stabilisasi dan perbaikan tanah. Pemanfaatan geotekstile merupakan cara modern dalam usaha untuk perkuatan tanah lunak.
Fungsi Geotekstile adalah:
Untuk perkuatan tanah lunak
Untuk kontruksi teknik sipil yang mempunyai umur rencana yang cukup lama dan mendukung beban yang besar seperti jalan tol
Sebagai lapisan pemisah, penyaring dan lapisan pelindung
Geotekstile pada jalan berfungsi sebagai lapis perkuatan sekaligus sebagai lapis pemisah antara material timbunan yang sudah dipadatkan dengan tanah timbunan yang akan dipadatkan. Sehingga kontruksi jalan menjadi stabil, tidak bergelombang dan rata pada permukaannya.
b) Pekerjaan Perkerasan Berbutir
Pekerjaan perkerasan berbutir terdiri dari bahan agregat yang telah dipilih dari sumber bahan yang telah disetujui sesuai dengan spesifikasi teknik.
Adapun jenis perkerasan berbutir yaitu agregat base kelas A dan agregat base kelas B. Agregat base kelas A adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan. Fungsi dari perkerasan ini adalah:
Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda.
Sebagai lapisan peresapan untuk pondasi bawah.
Memberikan bantalan terhadap lapisan permukaan.
Pada proyek ini yang digunakan sebagai bahan untuk perkerasan berbutir adalah agregat Base Kelas A. Adapun tahapan pelaksanaan pekerjaan
Penghamparan Agregat Base Kelas A adalah sebagai berikut : 1) Penghamparan Agregat Base Kelas A
Mengangkut material quarry menuju ke lokasi dengan menggunakan Dump Truck. Lalu mengeluarkan material dari Dump Truck untuk dihamparkan. Kemudian diratakan dengan motorgrader. Untuk lebih jelas lihat pada Gambar 42.
Gambar 42. Meratakan Agregat Base Kelas A menggunakan motorgrader
2) Pemadatan Agregat Base A
Agregat Base A dipadatkan dengan cara mekanis yaitu dengan melintasi timbunan sirtu secara berulang-ulang menggunakan Vibratoy roller, sehingga didapatkan kepadatan yang diinginkan. Setelah Base A dipadatkan, water tank truck melakukan proses penyiraman pada material untuk menyesuaikan kadar air dari material hamparan tersebut. Untuk lebih jelas lihat Gambar 43 dan 44.
Gambar 43. Memadatkan agregat Base A
Gambar 44. Menyiram agregat Base A
3) Mengukur ketebalan lapisan agregat base kelas A
Mengukur ketebalan lapisan agreghat base kelas A harus sesuai dengan ketebalan yang telah direncanakan. Untuk lebih jelas lihat gambar 45 dan 46.
Gambar 45. Membuat garis sejajar dengan benang
Gambar 46. Mengukur ketebalan agregat base Kelas A
c) Pekerjaan Struktur
1) Pekerjaan lantai kerja LC pada Rigid Pavement
Lantai kerja ( lean concrete ) merupakan lapisan beton bermutu rendah yang ketebalan umumnya sekitar 5-10 cm akan tetapi pada pelaksanaan pekerjaan jalan tol ini dipilih ketebalan sekitar 10 cm, dan memiliki mutu k- 175 menggunakan beton ready mix. Untuk lebih jelas lihat lampiran gambar cross section mainroad STA 43+625.
Fungsi dari lean concrete pada rigid pavement adalah sebagai bekisting atau cetakan bawah yang bersifat permanen, juga untuk keperluan levelling atau keseragaman ketinggian agar tebal rigid pavement dapat dicapai sesuai dengan perencanaan dan memiliki keseragaman ketinggian yang sama.
Tahapan pelaksanaan lantai kerja ( lean concrete ) adalah seperti berikut ini:
Memasang bekisting yang telah dipersiapkan sebelumnya. Untuk lebih jelas lihat Gambar 47.
Gambar 47. Memasang bekisting
Menghampar campuran beton dengan tebal 10 cm. Untuk lebih jelas lihat Gambar 48.
Gambar 48. Menghampar campuran beton untuk Lean Concrete
Meratakan permukaan hamparan beton menggunakan jidar atau mistar. Untuk lebih jelas lihat Gambar 49.
Gambar 49. Meratakan permukaan beton Lean Concrete
Setelah itu,mengontrol tebal lantai kerja sesuai dengan rencana atau tidak. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 50. Pada rencana tebal lantai kerja perkerasan rigid yaitu 10 cm.
Gambar 50. Mengontrol ketebalan lantai kerja
2) Pekerjaan Rigid Pavement
Perkerasan kaku (Rigid Pavement) adalah perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya dan bersifat kaku.
Perkerasan kaku berupa plat beton dengan atau tanpa tulangan di atas tanah dasar dengan atau tanpa pondasi bawah. Perkerasan ini umumnya dipakai pada jalan yang cukup padat volume kendaraannya dan memiliki distribusi beban yang besar seperti jalan tol. Proyek tempat tempat kami PKL ini, rigidnya menggunakan tulangan dan menggunakan lantai kerja.
Pada perkerasan kaku (Rigid Pavement), perkerasan tidak dibuat menerus sepanjang jalan seperti halnya pada perkerasan lentur. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pemuaian yang besar pada permukaan perkerasan, selain itu konstruksi seperti ini juga dilakukan untuk mencegah terjadinya retak menerus pada perkerasan. Salah satu cara yang dilakukan untuk mencegah terjadinya retak tersebut adalah dengan cara membagi konstruksi rigid pavement berdasarkan segmen-segmen. Setiap petemuan segmen akan dipasang dowel untuk menghubungkan antara segmen yang satu dengan segmen yang lainnya.
Proses pelaksaan perkerasan kaku (Rigid Pavement):
Pekerjaan Persiapan
Tahapan persiapan pekerjaan adalah seperti berikut ini:
Melakukan survei untuk menentukan posisi alat wirtgen. Untuk lebih jelas lihat Gambar 51.
Gambar 50. Survei untuk menentukan posisi alat wirtgen
Memberi tanda pada titik yang telah dibidik menggunakan alat waterpass.Tanda pada sisi horizontal dilakukan pada setiap 5 meter. Untuk lebih jelas lihat Gambar 52 dan 53.
Gambar 52. Memberi tanda pada arah melintang jalan
Gambar 53. Memberi tanda pada arah memanjang jalan
Memasang tiang sensor pada titik yang telah diberi tanda . Untuk lebih jelas lihat Gambar 54.
Gambar 54. Memasang tiang sensor
Memasang bond breaker berupa plastik tipis yang dipasang di atas permukaan beton lean concrete.
Mempersiapkan tulangan Dowel dan tie bar. Untuk lebih jelas dapat dilihat Gambar 55.
Gambar 55. Mempersiapkan Dowel
Mempersiapkan lampu untuk penerangan pada saat kerja, karena pekerjaan rigid pavement dilakukan pada waktu malam hari.
Pelaksanaan Rigid Pavement
Setelah lantai kerja (lean concete) mengeras dan cukup umur maka akan dilakukan pembersihan. Untuk lebih jelas dapat dilihat Gambar 56.
Gambar 56. Membersihkan Lantai Kerja
Pemberian plastik bond breaker pada permukaan lantai kerja agar perkerasan mudah untuk diratakan. Selain itu, untuk mencegah kerusakan yang diakibat oleh gaya yang sejajar dengan arah memanjang jalan. Seperti pada saat proses pengereman, pada peristiwa ini akan terjadi gesekan antara lean concrete dengan rigid pavement. Apabila sudah diberi plastik sebagai lapis pemisah, maka gesekan tersebut tidak akan mengakibatkan kerusakan, baik pada rigid pavement maupun lean concrete. Untuk lebih jelas lihat Gambar 57.
. Gambar 57. Pemberian Plastik di atas lantai kerja
Penghamparan beton. Sebelum beton tersebut dihampar, harus terlebih dahulu diuji slump dengan spesifikasi penurunan slump antara 0-2cm. Apabila nilai slumpnya tidak memenuhi spesifikasi, maka beton yang ada pada dump truck dibalikkan kembali. Beton yang memenuhi spesifikasi akan dihampar dan akan dipadatkan dengan alat wirgent. Kemudian permukaan rigid pavement akan diratakan dengan cara manual. Alat yang digunakan untuk meratakan dapat berupa ruchcam. Untuk lebih jelas dapat dilihat Gambar 58 dan 59.
Gambar 58. Pengambilan beton segar dari Dump Truck untuk pengujian slump
Gambar 59. Pengujian slump di lapangan
Pada saat penghamparan beton sambungan atau dowel akan dipasang setiap 5 meter dengan arah memanjang jalan.
Kemudian tibar dipasang di sisi kiri kanan jalan dengan arah melintang jalan. Pemasangan dowel dan tibar dilakukan pada saat beton belum mengeras. Untuk lebih jelas dapat dilihat Gambar 60.
Gambar 60. Pemasangan dowel
Pekerjaan Finishing
Setelah permukaan rigid rata, maka dilanjutkan dengan proses grooving, yaitu membuat garis-garis lurus yang arahnya melintang jalan. Tujuan dari garis-garis ini adalah supaya permukaan jalan tidak licin. Grooving dilakukan setelah beton rata oleh wirtgen.
Pembuatan alur (grooving) dilakukan secara manual setelah beton dalam keadaan setengah mengeras, kurang lebih 3-4 jam sesudah pengecoran.Untuk lebih jelas dapat dilihat Gambar 61.
Gambar 61. Pelaksanaan Grooving
Perawatan Beton
Perawatan dilakukan setelah beton mencapai final setting, artinya beton telah mengeras. Perawatan ini dilakukan, agar proses hidrasi selanjutnya tidak mengalami gangguan. Jika hal ini terjadi, beton akan mengalami keretakan karena kehilangan air yang begitu cepat. Perawatan dilakukan minimal selama 7 (tujuh) hari dan beton berkekuatan awal tinggi minimal selama 3 (tiga) hari serta harus di pertahankan dalam kondisi lembab.
Perawatan ini tidak hanya dimaksudkan untuk mendapatkan kekuatan tekan beton yang tinggi tapi juga dimaksudkan untuk memperbaiki mutu dari keawetan beton, kekedapan terhadap air, ketahanan terhadap aus, serta stabilitas dari dimensi struktur.
Untuk menjaga agar proses hidrasi beton dapat berlangsung dengan sempurna maka diperlukan curing untuk menjaga kelembabannya.
Lamanya curing sekitar 7 hari berturut-turut mulai hari kedua setelah pengecoran. Curing dapat dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain :
Menyemprotkan dengan lapisan khusus (semacam vaseline) pada permukaan beton.
Membasahi secara terus menerus permukaan beton dengan air.
Tetapi pada proyek tempat PKL kami ini, proses curing dilakukan dengan cara membasahi permukaan beton dan mengusahakan supaya tetap dalam keadaan lembab. Untuk lebih jelas lihat Gambar 62.
Gambar 62. Menyiram Perkerasan Rigid
Proses perawatan (curing) pada beton memegang peran penting pada pengembangan kekuatan dan daya tahan beton, proses curing ini dilaksanakan segera setelah proses pencetakan selesai. Proses curing ini meliputi pemeliharaan kelembaban dan kondisi suhu, baik dalam beton maupun di permukaan beton dalam periode waktu tertentu. Proses curing pada beton bertujuan memberikan kelembaban yang cukup pada proses hidrasi lanjutan dan pengembangan kekuatan, stabilitas volume, ketahanan terhadap pembekuan dan pencairan serta abrasi.
Lamanya proses curing tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut:
Jenis semen yang digunakan
Proporsi dari campuran
Kondisi campuran disekitarnya
Kondisi cuaca disekitarnya
Kondisi cuaca setelahnya
Pemotongan (Cutting) beton
Proses cutting beton dilakukan sebelum retak awal muncul pada permukaan jalan yaitu pada sekitar 4-24 jam dan disarankan pada jam ke 18. Untuk lebih jelas dapat dilihat gambar 63.
Gambar 63. Pelaksanaan Cutting beton
2.2.3.2 Quality Control Rigid Pavement dengan Cara Pengujian Slump
Uji Slump adalah adalah suatu uji empiris/metode yang digunakan untuk menentukan konsistensi/kekakuan dari campuran beton segar (fresh concrete) untuk menentukan tingkat workability nya. Kekakuan dalam suatu campuran beton menunjukkan berapa banyak air yang digunakan.
Uji slump menunjukkan apakah campuran beton kekuranga,kelebihan atau cukup air.
Dalam suatu adukan/campuran beton, kadar air sangat diperhatikan karena menentukan tingkat workability nya atau tidak. Campuran beton yang terlalu cair akan menyebabkan mutu beton rendah, dan lama mengering. Sedangkan campuran beton yang terlalu kering akan menyebabkan adukan tidak merata dan sulit dicetak.
Uji slump dapat dilakukan di laboratorium maupun di lapangan (biasanya ketika ready mix sampai,maka langsung diuji ). Hsil dari uji slump beton yaitu nilai slump.Nilai yang didapat dinyatakan dalam Satuan Internasional (SI) dan mempunyai standar.
Bahan
Beton segar (fresh concrete) yang diambil secara acak agar dapat mewakili beton secara keseluruhan.
Peralatan
Kerucut terpenggal (kerucut yang bagian runcingnya hilang), sebagai bahan cetakan slump. Diameter bawah 30 cm, diameter atas 10 cm, tinggi 30 cm.
Batang besi bulat dengan panjang ± 50 cm, diameter 10-16 mm
Pelat logam rata
Sendok adukan
Pita ukur
Prosedur Kerja
Membasahi cetakan kerucut terpancug dengan kain basah. Lalu letakkan cetakan di atas pelat.
Mengisi cetakan dengan 3 lapisan. Setiap lapis kira-kira diisi 1/3 cetakan lalu dipadatkan dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali tusukan secara merata. Tongkat pemadat harus masuk tepat sampai lapisan bagian bawah tiap-tiap lapisan. Pada bagian bawah atau lapisan pertama, penusukan bagian tepi dilakukan dengan tongkat dengan kemiringkan sesuai kemiringan dinding cetakan. Untuk lebih jelas lihat pada Gambar 64 dan Gambar 65.
Gambar 64. Mengisi cetakan dengan 3 bagian
Gambar 65. Merojok sesuai dengan kemiringan cetakan
Setelah selesai pemadatan, meratakan permukaan benda uji dengan tongkat, lalu tunggu selama ½ menit dan dalam jangka waktu ini, semua lapisan kelebihan beton segar disekitar cetakan harus dibersihkan. Untuk lebih jelas lihat pada Gambar 66.
Gambar 66. Meratakan permukaan benda uji
Cetakan diangkat perlahan “ lahan tegak lurus keatas.Lalu membalikkan cetakan dan letakkan disamping benda uji.Kemudian ukurlah nilai slump dengan cara melihat perbedaan tinggi cetakan dengan benda uji. Untuk lebih jelas lihat pada Gambar 67.
Gambar 67. Mengukur nilai slump
Nilai slump yang dipakai pada Pelaksanaan Pembangunan Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi Seksi 3 Parbarakan-Lubuk Pakam STA 42+750 – 47+600” adalah 2,5 cm - 0.5 cm.
2.3 Kesesuaian Gambar Rencana dengan Realisasi
Sebelum masa pembangunan, sebuah konstruksi jalan akan melalui tahap perencanaan. Sebagai alat komunikasinya digunakanlah gambar-gambar yang memberikan ilustrasi tentang konstruksi jalan tersebut nantinya. Selain untuk menampilkan wujud fisik konstruksinya, gambar-gambar ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan struktur jalan dan sistem utilitas di dalamnya sehingga selain jalan tersebut terlihat indah, juga aman dan nyaman untuk dilewati/dilalui.
Sebelum kita membahas kesesuaian gambar rencana dengan fakta di lapangan, penting bagi kita untuk mengetahui jenis gambar mulai dari proses perencanaan hingga selesai, yaitu:
1. Gambar Perencanaan adalah gambar yang dihasilkan dari pemikiran dari para perencana seperti arsitek, engineer struktur, mekanikal dan elektrikal. Gambar perencanaan merupakan imajinasi dari para perencana yang digunakan sebagai alat komunikasi dengan pemilik pekerjaan sehingga pemilik pekerjaan dapat mengetahui sejauh mana bangunan yang direncanakan tersebut memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Karena itu gambar perencanaan akan mengalami banyak perubahan hingga pada tahap yang sudah disepakati bersama atau bahkan hingga pemilik menemukan keinginannya. Gambar perencanaan belum memiliki detil yang cukup hingga layak untuk dijadikan acuan dalam proses pembangunan.
2. Gambar tender adalah gambar yang digunakan sebagai acuan dalam perhitungan volume pekerjaan dalam proses pemilihan kontraktor. Gambar ini sudah lebih detil dari gambar perencanaan. Ukuran-ukuran penting sudah tertera dengan jelas, gambar-gambar pelengkap sudah tersedia, acuan-acuan untuk pembangunan juga sudah diberikan. Tujuannya adalah menunjang perhitungan yang cermat sesuai dengan spesifikasi yang diminta. Gambar ini mengikat terhadap penawaran yang sudah diberikan dan menjadi acuan terhadap klaim dalam tahap selanjutnya.
3. Tahap selanjutnya setelah pemilihan kontraktor adalah memulai pembangunan (konstruksi). Untuk itu gambar ini diluncurkan, yang isinya adalah penyempurnaan dari gambar tender. Penyempurnaan ini terjadi karena pada masa tender adakalanya antara uraian pekerjaan, spesifikasi teknis dan gambar terdapat perbedaan. Setelah disepakati pada saat tender (terangkum dalam berita acara rapat klarifikasi) maka perubahan yang terjadi dituangkan dalam gambar konstruksi ini. Gambar ini
kemudian menjadi acuan bagi kontraktor untuk melaksanakan pekerjaan dan menjadi dasar juga untuk pelaksanaan yang dilimpahkan pada pihak ketiga.
4. Agar hasil pembangunan nantinya tidak berbeda dari yang sudah direncanakan maka pihak kontraktor membuat gambar kerja yang isinya sudah jauh lebih detil dari jenis gambar sebelumnya (gambar konstruksi). Ukuran-ukuran sudah diberikan hingga detil, memperjelas hasil yang diinginkan. Detil material yang akan digunakan sudah dicantumkan (sesuai dengan spesifikasi teknis yang ditentukan).
Acuan-acuan pekerjaan juga sudah dicantumnya. Intinya gambar ini dibuat sejelas mungkin sehingga pelaksana pekerjaan (mandor, tukang) dan pengawas (pelaksana, quality control) mengerti hasil yang diinginkan dan tidak mebuat perubahan dari gambar konstruksi sudah diberikan di tahap sebelumnya. Gambar kerja ini sebelum digunakan di lapangan harus mendapatkan persetujuan dari perwakilan dari pemilik pekerjaan di lapangan (direksi pengawas) dengan acuan adalah gambar konstruksi.
Jika ternyata ada perbedaan yang harus dilakukan di lapangan maka direksi pengawas harus membubuhkan penyataan perubahan dan diberi tandatangan di atas gambar yang dimaksud. Catatan-catatan dan dokumentasi lainnya akan menjadi acuan dalam pembuatan As Built Drawing nantinya.
5. Gambar Jadi adalah gambar final dari bangunan gedung yang sudah selesai dilaksanakan. Gambar ini dibuat oleh kontraktor sebagai pertanggungjawaban atas pekerjaan yang sudah dilakukan dan akan digunakan oleh pemilik bangunan sebagai acuan dalam melakukan perawatan nantinya. Gambar ini memuat informasi dalam gambar kerja ditambah catatan-catatan perubahan di lapangan.
Bisa terjadi beberapa jenis gambar di atas dihilangkan dengan alasan untuk menghemat waktu dan biaya, tergantung pada perjanjian yang dilakukan antara pemilik pekerjaan dengan kontraktor, misalnya pada jenis pekerjaan design and built. Penggunaan gambar-gambar ini dimaksudkan agar hasil pelaksanaan sesuai dengan keinginan pemilik dan dengan biaya dan waktu yang sudah diperkirakan sebelumnya.
Sering sekali apa yang sudah direncanakan oleh perencana tidak memungkinkan untuk dilaksanakan di lapangan karena kondisi kenyataannya berbeda atau bisa jadi telah ada perubahan bentuk struktur pekerjaan sebelumnya yang menyebabkan pekerjaan selanjutnya harus berubah.
Disini gambar yang direncanakan sesuai dengan apa yang dilaksanakan di lapangan.
Salah satu contoh pengaplikasiannya di lapangan adalah ketika pelaksanaan pekerjaan
tiang pancang dan perkerasan rigid. Ketebalan pada tiap lapisan perkerasan sesuai dengan yang direncanakan. Selama pekerjaan dilaksanakan di lapangan, belum ada kendala yang dapat menghambat pekerjaan yang memungkinkan untuk mengubah atau merevisi gambar tersebut. Proyek berjalan dengan lancar sesuai dengan keinginan dan kebutuhan Penyedia Jasa. Gambar rencana dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 10.
2.4 Metode Kerja Rencana Dengan Realisasi
Untuk pekerjaan Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi seksi 3 Parbarakan, metode pelaksanaan di lapangan sesuai dengan yang direncanakan. Salah satu item pekerjaannya yang sesuai adalah tebal lapisan lantai kerja. Pada saat melaksanakan, ketebalan dari lantai kerja yang telah ditentukan dikerjakan secara berurutan dengan ketebalan seperti yang direncanakan. Kendala yang dijumpai pada saat mengerjakan lapis perkerasan rigid yaitu pada batching plant. Namun tidak mengubah metode pekerjaan yang ditentukan. Berikut ini adalah gambar yang menunujukkan bahwa reallisasi sudah sesuai dengan rencana.
Gambar 68. Mengukur ketebalan lantai kerja
2.3. Kesesuaian Volume Rencana dengan Realisasi
Suatu pekerjaan konstruksi pasti memiliki volume pekerjaan yang didapat dari hasil perhitungan yang telah direncanakan dan rancang. Volume pekerjaan itu sendiri
merupakan banyaknya pekerjaan yang dikerjakan dalam satuan kubik ataupun lainnya yang nantinya berfungsi dalam membuat jadwal pekerjaan (time schedule) dalam proyek tersebut.
Di dalam pekerjaan Jalan Tol Medan-Kulanamu-Tebing Tinggi seksi 3 Parbarakan, volume yang direalisasikan di lapangan dengan volume yang direncanakan sudah sesuai. Hal ini dapat dilihat dari gambar rencana dengan hasil yang telah dilaksanakan di lapangan.
2.4. Kesesuaian Skedul Rencana dengan Realisasi
Time schedule adalah rencana alokasi waktu untuk menyelesaikan masing-masing item pekerjaan proyek secara keseluruhan adalah rentang waktu yang ditetapkan untuk melaksanakan sebuah proyek. Time schedule pada proyek konstruksi dapat dibuat dalam bentuk kurva S, Bar Chart, Network Planning, schedule harian, mingguan, bulanan, tahunan atau waktu tertentu.
Pada Proyek Pembangunan Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi, time schedule yang direncanakan tidak sesuai dengan realisasi. Pada Time schedule,seharusnya progress pekerjaan yang harus selesai pada minggu 44 atau tanggal 16-22 Mei 2016 sebesar 86,817% (lihat lampiran 8), tetapi progress pekerjaan yang terealisasi sampai pada tanggal 18 Mei 2016 adalah sebesar 67,238%.Untuk lebih jelas mengenai uraian progress kemajuan proyek dapat dilihat pada Lampiran 9.
2.5. Kesesuaian Biaya Rencana dengan Realisasi
Biaya rencana yang ada di Pembangunan Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi, Seksi 3 Parbarakan tidak sesuai dengan realisasi. Hal ini disebabkan karena danya ketidaksesuaian skedul rencana dengan pelaksanaan dilapangan menimbulkan biaya rencana dengan realisasi berbeda. Namun kami tidak mengetahui perbedaan biaya rencana dengan realisasi karena ketika kami selesai PKL, proyek tesebut belum selesai.
2.6. Kesesuaian K3 Rencana dengan Realisasi
K3 adalah keselamatan dan kesehatan kerja dengan pengertian pemberian perlindungan kepada setiap orang yang berada di tempat kerja, yang berhubungan
dengan pemindahan bahan baku, penggunaan peralatan kerja konstruksi, proses produksi dan lingkungan sekitar tempat kerja.
Dalam pelaksanaannya K3 belum terpenuhi dengan baik sesuai dengan rencana.
Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran para pekerja dalam memakai safety yang telah disediakan. Seperti saat proses pemancangan tiang pancang, para pekerja tidak menggunakan sepatu safety, pakaian, sarung tangan dan helm.
Adapun aturan-aturan K3 yang telah ditetapkan pada Proyek Pembangunan Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi adalah :
1.Menggunakan pelindung kaki (Safety Shoe) yang bebas dari oli, alasnya anti slip, anti karat, anti spark dan ada pelindung baja. Serta sepatu karet bila tempatnya mengandung bahan kimia.
2.Safety helmet sebagai alat pelindung kepala harus digunakan di lokasi kerja.
3.Memberikan peringatan pada daerah yang terdapat barang-barang beracun dan bersifat explosive.
4.Menyiapkan peralatan P3K, dan pemadam kebakaran di tempat-tempat yang bebahaya.
5.Menggunakan sarung tangan.
6.Melakukan kerjasama dengan Rumah Sakit terdekat sebagai rujukan apabila terjadi kecelakaan kerja. Jika terjadi sesuatu kejadian yang tidak diinginkan, tim K3 telah menetapkan beberapa penyelesaian yang dapat membantu mengurangi masalah tersebut.
Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan bahwa K3 rencana tidak sesuai dengan realisasi :
Gambar 69. Para pekerja tidak menggunakan safety helmet ketika proses tiang pancang
Gambar 70. Pekerja Tidak menggunakan sarung tangan ketika meratakan beton