BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Tekanan Darah
Faktor yang mempengaruhi tekanan darah adalah faktor hemodinamik yang mempengaruhi tekanan darah yaitu curah jantung dan tahanan perifer (TPR). Curah jantung dipengaruhi oleh stroke volume (SV) dan laju jantung. Stroke volume dipengaruhi oleh kontraktilitas jantung, aliran darah vena yang kembali ke jantung (preload) dan tahanan yang harus di lawan oleh ventrikel kiri untuk mengeluarkan darah ke aorta (afterload).
Sistem yang secara langsung bertanggung jawab atas regulasi tekanan darah yaitu jantung yang memompa darah dengan tekanan tertentu, tonus pembuluh darah yang menentukan resistensi sistemik, ginjal yang mengatur volume intravaskular dan hormon yang memodulasi fungsi dari ketiga sistem lainnya.
Sistem kardiovaskuler memiliki mekanisme umpan balik yang akan terus menerus memonitor tekanan darah arteri. Tekanan darah yang meningkat maupun menurun akan segera dideteksi oleh baroreseptor yang berada di dinding lengkung aorta dan sinus karotis. Baroreseptor akan memonitor perubahan tekanan darah dari arteri. Jika tekanan arteri menigkat, baroreseptor akan menstimulasi peningkatan transmisi impuls ke sistem saraf pusat di medula dan mengirimkan umpan balik
negatif ke sirkulasi lewat sistem saraf otonom sehingga tekanan darah akan menjadi normal kembali.
Gambar 2.1 Regulasi Tekanan Darah Perifer
Di kutip dari : Leonard S.Lilly, MD18
Keterangan : Panah kecil menunjukan apakah ada efek stimulasi peningkatan () atau penghambatan (¯)
ADH = Hormone Antidiuretic HR = Heart Rate
NP = Natriuretic Peptide
PSNS = Parasimpatis Nerves System SNS = Smpatis Nerves System SV = Stroke Volume
Tekanan darah yang meningkat menyebabkan banyak baroreseptor yang diregangkan sehingga semakin besar juga transmisi impuls ke medulla. Sinyal dari
reseptor sinus carotid dibawa oleh saraf glossopharyngeal Cranial Nerve IX (CN IX) sedangkan sinyal dari reseptor lengkung aorta akan di angkut oleh saraf vagus (CN X). Efek utama dari mekanisme baroreseptor adalah memodulasi variasi setiap keadaan dari tekanan darah sistemik, namun refleks baroreseptor ini tidak terlibat dalam regulasi jangka panjang tekanan darah dan tidak mencegah perkembangan hipertensi kronis. Setelah dua atau tiga hari mengalami peningkatan tekanan darah, respon baroreseptor akan melambat dan kembali ke nilai kontrolnya.9
2.1.2 Hipertensi
2.1.2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi atau penyakit darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya.19
Hipertensi merupakan suatu kondisi dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg dengan pemeriksaan berulang.20 Berbagai faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi essential).18 Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan laju jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah perifer. dan peningkatan volume aliran darah. Hipertensi menurut European Society Cardiology (ESC) and European Society of Hypertension (ESH), hipertensi di bagi menjadi optimal, normal, normal
meningkat, hipertensi derajat 1, hipertensi derajat 2, hipertensi derajat 3 dan hipertensi sistolik.
2.1.2.2 Epidemiologi Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu penyebab kematian di dunia. Data menurut World Health Organization (WHO) menunujukkan terdapat satu miliar orang yang sudah terdiagnosis hipertensi. Penderita hipertensi populasi dewasa dunia pada tahun 2025 diperkirakan sebesar 1,56 miliar. Data dari American Heart Association (AHA) memperlihatkan penduduk Amerika yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 74,5 juta jiwa mengalami hipertensi.4 Hasil data memperlihatkan di Asia Tenggara tercatat satu per tiga dari populasi orang dewasa memiliki tekanan darah tinggi.21 Data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDA) pada tahun 2013 memperlihatkan prevalensi penyakit hipertensi di Indonesia sebanyak 25,8%.8Data dari Departemen Kesehatan (DEPKES) pada tahun 2016 di Jawa Barat di temukan sebanyak 790.382 orang menderita hipertensi.22
2.1.2.3 Klasifikasi Hipertensi A. Berdasarkan Tekanan Darah
Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Tekanan Darah Menurut ESC/ESH Tahun 2018
Klasifikasi tekanan darah
Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik
Optimal <120 mmHg and <80 mmHg
Normal 120-129 mmHg and/or 80-84 mmHg
Hight Normal 130-139 mmHg and/or 85-89 mmHg
Derajat 1 140-159 mmHg and/or 90-99 mmHg
Derajat 2 Derajat 3
Hipertensi sistolik
160-179 mmHg
> 180 mmHg
> 140 mmHg
and/or and/or and/or
100-109 mmHg
> 110 mmHg
< 90 mmHg Di kutip dari : Europian Heart Journal 20
B. Berdasarkan Etiologi
Klasifikasi hipertensi menurut etiologi dibagi menjadi dua, yaitu primer dan sekunder. Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab spesifiknya dapat diketahui.
- Hipertensi Primer
Hipertensi primer merupakan hipertensi yang di sebabkan oleh interaksi genetik dan lingkungan dan tidak menunjukan gejala. Pasien hipertensi primer memiliki riwayat hipertensi di keluarga dan derajat tekanan darah sedang-berat. rentan umur 20-50 tahun dan bersifat progresif. Hipertensi ini biasanya juga disebabkan oeh kelainan fisiologis. Faktor-faktor yang memicu peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi primer yaitu :18
1) Jantung
Pada pasien yang dengan kondisi stress dan dalam tekanan fisik akan mengalami peningkatan curah jantung akibat aktivitas simpatis yang berlebihan sehingga laju jantung juga akan lebih meningkat.
2) Pembuluh darah
Peningkatan dari aktifitas simpatis dan regulasi tonus vaskular yang tidak normal yang disebabkan oleh pengeluaran nitrit oxide, endotelin, dan faktor natriuretik atau disebabkan oleh kelainan pada kontraksi otot polos pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan darah.
3) Ginjal
Ginjal dapat mnyebabkan peningkatan tekanan darah dan ikut berkontribusi pada hipertensi primer. Pada saat tubuh mempertahankan air dan natrium yang di sebabkan oleh kegagalan pengaturan aliran darah di ginjal secara tepat.
- Hipertensi Sekunder
Merupakan penyakit penyerta yang di sebabkan oleh riwayat keluarga dan di awali dengan penyakit tertentu. Tingkat keparahan hipertensi sekunder melebihi hipertensi primer, karena pada hipertensi ini tekanan darahnya meningkat sangat drastis. dapat mengenai usia di bawah 20 tahun atau usia setelah 50 tahun dan bersifat cepat. 18
a. Klasifikasi Hipertensi Menurut Bentuknya :
Hipertensi sistolik adalah jantung berdenyut terlalu kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi. Ini adalah tekanan maksimum dalam arteri pada suatu saat dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.
Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan dalam arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi diantara dua denyutan.23
2.1.2.4 Faktor Risiko Hipertensi
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu umur, jenis kelamin, genetik/riwayat keluarga, dan ras. Faktor yang dapat di modifikasi yaitu obesitas, kadar LDL, kadar hemoglobin, kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi, konsumsi alcohol, kurang gizi, stress dan aktivitas.24
2.1.2.5 Kerusakan target organ
Derajat hipertensi yang meningkat di tandai oleh komplikasi kerusakan di beberapa organ. Kerusakan tersebut akan menambah beban kerja jantung dan menyebabkan kerusakan arteri yang menyebabkan arterosklerosis dan berkembang menjadi stroke. Arterosklerosis yang menyumbat pada pembuluh darah besar akan menghasilkan peningkatan tekanan sistolik yang dapat menyebabkan trauma endotel yang akan memicu pecahnya aneurisma. Hipertensi yang jangka panjang dapat menyebabkan hipertrofi otot polos, disfungsi endotel, dan kelemahan serat elastis. Target organ utama untuk komplikasi hipertensi jangka panjang adalah jantung, otak, aorta, sistem vaskular perifer, ginjal, dan retina yang akan berkembang pada kematian karena komplikasi tersebut.9
Tabel 2.2 Target Organ Hipertensi
Sistem organ Manifestasi
Jantung pembesaran ventrikel kiri
gagal jantung
penyakit jantung iskemik
Otak Strok
Aorta dan pembuluh darah perifer Anurisme aorta dan arteriosklerosis
Ginjal Nefrosklerosis
Retina Penyempitan arteri
Di kutip dari : Leonard S.Lilly, MD18
2.1.2.6 Patofisiologi Hipertensi
Kompensasi awal hipertensi yaitu dengan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.25
Gambar 2.2 Patofisiologi Hipertensi
Di kutip dari : principles of anatomi and physiology2
Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan dari arteri (peripheral resistance/TPR). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan / atau ketahanan periferal.
Gambar 2.3 Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah
Di kutip dari : Essential Hypertension Pathogenesis and Pathophysiology1
2.1.2.7 Diagnosis Hipertensi
Pasien dengan hipertensi primer biasanya tidak ada gejala (asimptomatik).
Penemuan fisik yang utama adalah meningkatnya tekanan darah. Pengukuran rata- rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol ditentukan untuk mendiagnosis hipertensi. Tekanan darah ini digunakan untuk mendiagnosis dan mengklasifikasikan sesuai dengan tingkatnya.18
2.1.3 Penyakit jantung hipertensi
2.1.3.1 Definisi Penyakit Jantung Hipertensi
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Penyakit jantung hipertensi merujuk pada suatu keadaan yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah (hipertensi). Hipertensi yang
berkepanjangan dan tidak terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah dan sistem konduksi jantung. Perubahan-perubahan ini dapat mengakibatkan pembesaran ventrikel kiri, penyakit arteri koroner, gangguan sistem konduksi jantung, disfungsi sistolik dan diastolik miokard yang akan bermanifestasi klinis sebagai angina (nyeri dada), infark miokard, aritmia jantung (terutama fibrilasi atrium) dan gagal jantung kongestif.6
2.1.3.2 Epidemiologi Penyakit Jantung Hipertensi
Global Burden Disease Study menyatakan bahwa penyakit jantung hipertensi merupakan penyebab kematian pada tahun 2014. Penyakit jantung hipertensi menduduki peringkat ke 13 dalam penyebab kematian pada semua umur menurut WHO. Data dari AHA memperlihatkan di Amerika Serikat sebanyak 10,5 juta orang menderita penyakit jantung hipertensi.13 Pasien dengan hipertensi yang berkembang menjadi penyakit jantung hipertensi di Indonesia tercatat sebanyak 26,5% di Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) H.Adam Malik.3
2.1.3.3 Faktor risiko Penyakit Jantung Hipertensi
Faktor risiko penyakit jantung hipertensi adalah penderita hipertensi yang berkepanjangan.
2.1.3.4 Patogenesis Penyakit Jantung Hipertensi
Penyakit jantung hipertensi merupakan kompensasi jantung terhadap tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohormonal yang ditandai dengan penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi esentrik). Rangsangan simpatis dan aktivasi RAA memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume diastolik
ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi miokard (penurunan / gangguan fungsi sistolik).26
2.1.3.5 Diagnosis Penyakit Jantung Hipertensi
Penyakit jantung hipertensi di diagnosis dengan hasil pemeriksaan EKG atau pemeriksaan ekokardiografi di temukan hipertrofi ventrikel kiri.
2.1.3 Komsumsi Oksigen Maksimum
2.1.4.1 Definisi Konsumsi Oksigen Maksimum
Konsumsi oksigen maksimum menggambarkan kemampuan paru-paru, jantung dan pembuluh darah dalam mengatur pengeluaran karbondioksida dan menghantarkan oksigen dalam tubuh, serta mekanisme oksidatif dari otot saat melakukan aktivitas. Selama menit-menit pertama latihan, konsumsi oksigen meningkat hingga akhirnya tercapai keadaan steady state dimana konsumsi oksigen sesuai dengan kebutuhan latihan. Pada keadaan steady state ini terjadi adaptasi ventilasi paru, denyut jantung, dan cardiac output. Keadaan di mana konsumsi oksigen telah mencapai nilai maksimal tanpa bisa naik lagi meski dengan penambahan intensitas latihan inilah yang disebut konsumsi oksigen maksimum.
Konsumsi oksigen lalu turun secara bertahap bersamaan dengan penghentian latihan karena kebutuhan oksigen pun berkurang 29,
2.1.4.2 Satuan konsumsi oksigen maksimum
Konsumsi oksigen maksimum dinyatakan sebagai volume total oksigen yang digunakan per menit (ml/menit). Masa otot yang meningkat menyebabkan oksigen yang digunakan selama latihan maksimal meningkat. konsumsi oksigen maksimum dapat dinyatakan sebagai jumlah maksimum oksigen dalam mililiter, yang dapat digunakan dalam satu menit per kilogram berat badan (ml/kg/menit).33
2.1.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Oksigen Maksimum Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai konsumsi oksigen maksimum dapat disebutkan sebagai berikut.
1. Umur
Penelitian cross-sectional dan longitudinal nilai konsumsi oksigen maksimum pada anak usia 8-16 tahun yang tidak dilatih menunjukkan kenaikan progresif dan linier dari puncak kemampuan aerobik, sehubungan dengan umur kronologis pada anak perempuan dan laki-laki. konsumsi oksigen maksimum anak laki-laki menjadi lebih tinggi mulai umur 10 tahun.29 Puncak nilai konsumsi oksigen maksimum dicapai kurang lebih pada usia 18-20 tahun pada kedua jenis kelamin.34
Kemampuan aerobik turun perlahan setelah usia 25 tahun. Penelitian dari Jackson AS et al. menemukan bahwa penurunan rata-rata konsumsi oksigen maksimum per tahun adalah 0.46 ml/kg/menit untuk pria (1.2%) dan 0.54
ml/kg/menit untuk wanita (1.7%). Penurunan ini terjadi karena beberapa hal, termasuk reduksi denyut jantung maksimal dan isi sekuncup jantung maksimal 32 2. Jenis kelamin
Kemampuan aerobik wanita sekitar 20% lebih rendah dari pria, di sebabkan karena terdapat perbedaan hormonal yang menyebabkan wanita memiliki konsentrasi hemoglobin lebih rendah dan lemak tubuh lebih besar. Wanita juga memiliki massa otot lebih kecil daripada pria.35 Anak laki-laki yang berusia 10 tahun memiliki konsumsi oksigen maksimum yang lebih tinggi sebesar 12% jika di bandingkan dengan anak perempuan.36
3. Suhu
Wanita yang sedang mengalami menstruasi memiliki kadar progesteron yang tinggi. Progesteron memiliki efek termogenik, yaitu dapat meningkatkan suhu tubuh. Efek termogenik dari progesteron ini dapat meningkatkan basal metabolic rate yang dapat mempengaruhi kerja kardiovaskuler dan mempengaruhi nilai konsumsi oksigen maksimum.37
4. Keadaan latihan
Latihan fisik dapat meningkatkan nilai konsumsi oksigen maksimum.
Konsumsi oksigen maksimum dapat berubah sesuai tingkat dan intensitas aktivitas fisik. Contohnya, bed-rest lama dapat menurunkan konsumsi oksigen maksimum antara 15%-25%, sementara latihan fisik intens yang teratur dapat menaikkan konsumsi oksigen maksimum.30
Latihan fisik yang efektif bersifat endurance (ketahanan) dan meliputi durasi, frekuensi, dan intensitas tertentu. Konsumsi oksigen maksimum pada atlet yang sering melakukan latihan fisik akan meningkat. 30
2.1.4.4 Faktor-Faktor Yang Menentukan Konsumsi Oksigen Maksimum 1. Fungsi paru
Oksigen oleh otot pada saat melakukan aktivitas fisik yang intens akan meningkat. Oksigen didapatkan dari ventilasi dan pertukaran oksigen dalam paru- paru. Ventilasi merupakan proses mekanik untuk memasukkan atau mengeluarkan udara dari dalam paru. Proses ini berlanjut dengan pertukaran oksigen dalam alveoli paru dengan cara difusi. Oksigen yang terdifusi masuk dalam kapiler paru untuk selanjutnya diedarkan melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh untuk dapat memasok kebutuhan oksigen yang adekuat, dibutuhkan paru-paru yang berfungsi dengan baik, termasuk kapiler dan pembuluh darah pulmonal. Atlet yang terlatih
dengan baik, konsumsi oksigen dan ventilasi paru total meningkat sekitar 20 kali pada saat ia melakukan latihan dengan intensitas maksimal.17
Oksigen arteri-vena (A-V O2diff) adalah salah satu istilah dalam fungsi paru.
Aktivitas fisik yang intens akan meningkatkan A-V O2 karena oksigen darah lebih banyak dilepas ke otot yang sedang bekerja, sehingga oksigen darah vena berkurang menyebabkan pengiriman oksigen ke jaringan naik hingga tiga kali lipat di bandingkan dengan kondisi biasa. Peningkatan A-V O2diff terjadi serentak dengan peningkatan cardiac output dan pertukaran udara sebagai respon terhadap olah raga berat.38
2. Fungsi kardiovaskuler
Respon kardiovaskuler yang paling utama terhadap aktivitas fisik adalah peningkatan cardiac output. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan isi sekuncup jantung maupun heart rate yang dapat mencapai sekitar 95% dari tingkat maksimalnya. Oksigen yang di butuhkan oleh tubuh tidak dapat lebih dari kecepatan sistem kardiovaskuler menghantarkan oksigen ke jaringan, maka dapat dikatakan bahwa sistem kardiovaskuler dapat membatasi nilai konsumsi oksigen maksimum.18
3. Sel darah merah (Hemoglobin)
Oksigen dalam darah berikatan dengan hemoglobin, kadar oksigen dalam darah ditentukan oleh kadar hemoglobin yang tersedia. Kadar hemoglobin di bawah normal, misalnya pada anemia memiliki oksigen yang lebih rendah. kadar hemoglobin lebih tinggi dari normal, seperti pada keadaan polisitemia memiliki kadar oksigen yang meningkat.
Kadar hemoglobin dipengaruhi oleh hormon androgen melalui peningkatan pembentukan sel darah merah. Laki-laki memiliki kadar hemoglobin sekitar 1-2 gr per 100 ml lebih tinggi dibanding wanita.39
4. Komposisi tubuh
Jaringan lemak menambah berat badan, tapi tidak mendukung kemampuan untuk secara langsung menggunakan oksigen selama olah raga berat. Konsumsi oksigen maksimum dinyatakan relatif terhadap berat badan, berat lemak cenderung menaikkan angka penyebut tanpa menimbulkan akibat pada pembilang konsumsi oksigen maksimum; 33
Konsumsi Oksigen Maksimum (mk/kg/menit) = konsumsi oksigen maksimum (LO2) x 1000 Berat badan (kg)
Jadi, kegemukan cenderung mengurangi VO2max.
2.1.4.5 Pengukuran Konsumsi Oksigen Maksimum
Tes laboratorium adalah tes yang paling baik untuk mengukur ketahanan jantung dan paru dengan mengukur secara langsung ambilan O2 selama latihan.
Pengukuran jenis ini mahal dan banyak memakan waktu, dan membutuhkan tenaga terlatih, sehingga tidak praktis untuk subyek dalam jumlah besar. Untuk itu telah dikembangan tes lain yang dapat dengan lebih mudah diaplikasikan, diantaranya : (a) Tes lari 2,4 km, (b) Tes naik turun bangku (Harvard Step Test), (c) Tes lari atau jalan 12 menit (Cooper Test, (d) Tes Balke lari 4,8 km, (e) Tes Balke lari 15 menit, (f) Tes Multistage (lari multi tahap), dan uji jalan 6 menit. Tes-tes tersebut telah terbukt, dapat diukur dan mudah dilaksanakan, serta tidak membutuhkan keterampilan khusus untuk melakukannya.28
Penelitian ini menggunakan uji jalan 6 menit dalam mengukur nilai konsumsi oksigen maksimum.
2.1.5 Uji jalan 6 menit
Uji jalan 6 menit merupakan salah satu modalitas uji latih yang sangat popular karena mudah dilakukan , tidak memerlukan alat canggih dan hasilnya mampu memberikan evaluasi obyektif kapasitas fungsional penderita jantung. Data hasil penelitian Butland dkk pada tahun menyatakan bahwa uji jalan selama 6 menit mempunyai nilai jarak tempuh terbaik dan berkorelasi dengan kemampuan fungsional optimal pasien.28
Berdasarkan penelitian terdahulu membuktikan secara bermakna bahwa uji jalan 6 menit merupakan uji latih submaksimal yang menyerupai aktivitas sehari- hari dan dapat ditoleransi penderita gagal jantung. Uji jalan 6 menit memberikan indikasi objektif kapasitas fungsional dan menunjukkan hasil perbaikan klinis pada penderita gagal jantung kronik yang telah melakukan program rehabilitasi secara teratur dan terukur sesuai dosis latihan yang dilakukan, tes ini merupakan uji jalan yang mudah dilakukan, lebih dapat ditoleransi dan lebih menggambarkan aktivitas kehidupan sehari-hari dibandingkan uji jalan lain.
Faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan hasil ini diantaranya pemilihan sampel, panjang koridor, jumlah latihan yang pernah dilakukan, usia, tinggi badan, berat badan, dan jenis kelamin40
Gambar 2.4 Kategori Konsumsi Oksigen Maksimum Melalui Uji Jalan 6 Menit Pada Laki – Laki Dan Perempuan36
2.1.5.1 Indikasi Dan Kontraindikasi Uji Jalan 6 Menit a) Indikasi
Indikasi untuk uji jalan 6 menit adalah sebelum di lakukan pengobatan dan sesudah melakukan pengobatan pada pasien transplantasi paru, reseksi paru, operasi pengurangan volume paru-paru, rehabilitas paru-paru, penyakit paru obstruktif kronik, hipertensi paru, gagal jantung.
Uji jalan 6 menit dapat digunakan untuk mengukur status fungsional dari penderita penyakit paru obstruktif kronik, cystic fibrosis, gagal jantung, penyakit pembuluh darah perifer, fibromyalgia, pasien yang lebih tua dan dapat digunakan sebagai prediktor morbiditas dan mortalitas pasien gagal jantung, penyakit paru obstruktif kronik dan hipertensi paru primer. 41
b) Kontraindikasi
Kontraindikasi absolut untuk uji jalan 6 menit yaitu riwayat penyakit infark miokard dan angina tidak stabil. Kontraindikasi relatif meliputi denyut jantung saat istirahat lebih dari 120, tekanan darah sistolik lebih dari 180 mm Hg, dan tekanan darah diastolik lebih dari 100 mm Hg. 41
2.1.5.2 Syarat Uji Jalan 6 Menit
Uji latih harus dilakukan pada lintasan datar dengan lokasi yang mudah dijangkau, jika terjadi keadaan darurat maka penanganan cepat dilakukan.
Pemilihan lokasi harus ditentukan oleh dokter yang mengawasi. Oksigen dan nitrogliserin sublingual sebaiknya dapat disediakan, dan tersedia telepon untuk panggilan darurat.
Dokter dan paramedis yang membantu harus dapat mengenali gejala efek yang kurang baik dari uji latih, jika uji latih harus dihentikan karena alasan tertentu , pasien diperbolehkan untuk duduk atau berbaring dan dikuti pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, saturasi oksigen dan pemeriksaan fisik. Uji jalan 6 menit ini dapat dihentikan segera bila timbul gejala:41
1. Nyeri dada.
2. Sesak yang tidak dapat ditoleransi.
3. Kram pada tungkai 4. Pusing
5. Terlihat pucat
a) Lokasi pelaksanaan Uji jalan 6 menit :41
Uji jalan 6 menit dilakukan didalam ruangan (indoor) atau diluar ruang (outdoor). Lintasan berjalan harus pada permukaan yang panjang, datar dan keras, lurus, dalam koridor yang tertutup, dan bukan jalan umum . Panjang lintasan
sebaiknya 100 feet ( kurang lebih 30 m ). Jika lintasan kurang dari 30 m, maka pasien akan lebih sering melakukan putaran balik, hal ini akan mengurangi jarak yang ditempuh dalam 6 menit. Aspek ini kemudian dibuktikan oleh Weiss dkk. pada penelitiannya, subyek dapat berjalan lebih jauh pada lintasan oval (continous).
Panjang dari koridor harus diberi tanda setiap 5 meter. Saat putaran lintasan diberi tanda dengan segitiga kuning/ bentuk conus. Garis start, merupakan batas mulai dan akhir 1 putaran (60 meter), diberi tanda (pita perekat) dengan warna cerah dilantai.
b) Peralatan yang harus disediakan:41 - Stopwatch.
- Pita perekat untuk memberi tanda setiap 1 lap.
- Segitiga kuning/Cones untuk menandai tempat putaran.
- Kursi yang mudah dipindah-pindahkan.
- Formulir catatan uji latih . - Oksigen.
- Tensi meter dan stetoskop.
- Pulse oksimetri - Telepon.
c) Persiapan pasien:41
Pasien menggunakan pakaian yang nyaman untuk melakukan uji latih.
Menggunakan sepatu yang sesuai dan nyaman untuk berjalan, Ketentuan medis yang biasa dijalankan pasien harus tetap dilakukan. Pasien diperkenankan untuk makan makanan ringan 1 jam sebelum uji latih. Pasien tidak diperkenankan untuk melakukan aktivitas atau latihan yang berlebihan dalam 2 jam sebelum uji latih dilakukan.
d) Pelaksanaan Uji jalan 6 menit
Sebelum dilakukan Uji jalan 6 menit pasien diperiksa secara seksama termasuk tanda vital seperti Tekanan darah, Denyut jantung, Respirasi, Suhu juga Saturasi oksigen, Jika diperlukan pengulangan Uji jalan 6 menit, maka uji ulang harus dilakukan pada hari yang sama. Hal ini berguna untuk mengurangi perbedaan atau bias pada hasil karena kemungkinan timbul perubahan seperti kondisi fisik, waktu latihan . Tidak dianjurkan melakukan periode pemanasan sebelum dilakukan uji latih. Pasien harus beristirahat dengan duduk dikursi, dekat dengan garis start, kurang lebih 5 – 10 menit sebelum uji jalan dimulai. Isilah data-data pasien pada formulir yang digunakan. Penggunaan oksimetri merupakan pilihan.
pengukuran SpO2 dari oksimetri adalah mengetahui oksigen uptake paru sehingga kita dapat memprediksi tingkat kelelahan pasien . Disamping itu, penguji tidak diperkenankan berjalan bersama pasien selama uji latih dilakukan hanya untuk melihat nilai SpO2. Gunakan Skala Borg untuk mengulur tingkat dispnea dan fatique awal uji latih. Berikan instruksi pada pasien sebelum uji latih dimulai dan informasikan yang utama adalah berjalan sejauh mungkin selama 6 menit, jangan lari ataupun jogging. Posisikan pasien pada garis start. Selama uji dilakukan, penguji harus tetap berdiri di dekat garis start. Tidak diperkenankan berjalan bersama pasien.
Hal ini guna mencegah adu balap antara pasien dengan penguji sehingga akan mempengaruhi hasil yang sebenarnya. Pada saat pasien mulai berjalan, nyalakan stopwatch. Penguji tidak diperkenankan bicara kepada siapapun selama uji latih. Pusatkan perhatian pada pasien, jangan sampai salah menghitung jumlah putaran. Memberikan semangat sangat dianjurkan dalam Uji jalan 6 menit.
Menurut American Thoracic Society, waktu yang paling baik untuk memberikan semangat adalah setiap 1 menit dan sesuai dengan ketentuan kalimat yang telah disediakan dibawah ini.
Menit 1 selesai :“Anda sudah benar melakukannya, teruskan, ada 5 menit lagi.”
Menit 2 selesai :“Bagus, pertahankan seperti ini, anda masih punya 4 menit lagi.”
Menit 3 selesai :“Anda melakukannya dengan baik, sudah setengah jalan .”
Menit 4 selesai :“Anda sudah baik melakukannya, tinggal 2 menit lagi.”
Menit 5 selesai :“Anda sudah baik melakukannya, tinggal 1 menit lagi.”
Menit 6 selesai : finish .41 2.2 Kerangka Pemikiran
Pada pasien hipertensi akan mengalami peningkatan afterload, dan peningkatan curah jantung. pada saat latihan fisik maksimum pada pasien ini menjadi tidak optimal,akibatnya oksigen yang di hantarkan ke otot menurun sehingga pada saat uji jalan 6 menit hasil konsumsi oksigen maksimal menurun.
Hipertensi yang berkepanjangan akan menyebabkan penyakit jantung hipertensi yang akan mengalami kondisi yang sama tetapi di sertai dengan pembesaran ventrikel kiri sehingga afterload akan lebih meningkat, peningkatan curah jantung pada saat latihan fisik maksimum pada pasien ini menjadi lebih tidak optimal, oksigen yang di hantarkan ke otot lebih menurun sehingga pada saat uji jalan 6 menit memperlihatkan hasil konsumsi oksigen maksimal lebih menurun.
Terdapat perbandingan konsumsi oksigen maksimum yang signifikan antara pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan pasien dengan hipertensi melalui uji jalan 6 menit.
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran Hipertensi
jangka panjang Pembesaran ventrikel kiri
Peningkatan Afterload Hipertrofi ventrikel kiri