• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
MinhHN

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka 1. Teori Behaviorisme

Teori behaviorisme memiliki makna bahwa belajar dapat terjadi ketika stimulus dan respon saling berinteraksi untuk memengaruhi tingkah laku. Teori behaviorisme beranggapan bahwa peserta didik sebagai individu yang pasif dan bergantung pada stimulus yang diterimanya, dengan demikian perubahan perilaku peserta didik terjadi ketika stimulus (rangsangan) dapat menghasilkan respon (tanggapan) terhadap stimulus yang diberikan. Stimulus atau rangsangan ini mencakup berbagai jenis lingkupan belajar baik itu internal maupun eksternal yang memotivasi peserta didik tersebut untuk belajar, sedangkan hal-hal yang berdampak atau akibat adanya stimulus tersebut disebut dengan istilah respon. Adapun respon yang dimunculkan peserta didik ketika belajar dapat berupa pikiran, perasaan, dan tindakan.

Teori behaviorisme merupakan teori belajar mengenai perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini mengatakan bahwa individu terlibat dalam tingkah laku tertentu dikarenakan individu tersebut telah mempelajarinya dan berdasarkan dengan pengalaman-pengalaman terdahulu. Peserta didik ketika belajar, sebaiknya diberikan pendampingan dan bimbingan untuk aktif mencari dan menyimpulkan berbagai hal dengan analisanya sendiri dan bantuan dari orang dewasa atas dasar pengalaman belajar yang dimiliki. Pemilihan teori behaviorisme dalam penelitian ini karena di dalam kehidupan sehari-hari akan terjadi sebuah interaksi antara peserta didik dengan lingkungan disekitarnya, sehingga peserta didik akan mengalami proses belajar dengan lingkungan disekitarnya. Menurut Skinner (1965), menyatakan bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh beberapa hal yang terjadi disekitarnya dan individu tersebut dikontrol oleh penguat dan lingkungan. Perilaku manusia

(2)

juga dapat disebabkan oleh bawaan genetik, pengaruh lingkungan, dan kondisi.

Teori behaviorisme ini menjelaskan bahwa peserta didik merupakan individu pasif yang bergantung pada stimulus yang ada.

Apabila dikaitkan dengan penelitian ini, perlu adanya pemberian stimulus dan penguatan (reinforcement) kepada peserta didik agar peserta didik memiliki kemampuan untuk menyikapi berbagai tantangan maupun kesulitan yang harus dihadapinya dengan baik. Peserta didik dengan tingkat ketahanan akademik yang rendah akan memerlukan penguatan dan dorongan yang tinggi dari lingkungan sekitar. Penelitian ini akan memberikan sumbangan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi ketahanan akademik (Dwiastuti, dkk., 2021) terdiri dari faktor eksternal dukungan sosial sedangkan faktor internalnya meliputi religiusitas, beradaptasi positif, self efficacy, school engagement. Stimulus yang diberikan pada penelitian ini dibatasi pada faktor dukungan sosial dan welas diri yang dikemukakan oleh Neff (2011).

Dukungan sosial dapat memberikan stimulus dan penguatan positif kepada peserta didik dengan cara memberikan semangat, dorongan dan afirmasi-afirmasi positif yang konkret yang dapat memberikan pemahaman pentingnya pembentukan sikap dan perilaku ketahanan akademik yang baik bagi peserta didik. Apabila dukungan sosial dapat menyalurkan pemahaman terkait ketahanan akademik, maka perilaku peserta didik yang merupakan respon terhadap ketahanan akademik dapat ditingkatkan. Stimulus lain yang dapat memengaruhi sikap dan perilaku ketahanan akademik peserta didik adalah welas diri. Welas diri terjadi dalam diri masing-masing individu, dikarenakan hal tersebut muncul dari pengalaman-pengalaman yang pernah dirasakan oleh individu (Gage dan Berliner, 1984). Welas diri memberikan gambaran yang lain mengenai cara berpikir tentang bagaimana melihat diri sendiri untuk dapat meningkatkan kemampuan beradaptasi. Secara tidak langsung terdapat stimulus berupa dukungan sosial dan welas dalam teori ini, yang dapat

(3)

membentuk dan merubah sikap atau perilaku peserta didik terhadap ketahanan akademiknya.

2. Ketahanan Akademik

a. Pengertian Ketahanan Akademik

Ketahanan akademik diartikan sebagai suatu kemampuan seorang individu untuk dapat meningkatkan keberhasilan dalam hal pendidikan meskipun sedang mengalami kesulitan dalam bidang akademiknya (Bustam, et al., 2021). Ketahanan akademik juga diartikan sebagai kecakapan yang dimiliki oleh seorang peserta didik untuk beradaptasi dalam keadaan yang sulit yang diterapkan dalam proses belajar (Saufi, dkk., 2022).

Berdasarkan dari berbagai pendapat tersebut mengenai ketahanan akademik, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ketahanan akademik merupakan kemampuan yang dimiliki individu atau perilaku positif yang dimiliki oleh segenap peserta didik untuk mengubah perilaku negatif yang ditimbul sebagai akibat dari tekanan pada bidang akademis yang pernah dialami. Ketahanan akademik akan membuat peserta didik terus berkembang dan belajar dari kegagalan, kesulitan, dan keterpurukan yang pernah dilaluinya tanpa ada rasa untuk berhenti, menyerah dan putus asa.

b. Faktor yang Memengaruhi Ketahanan Akademik

Ketahanan akademik sangat diperlukan oleh peserta didik untuk melakukan penyesuaian dalam menghadapi situasi tekanan akademik dan lingkungan yang mengancam keberadaan diri. Missasi (2019) mengemukakan faktor-faktor yang memengaruhi ketahanan, yaitu:

1) Spiritualitas

Penelitian yang dilakukan oleh Siddiqa (2018) pada 146 remaja berusia 15-18 tahun, membuktikan bahwa remaja yang kurang memiliki spiritualitas, lebih lamban untuk pulih dari permasalahan yang sedang dihadapi dan hal ini dijadikan sebagai

(4)

bukti bahwa spiritualitas memiliki peran signifikan terhadap ketahanan akademik tersebut.

2) Self efficacy

Individu yang mempunyai self efficacy tinggi akan berusaha untuk mengurai rasa cemas dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi masalah, namun sebaliknya ketika individu mempunyai self efficacy yang rendah maka individu tersebut akan mudah menyerah dalam menghadapi tantangan dan masalah.

3) Optimisme dan sikap positif

Individu yang memiliki pengertian bahwa segala kondisi yang kurang menyenangkan yang diterima olehnya, merupakan hal yang wajar didapatkan oleh semua individu akan membuat individu tersebut mampu untuk mempertahankan pencapaian akademiknya dan bangkit dari berbagai macam ancaman, tekanan, dan tuntutan yang berlaku.

4) Self esteem

Peserta didik yang mempunyai self esteem yang tinggi maka akan menghormati diri sendiri dan menganggap bahwa dirinya sebagai individu yang berguna sehingga peserta didik tersebut dapat menumbuhkan ketahanan dalam dirinya, sebaliknya jika peserta didik mempunyai self esteem yang rendah maka rasa percaya pada dirinya akan luntur dan menganggap dirinya tidak berguna.

5) Dukungan sosial

Dukungan sosial yang berasal dari keluarga, teman sebaya, guru, lingkungan sekitar akan membuat peserta didik yang semula mudah menyerah dan tidak yakin dengan kemampuan yang dimilikinya akan merasa tergugah dan cenderung untuk berusaha mempelajari potensi yang dimilikinya serta mampu memahami dirinya sendiri dalam meningkatkan kemampuan ketahanannya.

(5)

Neff (2011) mengemukakan bahwa faktor lain yang memengaruhi ketahanan akademik yaitu self-compassion atau welas diri yang berarti sikap perhatian kepada diri sendiri ketika menghadapi berbagai kesulitan dalam hidup. Neff (2011) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki welas diri yang tinggi, maka individu tersebut mampu untuk menghadapi berbagai masalah yang ada dan berusaha untuk bangkit dari masalah, keterpurukan ataupun tekanan yang berasal dari akademiknya. Holaday & Mcphearson (1997) juga menyatakan bahwa self compassion atau welas diri merupakan faktor yang berkontribusi terhadap ketahanan.

c. Indikator Ketahanan Akademik

Indikator pengukuran ketahanan akademik yang digunakan sebagai dasar penyusunan instrumen penelitian ini merujuk pada aspek ketahanan akademik oleh Cassidy (2016), aspek ini digunakan sebagai indikator karena dianggap mampu untuk mengukur tingkat ketahanan akademik peserta didik. Aspek-aspek yang dijadikan indikator tersebut, sebagai berikut:

1) Preseverance (Ketekunan)

Perseverance (ketekunan) merupakan kemampuan individu untuk mengakomodasikan perilaku yang dapat mencerminkan ketahanan individu dalam menghadapi setiap proses kehidupannya. Perseverance memberikan gambaran individu yang bekerja keras, tidak mudah menyerah, fokus pada proses dan tujuan, serta memiliki kegigihan dalam menghadapi kesulitan.

2) Reflecting and Adaptive Help-Seeking (Mencari Bantuan Adaptif) Reflecting and Adaptive Help Seeking atau mencari bantuan adaptif adalah kemampuan individu untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan yang ada pada dirinya dalam menghadapi kesulitan akademik. Dikatakan pula sebagai individu yang memiliki ketahanan akademik yang baik apabila individu mampu merefleksikan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya dan dapat

(6)

mencari bantuan atau dukungan oleh individu lain disekitarnya sebagai upaya perilaku adaptif (Cassidy, 2016).

3) Negative Affect and Emotional Response (Pengaruh Negatif dan Respon Emosional)

Negative affect and emotional response merupakan kemampuan individu dalam mengelola emosi negatif. Individu yang resilien akan mampu menghindari hal-hal terkait respon negatif. Seseorang yang mampu mengembangkan kemampuannya untuk merespon suatu kondisi sulit dengan emosi yang positif akan menghasilkan output yang baik dan mampu bertahan melewati kondisi sulit. Indikator pengukuran pada aspek ini ialah, optimisme-pesimisme, tingkat kecemasan.

3. Dukungan Sosial

a. Pengertian Dukungan Sosial

Dukungan sosial merupakan faktor yang sering dikaitkan dengan ketahanan. Cohen & Hoberman (1983) menyatakan bahwa dukungan sosial berupa pemberian bantuan kepada individu yang mempunyai ikatan personal dengan individu yang sedang memerlukan bantuan tersebut. Sarafino (2011) mengemukakan bahwa dukungan sosial merupakan bentuk dari kenyamanan, pengertian, penghargaan atau bantuan yang diterima individu dari orang lain. Adanya dukungan sosial akan membuat individu merasa bahwa dirinya dicintai dan diperhatikan. Berdasarkan penjabaran diatas, maka dukungan sosial diartikan sebagai dukungan atau pemberian perhatian yang berasal dari individu lainnya seperti keluarga, teman sebaya, guru, komunitas tertentu, dan lain sebagainya yang dapat meminimalkan tekanan, stres, kesulitan, tuntutan yang dihadapi.

Dukungan sosial diperlukan dalam kegiatan belajar peserta didik seperti dukungan sosial orangtua dalam proses belajar anak di rumah, dukungan sosial teman sebaya dan guru di sekolah (Fatwa, 2016) dalam memberikan motivasi belajar sehingga dapat menghindarkan

(7)

individu dari berbagai ancaman kesehatan mental. Keberadaan dukungan sosial akan membuat peserta didik lebih optimis dalam menghadapi kehidupan, keterpurukan, kegagalan akademik, tekanan, atau kesulitan. Hal ini menjadikan individu mampu untuk beradaptasi dengan baik terhadap kesulitan (Masten, 2018), mampu mengatur emosi dan membentuk penerimaan diri yang baik (Ain, dkk, 2020).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ernawati & Rusmawati (2015) menyatakan bahwa dukungan sosial memberikan pengaruh positif dalam menangani stres. Nurhayati & Hidayat (2019) dan Satyaningrum (2014) juga menyatakan bahwa dukungan sosial yang diperoleh dari lingkungan keluarga, teman, saudara akan memberikan pengaruh yang positif terhadap pembentukan ketahanan akademik remaja.

b. Indikator Dukungan Sosial

Dukungan sosial dapat berupa kepedulian, pemberian informasi, hingga bantuan tingkah laku. Penelitian ini menggunakan acuan bentuk dukungan sosial menurut Sarafino (2011) sebagai indikator penyusunan instrumen. Hal ini karena bentuk dukungan sosial menurut Sarafino memiliki konteks yang luas dan sesuai untuk digunakan pada penelitian ini. Skala pengukuran dukungan sosial yang digunakan sebagai acuan dalam menyusun instrumen penelitian ini, meliputi:

1) Dukungan emosional

Dukungan emosional akan membantu individu untuk menerima pengertian mengenai masalah yang dihadapinya serta memberikan rasa aman ketika menjalani kehidupannya. Adanya dukungan emosional ini, dapat mengurangi rasa kekhawatiran terhadap kondisi yang tidak menyenangkan dan membuat individu bangkit dari keterpurukan. Dukungan emosional ini berupa pemberian rasa aman hingga kepedulian.

2) Dukungan penghargaan

(8)

Dukungan penghargaan merupakan bentuk dukungan pemberian penghargaan kepada individu lain ketika sedang tertekan pada suatu situasi, yang dapat membantu individu tersebut untuk melihat sisi baik dari dirinya dan akan berdampak pada rasa penghargaan diri. Dukungan ini juga akan membantu individu untuk mengalihkan rasa cemas dan khawatir terhadap masalah yang sedang dihadapinya.

3) Dukungan instrumental

Dukungan instrumental merupakan sarana yang tersedia untuk menolong individu melalui waktu, uang, alat bantuan.

Dukungan instrumental memberikan kemudahan bagi individu dalam memenuhi tugas dan tanggungjawab dikehidupannya, serta membantu individu dalam menyelesaikan masalah-masalah yang tengah dihadapinya.

4) Dukungan informatif

Dukungan informatif merupakan dukungan yang berkaitan dengan pemberian saran mengenai hal apa saja yang perlu dilakukan dalam menghadapi hidup. Adanya dukungan informatif akan memudahkan individu dalam mengamati dan memahami situasi atas permasalahan yang ada. Dukungan informatif juga membantu individu menemukan solusi yang tepat untuk memecahkan masalah yang dialaminya, sehingga individu dapat menentukan keputusan melalui berbagai pertimbangan yang ada.

5) Dukungan jaringan sosial

Dukungan jaringan sosial disebut dengan dukungan relasi yang sifatnya seperti menjalin ikatan di dalam lingkungan dimanapun individu berada, sehingga individu akan merasa dianggap sebagai bagian dari lingkungan tersebut. Dukungan jaringan sosial ini disebut juga sebagai dukungan persahabatan yang berarti interaksi sosial yang baik antara individu satu dengan individu yang lain.

(9)

4. Welas Diri

a. Pengertian Welas Diri

Welas diri atau yang dikenal dengan self-compassion merupakan suatu kemampuan yang memungkinkan bagi seseorang untuk menemukan kehidupan dengan sikap hati yang terbuka yang mana batasan antara dirinya dan orang lain diperlunak, sehingga semua orang akan dianggap layak untuk berbelas kasih, termasuk kepada dirinya sendiri. Pengertian tersebut dikemukakan oleh Neff & Knox (2017). Pengertian dari welas diri atau self-compassion menurut Neff dan Germer (2018) adalah suatu perlakuan kepada diri sendiri selayaknya memperlakukan orang lain ketika mengalami kesulitan, merasa gagal dan tidak mampu menghadapi tantangan hidup yang berat. Welas diri atau self-compassion merupakan salah satu hal yang dapat menjelaskan bagaimana individu mampu bertahan dan mampu untuk memaknai segala kesulitan dari sisi positifnya (Erliana &

Mustafa, 2019; Hasanah & Hidayah, 2017).

Berdasarkan penjabaran diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa welas diri merupakan sikap menerima, sikap perhatian dan berlaku baik dengan diri sendiri ketika sedang dihadapkan dengan suatu masalah, kesulitan atau tekanan di dalam hidup seorang individu sehingga individu tersebut tidak akan menyalahkan dan menyakiti dirinya sendiri.

Individu akan terbantu dengan adanya welas diri karena dapat menjaga keseimbangan diri ketika dalam kondisi tidak nyaman, dapat meningkatkan perasaan positif yang mampu menurunkan kecemasan hingga meminimalisirkan rasa kurang nyaman akibat tekanan dan tuntutan yang dimiliki. Penelitian yang telah dilakukan oleh Bustam, dkk (2021); Hasanah & Hidayat (2017); dan Sofiachudari & Setyawan (2018) menemukan hasil terdapat hubungan positif antara welas diri atau self-compassion dengan ketahanan akademik yakni individu yang memandang baik dirinya dan peduli terhadap dirinya sendiri

(10)

cenderung lebih mampu untuk menghadapi tantangan akademik yang ada dan bangkit dari keterpurukan yang dialami. Holaday &

McPhearson (1997) mengungkapkan bahwa welas diri merupakan faktor yang berkontribusi terhadap ketahanan akademik untuk tidak mengkritik dirinya sendiri dan merasa bersalah atas kegagalan pada masa sulitnya.

b. Indikator Welas Diri

Welas diri akan membuat individu atau seseorang menerima segala hal yang ada dihidupnya dan apa yang dilaluinya dengan pikiran yang terbuka. Neff (2003) menjelaskan terdapat tiga aspek welas diri. Ketiga aspek tersebut akan digunakan sebagai indikator pengukuran variabel dengan pertimbangan indikator yang mudah dipahami. Indikator pengukuran yang diadaptasi dari Neff tersebut, yaitu:

1) Self-kindness (Kebaikan diri)

Self-kindness menyadarkan individu mengenai kekurangan pada dirinya yang membuat individu menjadi ramah terhadap diri sendiri ketika mengalami hal yang tidak sesuai dengan keinginannya. Self-kindness ini berisi afirmasi-afirmasi yang positif yang tertanam dalam diri individu bahwa mereka berhak untuk memperoleh cinta dan kasih sayang meskipun dalam kondisi terburuk (Neff, 2011). Self-judgement merupakan aspek welas diri yang berkebalikan dengan self-kindness, yaitu sikap yang berlebihan dalam mengkritik dan menyalahkan diri terhadap kegagalan yang dialami oleh individu.

2) Common humanity (Sifat manusiawi)

Common humanity, adalah kemampuan individu untuk menganggap kegagalan dan kesulitan bagian dari pengalaman perjalanan hidup manusia. Common humanity memberikan pengertian kepada individu bahwa setiap manusia mengalami tantangan hidup yang berbeda-beda, sehingga individu mampu

(11)

berpikir positif dalam menghadapi tantangan dan kesulitan tersebut. Hal ini bertolak belakang dengan aspek isolation, yakni keadaan individu yang merasa dirinya tepisah dari orang lain karena perasaan tertekan yang dialami sehingga membuat dirinya memillih untuk mengasingkan diri dari lingkungannya.

3) Mindfulness (Kesadaran penuh)

Mindfulness merupakan kemampuan individu untuk menyadari dan mengakui adanya pengalaman yang kurang berkenan pada dirinya. Maksudnya adalah seseorang yang sadar akan pikiran dan perasaannya yang tidak dilebih-lebihkan, serta mampu melihat sesuatu dari berbagai perspektif.

Overidentification menjadi kebalikan dari aspek ini, yaitu sikap individu yang tepaku pada masalah yang dialami hingga membuatnya merenung secara berlebihan sehingga dapat menyebabkan kecemasan dan depresi.

B. Kerangka Berpikir

Kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu proses yang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar dan perubahan tingkah laku, dalam sebuah proses pembelajaran di sekolah, peserta didik akan menemukan berbagai macam tuntutan seperti pemberian tugas pada setiap mata pelajaran yang ada, baik yang harus diselesaikan ketika di kelas maupun di rumah. Banyaknya tuntutan akademik yang diberikan, dapat menyebabkan timbulnya rasa kekhawatiran dan kecemasan yang dapat meningkatkan stres dan kegagalan dalam bidang akademik oleh peserta didik. Stres dan kegagalan akademik ini, perlu diatasi dengan menumbuhkan ketahanan akademik secara optimal agar peserta didik mampu bertahan dan melewati kondisi-kondisi sulit tersebut dengan baik.

Terdapat dua faktor yang dapat memengaruhi timbulnya ketahanan akademik dalam diri peserta didik, dua diantaranya yaitu dukungan sosial dan welas diri. Dukungan sosial berasal dari seberapa besar lingkungan dalam memberikan dukungan kepada individu sehingga individu merasa diperhatikan

(12)

dan dicintai, sedangkan untuk welas diri berasal dari kualitas dalam diri individu yaitu sikap perhatian dan welas asih kepada diri sendiri ketika sedang menghadapi berbagai kesulitan dalam hidup ataupun kegagalan yang dimiliki sehingga dapat membantu individu mengendalikan emosi negatif dalam menghadapi suatu permasalahan. Teori yang mendasari penelitian ini adalah teori behaviorisme.

Teori ini memahami bahwa belajar dapat terjadi ketika stimulus dan respon saling berinteraksi untuk memengaruhi tingkah laku, sedangkan stimulus atau rangsangan ini mencakup lingkungan sekitar (dukungan sosial). Stimulus (welas diri) timbul akibat dari pengalaman yang pernah dirasakan oleh individu, dalam hal ini respon akan timbul melalui bantuan dari rangsangan atau stimulus dukungan sosial dan welas diri. Stimulus dan respon yang saling berinteraksi ini memotivasi peserta didik tersebut untuk bangkit dan belajar sehingga akan tercipta perubahan tingkah laku peserta didik yang berkenaan dengan ketahanan akademik.

1. Hubungan dukungan sosial dengan ketahanan akademik

Teori behaviorisme menekankan pada pemahaman belajar dapat terjadi ketika stimulus dan respon saling berinteraksi untuk memengaruhi tingkah laku. Berdasarkan teori ini terlihat jelas bahwa keluarga, teman sebaya, guru, lingkungan masyarakat sebagai stimulus atau rangsangan mempunyai peranan terhadap peningkatan dan penumbuhan ketahanan akademik peserta didik. Dukungan sosial penting untuk menunjang pembentukan dan peningkatan ketahanan pada peserta didik, karena dengan adanya dukungan sosial yang tinggi maka akan membantu peserta didik untuk mengatasi segala kecemasan, beradaptasi terhadap lingkungan disekitarnya hingga peningkatan prestasi akademik mereka.

Dukungan yang diperoleh berupa informasi, perhatian, rasa kepedulian, penghargaan dan keberadaan individu lain untuk membantu dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi, membuat individu lebih siap dan optimis menghadapi berbagai kondisi yang kurang menyenangkan. Dukungan sosial yang baik akan memberikan pengaruh terhadap segala hal yang dilakukan oleh individu, termasuk dengan kemampuan ketahanan akademik. Penelitian

(13)

yang dilakukan Nurhayati & Hidayat (2019) dan Satyaningrum (2014) mengungkapkan bahwa dukungan sosial berpengaruh positif terhadap pembentukan ketahanan akademik remaja. Penelitian yang dilakukan Ahmed, et al (2018) juga menunjukkan bahwa dukungan sosial memiliki pengaruh yang positif terhadap ketahanan akademik mereka. Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti menduga bahwa terdapat hubungan positif antara dukungan sosial dengan ketahanan akademik.

2. Hubungan welas diri dengan ketahanan akademik

Teori behaviorisme menjelaskan bahwa belajar merupakan perubahan sikap ataupun tingkah laku setelah terjadinya interaksi antara stimulus dan juga respon. Welas diri terjadi dalam diri masing-masing individu, dikarenakan hal tersebut muncul dari pengalaman yang pernah dirasakan oleh individu. Teori behaviorisme menekankan pada pengukuran karena memiliki peranan penting untuk menentukan ada tidaknya perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Perubahan perilaku ini yang dapat mengarahkan pada welas diri individu. Peserta didik yang mempunyai welas diri yang baik dapat menjaga keseimbangan diri ketika berada pada kondisi kurang menyenangkan, dapat meningkatkan perasaan positif yang mampu menurunkan kecemasan hingga meminimalisirkan rasa kurang nyaman akibat tekanan dan tuntutan yang dimiliki. Apabila peserta didik memiliki rasa welas diri yang rendah, maka akan semakin terpuruk dengan keadaan dan terus menyalahkan dirinya sendiri atas kegagalan tersebut. Peserta didik tersebut akan terus meratapi kemalangan tanpa berusaha untuk bangkit dari keadaan yang kurang menyenangkan tersebut. Peserta didik yang telah merasakan dampak dari stimulus atau rangsangan ini akan timbul kemauan untuk bangkit dan motivasi untuk belajar, oleh karena itu penting untuk memunculkan rasa welas diri. Penelitian yang telah dilakukan oleh Bustam, dkk (2021); Hasanah

& Hidayat (2017); dan Sofiachudari & Setyawan (2018) memberikan penjelasan bahwa terdapat hubungan positif antara welas diri dengan ketahanan akademik. Berdasarkan penjabaran tersebut, peneliti menduga

(14)

bahwa terdapat hubungan positif antara welas diri dengan ketahanan akademik.

3. Hubungan dukungan sosial dan welas diri dengan ketahanan akademik

Ketahanan akademik memiliki peranan yang penting dalam membantu peserta didik untuk bangkit dari tekanan akademik yang dialaminya serta mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya dalam bidang akademik.

Adanya ketahanan akademik yang tinggi akan memberikan hasil dan kualitas belajar yang optimal. Ketahanan akademik ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu dukungan sosial dan welas diri. Berdasarkan teori behaviorisme yang menekankan pada pemahaman belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon, stimulus pada teori behaviorisme dapat berasal dari luar diri peserta didik dan dalam penelitian ini dukungan sosial merupakan stimulus yang berasal dari luar diri peserta didik yang dapat mendorong dan menumbuhkan ketahanan akademik peserta didik untuk menghasilkan hasil belajar yang optimal. Bukan hanya dukungan sosial saja, namun welas diri juga terjadi, dikarenakan hal tersebut muncul dari pengalaman-pengalaman yang pernah dirasakan oleh individu. Peserta didik yang memiliki welas diri yang baik akan membuatnya sadar dan menerima apa yang tengah terjadi dan dialaminya sehingga, peserta didik tersebut akan berusaha untuk bangkit dari hal dan kondisi yang kurang menyenangkan. Berdasarkan penjabaran tersebut, dapat diduga bahwa dukungan sosial dan welas diri mempunyai hubungan positif dengan ketahanan akademik. Berdasarkan dua faktor tersebut, dapat diduga dukungan sosial dan welas diri mempunyai hubungan positif dengan ketahanan akademik.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti akan meneliti tentang hubungan dukungan sosial dan welas diri dengan ketahanan akademik. Kerangka berpikir penelitian ini digambarkan melalui bagan berikut ini:

(15)

Gambar 2. 1 Kerangka Berpikir

Fenomena Masalah:

1. Tuntutan akademik dari pihak sekolah hingga keluarga yang diterima oleh peserta didik dapat menjadikan peserta didik mengalami stres, kegagalan akademik serta berada dalam kondisi yang sulit.

2. Perkembangan ilmu pengetahuan yang kompetitif menghasilkan tekanan psikologis bagi peserta didik.

3. Peserta didik tidak akan bisa mengatasi dampak kesulitan ataupun tantangan akademik apabila tidak memiliki ketahanan atau resiliensi.

Teori Behaviorisme

Teori behaviorisme mengatakan bahwa belajar terjadi apabila stimulus dan respon berinteraksi untuk memengaruhi tingkah laku.

Hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku.

Dukungan Sosial (X1)

Welas Diri (X2)

Ketahanan Akademik (Y)

Penelitian relevan:

Ahmed, et al (2018) Johnson (2008)

Nurhayati & Hidayat (2019)

Satyaninrum (2014)

Penelitian relevan:

Bustam, dkk (2021) Hasanah & Hidayat (2017) Sofiachudairi & Setyawan (2018)

(16)

C. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang telah dirumuskan akan tetapi jawaban ini belum diuji kebenarannya. Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dijabarkan, maka beberapa rumusan hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan positif antara dukungan sosial dengan ketahanan akademik peserta didik akuntansi dan keuangan lembaga SMK Batik 1 Surakarta.

2. Terdapat hubungan positif antara welas diri dengan ketahanan akademik peserta didik akuntansi dan keuangan lembaga SMK Batik 1 Surakarta.

3. Terdapat hubungan positif antara dukungan sosial dan welas diri secara bersama-sama dengan ketahanan akademik peserta didik akuntansi dan keuangan lembaga SMK Batik 1 Surakarta.

Referensi

Dokumen terkait

رد هﺮﻗ ﺔﺸﻗﺎﻨﻣ ،عﻮﻤﺠﻣ نﺎـﺠﻳﺎﺑرذآ يرﻮـﻬﻤﺟ و نﺎﺘﺴـﻨﻣرا ،ﻪـﻴﻛﺮﺗ ﻲﻜﻴﺘﻴﻠﭘﻮـﺋژ ﻊﻓﺎـﻨﻣ ﺎـﺑ نﺎﻨﭼ غﺎﺑ ﻲﻣ ﻪﻛ ﺖﺳا هدرﻮﺧ هﺮﮔ ﻦﻴﻴﻌﺗ ار نآ ناﻮﺗ هﺪﻨﻨﻛ ﻦـﺑ رد ﻞﻣﺎﻋ ﻦﻳﺮﺗ ﻪـﺳ ﻦـﻳا ﻦﻴـﺑ