• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Repository UNISBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA - Repository UNISBA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Stunting

2.1.1.1. Definisi Stunting

Stunting adalah kondisi yang terjadi pada balita yang mengalami gagal tumbuh yang diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis sehingga anak lebih pendek dari usianya. Balita pendek (stunting) dilihat dari panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya kurang dari dua standar deviasi WHO-MGRS, sedangkan jika balita yang kategori sangat pendek (severely stunting) adalah kurang dari tiga standar deviasi. Namun menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes), stunting adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2 standar deviasi (stunting) dan kurang dari – 3 standar deviasi (severely stunting).9

Stunting merupakan masalah kekurangan asupan gizi kronis yang disebabkan oleh pemberian asupan gizi yang kurang dengan waktu yang lama dan pemberian asupan makanan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi sejak masih dalam masa janin dalam kandungan akibat faktor defisiensi nutrisi dari ibu yang mengandung bayi. Kekurangan gizi pada usia dini memudahkan anak untuk terserang penyakit dan menurunkan kemampuan kognitif anak yang dapat berakibat kerugian ekonomi jangka panjang bagi negara.10

2.1.1.2. Etiologi

Menurut WHO, penyebab stunting dibagi menjadi empat kategori faktor utama yang nantinya dapat menyebabkan anak menjadi stunting. Empat kategori

(2)

faktor tersebut adalah faktor keluarga dan rumah tangga, faktor pemberian makanan yang tidak memadai, faktor pemberian ASI, dan faktor infeksi. Faktor-faktor tersebut dijabarkan lagi menjadi beberapa faktor terdiri dari11 :

1. Faktor keluarga dan rumah tangga a. Faktor maternal

1. Gizi buruk sebelum kehamilan, kehamilan, dan menyusui 2. Perawakan ibu yang pendek

3. Infeksi

4. Kehamilan saat remaja 5. Kesehatan mental

6. IUGR dan kelahiran prematur 7. Jarak kehamilan pendek 8. Hipertensi

b. Faktor lingkungan rumah

1. Stimulasi dan aktivitas anak yang tidak memadai 2. Praktik prawatan yang buruk

3. Food insecurity

4. Alokasi makanan dalam rumah tangga yang tidak sesuai 5. Pendidikan pangasuhan yang rendah

2. Faktor pemberian makanan yang tidak memadai a. Faktor kualitas makan yang buruk

1. Kualitas makronutrien yang buruk

2. Keanekaragaman makanan dan asupan makanan hewani yang rendah

(3)

3. Kandungan anti-nutrisi

4. Kandungan energi yang rendah dari makanan pendamping b. Faktor praktik pemberian makanan yang tidak adekuat

1. Pemberian makanan yang jarang

2. Pemberian makanan yang tidak mencukupi selama dan setelah sakit

3. Konsistensi makanan yang tipis

4. Pemberian makanan dalam jumlah yang tidak mencukupi 5. Pemberian makanan yang tidak responsif

c. Faktor keamanan makanan dan minuman 1. Makanan dan air yang terkontaminasi 2. Praktik kebersihan yang buruk

3. Penyimpanan dan persiapan makanan yang tidak aman 3. Faktor pemberian ASI

a. Inisiasi yang tertunda b. Menyusui non eksklusif c. Penghentian menyusui dini 4. Faktor infeksi

a. Infeksi enterik : penyakit diare, enteropati lingkungan b. Infeksi pernapasan

c. Malaria d. Peradangan

(4)

2.1.1.3. Faktor Risiko

Masalah stunting memiliki beberapa faktor risiko, salah satunya adalah berat badan lahir rendah. Berat badan lahir rendah memiliki risiko lebih besar 4,47 kali dibandingkan balita dengan berat badan lahir normal. Berat badan lahir menjadi salah satu indikator kesehatan pada bayi dan sering digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan janin pada masa kandungan mendapat gizi yang baik atau tidak. Akibat lahir dengan berat badan rendah dan jika tidak ditangani dengan baik, bayi akan lebih rentan terhadap pengaruh lingkungan yang kurang baik di masa yang akan datang.12

Faktor kejadian stunting pada balita dapat dipengaruhi juga akibat panjang badan lahir yang kurang dari standar (<48 cm). Bayi dengan panjang badan lahir yang rendah memiliki risiko lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan dengan bayi dengan panjang badan saat lahir normal (>48 cm). Panjang badan lahir di bawah rata rata biasanya diakibatkan mengalami retardasi pertumbuhan saat di dalam kandungan. Retardasi ketika di dalam kandungan dapat menunjukan status gizi dan kesehatan ibu pada saat hamil mengalami kekurangan, salah satunya dipengaruhi kondisi anemia saat hamil, sehingga menyebabkan bayi lahir dengan panjang yang kurang.12

Faktor selanjutnya adalah faktor pemberian ASI (Air susu ibu), berdasarkan hasil penelitian Khoirun Ni’mah dan Siti Nadhiroh menunjukan bahwa balita yang tidak mendapatkan ASI ekslusif selama enam bulan pertama, lebih berisiko terkena stunting dengan angka 88,2% dibandingkan dengan kelompok balita yang mendapatkan ASI ekslusif.(2014) Manfaat yang dimiliki ASI sangat banyak, yaitu meningkatkan imunitas anak terhadap peyakit, menurunkan frekuensi diare,

(5)

konstipasi kronis dan lain sebagainya. Pengaruh pemberian ASI ekslusif selama enam bulan pertama sangat besar terhadap mengurangi angka kejadian stunting sehingga WHO merekomendasikan untuk memberi intervensi agar ibu meningkatkan pemberian ASI ekslusif selama enam bulan pertama lahir. Pada tahun 2030, angka stunting dapat menurun sesuai yang ditargetkan dalam WHO Global Nutrition Targets 2030.12

Pendapatan keluarga rendah dapat mempengaruhi kejadian stunting, karena berdampak pada status ekonomi menjadi rendah sehingga memungkinkan ibu mendapatkan asupan gizi yang kurang layak sehingga dapat mempengaruhi kejadian anemia pada saat kehamilan lebih meningkat. Apabila status ekonominya ditingkatkan dengan baik, maka lebih memungkinkan untuk mendapatkan dan memperoleh pelayanan umum lebih baik, seperti pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Dampak baiknya, ibu hami mendapatkan status gizi yang baik, sehingga hal tersebut dapat memastikan kebutuhan gizi ibu terjamin.12

Faktor asupan gizi ibu saat kehamilan yang kurang dapat memengaruhi panjang atau berat badan saat lahiran yang kurang dari standar. Salah satu kurangnya adalah rendahnya asupan protein. Protein membentuk beberapa komponen dalam darah, seperti albumin dan hemoglobin kedua komponen tersebut berfungsi salah satunya mengangkut oksigen dan karbon dioksida, albumin serum juga turut mengandung protein dan ada juga yang lain seperti vitamin A yang terikat pada protein sebagai Retinol Binding Protein. Dalam perkembangan fisik janin sangat dibutuhkan asupan protein untuk ibu hamil agar anak terhindar dari terjadinya stunting.12

(6)

2.1.1.4. Epidemiologi

Prevalensi stunting di dunia masih terbilang sangat tinggi, dikarenakan pada tahun 2017 UNICEF (United Nations Children's Fund), WHO dan World Bank Group Joint Child Malnutrition Estimates, merilis prevalensi angka stunting di dunia mencapai 22,2% atau sekitar 150.8 juta anak di bawah usia lima tahun mengalami stunting.13 Sedangkan di Indonesia menurut Riskesdas tahun 2018, prevalensi pendek dan sangat pendek mencapai 30,8%. Angka tersebut bukan jumlah yang sedikit, bagi bibit penerus bangsa sungguh jumlah tersebut sangat ditakutkan oleh negera.3

Gambar 2. 1. Prevalensi stunting di Indonesia Dikutip dari: Riskesdas 20183

2.1.1.5. Dampak Stunting

Stunting memiliki akibat fatal terhadap produktivitas seseorang di masa dewasa. Anak stunting sering mengalami kesulitan dalam belajar membaca dibandingkan dengan anak yang normal, potensi tumbuh kembang yang tidak sempurna bisa dialami oleh anak stunting dan berisiko lebih tinggi untuk terkena

(7)

penyakit tidak menular, serta kemampuan motorik yang kurang. Stunting dapat menyebabkan atau mengindikasikan adanya gangguan pertumbuhan yang berdampak pada organ organ tubuh, dan otak biasanya salah satu organ yang paling cepat mengalami kerusakan, otak merupakan organ yang berperan sebagai pusat saraf yang sangat berkaitan dengan respon anak untuk berpikir, melihat, mendengar serta melakukan gerakan.14

Pengaruh terhadap prestasi belajar sangat berdampak akibat stunting menurut penelitian Picauly dan Magdalena menemukan bahwa setiap kenaikan status gizi tinggi badan berdasarkan umur anak sebesar satu dalam skala deviasi, maka prestasi belajar anak meningkat sebesar 0,444 sehingga dapat disimpulkan bahwa stunting berdampak sangat signifikan terhadap prestasi anak.14

2.1.1.6. Patogenesis

Pertumbuhan janin diatur oleh interaksi kompleks antara status gizi ibu, sinyal endokrin dan metabolisme dan perkembangan plasenta. Kurang gizi ibu berkontribusi sekitar 20% dari kematian ibu dan meningkatkan risiko hasil kehamilan yang merugikan, kematian anak dan stunting. Karena bayi sepenuhnya bergantung pada ibu mereka untuk gizi selama 500 hari pertama kehidupan, beberapa percobaan telah berfokus pada peningkatan status gizi ibu. Prenatal multipel mikronutrien dan pemberian energi dan protein seimbang untuk ibu masing-masing mengurangi SGA sebesar 9% dan 31%. Suplementasi zat besi harian selama kehamilan mengurangi berat badan lahir rendah sebesar 20% 64 tetapi suplementasi seng tidak memiliki efek signifikan pada berat lahir.

Suplementasi kalsium pada wanita hamil meningkatkan berat badan lahir hingga 85 g.

(8)

2.1.1.7. Patofisiologis

Anak-anak yang mengalami malnutrisi memiliki gangguan fisiologi yang kompleks, gangguan integritas mukosa, status makro dan mikro-nutrisi yang buruk, dan beberapa koinfeksi, dan membedakan faktor-faktor penyebab ini merupakan tantangan. Kekurangan gizi tampaknya memengaruhi imunitas bawaan dan adaptif, tetapi studi yang dirancang lebih hati-hati dan kontemporer mengenai kohort longitudinal yang dikarakterisasi dengan baik, termasuk anak-anak kontrol yang dipelihara dengan baik, menggunakan teknik imunologi modern, akan membantu untuk memahami imunologi stunting dengan lebih baik.15

Stunting adalah salah satu faktor risiko utama, bersama dengan stimulasi kognitif yang tidak memadai, defisiensi yodium dan anemia defisiensi besi, karena kegagalan untuk mencapai penuh potensi perkembangan. Anak-anak yang terhambat memiliki gangguan perkembangan perilaku di awal kehidupan, lebih kecil kemungkinannya untuk mendaftar di sekolah atau terlambat masuk, cenderung mencapai nilai yang lebih rendah dan memiliki kemampuan kognitif yang lebih buruk dari pada anak-anak yang tidak terhambat. Lebih jauh lagi, anak- anak yang terhambat lebih apatis, menunjukkan perilaku yang kurang mengeksplorasi dan telah mengubah gairah fisiologis. Selain itu, kekurangan gizi, defisiensi mikronutrien (terutama zat besi), infeksi berulang, apatis, eksplorasi berkurang, kemiskinan, pendidikan ibu yang rendah dan stimulasi yang menurun sering hidup berdampingan dalam rumah tangga yang sama, dan semuanya cenderung mempengaruhi perkembangan anak.15

(9)

2.1.1.8. Skema Stunting

Gambar 2. 2. Skema Stunting

Dikutip dari : WHO Childhood Stunting: Challenges and opportunities11

(10)

2.1.2. Ibu Hamil

2.1.2.1. Definisi Kehamilan

Kehamilan adalah perkembangan dan pertumbuhan janin intrauterin yang dimulai sejak terjadinya konsepsi sampai awal persalinan. Kehamilan sangat melibatkan emosional, sosial, dan tentunya perubahan fisik. Masa normal kehamilan lamanya berlangsung 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) yang dihitung ketika terakhir mengalami haid. Janin dalam kandungan berkembang bersamaan dengan usia kehamilan, sehingga ketika ibu mengalami kehamilan sangat perlu untuk mendapatkan perhatian khusus agar tidak menimbulkan masalah atau gangguan pada saat kehamilan, persalinan maupun nifas, yang ditakutkan bisa mengalami kematian ibu dan bayi atau bayi yang dilahirkan mengalami gangguan.16

2.1.2.2. Anemia Saat Kehamilan

Anemia dapat didefinisikan sebagai kadar hemoglobin di bawah batas normal, sebagian besar ibu yang dianggap mengalami anemia yang memiliki kadar hemoglobin di bawah 11 g/dl sedangkan di atas 11 g/dl adalah normal menurut Ngurah Rai. Seorang wanita hamil membutuhkan kebutuhan oksigen lebih tinggi yang memicu peningkatan produksi eritropoietin sehingga sangat rentan mengalami anemia defisiensi besi. Hal ini dapat menyebabkan volume sel darah merah meningkat dan plasma meningkat. Akibat dari peningkatan plasma maka plasma memiliki peningkatan proporsi yang lebih besar jika dibandingkan peningkatan eritrosit, yang dapat mengakibatkan penurunan konsentrasi dari hemoglobin akibat hemodilusi.17

(11)

Anemia ketika kehamilan dapat berdampak fatal karena dapat mengganggu perkembangan mental, kapasitas kerja, dan motorik pada perkembangan bayi.

Selain itu, dampak negatif dari anamia pada ibu hamil dapat menyebabkan kelahiran prematur, keguguran, dan berat lahir rendah.17

2.1.3. Hemoglobin 2.1.3.1. Definisi

Hemoglobin merupakan suatu protein berbentuk tetramerik yang berfungsi dalam membawa oksigen dari paru–paru ke jaringan dan karbondioksida dari jaringan ke paru–paru yang lalu akan dikeluarkan ke luar tubuh melalui proses pernapasan. Hemoglobin terbagi menjadi dua struktur, yaitu heme dan globin.

Struktur yang memiliki kemampuan dalam menyimpan dan mengangkut oksigen adalah heme. Heme merupakan suatu tetrapirol siklik yang terbentuk dari molekul – molekul pirol yang dihubungkan oleh jembatan metina. Dalam satu heme pada hemoglobin dapat mengikat empat molekul oksigen tiap tetramernya. Selain menjadi pembawa oksigen dan karbondioksida, heme memberikan warna merah pada sel darah merah.18

Hemoglobin memiliki dua subunit polipeptida. Masing – masing subunit tergantung dari jenis hemoglobin pada suatu individu. Terdapat beberapa jenis hemoglobin, yaitu18

a. Hemoglobin A (HbA) : terdiri dari α2β2 yang dimiliki oleh orang dewasa normal,

b. Hemoglobin F (HbF) : terdiri dari α2γ2 yang dimiliki oleh janin, c. Hemoglobin Sel Sabit (HbS) : terdiri dari α2βS2

(12)

d. Hemoglobin Dewasa Minor : terdiri dari α2δ2

Komposisi subunit hemoglobin mangalami perubahan kompleks selama tumbuh kembang janin. Pada awalnya, janin manusia membentuk tetramer Ꜫ2ε2. Subunit Ꜫ2ε2 kemudian berubah menjadi HbF (α2γ2) pada akhir trimester pertama.

Sintesis subunit β dimulai pada trimester ketiga, namun belum dapat mengganti seluruh subunit γ agar membentuk HbA hingga beberapa hari setelah masa kelahiran.

2.1.3.2. Pembentukan Hemoglobin

Proeritroblas memulai sintesis hemoglobin yang nantinya berlanjut dengan stadium retikulosit pada pembentukan sel darah merah, sehingga ketika retikulosit menuju aliran darah, retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin sampai sel terebut menjadi eritrosit yang matang.19

Tahapan dasar proses kimiawi pembentukan hemoglobin. Pertama terdapat glisin yang akan berikatan dengan suksinil-KoA, yang sudah dibentuk dalam sikus Krebs, sehingga nantinya akan membentuk molekul pirol. Ketika terdapat empat pirol sehinga akan bergabung membentuk protoporfirin IX, dan protoporfirin IX ini akan berikatan dengan besi sehingga membentuk molekul heme. Terdapat rantai polipeptida panjang yaitu globin yang disintesis oleh ribosom yang akan bergabung dengan hame sehingga membentuk suatu subunit hemoglobin atau disebut rantai hemoglobin. Setiap empat rantai hemoglobin nantinya akan membentuk hemoglobin yang lengkap. Dan berat satu rantai hemoglobin memiliki berat molekul sekitar 16.000.19

(13)

Gambar 2. 3. Pembentukan hemoglobin Dikutip dari: Guyton edisi 1219

Gambar 2. 4. Struktur dasar molekul hemoglobin Dikutip dari: Guyton edisi 1219

(14)

2.1.3.3. Peran Hemoglobin Dalam Transfusi Oksigen Ke Janin

Pada saat kehamilan fetus dapat memperoleh oksigen yang cukup, sedangkan PO2yang menuju plasenta hanya sekitar 30 mmHg. Ada beberapa alasan bagaimana kadar PO2 yang rendah membuat fetus mentranspor oksigen ke jaringan fetus hampir sama banyak jumlah oksigen yang ditranspor oleh darah ibu menuju jaringan.19

Pertama, hemoglobin fetal merupakan hemoglobin utama yang terdapat pada fetus, hemoglobin fetal merupakan hemoglobin yang disintesis oleh fetus ketika sebelum kelahiran. Fungsi dari hemoglobin fetal ini memiliki kekuatan lebih tinggi dibandingkan dengan hemoglobin ibu, dimana hemoglobin fetal pada keadaan PO2 yang rendah dalam darah fetus, dapat mengangkut 20-30%

dibandingkan oksigen yang dapat diangkut hemoglobin ibu.19

Kedua, konsentrasi hemoglobin darah dalam fetus memiliki konsentrasi kira-kira 50 persen lebih besar dari hemoglobin ibu, sehingga hal ini sangat mempengaruhi faktor penting untuk dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ditrasnpor ke jaringan fetus.19

Ketiga, efek Bohr merupakan mekanisme agar meningkatkan traspor oksigen oleh darah fetus. Hemoglobin dapat membawa lebih banyak oksigen ketika kadar PCO2 lebih sedikit dibandingkan PCO2 yang lebih banyak. Ketika darah fetus yang akan memasuki plasenta memiliki kandungan karbon dioksida lebih besar namun karbon dioksida ini akan berdifusi dari darah fetus menuju darah ibu. Akibat peningkatan karbon dioksida yang tinggi dalam darah ibu mengakibatkan darah ibu menjadi lebih asam, sedangkan darah fetus akan lebih alkalis. Sehingga perubahan

(15)

ini akan berdampak meningkatnya kadar oksigen dalam darah fetus sedangkan kadar oksigen dalam darah ibu akan lebih menurun.19

Ketiga faktor itu yang mengakibatkan suplai oksigen ke janin akan lebih banyak meskipun darah yang meninggalkan plasenta hanya mempunya Po sebesar 30 mmHg, jumlah tersebut sebanding dengan jumlah kapasitas pada paru bayi yang baru lahir, dan kapasitas keseluruhan plasenta untuk oksigen pada saat aterm adalah sekitar 1,2 mililiter oksigen per menit per mililiter air raksa yang beda tekanan oksigen di seluruh membran.19

2.1.3.4. Pemecahan Hemoglobin

Ketika hemoglobin dilepaskan dari sel darah merah, nantinya hemoglobin ini akan segera difagosit oleh sel-sel makrofag yang banyak terdapat dalam bagian tubuh terutama oleh makrofag sumsum tulang, makrofag limpa dan sel-sel Kupffer hati. Dalam waktu beberapa jam atau hari sesudahnya, besi yang terdapat dalam hemoglobin akan dilepaskan oleh makrofag dan akan dihantarkan lagi menuju dalam darah yang diangkut oleh feritin, makrofag nantinya akan mengubah juga porfirin yang berasal dari molekul hemoglobin menjadi pigmen empedu bilirubin, yang nantinya akan dialirkan dalam darah dan akan ditampung menjadi cairan empedu untuk disekresikan keluar tubuh.19

2.1.3.5. Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Hemoglobin Saat Kehamilan Berbagai faktor dapat mempengeruhi kadar hemoglobin dalam kehamilan.

Dalam penelitian Marienne dan teman teman, kadar hemoglobin memiliki perbedaan yang signifikan pada remaja yang memiliki tempat tinggal di

(16)

pegunungan dan tepi pantai. Hasil penelitian tersebut menunjukkan rata - rata kadar hemoglobin pada remaja dengan status gizi baik di daerah pegunungan sekitar 14,1 g/dL, lebih tinggi dari pada kadar hemoglobin remaja dengan status gizi baik di daerah tepi pantai yaitu sekitar 12,5 g/dL.20 Hal ini membuktikan bahwa ketinggian tempat tinggal mempengaruhi kadar hemoglobin.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Putu, Shirley, dan Lely di Puskesmas Lolak, Manado, kadar hemoglobin tidak ada hubungannya dengan jarak kehamilan, usia ibu, usia kehamilan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan status pekerjaan. Pada penelitian ini pun ditemukan tidak ada hubungan statistik antara pola konsumsi dan kadar hemoglobin.21 Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Indah Oktaviani dan teman teman yang menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara kadar hemoglobin dan usia ibu.22 Usia ibu dengan kadar hemoglobin terendah adalah usia yang kurang dari 20 tahun.23 Penelitian ini juga menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara kadar hemoglobin dan paritas pada ibu hamil.22 Beberapa penelitian membuktikan bahwa semakin banyak paritas pada ibu hamil, maka semakin besar risiko terjadinya anemia.24 Selain itu, kepatuhan dalam konsumsi zat besi juga menjadi faktor signifikan dalam perubahan kadar hemoglobin pada masa kehamilan.22

2.2. Kerangka Pemikiran

Salah satu faktor anak mengalami stunting yang cukup berperan adalah status gizi ibu saat kehamilan. Status gizi ibu dapat mempengaruhi kesehatan janin yang dikandung karena terdapat salah satu komponen biokimia yang terdapat di dalam darah ibu yang berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh bagian tubuh

(17)

termasuk ke dalam bagian sang janin yaitu hemoglobin. Tingkat tinggi rendahnya gizi ibu dapat juga mempengaruhi tinggi rendahnya kadar hemoglobin dalam darah ibu. Ketika kadar hemoglobin dalam darah ibu mengalami kekurangan atau dalam kondisi rendah, ditakutkan hal tersebut akan menghambat perkembangan janin. Hal ini dapat terjadi karena kadar hemoglobin cukup berperan dalam menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh termasuk ke plasenta yang nantinya akan diangkut oleh hemoglobin fetus yang terdapat dalam darah janin.

(18)

Gambar 2. 5. Kerangka pemikiran Keterangan :

: Variabel yang tidak diteliti : Variabel yang diteliti

(19)

Referensi

Dokumen terkait

0.48 I was asking for help from my caregivers during pain 0.46 Labor pain becomes more intense 0.46 The severity of my labor pain was less than I had heard 0.45 I had enough

Mampu menjelaskan prinsip penyusunan gizi seimbang ibu hamil sesuai status kesehatan 6 Mampu menjelaskan prinsip penyusunan gizi seimbang ibu hamil sesuai zat gizi dalam makanan 7