• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.3 Laporan Keuangan

A. Pengertian Laporan Keuangan

“Umumnya laporan keuangan meliputi ikhtisar-ikhtisar yang menggambarkan posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas serta perubahan ekuitas sebuah organisasi dalam satu periode waktu tertentu” (Samryn, 2011:30).

Menurut Fahmi (2014:22) “laporan keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan kondisi suatu perusahaan, dimana selanjutnya itu akan menjadi suatu informasi yang menggambarkan tentang kinerja suatu perusahaan”.

Menurut Martani dkk (2016:138) “laporan keuangan merupakan informasi utama tentang posisi keuangan entitas karena merangkum elemen-elemen yang berhubungan langsung dengan pengukuran posisi keuangan, yaitu asset, liabilitis dan ekuitas”. Pendapat lain dikemukakan oleh Kasmir (2017:7) yang menyatakan

“laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu”.

Dengan demikian dapat diartikan bahwa laporan keuangan adalah suatu informasi yang menggambarkan posisi atau kondisi keuangan perusahaan dalam suatu waktu periode yang mencakup ikhtisar atau elemen-elemen yang berhubungan dengan keuangan perusahaan.

(2)

B. Jenis Laporan Keuangan

Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan modal dan catatan atas laporan keuangan (Samryn, 2011:30).

1. Neraca

Suatu laporan yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan pada saat tertentu yang terdiri dari aktiva, kewajiban dan ekuitas.

2. Laporan Laba Rugi

Suatu ikhtisar yang menggambarkan total pendapatan dan total biaya, serta laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode akuntansi tertentu.

Laba atau rugi yang dihasilkan dari ikhtisar ini menjadi bagian dari kelompok ekuitas dalam neraca.

3. Laporan Arus Kas

Laporan arus kas menunjukkan saldo kas akhir perusahaan yang dirinci atas arus kas bersih dari aktivitas operasi, arus kas bersih dari aktivasi investasi, serta arus kas bersih dari aktivitas pendanaan. Hasil penjumlahan ketiga kelompok arus kas tersebut dijumlahkan dengan saldo awal kas yang akan menghasilkan saldo kas pada akhir periode akuntansi yang dilaporkan.

4. Laporan Perubahan Modal

Laporan ini merupakan ikhtisar yang menunjukkan perubahan modal dari awal periode akuntansi menjadi saldo modal akhir tahun setelah ditambah dengan laba tahun berjalan dan dikurangi dengan pembagian laba seperti

(3)

prive dalam perusahaan perorangan atau deviden dalam perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas.

5. Catatan Atas Laporan Keuangan

Laporan keuangan yang lengkap biasanya memuat catatan atas laporan keuangan yang menjelaskan tentang gambaran umum perusahaan, kebijakan akuntansi perusahaan, serta penjelasan atas pos-pos signifikan dari laporan keuangan perusahaan.

C. Pengertian Analisis Laporan Keuangan

Kasmir (2009:92) menjelaskan, supaya laporan keuangan menjadi lebih berarti sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh berbagai pihak, maka perlu dilakukan analisis terhadap laporan keuangan tersebut. Menurut Syamsuddin (2011:37) “analisis laporan keuangan pada dasarnya merupakan perhitungan rasio-rasio untuk menilai keadaan keuangan perusahaan di masa lalu, saat ini dan kemungkinannya di masa depan“.

Analisis laporan keuangan adalah rangkaian proses yang dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi perubahan-perubahan yang ada dalam laporan keuangan menggunakan alat-alat analisis sebagai wujud keberhasilan suatu perusahaan dalam menjalankan usahanya (Ramadhan, Syarfan, 2016:193).

Sedangkan menurut Marganingsih (2017:16) “analisis laporan keuangan merupakan alat yang digunakan dalam memahami masalah dan peluang yang terdapat dalam laporan”.

Jadi dapat diketahui bahwa analisis laporan keuangan adalah analisis yang dilakukan terhadap laporan keuangan perusahaan guna mendapatkan informasi

(4)

yang lebih pasti dan mudah dipahami menggunakan rasio untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan tersebut.

D. Tujuan dan Manfaat Analisis

Kasmir (2017:68) menjelaskan bahwa terdapat beberapa tujuan dan manfaat bagi berbagai pihak dengan adanya analisis laporan keuangan. Secara umum dikatakan bahwa tujuan dan manfaat analisis laporan keuangan adalah:

1. Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode tertentu, baik harta, kewajiban, modal maupun hasil usaha yang telah dicapai untuk beberapa periode.

2. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi kekurangan perusahaan.

3. Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki.

4. Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu dilakukan ke depan yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan saat ini.

5. Untuk melakukan penilaian kinerja manajemen ke depan apakah perlu penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal.

6. Dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan sejenis tentang hasil yang mereka capai.

2.1.4 Kinerja Keuangan

A. Pengertian Kinerja Keuangan

Arfah (2011:137) menyatakan kinerja keuangan merupakan tingkat pencapaian hasil atau tujuan perusahaan, tingkat pencapaian misi perusahaan dan pelaksanaan tugas secara aktual. Beda halnya dengan pendapat Fahmi (2013:239)

(5)

yang menjelaskan “kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar”.

Ramadhan dan Syarfan (2016:194) secara singkat mengungkapkan bahwa pada dasarnya kinerja keuangan adalah tingkat prestasi suatu perusahaan. Selain itu Fibriyanti (2018:890) menerangkan bahwa kinerja keuangan dari suatu perusahaan adalah gambaran tingkat kesehatan perusahaan tersebut dalam suatu waktu periode tertentu.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk dapat mengetahui sejauh mana prestasi perusahaan yang telah dicapai dan sekaligus melihat tingkat kesehatan perusahaan tersebut.

B. Pengukuran Kinerja Keungan dengan Rasio Keuangan

Hantono (2018:9) menjelaskan bahwa beberapa rasio keuangan yang bisa digunakan untuk menganalisis perkembangan keuangan perusahaan yaitu:

1. Rasio Likuiditas

Adalah suatu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi seluruh kewajiban atau utang-utang jangka pendeknya. Ada beberapa rasio yang masuk dalam kategori rasio likuditas:

a. Current Ratio

Menunjukkan jumlah kewajiban lancar yang dijamin pembayarannya oleh aktiva lancar. Semakin tinggi hasil perbandingan aktiva lancar dengan kewajiban lancar, semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk menutupi kewajiban jangka pendeknya.

(6)

Rumus:

b. Quick Ratio

Mengukur apakah perusahaan memiliki asset lancar (tanpa harus menjual persediaan) untuk menutup kewajiban jangka pendeknya, semakin baik kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban lancarnya.

Rumus:

c. Cash Ratio

Merupakan alat untuk mengukur likuiditas dengan membandingkan antara jumlah kas dengan utang lancar.

Rumus:

d. Working Capital to Total Assets Ratio

Menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban utang lancarnya dari total aktiva dan posisi modal kerja.

Rumus:

2. Rasio Leverage atau Solvabilitas

Solvabilitas adalah rasio yang digunakan untuk menghitung leverage perusahaan. Ada beberapa yang termasuk dalam kelompok rasio leverage, yaitu:

(7)

a. Debt to Equity (DER)

Debt to Equity (DER) adalah rasio yang menujukkan sejauh mana modal sendiri menjamin seluruh utang. Rasio ini juga dapat dibaca sebagai perbandingan antara dana pihak luar dengan dana pemilik perusahaan.

Rumus:

b. Long Term Debt to Equity Ratio

Rasio ini menunjukkan sejauh mana modal sendiri menjamin seluruh utang jangka panjang perusahaan.

Rumus:

c. Debt to Assets Ratio

Rasio ini mengukur bagian aktiva yang digunakan untuk menjamin keseluruhan kewajiban.

Rumus:

3. Rasio Aktifitas

Rasio aktifitas adalah rasio yang menunjukkan efektivitas manajemen perusahaan dalam mengelola bisnisnya. Rasio yang termasuk dalam kelompok rasio aktivitas adalah:

(8)

a. Receivable Turnover

Piutang yang dimiliki oleh perusahaan mempunyai hubungan erat dengan volume penjualan kredit. Posisi piutang dan tafsiran waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitung tingkat perputaran piutang tersebut.

Rumus:

b. Inventory Turnover

Tingkat perputaran persediaan (inventory turnover) memberikan gambara berapa kali persediaan barang dijual dan diadakan kembalu setiap periode akuntansi.

Rumus:

c. Assets Turnover

Perputaran aktiva menunjukkan kemampuasn manajemen mengelola seluruh investasi (aktiva) guna menghasilkan penjualan. Secara umum dikatakan bahwa semakin besar rasio ini akan semakin bagus karena menjadi pertanda manajemen dapat memanfaatkan setiap rupiah aktiva untuk menghasilkan penjualan.

Rumus:

(9)

d. Account Payable Turnover

Perputaran utang dagang menunjukkan perputaran utang dagang dalam suatu periode tertentu.

Rumus:

4. Rasio Profitabilitas atau Rentabilitas

Merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mencetak laba, yang termasuk dalam kelompok rasio rentabilitas adalah:

a. Gross Profit Margin

Menunjukkan berapa persen keuntungan yang diperoleh dari penjualan produk. Dalam kondisi normal, gross profit margin semestinya positif karena menunjukkan apakah perusahaan dapat menjual barang diatas barang harga pokok. Bila negative, itu berarti perusahaan mengalami kerugian.

Rumus:

b. Return on Investment (ROI)

Rasio ini menunjukkan tingkat pengembalian bisnis dari seluruh investasi yang telah dilakukan.

Rumus:

(10)

c. Return on Equity (ROE)

ROE adalah rasio yang menunjukkan tingkat pengembaluian yang diperoleh pemilik bisnis dari modal yang telah dikeluarkan untuk bisnis tersebut.

Rumus:

d. Earning per Share

Rasio laba per lembar saham atau disebut juga rasio nilai buku merupakan rasio yang mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham.

Rumus:

e. NPM (Net Profit Margin)

Menunjukkan tingkat keuntungan bersih (setelah dikurangi dengan biaya-biaya) yang diperoleh dari bisnis atau menunjukkan sejauh mana perusahaan mengelola bisnisnya. Sama seperti GPM, perusahaan yang sehat semestinya memiliki NPM yang positif.

Rumus:

Pada penelitian ini kinerja keuangan diukur menggunakan NPM (Net Profit Margin) karena mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari setiap penjualan. Menurut Saragih (2013) NPM ini juga dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan perusahaan dalam menekan

(11)

biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Semakin tinggi NPM yang dihasilkan menandakan bahwa laba yang dihasilkan oleh perusahaan semakin maksimal (Bernardin & Baeti, 2018).

C. Penilaian Kinerja Berdasarkan Surat KEPMEN Nomor KEP- 100/MBU/2002

Pada perusahaan swasta yang tidak ada peraturan baku yang mengatur tentang kesehatan atau kinerja perusahaan, sehingga setiap perusahaan dan industri akan menilainya berdasarkan pada pengalaman-pengalaman masa lalunya, dan biasanya yang paling sering digunakan adalah analisis likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas. Sama halnya dengan Badan Usaha Milih Negara (BUMN), semula dalam menilai kinerjanya juga menggunakan alat analisa tersebut, tetapi semenjak tahun 1998 telah ada pedoman pasti dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-100/MNU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Badan Usaha Milik Negara (Sutrisno, 2012:19).

Berikut adalah penjelasan secara ringkas mengenai isi dari Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-100/MNU/2002.

1. Imbalan Kepada Pemegang Saham / Return On Equity (ROE)

Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor 100 (2002), ROE dapat dihitung sebagai berikut.

Rumus:

Adapun skor penilaian ROE untuk BUMN non infrastuktur dapat dilihat dalam Tabel berikut:

(12)

Tabel II.1.

Skor Penilaian ROE untuk BUMN Non-Infrastruktur ROE (%) Skor Non Infrastruktur Kategori

15<ROE 20 Sangat Sehat

13<ROE<=15 18

Sehat

11<ROE<=13 16

9 <ROE<=11 14

7,9<ROE<=9 12

Cukup Sehat 6,6<ROE<=7,9 10

5,3<ROE<=6,6 8,5

4 <ROE<=5,3 7

Kurang Sehat 2,5<ROE<=4 5,5

1 <ROE<=2,5 4

0 <ROE<=1 2

Tidak Sehat

ROE<0 0

Sumber : Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP- 100/MBU/2002

2. Imbalan Investasi / Return On Investment (ROI)

Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor 100 (2002), ROI dapat dihitung sebagai berikut:

Adapun skor penilaian ROI untuk BUMN non infrastuktur dapat dilihat dalam Tabel berikut:

Tabel II.2.

Skor Penilaian ROI untuk BUMN Non-Infrastruktur

ROE (%)

Skor Non

Infrastruktur Kategori

18<ROI 15 Sangat Sehat

15<ROI<=18 13,5

Sehat 13<ROI<=15 12

12 <ROI<=13 10,5 10,5<ROI<=12 9

Cukup Sehat 9<ROI<=10,5 7,5

7<ROI<=9 6

5 <ROI<=7 5

Kurang Sehat

3<ROI<=5 4

(13)

1 <ROI<=3 3

0 <ROI<=1 2

Tidak Sehat

ROI<0 1

Sumber : Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP- 100/MBU/2002

3. Rasio Kas (Cash Ratio)

Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor 100 (2002), rasio kas dapat dihitung dengan rumus:

Adapun skor penilaian rasio kas untuk BUMN non infrastuktur dapat dilihat dalam Tabel berikut:

Tabel II.3.

Skor Penilaian Rasio Kas untuk BUMN Non-Infrastruktur Rasio kas = x

(100%)

Skor Non

Infrastruktur Kategori

x >= 35 5 Sangat Sehat

25 >= x < 35 4

Sehat 15 >= x < 25 3

10 >= x < 15 2

Kurang Sehat 5 >= x < 10 1

0 >= x < 5 0 Tidak Sehat

Sumber : Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP- 100/MBU/2002

4. Rasio Lancar (Current Ratio)

Rasio Lancar (Current Ratio) dapat dihitung dengan rumus:

Adapun skor penilaian Rasio Lancar untuk BUMN non infrastuktur dapat dilihat dalam Tabel berikut:

(14)

Tabel II.4.

Skor Penilaian Rasio Lancar untuk BUMN Non-Infrastruktur Rasio Lancar = x

(100%)

Skor Non

Infrastruktur Kategori

125 <= x 5 Sangat Sehat

110 <= x < 125 4

Sehat 100 <= x < 110 3

95 <= x < 100 2

Kurang Sehat 90 <= x < 95 1

x < 90 0 Tidak Sehat

Sumber : Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP- 100/MBU/2002

5. Periode penagihan piutang

Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor 100 (2002), Periode penagihan piutang dapat dihitung dengan rumus:

Adapun skor penilaian periode penagihan piutang untuk BUMN non infrastuktur dapat dilihat dalam Tabel berikut:

Tabel II.5.

Skor Penilaian periode penagihan piutang untuk BUMN Non-Infrastruktur

CP = x (hari)

Perbaikan = x (hari)

Skor Non

Infrastruktur Kategori

x <= 60 x > 35 5 Sangat Sehat

60 < x <= 90 30 < x <= 35 4,5

Sehat 90 < x <= 120 25 < x <= 30 4

120 < x <= 150 20 < x <= 25 3,5

Cukup Sehat 150 < x <= 180 15 < x <= 20 3

180 < x <= 210 15 < x <= 20 2,4

Kurang Sehat 210 < x <= 240 6 < x <= 10 1,8

240 < x <= 270 3 < x <= 6 1,2 Tidak Sehat Sumber : Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP- 100/MBU/2002

(15)

6. Perputaran Persediaan (PP)

Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor 100 (2002), Perputaran Persediaan (PP) dapat dihitung dengan rumus:

Adapun skor penilaian Perputaran Persediaan (PP) untuk BUMN non infrastuktur dapat dilihat dalam Tabel berikut:

Tabel II.6.

Skor Penilaian Perputaran Persediaan (PP) untuk BUMN Non-Infrastruktur

PP = x (hari) Perbaikan = x (hari)

Skor Non

Infrastruktur Kategori

x <= 60 35 < x 5 Sangat Sehat

60 < x <= 90 30 < x <= 35 4,5

Sehat 90 < x <= 120 25 < x <= 30 4

120 < x <= 150 20 < x <= 25 3,5

Cukup Sehat 150 < x <= 180 15 < x <= 20 3

180 < x <= 210 15 < x <= 20 2,4 Kurang Sehat 210 < x <= 240 6 < x <= 10 1,8

240 < x <= 270 3 < x <= 6 1,2

Tidak Sehat 270 < x <= 300 1 < x <= 3 0,6

Sumber : Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP- 100/MBU/2002

7. Total Asset Turn Over (TATO)

Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor 100 (2002), Total Asset Turn Over (TATO) dapat dihitung dengan rumus:

Adapun skor penilaian Perputaran Persediaan (PP) untuk BUMN non infrastuktur dapat dilihat dalam Tabel berikut:

(16)

Tabel II.7.

Skor Penilaian Total Asset Turn Over (TATO) untuk BUMN Non-Infrastruktur

TATO = x (hari)

Perbaikan = x (hari)

Skor Non

Infrastruktur Kategori

120 < x 20 < x 5 Sangat Sehat

105 < x <= 120 15 < x <= 20 4,5

Sehat 90 < x <= 105 10 < x <= 15 4

75 < x <= 90 5 < x <= 10 3,5

Cukup Sehat 60 < x <= 75 0 < x <= 5 3

40 < x <= 60 x <= 0 2,5

Kurang Sehat 20 < x <= 40 x < 0 2

x < 20 x < 0 1,5 Tidak Sehat

Sumber : Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP- 100/MBU/2002

8. Rasio Total Modal Sendiri Terhadap Total Aset (TMS terhadap TA) Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor 100 (2002), Rasio Total Modal Sendiri Terhadap Total Aset (TMS terhadap TA)dapat dihitung dengan rumus:

Adapun skor penilaian Rasio Total Modal Sendiri Terhadap Total Aset (TMS terhadap TA) untuk BUMN non infrastuktur dapat dilihat dalam Tabel berikut:

Tabel II.8.

Skor Penilaian Rasio Total Modal Sendiri Terhadap Total Aset (TMS terhadap TA) untuk BUMN Non-Infrastruktur

TMS thdp TA (%) Skor Non-Infrastruktur Kategori

x < 0 0 Tidak Sehat

0 <= x < 10 4

Kurang Sehat

10<= x < 20 6

20 <= x < 30 7,25 Cukup Sehat

30 <= x < 40 10 Sangat Sehat

40 <= x < 50 9

Sehat 50 <= x < 60 8,5

(17)

60 <= x < 70 8 70 <= x < 80 7,5

Cukup Sehat

80 <= x < 90 7

90 <= x < 100 6,5 Kurang Sehat

Sumber : Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP- 100/MBU/2002

D. Mengukur Kinerja Keuangan Perusahaan Berdasarkan KEPMEN Nomor KEP-100/MBU/2002

Penilaian kesehatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam aspek keuangan dapat dilakukan dengan menganalisis beberapa rasio yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : KEP- 100/MBU/2002. Kinerja keuangan dalam aspek keuangan dibagi menjadi delapan indikator.

Tabel II.9.

Daftar Indikator dan Bobot Aspek Keuangan Non Infrastruktur

Indikator Bobot

1. Imbalan kepada pemegang saham (ROE) 20

2. Imbalan investasi 15

3. Rasio Kas 5

4. Rasio Lancar 5

5. Periode penagihan piutang 5

6. Perputaran Persediaan 5

7. Perputaran Total Aset 5

8. Rasio Modal Sendiri terhadap Total Aktiva 10

Total Bobot 70

Sumber : Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP- 100/MBU/2002

2.2 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis merangkum beberapa penelitian terdahulu yang bersumber dari jurnal, untuk menambah referensi dalam penulisan dan landasan teori. Berikut penelitian terdahulu mengenai variabel yang diteliti:

(18)

Tabel II.10.

Penelitian Terdahulu

No Nama/Tahun Judul Hasil Persamaan Perbedaan

1. Marsel Pongoh

(2013)

Analisis Laporan Keuangan untuk Menilai

Kinerja Keuangan PT Bumi Resource

Tbk.

Berdasarkan rasio kas, rasio lancar,

ROE dan NPM menunjukkan

perusahaan dalam keadaan baik.

Meneliti rasio kas,

rasio lancar, ROE dan

kinerja keuangan.

Tidak meneliti

periode penagihan

piutang serta besarnya pengaruh

antar variabel

periode penagihan

piutang, rasio kas, rasio lancar

dan ROE terhadap kinerja keuangan.

2. Eni Noviani dan Denny

Kurnia (2014)

Pengaruh Cash Ratio dan Perputaran

Piutang Terhadap Rentabilitas

Ekonomi Perusahaan Manufaktur di

Bursa Efek

Tidak terdapat pengaruh

yang signifikan antara rasio kas terhadap

rentabilitas ekonomi.

Meneliti rasio kas.

Tidak meneliti

periode penagihan

piutang, rasio lancar, ROE dan

kinerja keuangan.

(19)

Indonesia 3. Ita Purnama

Sari, Husnah dan Vitayanti

Fattah (2016)

Analisis Kinerja Keuangan PT PLN (Persero)

Indonesia Periode 2011-

2015

Periode penagihan piutang dan

rasio kas menunjukkan

kinerja yang baik, sedangkan rasio lancar

dan ROE menunjukkan

kinerja yang belum baik.

Meneliti periode penagihan

piutang, rasio kas,

rasio lancar, ROE dan

kinerja keuangan.

Tidak meneliti

adanya pengaruh

antara periode penagihan

piutang, rasio kas, rasio lancar

dan ROE terhadap kinerja keuangan.

4. Erni Agustin (2016)

Analisis Rasio Keuangan

Untuk Penilaian

Kinerja Keuangan Pada

PT Indofarma (Persero) Tbk

Perusahaan harus berusaha meningkatkan

usahanya dalam rasio

kas, rasio lancar dan

ROE, sedangkan

periode penagihan

piutang menunjukkan

kinerja keuangan yang baik.

Meneliti periode penagihan

piutang, rasio kas,

rasio lancar, ROE dan

kinerja keuangan.

Tidak meneliti

adanya pengaruh

antara variabel

periode penagihan

piutang, rasio kas, rasio lancar

dan ROE terhadap kinerja keuangan.

5. Andini Tri Diana (2016)

Analisis Tingkat Kesehatan Perusahaan Dalam Menilai

Kinerja Keuangan Perusahaan

BUMN

Kinerja periode penagihan piutang, rasio

kas, rasio lancar dan

ROE terbilang baik

walaupun

Meneliti periode penagihan

piutang, rasio kas,

rasio lancar ROE dan

kinerja

Tidak meneliti pengaruh

antara variabel

periode penagihan

piutang, rasio kas,

(20)

mengalami penurunan.

keuangan. rasio lancar dan ROE

terhadap kinerja keuangan.

6. Yohana Martin Pattanggau,

Abdul Rahman

Rahim (2016)

Analisis Kinerja Keuangan PT

Pegadaian (PERSERO)

Dan Entitas Anak Perusahaan Berdasarkan

KEPMEN BUMN Nomor

KEP- 100/MBU/2002

(Perode 2011- 2015)

Rasio kas menunjukkan

kinerja yang tidak baik, sedangkan berdasarkan

periode penagihan piutang, rasio

lancar dan ROE menunjukkan

sangat baik.

Meneliti periode penagihan

piutang, rasio kas,

rasio lancar, ROE dan

kinerja keuangan.

Tidak meneliti seberapa besar pengaruh

antara periode penagihan

piutang, rasio kas, rasio lancar

dan ROE terhadap kinerja keuangan.

7. Kurnia Dwi Ramadhan dan La Ode

Syarfan (2016)

Analisis Laporan Keuangan

Dalam Mengukur

Kinerja Perusahaan Pada PT Ricky

Kurniawan Kertapersada (Makin Group)

Jambi.

Kinerja keuangan berdasarkan

rasio lancar sudah baik, sedangkan berdasarkan

rasio kas, ROE dan

NPM mengalami penurunan.

Meneliti rasio kas,

rasio lancar,

ROE, NPM dan

kinerja keuangan.

Tidak meneliti

periode penagihan

piutang serta besarnya pengaruh antara periode penagihan

piutang, rasio kas, rasio lancar

dan ROE terhadap kinerja keuangan.

8. Ratnawaty Marginingsih

(2017)

Penilaian Kinerja Keuangan

dengan

Rasio lancar menunjukkan

hasil kinerja keuangan

Meneliti rasio kas, ROE dan kinerja

Tidak meneliti

periode penagihan

(21)

Menggunakan Analisa Rasio Keuangan pada

Perusahaan Telekomunikasi

di Indonesia.

perusahaan dalam keadaan likuid dan

ROE menunjukkan

kinerja keuangan

yang menurun.

keuangan. piutang dan rasio kas,

serta besarnya pengaruh

antar variabel

periode penagihan

piutang, rasio kas,rasio lancar dan

ROE terhadap

kinerja keuangan.

9. Yenni Vera Fibriyanti

(2018)

Analisis Rasio Keuangan

Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Real Estate Dan

Property Yang Terdaftar Di

BEI

ROE secara parsial berpengaruh

terhadap Kinerja Keuangan

yang diproksikan dengan ROI (Return On Investment).

Meneliti ROE dan

Kinerja Keuangan.

Tidak meneliti

periode penagihan

piutang, rasio kas dan rasio lancar, serta

kinerja keuangan

pada penelitian

ini diproksikan

dengan NPM.

10. Endang Puji Rahayu dan Fauzi Arafat

(2019)

Analisis Rasio Likuiditas dan Profitabilitas

untuk Mengukur

Kinerja Keuangan Asahimas Flat

Glass Tbk.

Kinerja keuangan berdasarkan

rasio kas, ROE dan NPM belum

cukup baik, sedangkan berdasarkan

Meneliti rasio kas,

rasio lancar,

ROE, NPM dan

kinerja keuangan.

Tidak meneliti

periode penagihan piutang dan

seberapa besar pengaruh

antar

(22)

rasio lancar menunjukkan

kinerja keuangan yang baik.

variabel periode penagihan

piutang, rasio kas, rasio lancar

dan ROE terhadap kinerja keuangan.

Pada penelitian ini terdapat beberapa perbedaan yang dapat disimpulkan, perbedaan pertama terletak pada obyek penelitian, yang dimana obyek penelitian yang dilakukan sekarang terhadap PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) Tbk Cabang Bandung. Selain itu variabel yang digunakan tidak secara keseluruhan terdapat kesamaan. Pada penelitian ini variabel yang digunakan adalah periode penagihan piutang, rasio kas, rasio lancar dan ROE, sehingga akan menunjukkan hasil yang berbeda.

A. Keterkaitan Antar Variabel

Keterkaitan variabel periode penagihan piutang, rasio kas, rasio lancar, ROE dan kinerja keuangan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pengaruh Periode Penagihan Piutang terhadap Kinerja Keuangan Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam usaha pengembalian piutang usaha menjadi pendapatan bagi perusahaan. Semakin tinggi nilai yang ditunjukkan oleh periode penagihan piutang menunjukkan semakin kurang baik kemampuan kinerja keuangan perusahaan tersebut. Hasil periode penagihan piutang yang meningkat menunjukkan bahwa manajemen berusaha untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan (Agustin, 2016).

(23)

2. Pengaruh Rasio Kas terhadap Kinerja Keuangan

Rasio kas megukur kemampuan perusahaan membayar utang lancar dengan kas yang dapat segera dicairkan atau diuangkan. Semakin tinggi nilai dari rasio kas maka hal ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan ternilai baik karena mampu melunasi utang lancarnya (Diana, 2016).

3. Pengaruh Rasio Lancar terhadap Kinerja Keuangan

Rasio lancar merupakan rasio dari aktiva lancar dengan kewajiban lancar yang digunakan untuk mengetahui kesanggupan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Semakin tinggi rasio lancar menandakan bahwa perusahaan semakin besar kemampuannya dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Hasil dari rasio lancar rendah menunjukkan bahwa kinerja keuangan ternilai tidak baik (Rahayu &

Arafat, 2019).

4. Pengaruh ROE terhadap Kinerja Keuangan

ROE merupakan analisis rasio yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba atau keuntungan dalam suatu periode atau biasa dikenal dengan rasio imbalan kepada pemilik modal. Fibriyanti (2018) menjelaskan bahwa semakin tinggi nilai rasio menunjukkan laba bersih perusahaan yang semakin meningkat, sehingga meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.

2.3 Kerangka Pemikiran

Kinerja keuangan perusahaan sangat penting untuk dinilai karena dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan serta menggambarkan

(24)

bagaimana perusahaan tersebut mengelola sumber daya yang dimilikinya. Menilai kinerja keuangan suatu perusahaan tentu saja harus dilakukan analisis laporan keuangan dari perusahaan tersebut selama periode waktu tertentu. Analisis dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan menganalisis periode penagihan piutang, rasio kas, rasio lancar dan ROE dari perusahaan tersebut.

Skor nilai dari periode penagihan piutang akan menunjukkan bagaimana usaha manajemen perusahaan untuk meningkatkan kinerja keuangannya. Menurut Prajanto (2019) periode penagihan piutang ini berguna untuk mengetahui dalam berapa hari piutang berubah menjadi kas. Semakin besar periode penagihan piutang maka semakin besar pula resiko tidak tertagihnya piutang usaha perusahaan tersebut, yang tentunya akan berimbas pula pada kinerja keuangannya (Agustin, 2016).

Rasio kas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam melunasi utang lancarnya dengan kas yang dapat segera dicairkan (Pattanggau & Rahim, 2016).

Semakin tinggi nilai yang ditunjukkan oleh rasio kas maka semakin baik kemampuan perusahaan tersebut dalam melunasi utang lancarnya, semakin baik juga kinerja keuangan perusahaan tersebut (Diana, 2016). Rasio kas yang tinggi juga kurang baik karena ada dana yang tidak digunakan secara optimal (Noviani

& Kurnia, 2014).

Rasio lancar digunakan untuk mengukur kesanggupan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pedeknya melalui aset ancar yang dimiliki perusahaan tersebut. Rasio yang rendah menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kemampuan yang tidak cukup baik dalam pelunasan utang lancarnya (Rahayu &

Arafat, 2019). Sebaliknya semakin besar rasio lancar menandakan perusahaan

(25)

berkemampuan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya (Marginingsih, 2017). Rasio ini dihitung dengan membandingkan antara jumlah aktiva lancar dengan utang lancar (Mulyanti & Supriyani, 2018).

Rasio ini merupakan hasil dari perbadingan antara modal sendiri dengan laba bersih perusahaan. Semakin tinggi nilai dari ROE menunjukkan bahwa laba bersih perusahaan semakin meningkat, sehingga akan meningkatkan juga kinerja keuangan perusahaan (Fibriyanti, 2018). ROE ini berguna untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan ekuitas yang dimiliki untuk menghasilkan laba (Pongoh, 2013).

Penelitian mengenai periode penagihan piutang, rasio ROE dan kinerja keuangan perusahaan terdapat dalam beberapa penelitian ( Pongoh, 2013; Noviani

& Kurnia, 2014; Sari, Husnah & Fattah, 2016; Agustin, 2016; Diana, 2016;

Pattanggau & Rahim, 2016; Ramadhan & Syarfan, 2016; Marginingsih, 2017;

Fibriyanti, 2018; dan Rahayu & Arafat, 2019). Pada penelitian ini terdapat beberapa perbedaan yang dapat disimpulkan, antara lain variabel yang digunakan tidak secara keseluruhan terdapat kesamaan serta dalam penelitian ini akan ada analisis pengaruh antar variabel yang dimana pada penelitian sebelumnya tidak ada.

Berdasarkan uraian tersebut, maka bagan kerangka pemikiran yang dapat digambarkan adalah sebagai berikut:

(26)

H6

H7

H8

H9

H10

Sumber : Hasil Olahan (2019)

Gambar II.1.

Kerangka Pemikiran 2.4 Hipotesis

“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat

ROE (X4) H4 1. Laba Setelah

Pajak

2. Modal Sendiri Fibriyanti (2016) Rasio Kas (X2) H2

1. Kas 2. Bank

3. Surat Berharga Jangka Pendek 4. Utang Lancar

Diana (2016) Periode Penagihan Piutang H1

1. Total Piutang Usaha

2. Total Pendapatan Usaha

Agustin (2016)

Kinerja Keuangan (Y) H5 1. NPM (Net Profit

Margin)

Ramadhan & Syarfan (2016)

Rasio Lancar (X3) H3 1. Aset Lancar 2. Utang Lancar

Rahayu & Arafat (2019)

(27)

pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data” (Sugiyono, 2017:63).

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

H1 Kinerja Keuangan PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) Tbk Cabang Bandung berdasarkan Periode Penagihan Piutang ternilai sehat.

H2 Kinerja Keuangan PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) Tbk Cabang Bandung berdasarkan Rasio Kas ternilai sehat.

H3 Kinerja Keuangan PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) Tbk Cabang Bandung berdasarkan Rasio Lancar ternilai sehat.

H4 Kinerja Keuangan PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) Tbk Cabang Bandung berdasarkan ROE ternilai sehat.

H5 Kinerja Keuangan yang dihasilkan PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) Tbk Cabang Bandung terbilang sehat.

H6 Terdapat pengaruh signifikan secara parsial antara Periode Penagihan Piutang terhadap Kinerja Keuangan PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) Tbk Cabang Bandung.

H7 Terdapat pengaruh signifikan secara parsial antara Rasio Kas terhadap Kinerja Keuangan PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) Tbk Cabang Bandung.

H8 Terdapat pengaruh signifikan secara parsial antara Rasio Lancar terhadap Kinerja Keuangan PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) Tbk Cabang Bandung.

(28)

H9 Terdapat pengaruh signifikan secara parsial antara ROE terhadap Kinerja Keuangan PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) Tbk Cabang Bandung.

H10 Terdapat pengaruh signifikan secara simultan antara Periode Penagihan Piutang, Rasio Kas, Rasio Lancar dan ROE terhadap Kinerja Keuangan pada PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) Tbk Cabang Bandung.

Referensi

Dokumen terkait