7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Produk
Produk merupakan hasil dari kegiatan produksi yang berwujud barang.
Menurut Kotler (1997) A Product is anything than can be offered to be a market fod attention, oquisition, use or consumption that might satisfy a want or need.
Defenisi diatas menjelaskan bahwa produk adalah apa saja yang ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, diperoleh, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan.
2.2. Biogas
Biogas merupakan gas yang mudah terbakar dan dihasilkan melalui proses anaerob atau permentasi dari bahan-bahan organic diantaranya: kotoran hewan dan manusia, limbah domestik (rumah tangga), sampah atau limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobic. Biogas juga dikenal sebagai gas rawa atau lumpur dan bisa digunakan sebagai bahan bakar. Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas (Anonim, 2005). Dimana dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Dirjen Peternakan menjelaskan tentang hasil biogas yang dihasilkan dari berbagai macam limbah kotoran, seperti pada table berikut:
Tabel 2.1. Produksi Biogas Dari Bahan Organik
No. Bahan Organik Jumlah (Kg) Biogas (Lt)
1 Kotoran Sapi 1 40
2 Kotoran Kerbau 1 30
3 Kotoran Babi 1 60
4 Kotoran Ayam 1 70
Sumber : Buku Saku Peternakan, Dit. Bina Program Dirjen Peternakan, 2019
Komponen biogas yang dihasilkan dari proses fermentasi berupa gas Methan (CH4) sekitar 54-70%, gas karbondioksida (C02) sekitar 27-45%, nitrogen (N2) 3% - 5%, hidrogen (H2) sebesar 1%, 0,1% karbonmonoksida (CO),
8
0,1% oksigen (O2), dan sedikit hidrogen sulfida (H2S). Gas methan (CH4) yang merupakan komponen utama biogas merupakan bahan bakar yang berguna karena mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu sekitar 4800 sampai 6700 kkal/m3, sedangkan gas metana murni mengandung energi 8900 Kcal/m3. Karena nilai kalor yang cukup tinggi itulah biogas dapat dipergunakan untuk keperluan penerangan, memasak, menggerakan mesin dan sebagainya.
Jenis bahan organik yang diproses dalam digester sangat mempengaruhi produktifitas sistem biogas disamping parameter-parameter lain seperti temperatur digester, pH, tekanan dan kelembaban udara. Salah satu cara menentukan bahan organik yang sesuai untuk menjadi bahan masukan sistem biogas adalah dengan mengetahui perbandingan Karbon (C) dan Nitrogen (N) atau disebut rasio C/N.
Beberapa percobaan yang telah dilakukan oleh ISAT menunjukkan bahwa aktifitas metabolisme dari bakteri methanogenik akan optimal pada nilai rasio C/N sekitar 8-20.
Sistim produksi biogas juga mempunyai beberapa keuntungan seperti (a) mengurangi pengaruh gas rumah kaca, (b) mengurangi polusi bau yang tidak sedap, (c) sebagai pupuk dan (d) produksi daya dan panas (Widodo, dkk, 2006).
Kesetaraan biogas dengan sumber energi lain, yaitu 1 m3 biogas setara dengan;
elpiji 0,46 kg, 0,62 liter minyak tanah, 0,52 liter minyak solar, 0,80 liter minyak bensin, 1,50 m3 gas kota dan 3,50 kg kayu bakar. Seekor sapi dewasa rata-rata menghasilkan kurang lebih 10 kg kotoran sapi setiap hari. Untuk menghasilkan 1 m3 gas bio, diperlukan kira-kira 20 kg kotoran sapi. Jadi dalam sehari 1 ekor sapi menghasilkan 0,45 m3 gas bio atau 1 kg kotoran sapi menghasilkan kurang lebih 0,05 m3 gas bio. Dalam penggunaan sehari-hari, untuk memasak air 1 liter, dibutuhkan 40 lt (0,04 m3) gas bio, dalam waktu 10 menit. Untuk menanak 1/2 kg beras, dibutuhkan rata-rata 0,15 m3 gas bio, dalam 30 menit. Penggunaan sehari- hari dalam rumah tangga dibutuhkan rata-rata 3m3 gas (GTZ, 1990).
Pembuatan biogas dimulai dengan memasukkan bahan organik ke dalam digester, sehingga bakteri anaerob akan membusukkan bahan organik tersebut dan menghasilkan gas yang disebut biogas. Biogas dapat dihasilkan pada hari ke 4-5 sesudah iodigester terisi penuh, dan mencapai puncaknya pada hari ke 20-25.
9
Biogas yang telah terkumpul di dalam digester dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tangki penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya, misalnya kompor. Biogas dapat dipergunakan dengan cara yang sama seperti cara penggunaan gas lainnya yang mudah terbakar. Pembakaran biogas dilakukan dengan mencampurnya dengan oksigen (O2). Untuk mendapatkan hasil pembakaran yang optimal perlu dilakukan proses pemurnian/penyaringan karena biogas mengandung beberapa gas lain yang tidak menguntungkan. Keuntungan lain yang diperoleh adalah dihasilkannya lumpur yang dapat digunakan sebagai pupuk. (Anonim,2005).
2.3. Reaktor Biogas (Biodigester)
Proses menghasilkan biogas dari bahan organik, diperlukan alat yaitu Digester Biogas /Biodigester, yang bekerja dengan prinsip menciptakan suatu tempat penampungan bahan organik pada kondisi anaerob (bebas oksigen) sehingga bahan organik tersebut dapat difermentasi oleh bakteri metanogen untuk menghasilkan biogas. Biogas yang timbul kemudian dialirkan ketempat penampungan biogas sedangkan lumpur sisa aktifitas fermentasi dikeluarkan lalu dijadikan pupuk alami yang dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian maupun perkebunan.
Digester biogas memiliki tiga (3) macam tipe dengan keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Ketiga tipe biogas tersebut adalah :
a. Tipe fixed domed plant
Terdiri dari digester yang memiliki penampung gas dibagian atas digester. Ketika gas mulai timbul, gas tersebut menekan lumpur sisa fermentasi (slurry) ke bak slurry. Jika pemasukan kotoran ternak dilakukan terus menerus, gas yang timbul akan terus menekan slurry sampai keluar dari bak slurry. Gas yang timbul akan tertampung diatas kotoran yang mengalami fermentasi dan akan digunakan/dikeluarkan lewat pipa gas yang berada diatas digester menuju tempat penampungan.
Keunggulan : tidak ada bagian yang bergerak, awet (berumur panjang), dibuat di dalam tanah sehingga terlindung dari berbagai cuaca atau
10
gangguan lain dan tidak membutuhkan ruangan (diatas tanah).
Kelemahan : rawan terjadi kertakan di bagian penampung gas, tekanan gas tidak stabil karena tidak ada katup gas.
b. Tipe floating drum plant
Terdiri dari satu digester dan penampung gas yang bisa bergerak.
Penampung gas ini akan bergerak keatas ketika gas bertambah dan turun lagi ketika gas berkurang, seiring dengan penggunaan dan produksi gasnya. Kelebihan : konstruksi alat sederhana dan mudah dioperasikan.
Tekanan gas konstan karena penampung gas yang bergerak mengikuti jumlah gas. Jumlah gas bisa dengan mudah diketahui dengan melihat naik turunya drum. Sedangkan kelemahannya yaitu digester rawan korosi sehingga waktu pakai menjadi pendek.
c. Tipe baloon plant
Konstruksi sederhana, terbuat dari plastik yang pada ujung-ujungnya dipasang pipa masuk untuk kotoran ternak dan pipa keluar peluapan slurry. Sedangkan pada bagian atas dipasang pipa keluar gas. Kelebihan : biaya pembuatan murah, mudah dibersihkan, mudah dipindahkan.
Kelemahannya waktu pakai relatif singkat dan mudah mengalami kerusakan.
Dalam pelaksanaan kegiatan program Iptek Bagi Masyarakat (IbM) di Desa Limbangan Kabupaten Banjarnegara ini, digester yang digunkan menggunkan type fixed dome plant. Unit produksi biogas sangat penting diletakkan di tempat yang aman, terpisah dari rumah, tempat memasak dan sumber air. Tempat terbaik sekurang-kurangnya 10 meter dari rumah, sehingga ketika memasukkan kotoran ternak dan limbah organik ke unit biogas, tidak sampai mencemari kehidupan keluarga dan tempat pengolahan pangan dan tidak banyak membutuhkan pipa gas.
11
Gambar 2.1. Tipe - Tipe biodigester
Sumber: Jurnal Rancang Bangun Biodigester, 2014
Biodigester biogas model fixed dome plant ini memiliki ukuran 4, 6, 8, 10, 12 m3. Besarnya biodigester yang dibuat harus disesuaikan dengan ketersedian bahan baku limbah organic yang tersedia. Tabel dibawah ini menunjukkan parameter dalam menentukan ukuran biodigester.
Tabel 2.2. Dasar Ukuran Biodigester & Kuantitas Bahan Baku Kapasitas
Pengolahan (m3)
Produksi Gas Perhari
(m3)
Kotoran Hewan
yang Dibutuhkan
Perhari (Kg)
Air yang Dibutuhkan
Perhari (Lt)
Jurnal Ternak
yang Dibutuhkan
(Ekor)
4 0,8 – 1,6 20 – 40 20 – 40 3 - 4
6 1,6 – 2,4 40 - 60 40 - 60 5 - 6
8 2,4 – 3,2 60 – 80 60 – 80 7 - 8
10 3,2 – 4,2 80 – 100 80 – 100 9 - 10 12 4,2 – 4,8 100 - 120 100 - 120 11 - 12
Sumber : Model Instalasi Biogas Indonesia, Panduan Kontruksi Hivos, 2019
Ukuran dan dimensi biodigester telah diputuskan berdasarkan jangka waktu penyimpanan 50 hari dari 60% penyimpanan gas. Bahan baku segar yang diisikan kedalam digester harus berada didalam digester setidaknya 50 hari sebelum dikeluarkan. Tmpat pengolahan harus dapat menampung 60% gas yang
12
diproduksi dalam waktu 24 jam. Ukuran digester biogas diputuskan berdasarkan jumlah bahan baku harian yang tersedia. Tempat pengolahan yang tidak sesuai dengan kebutuhan, produksi gas akan kurang dan efeknya gas yang dikumpulkan dalam penampung tidak akan memiliki tekanan yang cukup untuk mendorong slury yang telah mengalami proses anaerob ke dalam saluran outlet.
2.4. Antropometri
Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dsb) berat dan lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan- pertimbangan ergonomis dalam melakukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal:
1. Perancangan area kerja
2. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tool) dan sebagainya.
3. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi, meja, komputer, dan lain-lain.
4. Perancangan lingkungan kerja fisik.
2.4.1. Data Antropometri dan Pengukurannya
Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya. Disini ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus memperhatikan faktor-faktor tersebut itu antara lain:
1. Umur
Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur yaitu sejak awal kelahirannya sampai
13
dengan umur sekitar 20 tahun. Setelah itu, tidak akan terjadi pertumbuhan bahkan justru akan cendrung berubah penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.
2. Jenis kelamin (sex)
Dimensi tubuh ukuran laki-laki pada umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh, seperti pinggul dan sebagainya.
3. Suku bangsa (ethnic)
Setiap suku bangsa maupun kelompok ethnic akan memeliki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainnya.
4. Posisi tubuh (posture)
Sikap pusture ataupun sikap tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh oleh sebab itu, posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei pengukuran.
Adapun anggota tubuh yang perlu diukur adalah seperti terlihat pada gambar 2.1 sebagai berikut (Wignjosoebroto, 2000):
Gambar 2.2. Dimensi Antropometri Tubuh Manusia Sumber: Sritomo Wignjosoebroto, 2000
14 Keterangan gambar :
1. Tinggi badan tegak (Tbt), yaitu dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai dengan ujung kepala).
2. Tinggi mata berdiri (Tmb), yaitu tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.
3. Tinggi bahu berdiri (Tbb), yaitu tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak.
4. Tinggi siku berdiri (Tsb), yaitu tinggi siku dalam posisi berdiri tegak.
5. Tinggi pinggang (Tpg).
6. Tinggi kepalan tangan (Tkt), yaitu tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak.
7. Tinggi duduk tegak (Tdt), yaitu tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk atau pantat sampai dengan kepala).
8. Tinggi mata duduk (Tmd), yaitu tinggi mata dalam posisi duduk.
9. Tinggi bahu duduk (Tbd), yaitu tinggi bahu dalam posisi duduk.
10. Tinggi siku duduk (Tsd), yaitu tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus).
11. Tebal paha (Tp), yaitu tebal atau lebar paha.
12. Pantat ke lutut (Pkl), yaitu panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan ujung lutut.
13. Pantat popliteal (Pp), yaitu panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari lutut atau betis.
14. Tinggi lutut duduk (Tld), yaitu tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk.
15. Tinggi popliteal (Tpo), yaitu tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan lutut bagian dalam.
16. Lebar bahu (Lb), yaitu lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk).
17. Lebar pinggul (Lp), yaitu lebar pinggul atau pantat.
18. Lebar sandaran duduk (Lsd), yaitu lebar dari punggung, jarak horizontal antara kedua tulang belikat.
19. Panjang lengan bawah (Plb), yaitu panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam posisi tegak lurus.
15 20. Lebar kepala (Lkp).
21. Panjang tangan (Pt), yaitu panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari.
22. Lebar Telapak tangan (LTt), yaitu lebar telapak tangan masing-masing.
23. Lebar tangan (Lt), yaitu lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar- lebar ke samping kiri-kanan.
24. Tinggi jangkauan tangan tegak (Tjtt), yaitu tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai dengan telapak tangan yang terjangkau lurus ke atas (vertikal).
25. Tinggi jangkauan tangan duduk (Tjtd), yaitu tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti halnya No. 24, tetapi dalam posisi duduk.
26. Jangkauan tangan ke depan (Jtd), yaitu jarak jangkauan tangan yang terjulur ke depan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan.
2.4.2. Aplikasi Data Antropometri Dalam Perancangan Produk
Agar rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoprasikannya, maka prinsip-prinsip yang harus diambil dalam aplikasi data antropometri harus ditetapkan terlebih dahulu seperti berikut:
1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran ekstrim Prinsip rancangan produk ini dibuat agar bisa memenuhi dua sasaran produk:
a. Bisa sesuai ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau terlalu kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya.
b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada).
2. Prinsip perancangan produk yang bisa diopersikan diantara rentang tertentu Disini rancangan bisa diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh.
3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata.
16
Disini produk rancangan dibuat untuk mereka yang berukuran sekitaran rata-rata, sedangkan bagi mereka yang memiliki ukuran ekstrim akan dibuat rancangan tersendiri. Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini justru sedikit sekali mereka yang berada dalam ukuran rata-rata (Wignjosoebroto, 2000).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data antropometri akan menentukan bentuk, ukuran, dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan mengoprasikan atau mengunakan produk tersebut (Wignjosoebroto, 2000).
2.5. Pengertian Perancangan
Perancangan suatu alat termasuk ke dalam metode rekayasa, sehingga langkah-langkah perancangan akan mengikuti metode rekayasa. Salah satu definisi teknik perancangan dikemukakan oleh Morris Asimow dalam buku Sritomo Wignyosoebroto yang berjudul " Teknik Tata Cara dan Pengukuran Kerja
" tahun 1995 yang berbunyi sebagai berikut " Teknik perancangan adalah aktivitas dengan maksud tertentu menuju ke arah pemenuhan kebutuhan manusia, terutama yang dapat diterima oleh farktor teknologi peradaban kita"
Dari pengertian tersebut jelas perancangan adalah : 1. Aktivitas dengan maksud tertentu.
2. Memiliki sasaran pada pemenuhan kebutuhan manusia.
3. Berdasarkan pada pertimbangan teknologi.
2.6. Kualitas Perancangan
Perencanaan merupakan seperangkat kegiatan yang sangat penting dalam manajemen. Menurut Leorin W. Anderson, pada Presentasi Dr. Hj. Hansiswany Kamarga, M.Pd tentang konsep perencanaan, perencanaan adalah sebuah proses dimana seorang individual memvisualisasikan masa depan dan menciptakan suatu rencana kerja untuk menggambarkan tindakannya kedepannya. Proses inilah yang dinamakan proses desain oleh beberapa pakar perancang. Proses desain
17
membutuhkan suatu pemahaman yang jelas tentang fungsi dan kinerja yang diharapkan. Biasanya kegiatan desain dan manufaktur terjadi secara berurutan dan bukan secara bersama – sama (Gambar 2.2.).
Defenisi Kebutuhan Informasi dan Pemasaran
Desain Konseptual dan Evaluasi Studi Kelayakan
Analisis Desain: Telaah Kode/Standar, Model Fisis dan Analisis
Produksi Prototipe: Pengujian dan Evaluasi
Gambar Produksi, Panduan Kontruksi
Spesifikasi Bahan, Pemilihan Proses dan Perlengkapan, Telaah Keselamatan
Produksi Percontohan
Produksi
Inspeksi dan Pemastian Mutu
Pengepakan, Literatur Pemasaran dan Penjualan
Produk
Gambar 2.3. Kegiatan Desain yang bisa terjadi secara berurutan dan bukan secara bersama.
Sumber: Fredick. dkk. Technical Drawing, Eleventh Edition. Prentice Hall.
2000.
18
Pada tahap ini penerapan metode penghematan biaya akan sangat tepat dilakukan karen tingkat fleksibilitas yang tinggi untuk membuat perubahan tanpa berdampak biaya yang tinggi untuk redesain.
2.7. Sejarah Value Enginering
Analisis nilai (value analysis) dikenal pada waktu Perang Dunia ke-II, saat itu perusahaan General Electric menghadapi kekurangan material dan tenaga kerja untuk memproduksi komponen-komponen persenjataan untuk pesawat terbang.
Untuk menghadapi kesulitan tersebut, Lawrences D.Milles, salah seorang ahli perusahaan tersebut mengembangkan suatu sistem yang disebut analisis nilai yang dapat mengurangi biaya dan juga dapat meningkatkan hasil produksi.
Metode yang dikembangkan oleh Milles dikenal sebagai Teknik Analisis Nilai (Value Analysis Technique) dan menjadi standar General Electric Company.
Pada tahun 1954, salah satu biro Departemen Pertahanan Amerika Serikat menggunakan metode dari Milles yaitu Value Engineering. Pada tahun 1965, Biro Reklame Amerika Serikat mulai menggunakan Rekayasa Nilai pada tahap konstruksi dan perencanaannya.
Pada tahun 1972, Departement of Public Building Services mengembangkan Value Engineering secara luas di mana ditentukan bahwa Value Engineering Program merupakan keharusan bagi Construction Management Services. Pada tahun 1975, Environmental Protection Agency (E.P.A) juga mengharuskan penggunaan Value Engineering.
2.8. Metode Penghemat Biaya
Adapun beberapa metode biaya yang dapat dilakukan dalam proses perencanaan dengan tujuan meningkatkan tingkat kefektifitasan perencanaan dan meminimalisir biaya menurut Yusuf Latief, “Materi Kuliah Dasar Manajemen Kontruksi Value Engineering.’’ Jakarta 2002 ialah :
1. Pengurangan Biaya (Cost Reduction).
Suatu system yang berorientasi pada desain yang mencari cara-cara untuk mengurangi biaya dari desain yang ada dengan cara memurahkan komponennya.
19
2. Mengefektifkan Biaya (Cost Sffectiveness).
Membuat Keputusan alternatif yang lebih luas, misalnya:
1. Apakah kita akan membeli
2. Apakah kita akan membuat sendiri 3. Apakah kita akan menyewanya 3. Standarisasi
Pencarian perbaikan kualitas dan penghematan biaya lewat penyelesaian dengan menggunakan elemen-elemen standar, suku-suku cadang, standar, desain standar, modul-modul standard an lainnya.
4. Nol Kerusakan (zero defects).
Jika ada kekurangan, upayakan agar kekurangan itu sekecil mungkin.
Teknik motivasi yang bertujuan meningkatkan penampilan pekerjaan.
5. Kepastian kualitas (Quality Assurance)
Suatu program pengontrolan dan pemeriksaan.
6. Analisis Keseimbangan (Trade Off Analysis).
Menganalisis pengaruh dari keseimbangan gambaran perencanaan.
7. Analisis Penggantian Item.
Analisis ini memeriksa efek-efek kemungkinan penggantian-penggantian item.
8. Pendekatan dengan cara menghapuskan (Elimination Approach).
Hal ini dapat dimulai dengan pertanyaan dari metodologi yang dikemukakan oeh Proctor & Gamble Company sebagai bagian dari peninjauan perencanaan, dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut
“Mengapa tidak mengeliminasikan gambaran perencanaan ini atau proyek seluruhnya?”
9. Anggaran Dasar Nol (Zero Base Budgeting).
Suatu teknik untuk mendorong kebenaran dari segala program dengan jalan membuktikannya dari informasi dasar dan tidak menggunakan ketentuan dari yang telah ada sebelumnya.
10. Lingkaran Kualitas (Quality Circles).
20
Suatu diskusi teknik yang bertujuan memperoleh input dari para pekerja yang erat hubungannya dengan produksi suatu item. Hal ini sangat sering dan sangat populer di bidang industry Jepang.
11. Analisis Sistem (Sistem Analysis).
Sebuah riset atau strategi pradesain yang lebih merupakan seni dari pada ilmu adalah suatu cara untuk mempelajari suatu masalah yang kompleks untuk suatu pilihan dengan kondisi yang tak tentu atau tak pasti.
2.9. Penerapan VE Sebagai Cara Untuk Melakukan Penghematan Biaya Value Engineering (VE) berkembang selama perang dunia ke-II. Ketika terjadi krisis sumber daya, sehingga memerlukan suatu perubahan dalam metode, material dan desain tradisional (Barrie Donald,”Manajemen Konstruksi Profesional”,Edisi kedua, Erlangga, Jakarta, Indonesia 1993, hal 291). Awal perang dunia ke-II General Electric Company USA yang dipelopori oleh L.D.
Miles melakukan konsep VE sewaktu melayani keperluan peralatan perang dalam jumlah besar, dan ditujukan pertama- tama untuk mencari biaya yang ekonomis bagi suatu produk (Yusuf Latief, “Materi Kuliah Dasar Manajemen Konstruksi Value Engineering.” Jakarta 2002, hal 3).
Dalam penerapannya selama lebih dari 50 tahun berjalan, sebuah survey yang dilakukan di jepang pada tahun 1996 oleh suatu komunitas Society of Japanese Value Engineering (SJVE) menunjukkan total 211 perusahaan memberikan respon positif terhadap penerapan VE yang telah dilakukan di perusahaan mereka. Survey tersebut dilakukan untuk mengklarifikasi :
Bagaimana VE benar – benar berhubungan dengan tahap perkembangan yang terdapat pada aplikasi VE, dan Apa saja karakteristik dari aplikasi VE yang berhubungan dengantahap tersebut didalam perusahaan – perusahaan besar.
Apa saja karakteristik dari aplikasi VE yang berhubungan dengan tahap tersebut didalam perusahaan – perusahaan besar.
21
Sebelum melanjutkan bagaimana penerapan VE dalam suatu proyek, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui defenisi dari pada VE itu sendiri. Defenisi Value Engginering:
1. Value Engginering adalah teknik manajemen yang sudah dibuktikan kebenarannya, mempergunakan pendekatan yang sistematis untuk mencari keseimbangan fungsional yang terbaik antara biaya, keandalan dan performa dari proyek atau proyek (Laporan Seminar & Kursus tentang VE dan studi kasus (2002)).
2. Value Engginering adalah suatu proses yang sistematis dengan menganalisis secara fungsional dari pada sistem, perlengkapan, fasilitas, procedural dan supply dalam rangka pencapaian kontruksi total biaya terendah, performa yang konsisten, aman, dapat diandalkan, berkualitas dan mudah dalam perawatan (Departement of Defense (DoD), USA (1995)).
3. Value Engginering adalah suatu sistem pemecahan masalah dengan melakukan evaluasi teknis dan nilai, dari suatu pembangunan proyek fisik, secara sistematis dengan menggunakan:
Kumpulan Teknik Tetentu
Ilmu Pengetahuan
Tim Ahli
4. Suatu sistem pemecahan masalah yang dilaksanakan dengan menggunakan kumpulan teknik tertentu, ilmu pengetahuan, tim ahli- pendekatan kreatif terorganisasi yang memiliki tujuan untuk mengidentifikasi secara efisien biaya yang tidak diperlukan seperti biaya yang tidak menghasilkan kualitas, kegunaan, umur dan penampilan produk serta daya tarik terhadap konsumen (Lawrence D.Miles.
Techniques of Value Analys and Enginering 2 ed. New York : Mc Graw Hil. 1972 : 3).
5. Suatu pendekatan tim yang kreatif dan terorganisir dengan tujuan untuk mengoptimalkan biaya dana tau kinerja sebuah system atau fasilitas
22
(Alphonse J. dell Isola, Value Engginering in Construction Industry 3ed.
New York : Van Nostrand Reinbold Company, 1982 : 2).
Program VE bertujuan mencari kemampuan manajemen seseorang untuk mengadakan perubahan yang berarti dengan cara agar dapat menemukan unnecessary cost dan menghilangkannya. VE bukan hanya sekedar menganalisis biaya tetapi juga mempunyai pengertian sebagai berikut. Value Engineering adalah (Zimmerman, Larry W, PE,Hard Glen, D, Value Engineering A Practical Approach for Owners, Designer and Contractors, CBS Publisher & Distributors, New Delhi, India 1988.) :
Orientasi Sistem (Systems Oriented) rencana kerja formal untuk mengidentifikasi dan menghilangkan biaya – biaya yang tak perlu (unnecessary cost).
Pendekatan multi disiplin kelompok (Multidisciplined Team Approach) tim yang terdiri dari perencana – perencana berpengalaman dan konsultan Value Engineering.
Life Cycle Oriented memperhitungkan total biaya dalam jangka waktu siklus proyek, termasuk total biaya untuk memiliki dan mengoperasikan fasilitas.
Teknik manajemen yang telah terbukti kebenarannya (A Proven Management Techniques).
Orientasi fungsional (Function Oriented) menghubungkan fungsi yang diinginkan dengan nilai yang diterima.
Value Engineering bukanlah (Yusuf Latief, “Materi Kuliah Dasar Manajemen Konstruksi Value Engineering.” Jakarta 2002 hal 6 ) :
1. Koreksi Desain (Design Review), Value Engineering tidak bermaksud mengkoreksi kekurangan – kekurangan dalam design,juga tidak bermaksud mengoreksi perhitungan – perhitungan yang dibuat oleh perencana.
23
2. Proses membuat murah (A Cheapening Process), Value Engineering tidak mengurangi / memotong biaya dengan mengorbankan keadaan dan performa yang diperlukan.
3. Sebuah keperluan yang dilakukan pada seluruh desain (A Requirement done on all design), Value Engineering bukanlah merupakan bagian dari jadwal peninjauan kembali dari perencana, tetapi merupakan analisis biaya dan fungsi.
4. Kontrol kualitas (Quality Control), Value Engineeering lebih dari sekedar peninjauan kembali status gagal dan aman sebuah hasil desain.
Konsep utama metodologi VE terletak pada fungsi, biaya dan manfaat rd (Alphonse J. dell Isola, Value Engineering in Construction Industry 3 ed. New York : Van Nostrand Reinhold Company, 1982 : 2). Dan untuk dapat memahami VE lebih mendalam perlu meletakkan pengertian mengenai arti nilai, biaya dan fungsi. VE memusatkan analisis pada masalah nilai terhadap fungsinya, bukan sekedar analisis biaya tetapi dicari biaya terendah yang dapat memenuhi fungsinya.
1. Nilai (Soeharto, Iman, Manajemen Proyek, Dari Konseptual sampai Operasional Jilid 1 Erlangga : 1999, hal 313) Nilai (value) mempunyai arti yang sulit dibedakan dengan biaya (cost) atau harga (price). Nilai mengandung arti subyektif, apalagi bila dihubungkan dengan moral, etika, sosial, ekonomi dan lain – lain. Perbedaan pengertian antara nilai dan biaya adalah :
a. Ukuran nilai ditentukan oleh fungsi atau kegunaannya sedangkan harga atau biaya ditentukan oleh substansi barangnya atau harga komponen yang membentuk barang tersebut.
b. Ukuran nilai lebih condong ke arah subyektif sedangkan biaya tergantung kepada angka (monetary value) pengeluaran yang telah dilakukan untuk mewujudkan barang tersebut.
2. Biaya (Soeharto, Iman, Manajemen Proyek, Dari Konseptual sampai Operasional Jilid 1 Erlangga : 1999., hal 313). Biaya adalah jumlah segala
24
usaha dan pengeluaran yang dilakukan dalam mengembangkan, memproduksi dan aplikasi produk. Penghasil produk selalu memikirkan akibat dari adanya biaya terhadap kualitas, realibilitas dan maintanibility karena akan berpengaruh terhadap biaya pemakai.
3. Fungsi (Soeharto, Iman, Manajemen Proyek, Dari Konseptual sampai Operasional Jilid 1 Erlangga : 1999., hal 314) Fungsi diartikan sebagai elemen utama dalam VE, karena tujuan VE adalah untuk mendapatkan fungsi – fungsi yang dibutuhkan dari suatu item dengan biaya total terendah. Menurut Lawrence D. Miles. “Principles of Value Analysis : Basics of Function Analysis”), Fungsi dapat dibagi menjadi 2 kategori : a. Fungsi dasar yaitu suatu alasan pokok sistem itu terwujud.
b. Fungsi kedua (secondary function) yaitu kegunaan yang tidak langsung untuk memenuhi fungsi dasar, tetapi diperlukan untuk menunjangnya dan biasanya merupakan hasil dari konfigurasi disain tertentu.
4. Manfaat
Manfaat adalah nilai uang ekivalen dari kinerja produk (John H. Fasal.
Practical Value Analysis Methods. New York : Hayden Book Company.
1972 : 6)
VE mempunyai beberapa hal yang dapat membantu tim, yang disebut sebagai alt (toolkit) dari analisa penilaian yang dapat kita sebut elemen – elemen pokok VE yaitu (Rochmanhadi, “Teknik Penilaian Desain (Value Engineering)”, Semarang, Indonesia, 1992 : hal 6) :
1. Pemilihan proyek untuk studi VE.
2. Pendanaan dan harga – harga satuan untuk penilaian.
3. Biaya – biaya “Siklus Umur” (O&O – Owning & Operating Cost) 4. Pendekatan fungsional
5. Teknik sistem analisa fungsi (FAST – Function Analysis Systems Technique).
6. Rencana Kerja VE 7. Kreativitas
8. Menentukan dan melaksanakan program VE
25
Syarat – syarat tersebut diatas sebaiknya dimanfaatkan didalam melaksanakan studi VE untuk suatu proyek. Untuk mencapai hasil yang optimum dalam studi VE, adalah sangat penting untuk mengikuti sebuah rencana yang akan membawa tim beserta hasilnya dari awal sampai akhir.
Rencana kerja VE merupakan suatu rencana yang pasti dari langkah – langkah rencana kerja VE menurut DoD (Departmen of Defense) USA meliputi 5 tahapan yaitu :
1. Tahapan Informasi.
2. Tahapan Spekulasi.
3. Tahapan Analisis.
4. Tahapan Perencana / Pengembangan.
5. Tahapan Penyajian dan Tindakan Lanjut.
Dimana skema langkah – langkah dalam proses VE tersebut diatas, terdapat dalam gambar 2.3. dibawah ini.
- Merumuskan Masalah - Mengumpulkan Info dan Fakta - Mengenali Objek
- Mengenali Fungsi - Mencatat Biaya
- Pendekatan Kreatif - Mencari Alternatif - Usahakan Penyederhanaan
- Identifikasi - Ide terbaik
- Analisis biaya Vs Fungsi
- Formulasikan usulan - Siapkan penyajian - Gunakan human relation - Monitor kemajuan dan tindak lanjut - Mengembangkan alternatif terbaik
- Biaya untuk alternatif terbaik - Konsultasi Spesialis - gunakan standar
INFORMASI SPEKULASI ANALISIS
PERENCANAA /
PENGEMBANGAN PENYAJIAN DAN
TIDAK LANJUT
Gambar 2.4. Skema Rencana Kerja VE Sumber : DoD (Departmen of Defense) USA. 1995
26 2.10. Ringkasan
Dalam hal ini variabel serta sub-indikator dijelaskan secara detail dengan menggunakan tabel, sebagaimana dijelaskan pada table berikut ini:
Tabel 2.3. Tabulasi Kesimpulan Indikasi Penelitian VE
No Variabel Indikator Sub-Indikator
1. Unnecessary Cost - Kekurangan Waktu - Kekurangan Informasi
- Kekurangan Ide
- Salah Konsepsi
- Perencanaan yang diburu waktu - Kurangnya
perencanaan matang - Kurang lengkapnya
dokumentasi awal - Kurangnya tenaga ahli
yang berpengalaman - Minim kreatifitas dari
tenaga ahli - Kurangnya factor
komunikasi antara konseptor dengan pelaksana
- Kesalahan pembuatan gambar kerja
- Keadaan sementara yang menjadi keadaan tetap
- Kurangnya informasi yang pasti
- Upaya berbuat sebaik mungkin
- Adanya tingkat kompetisi yang tinggi antar rekan kerja - Tidak adanya
kebebasan mutlak
- Pengaruh kebebasan terhadap biaya - Kebiasaan - Kebiasaan berfikir
secara habitual 2. Penghematan Biaya - Permodelan biaya - Grafik Distribusi
Biaya
- Hukum Pareto - Hukum 20-80 - Sebagian kecil
komponen proyek, menyumbang sebagian besar biaya proyek Sumber : Jurnal Rancang bangun proyek ECO BND Building Tanggerang, 2009
27 2.11. Populasi
Menurut Nawawi Margono, (2004), populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan.
Jadi populasi berhubungan dengan data, bukan manusianya. Kalau setiap manusia memberikan suatu data maka, maka banyaknya atau ukuran populasi akan sama dengan banyaknya manusia. Persoalan populasi penelitian harus dibedakan ke dalam sifat berikut ini:
1. Populasi yang bersifat homogen, yakni populasi yang unsur-unsurnya memiliki sifat yang sama, sehingga tidak perlu dipersoalkan jumlahnya secara kuantitatif. Misalnya, seorang dokter yang akan melihat golongan darah seseorang, maka ia cukup mengambil setetes darah saja. Dokter itu tidak perlu satu botol, sebab setetes dan sebotol darah, hasilnya akan sama saja.
2. Populasi yang bersifat heterogen, yakni populasi yang unsurunsurnya memiliki sifat atau keadaan yang bervariasi, sehingga perlu ditetapkan batas-batasnya, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
Penelitian di bidang sosial yang objeknya manusia atau gejala-gejala dalam kehidupan manusia menghadapi populasi yang heterogen.
Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Kualitas atau ciri tersebut dinamakan variabel. Sebuah populasi dengan jumlah individu tertentu dinamakan populasi finit sedangkan, jika jumlah individu dalam kelompok tidak mempunyai jumlah yang tetap, ataupun jumlahnya tidak terhingga, disebut populasi infinit. Misalnya, jumlah petani dalam sebuah desa adalah populasi finit.
2.12. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti Arikunto (2002) dan Furchan, (2004). Pendapat yang senada pun dikemukakan oleh Sugiyono (2001). Ia menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena
28
keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif.
Penggunaan sampel dalam kegiatan penelitian dilakukan dengan berbagai alasan. (Nawawi, 2004) mengungkapkan beberapa alasan tersebut, yaitu:
1. Ukuran populasi
Dalam hal populasi tak terbatas (tak terhingga) berupa parameter yang jumlahnya tidak diketahui dengan pasti, pada dasarnya bersifat konseptual. Karena itu sama sekali tidak mungkin mengumpulkan data dari populasi seperti itu. Demikian juga dalam populasi terbatas (terhingga) yang jumlahnya sangat besar, tidak praktis untuk mengumpulkan data dari populasi 50 juta murid sekolah dasar yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia, misalnya.
2. Masalah biaya
Besar-kecilnya biaya tergantung juga dari banyak sedikitnya objek yang diselidiki. Semakin besar jumlah objek, maka semakin besar biaya yang diperlukan, lebih-lebih bila objek itu tersebar di wilayah yang cukup luas. Oleh karena itu, sampling ialah satu cara untuk mengurangi biaya.
3. Masalah waktu
Penelitian sampel selalu memerlukan waktu yang lebih sedikit daripada penelitian populasi. Sehubungan dengan hal itu, apabila waktu yang tersedia terbatas, dan kesimpulan diinginkan dengan segera, maka penelitian sampel, dalam hal ini, lebih tepat.
4. Percobaan yang sifatnya merusak
Banyak penelitian yang tidak dapat dilakukan pada seluruh populasi karena dapat merusak atau merugikan. Misalnya, tidak mungkin mengeluarkan semua darah dari tubuh seseorang pasien yang akan dianalisis keadaan darahnya, juga tidak
29
mungkin mencoba seluruh neon untuk diuji kekuatannya. Karena itu penelitian harus dilakukan hanya pada sampel.
5. Masalah ketelitian
Masalah ketelitian adalah salah satu segi yang diperlukan agar kesimpulan cukup dapat dipertanggungjawabkan. Ketelitian, dalam hal ini meliputi pengumpulan, pencatatan, dan analisis data. Penelitian terhadap populasi belum tentu ketelitian terselenggara. Boleh jadi peneliti akan bosan dalam melaksanakan tugasnya.
Untuk menghindarkan itu semua, penelitian.
Adapun cara penentuan sampel yaitu :
1. Menurut Nawawi Margono, (2004) memberikan cara untuk memperoleh jumlah sampel minimal yang harus diselidiki dengan menggunakan rumus:
[ ]
Keterangan:
n = Jumlah sampel
³ = Sama dengan atau lebih besar
p = Proporsi populasi persentase kelompok pertama q = Proporsi sisa di dalam populasi
Z 1/2 = Derajat koefisien konfidensi pada 99% dan 95%
b= Persentase perkiraan kemungkinan membuat kekeliruan dalam menentukan ukuran sampel
2. Rumus Area Sampling. Pada prinsipnya cara ini menggunakan
“perwakilan bertingkat”. Populasi ini dibagi atas beberapa bagian populasi, dimana bagian populasi ini dapat dibangi-bagi lagi. Untuk perhitungan besar sampel minimal dengan menggunakan rumus slovin dengan cara sebagai berikut:
30
Dimana:
n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi
e = Kelonggaran yang dapat ditolerir 10%
3. rumus yang dikemukakan oleh Sugiyono (2001) yaitu yang tidak diketahui simpangan bakunya dan yang kedua yang diketahui simpangan bakunya, berikut rumus penentuan sampel :
[ ] Keterangan
n = Ukuran sampel yang diperlukan
b = Perbedaan antara yang ditaksir dengan tolok ukur penafsiran
z = Harganya tergantung pada taraf kepercayaan yang ditetapkan. Pada taraf kepercayaan 68%, z = 1; 95%, z = 1,96; 99%, z = 2,58. Untuk harga-harga yang lain bisa dilihat pada tabel kurva normal standard didasarkan pada Z 21 taraf kepercayaan. Taraf kepercayaan 95%
berarti 0,475 2,95% 1 Z = Z dalam tabel ditemukan 1,96.
s = Simpangan baku 2.13. Validitas
Pendefinisian validitas tes dapat diawali dengan melihat secara etimologi, validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Azwar, 2000).
31
Masih menurut Azwar (2000), dalam teori skor-murni klasikal, pengertian validitas dapa dinyatakan sebagai sejauhmana skor tampak atau skor perolehan mendekati besar skor murni. Skor tampak tidak akan sama dengan skor murni kecuali alat ukur yang bersangkutan mempunyai validitas yang sempurna.
Semakin skor perolehan mendekati skor murni maka semakin tinggi validitasnya, dan sebaliknya.
Penentuan pengklasifikasian validitas yang dikemukakan oleh Guilford (1956, h.145) adalah sebagai berikut:
0,80 < rxy 1,00 validitas sangat tinggi (sangat baik) 0,60 < rxy 0,80 validitas tinggi (baik)
0,40 < rxy 0,60 validitas sedang (cukup) 0,20 < rxy 0,40 validitas rendah (kurang)
0,00 < rxy 0,20 validitas sangat rendah (jelek) rxy 0,00 tidak valid
Untuk penentuan validitas dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
[ ∑ (∑ ) (∑ )
√* ∑ (∑ ) +* ∑ (∑ ) +] dimana : r = korelasi
X = skor setiap item Y = skor total n = ukuran sampel 2.14. Reliabilitas
Dari segi bahasa, reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang mempunyai asal kata rely dan ability. Bila digabungkan, kedua kata tersebut akan mengerucut kepada pemahaman tentang kemampuan alat ukur untuk dapat dipercaya dan menjadi sandaran pengambilan keputusan. Oleh Anastasi dan Urbina (1997), dalam konteks ini reliabilitas alat tes akan menunjuk kepada sejauh mana perbedaan-perbedaan individual dalam skor tes dapat dianggap disebabkan oleh perbedaan-perbedaan sesungguhnya dalam karakteristik yang
32
dipertimbangkan dan sejauhmana dapat dianggap disebabkan oleh kesalahan peluang.
Senada dengan pendapat tersebut, Suryabrata (2000) menyatakan bahwa dalam arti yang paling luas, reliabilitas alat ukur menunjuk kepada sejauh mana perbedaan-perbedaan skor perolehan mencerminkan perbedaan atribut yang sebenarnya. Reliabilitas alat ukur yang juga menunjukkan derajad kekeliruan pengukuran tidak dapat ditentukan dengan pasti melainkan hanya dapat diestimasi Suryabrata, (2000). Estimasi reliabilitas alat ukur dapat dicapai dengan menggunakan tiga metode. Ketiga metode yang dimaksud adalah, metode “retest”
atau tes ulang, metode “alternate form” atau tes paralel dan metode “split-half”
atau metode konsistensi internal Guilford. Untuk menentukan reabilitas Kategori koefisien reliabilitas (Guilford, 1956) adalah sebagai berikut:
0,80 < r11 ≤ 1,00 reliabilitas sangat tinggi 0,60 < r11 ≤ 0,80 reliabilitas tinggi 0,40 < r11 ≤ 0,60 reliabilitas sedang 0,20 < r11 ≤ 0,40 reliabilitas rendah
-1,00 r11 ≤ 0,20 reliabilitas sangat rendah (tidak reliable)
Untuk penentuan reabilitas dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
[ ∑ ]
dengan:
r11 adalah koefisien reliabilitas n adalah banyaknya butir soal.
adalah varians skor soal ke-i.
adalah varians skor total.
33