• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi mengenai tinjauan pustaka dan dasar teori yang diperlukan untuk menunjang penelitian ini.

2.1 Banjir

Banjir merupakan peristiwa meluapnya air dari sungai atau drainase karena tidak mampu menampung besarnya debit air (Winardi dkk, 2019). Banjir merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di berbagai wilayah.

Menurut Lily Montarcih (2010) yang dikutip dalam (Dewanto dkk, 2013), banjir tidak hanya terjadi di daerah aliran sungai saja, tetapi bisa juga terjadi di daerah atau wilayah yang jauh dari aliran sungai, misalnya di daerah padat penduduk dan jalan-jalan yang tidak memiliki drainase atau serapan yang baik. Menurut (Dewanto dkk, 2013), ada beberapa parameter penyebab banjir sebagai berikut:

1. Curah hujan, yaitu faktor non-fisik yang sangat mempengaruhi terjadinya banjir. Curah hujan yang tinggi akan memperbesar kemungkinan terjadinya banjir.

2. Kemiringan lereng, yaitu salah satu sifat topografi yang berpengaruh terhadap aliran permukaan. Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Kemiringan lereng yang landai memiliki kerentanan banjir lebih tinggi dari lereng yang curam.

3. Drainase, yaitu jaringan pembuangan air yang berfungsi mengeringkan bagian-bagian wilayah administrasi kota dan daerah urban dari genangan air, baik dari hujan lokal maupun luapan sungai yang melintas di dalam kota.

4. Bentuk dan penggunaan lahan untuk suatu fungsi tertentu mempengaruhi terjadinya kejadian banjir di suatu wilayah.

Berbagai dampak atau kerugian dari kejadian banjir dirasakan langsung oleh masyarakat. Secara umum dampak banjir yang dirasakan oleh masyarakat akan berbeda-beda. Dampak yang dialami oleh daerah perkotaan (dominasi

(2)

7 permukiman penduduk) berbeda dengan dampak yang dialami daerah perdesaan (dominasi areal pertanian) (Rosyidie, 2013). Menurut Kodoatie dan Syarief (2006) yang dikutip dalam (Rosyidie, 2013), beberapa contoh dampak atau kerugian banjir adalah hilangnya nyawa atau terluka, hilangnya harta benda, kerusakan permukiman, kerusakan wilayah perdagangan, kerusakan wilayah industri, kerusakan areal pertanian, kerusakan system drainase dan irigasi, kerusakan jalan dan rel kereta api, kerusakan jalan raya, jembatan, dan bandara, kerusakan sistem telekomunikasi, dan lain-lain.

2.2 Curah Hujan

Curah hujan merupakan hujan yang sampai ke permukaan tanah yang diukur berdasarkan volume air hujan per satuan luas (Fauziah dkk, 2016). Curah hujan merupakan salah satu unsur cuaca yang datanya diperoleh dengan cara mengukurnya dengan menggunakan alat penakar hujan, sehingga dapat diketahui jumlahnya dalam satuan millimeter (mm). Curah hujan 1 mm adalah jumlah air hujan yang jatuh di permukaan per satuan luas ( m2 ) dengan catatan tidak ada yang menguap, meresap atau mengalir. Jadi, curah hujan sebesar 1 mm setara dengan 1 liter/m2 (Aldrian dkk, 2011).

2.3 Teori Logika Fuzzy

Subbab ini berisi mengenai dasar teori logika fuzzy yang menjadi acuan dalam menyelesaikan permasalahan penelitian. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai definisi, himpunan fuzzy, fungsi keanggotaan fuzzy, operasi himpunan fuzzy, fungsi implikasi fuzzy, sistem inferensi fuzzy, dan metode Tsukamoto.

2.3.1 Definisi

Logika fuzzy dikembangkan oleh Prof Lotti A. Zadeh pada tahun 1965, Zadeh memodifikasi teori himpunan, dimana setiap anggotanya memiliki derajat keanggotaan antara 0 sampai 1 yang disebut dengan himpunan kabur. Logika fuzzy adalah suatu perluasan dari logika teori himpunan bernilai banyak yang dimana nilai kebenarannya adalah variabel linguistik (Zimmermann, 2001).

(3)

8 Teori himpunan fuzzy digunakan sebagai kerangka matematis untuk menangani masalah ketidakpastian, ketidakjelasan ataupun dapat digunakan untuk kekurangan informasi (Setiawan dkk, 2018). Logika fuzzy digunakan untuk mengekspresikan suatu besaran menggunakan bahasa (linguistic), misalkan besaran kecepatan laju kendaraan yang diekspresikan dengan pelan, agak cepat, cepat, dan sangat cepat. Logika fuzzy menunjukan sejauh mana suatu nilai itu benar dan sejauh mana suatu nilai itu salah.

Dalam logika klasik (crisp), suatu nilai hanya mempunyai dua kemungkinan yaitu benar atau salah dengan nilai kebenaran adalah 0 (nol) atau 1 (satu). Logika fuzzy menggeneralisasikan dua nilai crisp dengan membiarkan kebenaran nilai menjadi bilangan apa pun dalam interval [0, 1]. Generalisasi ini memungkinkan untuk melakukan perkiraan, yaitu menyimpulkan kesimpulan yang tidak tepat (proposisi fuzzy) dari koleksi tempat yang tidak tepat (proposisi fuzzy) (Wang, 1997). Perbedaan utama dari proposisi klasik dan proposisi fuzzy terdapat pada rentang nilai kebenarannya. Jika proposisi klasik akan dinyatakan benar atau salah, maka proposisi fuzzy dinyatakan dalam derajat kebenarannya (Setiawan dkk, 2018).

2.3.2 Himpunan Fuzzy

Himpunan fuzzy adalah sekumpulan obyek dimana masing-masing obyek memiliki nilai keanggotan (membership function) “𝜇” atau disebut dengan nilai kebenaran. Karakteristik himpunan Fuzzy menggunakan nilai antara 0 sampai 1, yang menunjukkan nilai derajat keanggotaan suatu elemen dalam himpunan fuzzy.

Definisi 2.3.2.1 (Zadeh, 1965) Diberikan 𝑋 kumpulan objek dengan elemen keanggotaan dari 𝑋 dinotasikan sebagai 𝑥. Maka, 𝑋 = {𝑥}.

Himpunan Fuzzy A dalam 𝑋 didefinisikan sebagai himpunan dan dapat dituliskan dengan Persamaan (2.1)

𝐴 = {(𝑥, 𝜇𝐴(𝑥)) ∣ 𝑥 ∈ 𝑋}. (2.1) Contoh dari himpunan Fuzzy yaitu terbaginya variabel temperatur menjadi lima, yaitu: panas, hangat, normal, sejuk, dan dingin.

(4)

9

2.3.3 Fungsi Keanggotaan Fuzzy

Fungsi keanggotaan atau membership function adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data kedalam nilai keanggotaannya atau sering juga disebut dengan derajat keanggotaan yang memiliki interval [0, 1].

Menurut Kusumadewi dkk (2010) dalam (Setiawan dkk, 2018), salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi.

Fungsi keanggotaan yang sering digunakan (Setiawan dkk, 2018) adalah:

1. Representasi Linear

Pada representasi linear, pemetaan input ke derajat keanggotannya digambarkan sebagai suatu garis lurus. Bentuk ini paling sederhana dan menjadi pilihan yang baik untuk mendekati suatu konsep yang kurang jelas. Terdapat dua keadaan himpunan linear, yaitu:

a. Representasi Linear Naik

Representasi linear naik adalah kenaikan himpunan dari nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan nol bergerak ke kanan menuju nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih tinggi, seperti gambar berikut.

Gambar 2.1 Representasi Linear Naik Fungsi keanggotaan:

𝜇[𝑥] = {

0, 𝑥 ≤ 𝑎, 𝑥 − 𝑎

𝑏 − 𝑎, 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏, 1, 𝑥 ≥ 𝑏,

(2.2)

keterangan:

Derajat

Keanggotaan µ[x]

domain b

a 0 1

(5)

10 𝑎 : nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan nol,

𝑏 : nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan satu, 𝑥 : nilai input yang akan diubah ke dalam bilangan fuzzy, 𝜇[𝑥] : derajat keanggotaan.

b. Representasi Linear Turun

Representasi linear turun, garis lurus dimulai dari nilai domain dengan derajat keanggotaan tertinggi pada sisi kiri, kemudian bergerak menurun menuju nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih rendah, seperti gambar berikut.

Gambar 2.2 Representasi Linear Turun Fungsi keanggotaan:

𝜇[𝑥] = {

1, 𝑥 ≤ 𝑎, 𝑏 − 𝑥

𝑏 − 𝑎, 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏, 0, 𝑥 ≥ 𝑏,

(2.3)

keterangan:

𝑎 : nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan satu, 𝑏 : nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan nol, 𝑥 : nilai input yang akan diubah ke dalam bilangan fuzzy, 𝜇[𝑥] : derajat keanggotaan.

2. Representasi Keanggotaan Kurva Segitiga (Triangular Membership Function)

Derajat

Keanggotaan µ[x]

domain b

a 0 1

(6)

11 Fungsi keanggotaan segitiga merupakan gabungan antara dua garis (linear). Fungsi keanggotaan segitiga ditentukan oleh tiga nilai parameter yaitu {𝑎, 𝑏, 𝑐}, dengan bentuk kurva sebagai berikut:

Gambar 2.3 Representasi Keanggotaan Kurva Segitiga Fungsi keanggotaan:

𝜇[𝑥] = {

0, 𝑥 ≤ 𝑎 atau 𝑥 ≥ 𝑐, 𝑥 − 𝑎

𝑏 − 𝑎, 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏, 𝑏 − 𝑥

𝑐 − 𝑏, 𝑏 ≤ 𝑥 ≤ 𝑐,

(2.4)

keterangan:

𝑎 : nilai domain terkecil yang memiliki derajat keanggotaan nol, 𝑏 : nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan satu,

𝑐 : nilai domain terbesar yang memiliki derajat keanggotaan nol, 𝑥 : nilai input yang akan diubah ke dalam bilangan fuzzy,

𝜇[𝑥] : derajat keanggotaan.

3. Representasi Keanggotaan Trapesium (Trapezoidal Membership Function) Fungsi keanggotaan segitiga ditentukan oleh empat parameter yaitu {𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑}, dengan bentuk kurva sebagai berikut:

Derajat

Keanggotaan µ[x]

a b c

0 1

domain

(7)

12 Gambar 2.4 Representasi Keanggotaan Trapesium

Fungsi keanggotaan:

𝜇[𝑥] = {

0, 𝑥 ≤ 𝑎 atau 𝑥 ≥ 𝑑, 𝑥 − 𝑎

𝑏 − 𝑎, 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏, 1, 𝑏 ≤ 𝑥 ≤ 𝑐, 𝑑 − 𝑥

𝑑 − 𝑐, 𝑥 ≥ 𝑑,

(2.5)

keterangan:

𝑎 : nilai domain terkecil yang memiliki derajat keanggotaan nol, 𝑏 : nilai domain terkecil yang memiliki derajat keanggotaan satu, 𝑐 : nilai domain terbesar yang memiliki derajat keanggotaan satu, 𝑑 : nilai domain terbesar yang memiliki derajat keanggotaan nol, 𝑥 : nilai input yang akan diubah ke dalam bilangan fuzzy,

𝜇[𝑥] : derajat keanggotaan.

4. Fungsi Keanggotaan Gaussian

Fungsi keanggotaan Gaussian memiliki parameter 𝛼, dan 𝜎 dengan formula sebagai berikut:

𝐹(𝑥; 𝛼; 𝜎) = 𝑒𝑥𝑝 [−1

2(𝑥 − 𝛼 𝜎 )

2

]. (2.6)

domain d

Derajat

Keanggotaan µ[x]

a b c

0 1

(8)

13

2.3.4 Operasi Himpunan Fuzzy

Terdapat dua proposisi fuzzy, yaitu proposisi fuzzy atomic dan proposisi fuzzy compound. Proposisi fuzzy atomic merupakan pernyataan single

𝑥 𝑖𝑠 𝐴 (2.7)

dimana 𝑥 sebagai variabel linguistik dan 𝐴 adalah himpunan Fuzzy dari 𝑥.

Proposisi fuzzy compound adalah gabungan dari proposisi fuzzy atomic yang dihubungkan dengan operator “OR”, “AND”, dan “NOT”(Wang, 1997).

1. Operator OR

Rumus operator OR berhubungan dengan operasi gabungan (union) pada himpunan fuzzy yang dinyatakan dengan definisi berikut.

Definisi 2.3.4.1 (Zimmermann, 2001) Fungsi keanggotaan 𝜇𝐷 dari gabungan 𝐷 = 𝐴 ∪ 𝐵 didefiniskan oleh

𝜇𝐴∪𝐵 = max (𝜇𝐴(𝑥), 𝜇𝐵(𝑦)). (2.8) Derajat keanggotaan himpunan fuzzy 𝐴 ∪ 𝐵 adalah derajat keanggotaan pada himpunan fuzzy 𝐴 atau 𝐵 yang memiliki nilai terbesar.

2. Operator AND

Rumus operator AND berhubungan dengan operasi irisan (intersection) pada himpunan fuzzy yang dituliskan oleh definisi berikut

Definisi 2.3.4.2 (Zimmermann, 2001) Fungsi keanggotaan 𝜇𝐶 dari irisan 𝐶 = 𝐴 ∪ 𝐵 didefiniskan oleh

𝜇𝐶 = min{𝜇𝐴(𝑥), 𝜇𝐵(𝑥)} , 𝑥 ∈ 𝑋. (2.9) Derajat keanggotaan himpunan fuzzy 𝐴 ∩ 𝐵 adalah derajat keanggotaan pada himpunan fuzzy 𝐴 atau 𝐵 yang memiliki nilai terkecil.

3. Operator NOT

Operator NOT sering disebut juga sebagai operator komplemen. Misalkan himpunan Fuzzy 𝐴 pada himpunan universal 𝑋 mempunyai fungsi keanggotaan 𝜇𝐴(𝑥), maka komplemen dari himpunan Fuzzy 𝐴 adalah himpunan Fuzzy 𝐴𝑐 dengan fungsi keanggotaan untuk setiap 𝑥 elemen 𝑋.

Persamaan untuk operator NOT dinyatakan pada definisi berikut

(9)

14 Definisi 2.3.4.2 (Zimmermann, 2001) Fungsi keanggotaan komplemen dari himpunan Fuzzy A, 𝜇𝐴𝑐(𝑥) didefiniskan oleh

𝜇𝐴𝑐= 1 − 𝜇𝐴(𝑥), 𝑥 ∈ 𝑋. (2.10)

2.3.5 Fungsi Implikasi

Fungsi implikasi yang digunakan pada himpunan Fuzzy adalah aturan if- then. Aturan Fuzzy IF-THEN dapat direpresentasikan dengan

𝐼𝐹 𝑥 𝑖𝑠 𝐴 𝑇𝐻𝐸𝑁 𝑦 𝑖𝑠 𝐵, (2.11)

dimana 𝑥 dan 𝑦 adalah skalar, 𝐴 dan 𝐵 adalah himpunan Fuzzy. Proposisi setelah IF disebut anteseden, sedangkan proposisi setelah THEN disebut sebagai konsekuen. Secara umum ada dua fungsi implikasi yang bisa digunakan, yaitu:

1. Min (minimum), digunakan untuk mendapatkan nilai 𝛼 − 𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡 dengan cara memotong himpunan Fuzzy sesuai dengan derajat keanggotaan terkecil.

2. Dot (product), digunakan untuk mendapatkan nilai 𝛼 − 𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡 dengan cara menskala output himpunan Fuzzy sesuai dengan derajat keanggotaan yang terkecil.

2.3.6 Sistem Inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System)

Fuzzy Inference System (FIS) atau sistem inferensi fuzzy merupakan suatu kerangka komputasi yang didasarkan pada teori himpunan fuzzy, aturan fuzzy IF- THEN dan logika fuzzy. Menurut (Wang, 1997) terdapat elemen dasar dalam sistem fuzzy, yaitu:

1. Basis kaidah (rule base), berisi aturan-aturan secara linguistik yang bersumber dari para pakar.

2. Proses fuzzyfikasi (fuzzification), yaitu mengubah nilai dari himpunan tegas ke nilai Fuzzy.

3. Mekanisme pengambil keputusan (inference engine), merupakan metode pakar dalam mengambil suatu keputusan dengan menerapkan pengetahuan (knowledge).

4. Defuzzyfikasi (defuzzification), yaitu mengubah nilai fuzzy hasil inferensi menjadi nilai tegas.

(10)

15

2.3.7 Metode Fuzzy Tsukamoto

Metode fuzzy Tsukamoto merupakan perluasan dari penalaran monoton.

Metode ini sangat fleksibel dan memiliki toleransi pada data yang sudah ada.

Menurut Kusumadewi dkk (2010) yang dikutip dalam (Setiawan dkk, 2018), menyatakan bahwa pada metode Tsukamoto setiap aturan yang berbentuk IF- THEN harus direpresentasikan dalam suatu himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan monoton. Sebagai hasilnya, output hasil inferensi dari tiap-tiap aturan diberikan secara tegas (crisp) berdasarkan 𝛼 − 𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡. Keluaran sistem dihasilkan dari konsep rata-rata terbobot dari keluaran setiap aturan Fuzzy.

Misal terdapat dua variabel input, yaitu (𝑥) dan (𝑦) serta sebuah variabel output (𝑧). Variabel (𝑥) terbagi atas himpunan 𝐴1 dan 𝐴2, variabel (𝑦) terbagi atas himpunan 𝐵1 dan 𝐵2, serta variabel (𝑧) terbagi atas himpunan 𝐶1 dan 𝐶2.

Jika terdapat dua aturan Fuzzy sebagai berikut:

𝐼𝑓 (𝑥 𝑖𝑠 𝐴1) and(𝑦 𝑖𝑠 𝐵2) 𝑇ℎ𝑒𝑛 (𝑧 𝑖𝑠 𝐶1) 𝐼𝑓 (𝑥 𝑖𝑠 𝐴2) and(𝑦 𝑖𝑠 𝐵1) 𝑇ℎ𝑒𝑛 (𝑧 𝑖𝑠 𝐶2).

Nilai 𝛼 − 𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡 untuk aturan pertama adalah 𝑤1 dan 𝛼 − 𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡 untuk aturan ke dua adalah 𝑤2. Berdasarkan penalaran monoton maka didapat nilai crisp untuk aturan pertama adalah 𝑧1 dan 𝑧2 sebagai nilai crisp ke dua. Nilai keluaran akhir didapatkan dengan konsep rata-rata berbobot, sebagai berikut:

𝑍 =∑ 𝜆𝑖𝑧𝑖

∑ 𝜆𝑖 , (2.12)

keterangan:

𝑍 : hasil defuzzyfikasi,

𝜆𝑖 : nilai 𝛼 − 𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡 aturan ke-𝑖, 𝑧𝑖 : nilai crisp dari hasil kesimpulan ke-𝑖.

Tahapan pada inferensi metode Tsukamoto, sebagai berikut:

1. Fuzzyfikasi

Varibel yang digunakan ditentukan terlebih dahulu. Variabel input dan variabel output dibagi menjadi satu atau lebih himpunan fuzzy.

2. Pembentukan basis pengetahuan fuzzy

(11)

16 Tahap kedua dari prosedur metode fuzzy Tsukamoto adalah penerapan aturan IF-THEN seperti pada Persamaan (2.11).

3. Mesin Inferensi

Mesin inferensi pada metode Tsukamoto menggunakan fungsi implikasi MIN untuk mendapatkan nilai 𝛼 − 𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡 setiap aturan. Kemudian, masing-masing nilai 𝛼 − 𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡 digunakan untuk menghitung nilai crisp masing-masing aturan (𝑧1, 𝑧2, 𝑧3, … , 𝑧𝑛).

4. Defuzzyfikasi (menggunakan metode rata-rata (Average))

Mencari nilai output, berupa nilai crisp (𝑍) yang dinyatakan dalam Persamaan (2.12).

2.4 Algoritma Genetika

Subbab ini berisi mengenai dasar Algoritma Genetika yang menjadi acuan dalam menyelesaikan permasalahan penelitian. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai definisi, istilah penting, dan tahapan dalam Algoritma Genetika.

2.4.1 Definisi

Algoritma Genetika adalah algoritma pencari yang berdasarkan kepada mekanisme dari seleksi alam dan genetik alam. Algoritma Genetika dikembangkan oleh John Holland, bersama rekan dan muridnya dari Univerisity of Michigan. Tujuan dari penelitian tersebut adalah menjelaskan proses penyesuaian diri dari sistem alam dan untuk mendesign sistem perangkat lunak buatan untuk mempertahankan mekanisme dari sistem alam (Goldberg, 1989).

Kelebihan dari algoritma genetika adalah jumlah populasi solusi yang besar dan proses lebih teliti dalam mencari solusi penyelesaiannya. Secara umum, Algoritma Genetika memiliki lima komponen dasar (Gen dan Cheng, 2000), yaitu:

1. Representasi genetik dari solusi masalah.

2. Cara untuk membuat populasi awal dari solusi.

3. Evaluasi peringkat nilai solusi berdasarkan nilai fitness.

4. Operator genetik yang mengubah komposisi genetik anak selama reproduksi.

(12)

17 5. Nilai untuk parameter Algoritma Genetika.

Algoritma Genetika adalah metode untuk mengganti satu populasi kromosom menjadi populasi baru menggunakan operator genetika. Algoritma Genetika melibatkan tiga jenis operator (Mitchell, 1999), yaitu:

1. Seleksi (selection), operator ini memilih kromosom dalam populasi untuk reproduksi. Kromoson yang lebih sehat dipilih untuk bereproduksi.

2. Crossover, operator ini secara acak memilih lokus dan menukar urutan sebelum dan sesudah lokus tersebut yang berada di antara dua kromosom untuk membuat dua keturunan.

3. Mutasi (mutation), operator ini secara acak membalik atau mengganti beberapa bit dalam kromosom.

2.4.2 Istilah Penting dalam Algoritma Genetika

Beberapa istilah penting yang pelu diperhatikan dalam penyelesaian Algoritma Genetika.

a. Genotype (gen), merupakan sebuah nilai yang menyatakan satuan dasar.

Nilai ini membentuk suatu arti tertentu dalam kromosom.

b. Allele, merupakan nilai dari suatu gen.

c. Kromosom, merupakan gabungan dari gen-gen yang membentuk nilai tertentu.

d. Individu, merupakan sekumpulan gen dalam sistem Algoritma genetika.

Individu bisa juga disebut kromosom, karena terdiri dari sekumpulan gen yang memiliki nilai tertentu.

e. Populasi, merupakan sekumpulan individu yang akan diproses bersama dalam satu siklus populasi.

f. Generasi, menyatakan satu siklus proses evolusi dalam Algoritma Genetika.

g. Nilai fitness, menyatakan seberapa baik nilai dari suatu individu. Nilai ini digunakan sebagai acuan untuk mencapai nilai optimal pada Algoritma Genetika.

(13)

18

2.4.3 Tahapan Algoritma Genetika

Adapun tahap-tahap yang harus dilakukan dalam Algoritma Genetika adalah sebagai berikut.

1. Pengodean (Encoding)

Pengodean kromosom merupakan cara untuk memberikan kode gen dari suatu kromosom atau individu. Satu gen biasanya mewakili satu variabel (Pamungkas dkk, 2019). Pengodean yang paling umum digunakan adalah pengodean bilangan real, diskret desimal dan biner.

2. Inisialisasi Populasi

Pada tahap ini dilakukan pembangkitan populasi awal, berupa sekumpulan individu melalui prosedur tertentu. Sebelum populasi awal dibangkitkan, perlu ditentukan jumlah individu dalam populasi tersebut. Misal, jumlah individu tersebut adalah 𝑁, maka dibangkitkan populasi awal yang mempunyai 𝑁 individu secara random.

3. Penyilangan (Crossover) atau Pindah Silang

Tahap ini dilakukan untuk menciptakan kromosom baru yang mewarisi sifat-sifat induknya (parent). Jumlah kromosom (𝑂𝑓𝑓𝑠𝑝𝑟𝑖𝑛𝑔) yang akan dilakukan pindah silang dapat diketahui melalui rumus berikut

𝑂𝑓𝑓𝑠𝑝𝑟𝑖𝑛𝑔 = 𝑃𝑐 × 𝑁, (2.13)

dimana 𝑃𝑐 adalah Probability crossover dan 𝑁 jumlah individu dalam populasi. Prinsip dari pindah silang adalah dilakukannya operasi pertukaran aritmatika pada gen-gen yang bersesuaian dari dua induk untuk menghasilkan individu baru.

Banyak metode yang dapat digunakan untuk crossver tergantung dengan kategori nilai dalam gennya. Salah satu metode penyilangan yang dapat digunakan untuk gen bernilai bilangan riil adalah Blend Crossover (𝐵𝐿𝑋 − 𝛼). Menurut (Bodenhofer, 2003) pada metode 𝐵𝐿𝑋 − 𝛼, setiap allele dalam offspring dipilih sebagai nilai acak terdistribusi seragam dari interval

[min(𝑥𝑖1, 𝑥𝑖2) − 𝐼. 𝛼, max(𝑥𝑖1, 𝑥𝑖2) + 𝐼. 𝛼], (2.14) dengan

𝐼 = max(𝑥𝑖1, 𝑥𝑖2) − min(𝑥𝑖1, 𝑥𝑖2), (2.15)

(14)

19 keterangan:

min(𝑥𝑖1, 𝑥𝑖2) : nilai minimum kedua gen terpilih dari suatu individu, max(𝑥𝑖1, 𝑥𝑖2) : nilai maksimum kedua gen terpilih dari suatu individu, 𝛼 : konstanta pengali dari interval [0,1].

4. Mutasi

Mutasi merupakan operator dalam Algoritma Genetika yang digunakan untuk membentuk individu baru (offspring). Gen dalam suatu individu yang terpilih dalam operator mutasi akan menghasilkan individu yang baru (Pamungkas dkk, 2019). Tahap ini membutuhkan Probability mutation (𝑃𝑚) yang digunakan untuk mengetahui jumlah kromosom baru pada proses mutasi. Jumlah kromosom baru ini dapat dicari menggunakan persamaan berikut

𝑀𝑢𝑡𝑎𝑠𝑖 = 𝑃𝑚 × 𝑁. (2.16)

Perubahan nilai gen pada mutasi bergantung dari metode mutasi yang dilakukan. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah random mutation. Pada random mutation, individu pada suatu populasi akan dipilih secara acak untuk dilakukan proses mutasi. Setiap gen pada individu terpilih akan mengalami mutasi. Wahyuni, dkk (2017) dalam (Pamungkas dkk, 2019), menyatakan bahwa random mutation dapat dirumuskan sebagai berikut

𝐶𝑖 = 𝑃𝑖 + 𝛽(𝑚𝑎𝑥𝑖 − 𝑚𝑖𝑛𝑖), (2.17) keterangan:

𝐶𝑖 : anak yang dihasilkan 𝑃𝑖 : individu yang terpilih

𝛽 : nilai acak dari interval [-1,1]

𝑚𝑎𝑥𝑖 : nilai maksimum gen pada 𝑃𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖 : nilai minimum gen pada 𝑃𝑖 5. Elitism

Elitism merupakan prosedur untuk menggandakan individu yang mempunyai nilai fitness tertinggi sebanyak satu atau dua. Hal ini dilakukan agar individu tidak mengalami kerusakan.

(15)

20 6. Kondisi Berhenti

Algoritma Genetika akan berhenti setelah suatu syarat berhenti terpenuhi.

Beberapa syarat berhenti yang biasa digunakan adalah batas nilai fungsi fitness, batas nilai objektif, batas waktu komputasi, banyak generasi, dan terjadinya konvergensi.

2.5 Nilai Error

Nilai error adalah kesalahan yang terjadi pada suatu model. Error dalam optimasi menjadi dasar untuk mengukur tingkat akurasi pada hasil perhitungan prediksi. Terdapat dua metode yang sering digunakan dalam mengukur tingkat akurasi prediksi suatu model, yaitu Mean Square Error (MSE) dan Root Mean Square Error (RMSE).

1. Mean Square Error (MSE) merupakan rata-rata selisih kuadarat nilai yang diprediksi dan diamati. Metode MSE menghasilkan kesalah-kesalahan yang kemungkinan lebih baik untuk kesalahan kecil tetapi kadang menghasilkan perbedaan yang besar (Margi dkk ,2015). Rumus untuk menghitung nilai MSE adalah sebagai berikut :

𝑀𝑆𝐸 = 1

𝑛𝑛𝑡=1(𝑦̂𝑡− 𝑦𝑡)2, (2.18) keterangan:

𝑛 : jumlah data,

𝑦̂𝑡 : data hasil peramalan saat ke- 𝑡, 𝑦𝑡 : data aktual saat ke- 𝑡.

2. Root Mean Square Error (RMSE) merupakan metode yang digunakan untuk mengukur tingkat akurasi hasil prediksi suatu model (Pamungkas dkk, 2019). RMSE adalah rata-rata kuadrat dari perbedaan nilai prediksi dengan nilai aktual suatu variabel. Semakin kecil nilai RMSE maka hasil prediksi semakin valid. RMSE dapat menyatakan ukuran besarnya kesalahan yang dihasilkan oleh suatu model prediksi. Menurut G. James, D dkk (2013) yang dikutip dalam (Pamungkas dkk, 2019), nilai RMSE didapatkan dari rumus berikut:

𝑅𝑀𝑆𝐸 = √1

𝑛𝑛𝑡=1(𝑦̂𝑡− 𝑦𝑡)2, (2.19)

(16)

21 keterangan:

𝑛 : jumlah data,

𝑦̂𝑡 : data hasil prediksi saat ke- 𝑡, 𝑦𝑡 : data aktual saat ke- 𝑡.

2.6 Nilai Fitness

Nilai fitness merupakan nilai yang menyatakan baik tidaknya suatu individu dalam algortima genetika. Semakin besar nilai fitness suatu individu maka semakin baik pula solusinya (Pamungkas dkk, 2019). Jika tujuan dalam algoritma genetika adalah untuk memaksimalkan fungsi tujuan maka nilai fitness menyatakan fungsi tujuan itu sendiri.kebalikannya, jika tujuan dalam algoritma genetika adalah meminimumkan fungsi tujuan maka nilai fitness adalah invers dari fungsi tujuan tersebut. Pada penelitian ini karena optimasi dilakukan untuk meminimalkan nilai error , maka nilai fitness dapat dicari menggunakan persamaan (2.20), berikut

𝑓 =1

𝜀 , (2.20)

dimana 𝑓 merupakan nilai fitness dan 𝜀 merupakan nilai error perhitungan RMSE.

2.7 Penelitian Terdahulu

Berikut adalah rangkuman hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama dan Tahun

Publikasi Hasil

1 Wahyuni & Ahda, 2018

 Prediksi curah hujan (studi kasus Kota Batu) menggunakan model Fuzzy Inference System (FIS) Tsukamoto

 Himpunan Fuzzy yang digunakan untuk kriteria input berupa dua nilai linguistik, yaitu rendah dan tinggi. Sedangkan, kriteria output

(17)

22 terdiri dari tiga nilai linguistik, yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

 Penelitian menggunakan data curah hujan dari empat lokasi pos hujan di daerah Batu, yaitu Junggo, Pujon, Tinjomulyo, dan Ngujung.

 Berdasarkan penelitian didapatkan nilai error RMSE untuk pos hujan Junggo sebesar 9.196, Pujon 9.407, Tinjomulyo 8.798, dan Ngujung sebesar 8.825.

 Nilai RMSE didapatkan dengan membandingkan data aktual dengan data hasil prediksi menggunakan FIS Tsukamoto.

2 Adripaja dkk, 2018  Prediksi kejadian banjir di Kota Malang menggunakan FIS Tsukamoto.

 Variabel input yang digunakan adalah curah hujan dan intensitas hujan. Variabel output adalah jumlah kejadian banjir.

 Nilai linguistik untuk variabel input adalah rendah dan tinggi. Sedangkan, untuk output adalah rendah, sedang, dan tinggi.

 Menggunakan empat aturan Fuzzy (if-then).

Defuzzyfikasi menggunkan metode rata-rata berbobot.

 Pengujian akurasai menggunakan RMSE didapatkan nilai error sebesar 2.67.

 Pemodelan FIS Tsukamoto digunakan untuk memprediksi jumlah kejadian banjir di Kota Malang untuk tiga tahun kedepan mulai tahun 2018-2020. Prediksi jumlah kejadian banjir ini menggunakan data curah hujan hasil prediksi penelitian sebelumnya.

3 Wahyuni dkk, 2018  Penerapan metode Hybrid FIS Tsukamoto dan

(18)

23 Algoritma Genetika untuk prediksi curah hujan di daerah batu.

 Prediksi curah hujan menggunakan FIS Tsukamoto dan Algoritma Genetika digunakan untuk mengoptimasi batasan fungsi keanggotaan FIS Tsukamoto.

 Berdasarkan penelitian didapatkan nilai RMSE yang 31.4% lebih baik jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan FIS Tsukamoto.

4 Fadilah, 2019  Optimasi derajat keanggotaan Fuzzy Tsukamoto menggunakan Algoritma Genetika untuk prediksi cuaca.

 Penelitian ini menggunakan data curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan perawanan.

 Penelitian ini menggunakan 108 aturan Fuzzy if-then.

 Optimasi dilakukan untuk mendapatkan batasan nilai fungsi keanggotaan Fuzzy.

 Nilai Probabilitas Crossover (Pc) yang digunakan adalah 0.6, nilai Probabilitas Mutation (Pm) 0.4, dan jumlah induvidu yang digunakan adalah 10.

 Penentuan batasan fungsi keanggotaan yang baik untuk digunakan yaitu berdasarkan nilai error dan nilai fitness.

 Berdasarkan hasil dari pengujian sistem, implementasi Algoritma Genetika dan Fuzzy Tsukamoto dapat digunakan untuk prediksi cuaca dengan keakuratan sebesar 72%.

Referensi

Dokumen terkait

Customer satisfaction itself, as an intervening variable, has an impact towards customer loyalty through product quality, service quality, price, and environment