• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

Di wilayah daratan, wilayah pesisir mencakup wilayah daratan yang masih dipengaruhi oleh hidroklimat laut yaitu pasang surut air laut, intrusi air asin, dan angin laut (Puryono et al., 2019). Batas wilayah pesisir ke arah darat pada umumnya adalah jarak antara pasang naik rata-rata dan sembarang dengan batas ke arah laut, sesuai dengan wilayah hukum masing-masing provinsi. Untuk keperluan pengelolaan, batas-batas wilayah pesisir terdiri atas.. a) Wilayah Perencanaan: kemungkinan mencakup wilayah benua (hulu) apabila terdapat kegiatan (pembangunan) manusia yang mungkin mempunyai dampak nyata terhadap wilayah pesisir.

Batas wilayah pantai ke arah darat dapat bervariasi, misalnya di negara bagian California pada tahun 1972 batas pantainya adalah 1000 m dari garis air pasang rata-rata, dan kemudian dari. Wilayah pesisir merupakan wilayah kontak antara darat dan laut, ke arah darat meliputi bagian daratan, baik yang kering maupun yang terendam, yang masih dipengaruhi oleh karakteristik laut seperti pasang surut air laut, angin laut, dan intrusi air asin. Wilayah pesisir yang mengarah ke laut masih dipengaruhi oleh ciri-ciri yang berasal dari daratan, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, serta ciri-ciri yang disebabkan oleh aktivitas manusia di darat, seperti penggundulan hutan dan polusi.

Kondisi tersebut menyebabkan wilayah pesisir mengalami tekanan dari berbagai aktivitas dan fenomena di darat maupun di laut. Tekanan populasi, lebih dari 50% populasi dunia tinggal di wilayah pesisir dan dua pertiga kota dengan populasi sangat tinggi berjarak 60 kilometer dari garis pantai. Secara fungsional, wilayah pesisir merupakan penghubung utama antara daratan dan perairan, dimana proses produksi, konsumsi dan pertukaran berlangsung dengan intensitas yang sangat tinggi.

Secara ekologis, wilayah pesisir merupakan wilayah dengan aktivitas biokimia yang dinamis, namun kemampuannya dalam menunjang berbagai bentuk kebutuhan manusia terbatas.

Tabel 2.1 Skala Intensitas Besaran Gempabumi beserta Dampak Kerusakan  yang ditimbulkannya, Modifikasi Mercalli (Noor 2005, dimodifikasi)  Skala
Tabel 2.1 Skala Intensitas Besaran Gempabumi beserta Dampak Kerusakan yang ditimbulkannya, Modifikasi Mercalli (Noor 2005, dimodifikasi) Skala

TSUNAMI

Tsunami juga dapat terjadi akibat tanah longsor bawah tanah dan/atau bawah air (Harnantyari dkk, 2019). Gelombang yang ditimbulkan oleh tsunami akan menghantam wilayah pesisir dan dapat menyebabkan perubahan geomorfologi yang signifikan karena gelombang tsunami mempunyai energi yang tinggi. Melindungi dari kerusakan dengan melakukan upaya perbaikan lingkungan dengan tujuan menyerap energi gelombang Tsunami (misalnya dengan menanam pohon bakau di sepanjang pantai).

Hal inilah yang menyebabkan gelombang tsunami tampak lebih tinggi ketika mendekati daratan (Yulianto dkk, 2008 dalam Zaitunah dkk, 2012). Gelombang tsunami menyalip daratan dan melewati seluruh benda yang ada di pantai dan daratan hingga kecepatannya menurun dan air kembali ke laut. Tsunami akibat gempa bumi merupakan gempa bawah laut yang disebabkan oleh pergerakan lempeng sehingga air laut mengalami perpindahan.

Menurut Sutowijoyo (2005), gempa bumi dengan karakteristik tertentu akan menimbulkan tsunami yang sangat berbahaya dan mematikan. Longsor bawah laut biasanya disebabkan oleh aktivitas lain, seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi berupa perpindahan sedimen dalam jumlah besar, seperti terlihat pada Gambar 2.3. Perpindahan sedimen tersebut dapat mendorong kolom air sebesar sedimen yang dipindahkan, sehingga berpotensi menimbulkan gelombang tsunami kecil (Bardet et al., 2003).

66 Panjang gelombang tsunami akibat longsor bawah laut akan lebih kecil dibandingkan gelombang tsunami akibat gempa bumi. Hal ini dikarenakan dimensi gangguan longsor bawah laut akan lebih kecil dibandingkan dengan gangguan gempa, sehingga perpindahan kolom air akan lebih kecil (Bardet et al., 2003). Jumlah air yang dipindahkan akan semakin besar akibat adanya aliran piroklastik dan material vulkanik yang dapat memberikan impuls gelombang tsunami (Sugawara et al., 2008).

Berdasarkan ESDM (2015), tsunami akibat letusan gunung Krakatau pada tahun 1883 menimbulkan gelombang tsunami setinggi 40 m di pesisir pantai Lampung dan Banten, menghancurkan 5.000 kapal, menenggelamkan pulau-pulau kecil, menghancurkan 300 desa, dan menewaskan 36.000 jiwa. . Pada tanggal 1 April 1946, tsunami menghancurkan Mercusuar Scoutch Cap di Kepulauan Aleutian bersama dengan 5 penjaga mercusuar bergerak menuju Hilo, Hawaii, menewaskan 159 orang. Tsunami tertinggi yang pernah tercatat adalah tsunami Alaska yang disebabkan oleh pecahnya lempeng tektonik di Teluk Lituya.

Tsunami yang terjadi di lepas pantai Lhok Nga Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 akibat gempa bumi berkekuatan 8,9 skala Richter memberikan dampak (Paris, R, dkk, 2009). Menurut Badan Geologi, terdapat 19 wilayah rawan gelombang tsunami, yaitu: Nangroe Aceh Darussalam (Pulau Simeulue, Pantai Barat NAD (Lhok Nga, Calang, Meulaboh), Lhokseumawe) Sumatera Utara (Pulau Nias, Pantai Barat Sumatera Utara ( Singkil, Sibolga), Sumatera Barat (Nusantara.

Gambar 2.2 Ilustrasi hubungan kedalaman, kecepatan dan panjang  gelombang tsunami (ESDM, 2015)
Gambar 2.2 Ilustrasi hubungan kedalaman, kecepatan dan panjang gelombang tsunami (ESDM, 2015)

LIKUIFAKSI

Pada tanah berpasir gembur (tidak padat) mempunyai keadaan jenuh air, yaitu seluruh rongga yang ada pada tanah terisi air (Towhata 2008, dalam Muntohar 2010). Sedangkan menurut Rashmi RN dan Avenish S, 2015, likuifaksi merupakan suatu fenomena dimana tanah kehilangan kekuatan dan mengurangi kohesi tanah akibat meningkatnya tekanan air pori sehingga menurunkan tekanan efektif akibat pembebanan dinamis. Likuifaksi adalah suatu proses dimana tanah tiba-tiba kehilangan kekuatannya, yang paling sering terjadi akibat guncangan tanah saat terjadi gempa bumi yang kuat.

Lapisan tanah yang sensitif terhadap peristiwa likuifaksi umumnya terbentuk pada setting geologi Kuarter (Seed dan Idris 1971, Youd 1991 dalam Soebowo dkk 2009). Likuifaksi hanya terjadi pada tanah jenuh, sehingga kedalaman muka air tanah akan mempengaruhi kerentanan terhadap likuifaksi. Sebelum terjadi gempa, tekanan air pada suatu tanah relatif rendah, namun setelah menerima getaran, tekanan air dalam tanah meningkat sehingga partikel-partikel tanah mudah bergerak. Tanah seluruhnya berasal dari tekanan air pori.

Muka air tanah dangkal, misalnya kedalaman 2 sampai 4 meter di bawah permukaan tanah, merupakan muka airtanah yang dapat mengisi rongga-rongga pada tanah gembur dan mendorong keluar serta menggerakkan partikel-partikel tanah. Lokasi daratan yang paling potensial adalah lokasi yang dekat dengan episentrum gempa, selain itu lokasi permukaan airtanah yang dangkal juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap terjadinya likuifaksi. Jenis tanah yang paling potensial adalah partikel tanah yang tersortir baik, endapan muda yang belum padat bahkan mengandung material gembur.

Proses terjadinya likuifaksi dapat berlangsung melalui proses sebagai berikut : bahwa tanah atau sedimen yang relatif muda tersusun atas tiga unsur yaitu partikel tanah itu sendiri, air dan juga udara, di dalam partikel tanah terdapat rongga-rongga yang memisahkan butir-butir tanah, rongga ini kemudian diisi dengan air dan juga udara. Setiap butir tanah saling berhubungan satu sama lain. Apabila tanah mendapat tekanan dari suatu beban, maka tanah ini akan menahan gaya tersebut karena adanya hubungan antara butir-butir tanah yang saling berdekatan. Gambar skema ditunjukkan pada Gambar 2.5. Akibat getaran yang tiba-tiba tersebut maka tekanan air pori mendapat tekanan ekstra, karena air bersifat cair maka air akan berpindah ke tekanan yang lebih rendah yaitu ke permukaan tanah.

Reaksi pergerakan air ke permukaan kemudian menyebabkan partikel-partikel tanah bergoyang/meluncur sehingga tekanan yang menopang beban atas yaitu tekanan antar butir berkurang sehingga akhirnya tekanan ke bawah semakin besar, akibatnya tekanan ke bawah semakin besar. tanah runtuh. Jika ada bangunan di bagian atas yang mengalami likuidasi, maka bangunan tersebut juga akan runtuh ke bawah. Pada kondisi yang sangat ekstrim tekanan air pori menjadi sangat besar dan tekanan antar partikel tanah menjadi kecil.Pada kondisi demikian tanah lebih berperilaku cair dibandingkan padat.

ANALISIS SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)

Tujuan penggunaan matriks ini adalah untuk menyajikan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman terpenting terhadap komponen-komponen yang diteliti guna memberikan gambaran yang rinci dan rinci mengenai permasalahan utama yang akan menjadi pertimbangan dalam pengembangan rencana strategis selanjutnya. untuk organisasi/masalah yang diteliti. SWOT ini lebih mudah diterapkan pada pekerjaan saat ini karena memberikan informasi berguna tentang kelangsungan masa depan komponen-komponen tersebut. Hal ini berasal dari pertimbangan kekuatan dan kelemahan sistem dalam konteks zona pengelolaan pesisir, yang dapat mewakili peluang dan ancaman.

Sebelumnya, disarankan agar peluang dan ancaman diidentifikasi terlebih dahulu agar kekuatan dan kelemahan sistem dapat diketahui dengan lebih cepat. Selain itu, analisis SWOT membantu dalam mengkategorikan faktor internal dan eksternal utama yang relevan dengan pencapaian tujuan. Faktor internal adalah kekuatan dan kelemahan internal sistem, seperti peraturan pemerintah.

Faktor eksternal merupakan peluang dan ancaman yang dipengaruhi oleh lingkungan luar sistem pengelolaan pesisir ini.

Gambar 2.6 : Matriks Strategi SWOT (Rangkuti, 1997, modifikasi)
Gambar 2.6 : Matriks Strategi SWOT (Rangkuti, 1997, modifikasi)

MANAJEMEN BENCANA

Manajemen Risiko

Manajemen risiko bencana alam adalah segala upaya untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya (probabilitas), pencegahan bahaya dan risiko jangka panjang (Coburn, 1994). Mitigasi bencana terdiri dari perencanaan dan penerapan langkah-langkah untuk mengurangi risiko yang terkait dengan bahaya yang disebabkan oleh manusia dan alam, serta proses perencanaan respons yang efektif terhadap bencana yang benar-benar terjadi.

Gambar

Tabel 2.1 Skala Intensitas Besaran Gempabumi beserta Dampak Kerusakan  yang ditimbulkannya, Modifikasi Mercalli (Noor 2005, dimodifikasi)  Skala
Tabel 2.2 : Hubungan antara kekuatan/magnitudo gempabumi dan dampak yang  ditimbulkannya, serta frekuensi kejadiannya di dunia (United State Geological
Tabel  2.  3.  Perbandingan  magnitude  dari  Skala  Richter  dengan  Skala  Modified  Mercali Intensity (MMI), (Tendürüs dkk, 2010)
Gambar 2.2 Ilustrasi hubungan kedalaman, kecepatan dan panjang  gelombang tsunami (ESDM, 2015)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Al Jouf University Vice Rectorate for Educational Affairs Academic and students Guidance Center Template 1 Academic and students guidance template Personal Data Academic number: