• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

Wunder dan Wertz-Kanounnikoff (2009) mendefinisikan pembayaran jasa lingkungan sebagai berikut: “…kami mendefinisikan PES sebagai (i) sukarela, (ii) bersyarat. Kompensasi jasa lingkungan hidup secara sukarela, yaitu terjadinya transaksi antara minimal satu pembeli dan satu penjual atas jasa lingkungan yang telah ditentukan atau sebidang tanah yang menyediakan jasa lingkungan tersebut. Dari definisi tersebut terdapat lima kriteria sederhana munculnya pembayaran jasa lingkungan, yaitu (1) sukarela dan tanpa paksaan, (2) minimal ada transaksi, (3) satu penjual dan (4) satu pembeli, (5 ) pada lahan untuk jasa lingkungan hidup.

Setelah sepuluh tahun menerapkan pembayaran jasa lingkungan, Wunder (2015) merevisi definisi yang disajikan di atas. Dalam terjemahan bebas berikut, pembayaran jasa lingkungan dapat diartikan sebagai (1) transaksi sukarela, (2) antara pengguna jasa, (3) dan penyedia jasa, (4) bergantung pada aturan yang disepakati dalam pengelolaan sumber daya alam, dan ( 5) untuk memastikan layanan di luar lokasi. Sommerville, dkk., 2009, IJL adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk mentransfer insentif langsung kepada penyedia jasa lingkungan yang memenuhi persyaratan yang disepakati mengenai penyediaan jasa.

Dalam hal ini, jasa lingkungan dipandang sebagai dasar atau aliran material (misalnya air dan karbon) atau kualitas internal lingkungan (seperti keanekaragaman hayati dan keindahan panorama). Konsep pembayaran jasa lingkungan berbeda dengan pendekatan konservasi yang memberikan aturan kelestarian lingkungan tanpa insentif finansial (Gelaar, dkk, 2008). Konsep kompensasi jasa lingkungan lebih spesifik pada gerakan sukarela para aktor yang mendukung terciptanya kelestarian lingkungan dengan menggunakan insentif finansial.

Konsep kompensasi jasa lingkungan dianggap sebagai win-win solution bagi wilayah hulu dan hilir DAS.

Tabel  2.1  memperlihatkan  perbedaan antara  manajemen  antroposentris  atau  disebut  juga sebagai manajemen tradisional dengan manajemen ekosentris
Tabel 2.1 memperlihatkan perbedaan antara manajemen antroposentris atau disebut juga sebagai manajemen tradisional dengan manajemen ekosentris

PRINSIP PEMBAGIAN MANFAAT DAN BIAYA HULU-HILIR DAS

Peluang dan Hambatan Imbal Jasa Lingkungan

Sebagai paradigma baru dalam pengelolaan atau tata kelola lingkungan hidup, kompensasi jasa lingkungan mempunyai peluang dan hambatan tersendiri. Paquin (2004) menyatakan bahwa desain skema pembayaran jasa lingkungan memainkan peran sentral dalam menjamin keberhasilan program. Komisi Kehutanan Asia-Pasifik (2006) mencatat bahwa dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan perdebatan mengenai pentingnya jasa lingkungan hutan bagi perekonomian.

Selain peluang yang diberikan oleh Pembayaran Jasa Lingkungan (PES), Mayrand dan Paquin (2004) menyatakan bahwa skema pembayaran jasa lingkungan yang berbeda sangat bervariasi dalam karakteristik ini, sebagaimana dibuktikan oleh sejumlah besar percobaan yang dilakukan di belahan bumi yang berbeda. Biaya jasa lingkungan bersifat sewenang-wenang dan tidak konsisten dengan studi permintaan dan evaluasi ekonomi sumber daya; Temuan lain dari laporan Mayrand dan Paquin (2004) adalah bahwa skema IJL mungkin tidak akan berjalan efektif jika masyarakat miskin, yang mata pencahariannya sangat bergantung pada lahan, tidak diikutsertakan dalam sistem.

Hasil ini sangat kuat karena Proyek Silvopastoral menyediakan proporsi peserta program IJL yang jauh lebih besar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keluarga miskin dapat dilibatkan sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam program IJL. Temuan ini merupakan tindak lanjut dari penelitian sebelumnya (Pagiola, dkk, 2005) yang menyatakan bahwa program IJL dapat mengurangi kemiskinan, khususnya dengan melakukan pembayaran kepada pengelola sumber daya alam miskin di hulu DAS.

Selain itu, upaya untuk berhasil mengembangkan program IJL harus mengidentifikasi seluruh pemangku kepentingan sebagai peserta dengan menangkap kebutuhan dan kepentingan lokal. Skema IJL berpotensi menjadi mekanisme transfer yang sangat berharga untuk menginternalisasi lingkungan yang positif dan menghasilkan pendapatan baru untuk pembangunan berkelanjutan. Potensi ini secara bertahap akan dimanfaatkan sebagai pasar jasa lingkungan seiring berjalannya waktu dan menjadikan skema IJL lebih berkelanjutan secara finansial.

Selain itu, dampak positif terhadap pembangunan berkelanjutan akan maksimal jika efek distribusinya merupakan upaya nyata untuk memperkuat kapasitas masyarakat miskin dan masyarakat adat. Selain itu, skema kompensasi jasa lingkungan harus didukung oleh peraturan lingkungan hidup yang terkait dengan upaya pengentasan kemiskinan. Dengan adanya keputusan gubernur, inisiatif imbalan jasa lingkungan yang ada saat ini berpeluang memperluas cakupan wilayah dan menambah jumlah peserta.

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Dalam pengelolaan DAS, sumber daya manusia merupakan faktor yang mempengaruhi atau menentukan kelestarian sumber daya alam di DAS. Pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan dan pengabaian terhadap kelestariannya akan mempercepat terjadinya degradasi lingkungan DAS yang pada akhirnya akan menurunkan daya dukung lingkungan DAS. Di sisi lain, pemanfaatan sumber daya alam yang mengedepankan kelestarian dan konservasi sumber daya alam di DAS akan terus berkelanjutan.

Asdak (2007) menyatakan bahwa, tantangan terbesar pengelolaan sumber daya alam adalah menciptakan dan kemudian menjaga keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan keberlanjutan penggunaan serta keberadaan sumber daya alam. Keberlanjutan pemanfaatan dan konservasi sumber daya alam menurut World Commission on Environment and Development tahun 1987 yang dikutip oleh Asdak (2007), diartikan sebagai suatu proses perubahan yang didalamnya kelangsungan pemanfaatan dan konservasi sumber daya alam, arah investasi pemanfaatan sumber daya alam dan perubahan kelembagaan terkait penggunaan dan perlindungan sumber daya alam sejalan dengan tujuan pemanfaatan saat ini dan masa depan. Pengelolaan DAS adalah suatu upaya untuk mengelola keterkaitan antara sumber daya alam khususnya tumbuh-tumbuhan, tanah, dan air dengan sumber daya manusia yang ada di DAS serta segala kegiatannya untuk memperoleh manfaat ekonomi dan jasa lingkungan untuk kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem DAS.

Peristiwa degradasi lingkungan yang terjadi pada suatu daerah aliran sungai telah mengabaikan batas-batas administratif maupun politik sebagai batas pengelolaan sumber daya alam. Dengan demikian, DAS dapat dijadikan sebagai kesatuan perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam yang logis dari sudut pandang pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan DAS mencakup unsur-unsur ekosistem sungai sebagai objek kajian dan memperhatikannya, serta melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap pemanfaatan sumber daya alam DAS secara berkelanjutan.

Dilihat dari aspek pengelolaan terpadu hutan, tanah, air, masyarakat dan lain-lain merupakan tujuan atau obyek yang akan dikelola, sehingga terlihat adanya keterkaitan antara ekosistem, daerah aliran sungai dan pengelolaan terpadu. Oleh karena itu, pengelolaan DAS secara terpadu harus terus diupayakan agar unsur-unsur struktur ekosistem tetap berada dalam keadaan seimbang dan selaras. Hal ini dapat dicapai apabila terdapat ekosistem atau tata ruang yang dinamis, dan kegiatan tersebut belum dilakukan atau belum dilaksanakan dalam pengelolaan sektoral, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu aspek pengelolaan terpadu (Asdak, 2007).

Dengan pengelolaan DAS terpadu, terdapat dua komponen penting ekosistem DAS yang dikelola secara terpadu, yaitu komponen fisik-biologis (air, tanah dan tumbuhan/hutan) sebagai sumber daya alam dan komponen manusia (masyarakat) sebagai pengguna sumber daya alam. sumber daya alam. Pemilik lahan mendapat manfaat langsung dari peningkatan kapasitas dan konservasi pertanian serta pengelolaan pertanian terpadu (agroforestri, kompos dan pupuk organik, perbaikan spesies untuk pakan ternak, dll.) dengan pendekatan holistik dalam pengelolaan pertanian. Pengetahuan dan kesadaran berharga diperoleh mengenai persepsi dan tanggapan terhadap penggunaan sumber daya alam.

Kesejahteraan Sosial-Ekonomi Masyarakat

Pembangunan kesejahteraan sosial ekonomi harus didasarkan pada pertumbuhan ekonomi, stabilitas sosial dan kelestarian lingkungan (Suradi, 2012).

Daya Dukung Lingkungan

Sebagai contoh lemahnya daya dukung sebagai indikator keberhasilan pembangunan, Bank Dunia masih menggunakan kriteria PDB dalam mengklasifikasikan kemakmuran dan keberhasilan suatu negara. Pertama, daya dukung lingkungan hidup berkaitan dengan lingkungan fisik dan menjadi fokus perhatian para ahli biologi dan ekologi. Para ahli biologi memandang daya dukung lingkungan hidup adalah jumlah maksimum populasi makhluk hidup yang dapat ditopang oleh suatu tempat hidup (habitat).

Kormondy yang dikutip Hadi (2009) mengatakan bahwa penduduk harus berada pada titik keseimbangan dimana lingkungan dapat mendukungnya. Sementara itu, negara-negara miskin tidak mampu membeli listrik dari negara lain karena terlalu bergantung pada pendapatan negaranya dari ekspor energi dan sumber daya alam. Vitousek (Hadi, 2009) memperkenalkan konsep baru yang disebut daya dukung yang sesuai (appropriate carry capacity) yang diartikan sebagai lahan yang diperlukan untuk menyediakan sumber daya alam dan menyerap limbah yang dibuang.

Lahan yang dimaksud mungkin tersedia saat ini, mungkin dipinjam dari masa lalu (energi fosil), atau bahkan dari masa depan (pencemaran air tanah, degradasi tanah). Konsep baru mengenai daya dukung lingkungan ini menjanjikan kemampuan untuk menghitung bagian dari total bioproduktivitas suatu negara, wilayah, komunitas atau bahkan sebuah keluarga. Konsep ACC dapat menguji kebutuhan lahan untuk menunjang kegiatan perekonomian, menguji teknologi yang digunakan, membandingkan kegiatan ekspor dan impor serta melihat disparitas konsumsi sumber daya alam.

Sesuai dengan pendapat Hadi (2009) bahwa ukuran daya dukung lingkungan harus didasarkan pada kualitas tanah, Peraturan Menteri (Permen) Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung. Selain itu, Permen Nomor 17 Tahun 2009 diganti dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Dampak ekonomi yang terkait dengan pengelolaan daerah aliran sungai berdasarkan pembayaran jasa lingkungan yang mengidentifikasi potensi lingkungan bagi kesejahteraan masyarakat luas.

La Notte, dkk (2019) menyatakan bahwa untuk menghitung jasa lingkungan sangat penting untuk mengukur dan memantau kontribusi ekosistem terhadap kesejahteraan manusia. La Notte, dkk (2019) mengusulkan (1) identifikasi tipologi jasa lingkungan menurut mekanisme alami lingkungan untuk menghasilkan jasa; (2) menggunakan tipologi tersebut untuk mendefinisikan konsep potensi jasa lingkungan, potensi arus jasa lingkungan, permintaan jasa lingkungan, dan arus aktual jasa lingkungan; dan (3) membangun ukuran kapasitas jasa lingkungan dalam bentuk moneter berdasarkan konsep-konsep tersebut. Perluasan batas produksi akan memungkinkan dilakukannya pengukuran pemanfaatan jasa lingkungan secara berkelanjutan dan terjalinnya hubungan sebab akibat antara pemanfaatan jasa lingkungan dengan nilai yang diperoleh pelaku ekonomi dan masyarakat umum.

Gambar

Tabel  2.1  memperlihatkan  perbedaan antara  manajemen  antroposentris  atau  disebut  juga sebagai manajemen tradisional dengan manajemen ekosentris
Gambar 2.1 Konsep Dasar (Basic Concept) Imbal Jasa Lingkungan (Hadi, 2009)

Referensi

Dokumen terkait

“Efektivitas Konseling Individual Dengan Pendekatan Cognitive Behavior Theraphy (CBT) Untuk Mengurangi Perilaku Agresif Siswa Kelas VII B Di SMP Negeri 4 Alalak

Therefore, the Ministry of Health has prioritized stunting elimination as part of the national healthcare transformation by reducing the incidence to less than 15% in 2 years.5 As